ENGAGEM
Di ajukan kepada
untuk Memenuhi Salah S
P FAKUL UNIVERS
MENT DI PERUM BULOG DIVRE JATIM SKRIPSI
da Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Sura
lah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Progr
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Afidatul Udhiyanah B07212034
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
LTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN SITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
IM
urabaya
rogram Strata
ABSTRACT
The purpose of this studywas to the effect of Internal Communication to Employee Engagement in Regional Division BULOG East Java. This research is a quantitative study using population studies as a sampling technique. The Instrument uses the scale internal communications and employee engagement scale. In this study, using the whole population is numbered 86 because of the subject of less than 100. Based on the test results indicating data normality normal distribution, but the test results show a non-linear linear then for it in testing hypotheses using correlation analysis Kendal tau and obtained price the correlation coefficient of 0.466 with a significance of 0.000 <0.05 so Ha is received, and Ho is rejected. That is, there is a positive influence on employee engagement internal communication in Perum Bulog East Java Regional Division.
INTISARI
Tujuan Penelitian Ini adalah menegetahui pengaruh Komunikasi Internal terhadap Employee Engagement di Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kolerasi yang menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala komunikasi internal dan skala employee engagement. Dalam penelitian ini menggunkan seluruh populasi yang ada berjumlah 86 dikarenakan subjek yang berjumlah kurang dari 100. Berdasarkan hasil test normality yang menunjukkan data distribusi normal, namun hasil uji linier menunjukkan tidak linier maka untuk itu dalam pengujian hipotesis menggunakan analisis korelasi kendal tau dan di peroleh harga koefisien korelasi sebesar 0,466 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya, ada pengaruh yang positif komunikasi internal terhadap employee engagementdi Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..... i
HALAMAN PENGESAHAN………..... ii
HALAMAN PERYATAAN………..... iii
HALAMAN PERSETUJUAN………..... iv
KATA PENGANTAR………..... v
DAFTAR ISI………..... vi
DAFTAR TABEL………... vii
DAFTAR GAMBAR……….... viii
DAFTAR LAMPIRAN………..... ix
ABSTRAK……….....………... x
INTISARI………..... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………... 1
B. Rumusan Masalah………... 9
C. Tujuan Penelitian………... 10
D. Manfaat Penelitian………... 11
E. Keaslian Penelitian………... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Employee Engagement 1. DefinisiEmployee Engagement………. 14
2. Aspek–AspekEmployee Engagement………. 17
3. Tipe Karyawan Berdasarkan TingkatEmployee Engagement.. 22
4. Keuntungan Dari Keterikatan………..….. 23
5. Faktor yang mempengaruhiEmployee Engagement………... 24
B. Komunikasi Internal 1. Definisi Komunikasi Internal…...……….……. 25
2. Media Komunikasi Internal……….………...…………..…… 27
3. Dimensi Komunikasi Internal………...……….… 29
4. Jenis–jenis Komunikasi Internal………. 30
C. Hubungan Komunikasi Internal dengan Employee Engagement ... 31
D. Kerangka Teoritis………....………...…. 32
E. Hipótesis……….…...………...….. 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional a. Variabel Penelitian………...……. 34
b. Definisi Operasional………...…... 35
B. Populasi ………...…... 36
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Model Skala dan Petunjuk Skoring………... 36
D. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas………... 43
2. Reliabilitas………. 47
E. Análisis Data 1. Uji Normalitas………...… 50
2. Uji Linieritas………...…... 51
3. Uji Hipótesis………... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1.1 Sejarah Tentang Lokasi Penelitian……….. 52
1.2 Persiapan Penelitian……….... 54
1.3 Pelaksanaan Penelitian……… 56
2. Deskripsi Subjek 2.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………. 57
2.2 Data Responden Berdasarkan Usia………. 58
2.3 Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja…………... 59
2.4 Data Responden Berdasarkan Pendidikan……….. 60
B. Deskripsi Data dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data………... 61
2. Uji Validitas 2.1 SkalaEmployee Engagement………... 68
2.1 Skala Komunikasi Internal……….. 69
2.3 Uji Reliabilitas………... 70
3. Pengujian Hipotesis 3.1 Uji Normalitas………... 73
3.2 Uji Linieritas………... 74
3.3 Uji Hipotesis………... 75
C. Pembahasan 1. Pengaruh Komunikasi Internal danEmployee Engagement.... 77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 80
B. Saran ……….…….……….. 80
DAFTAR PUSTAKA……… 82
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mc Pherson ( 1982) berpendapat bahwa karyawan adalah salah satu aset
dari perusahaan yang vital dalam proses pengembangan organisasi. Karyawan
dengan kinerja dan performa yang baik dapat membantu meningkatkan
produktivitas perusahaan. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kinerja
seseorang karyawan, seperti kepuasan kerja, komitmen kerja dan masih banyak
lagi (Balakhrisan dan Masthan, 2013).
Saat ini banyak perusahaan yang mulai berkembang dan menujukkan
kemajuan yang begitu pesat tentunya membutuhkan pengelolaan sumber daya
manusia dengan baik agar mampu menghasilkan perusahaan dengan kinerja
karyawan yang baik pula. Namun, masih banyak permasalahan yang muncul
dalam perusahaan mengenai sumber daya manusia yakni salah satunya kurang
mampu mempertahankan sumber daya manusia yang dimilikinya. Terdapat
beberapa masalah yang dikarenakan pengelolaan sumber daya manusia yang
kurang baik, seperti ketidakpuasan kerja, penurunan kerja, ketidakhadiran
(abseinteism), danTurnover(Mangkunegara, 2005). Dengan mengacu pada hal
– hal tersebut, setiap organisasi berusaha untuk memikirkan cara yang tepat untuk mempertahankan sumber daya manusianya.
Terdapat banyak cara atau strategi untuk menciptakan lingkungan kerja
2
organisasi. Namun, sekarang ini kepuasan kerja kerja belum cukup menunjang
performa dari setiap karyawan seperti yang dilansir pada artikel JCG (The
Jakarta Consulting Group, 2015). Setiap karyawan di haruskan memiliki rasa
engagement, keterlibatan kerja, komitment, keinginan berkonstribusi, dan rasa
memiliki terhadap pekerjaan dan organisasinya tersebut. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa setiap anggota karyawan harus memiliki rasa
keterikatan dengan perusahaannya atau yang di kenal dengan istilah employee
engagement.
Jika seorang karyawan memiliki keterikatan kerja (employee
engagement)yang baik, karyawan tersebut akan memiliki komitmen kerja yang
baik pula. Hal tersebut juga di ungkapkan oleh Balakrishan dan Masthan
(2013) bahwa employee engagement dapat di deskripsikan sebagai bentuk rasa
emosional dari karyawan dan komitmentnya pada kesuksesan organisasinya.
Pada dasarnya setiap karyawan yang Engage akan berusaha meningkatkan
performa dan kinerjanya untuk mencapai setiap tujuan organisasinya
(Balakhrishan dan Masthan, 2013). Seperti yang disampaikan oleh Haudan
(dalam Andjani dan Prianti, 2009) bahwa rasa Engagement menciptakan
lingkungan kerja yang kompetitif sehingga orang akan berusaha tidak pernah
ketinggalan untuk bertanding dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Jadi, setiap karyawan akan ikut bertanding dan tidak akan pernah tertinggal
Menurut Stephania (dalam Andjani dan Prianti, 2009), karyawan akan
berusaha memberikan yang terbaik untuk mendukung keberhasilan
perusahaannya, dimana hal tersebut merupakan salah satu dari keberhasilan
Engagement. Dengan demikian karyawan akan menjadi loyal terhadap
perusahaan, lebih produktif dan bersemangat akan pekerjaannya. Setiap
karyawan yang terikat (Engaged) pada perusahaan akan bekerja tidak hanya
komitmen saja namun juga dikarenakan adanya passion pada pekerjaannya
(Balakrishan dan Masthan, 2013). Dapat disimpulkan bahwa rasa Engagement
akan memiliki dampak yang positif bagi performa karyawan dan perusahaan
itu sendiri, karena dapat menciptakan sebuah energi yang positif dan passion
dalam menunjukkan kinerja yang terbaik untuk perusahaan (keenan 2007,
dalam Andjani dan prianti, 2009).
Setiap perusahaan sekarang ini sudah memasuki bentuk kompetisi baru
yaitu kompetisi dalam hal talent dan skill dari Human Resources. Dengan
pengelolaan HR yang baik dapat membentuk rasa kesetiaan pada karyawan,
maka dari itu pengolalaan Employee Engagement menjadi perhatian yang
khusus dalam organisasi sekarang ini. Karena setiap perusahaan akan berusaha
untuk mengikat karyawannya baik fisik, jiwa maupun pemikirannya
(Balakrishan dan Masthan, 2013).
Konsep mengenai keterikatan kerja (employee at work) pertama kali
disusun oleh Kahn (1990) (dalam Balakrishan dan Masthan, 2013) yaitu,
memanfaatkan diri sebagai anggota dari organisasi dalam pekerjaan mereka
4
perannya bekerja. Sedangkan menurut survey yang dilakukan oleh AON –
Hewwit (2013) bahwa karyawan yang Engage akan berbicara hal – hal yang
positif dari perusahaannya, akan meningkatkan kesetiaan terhadap organisasi,
dan meningkatnya pula dorongan motivasi untuk bekerja lebih ekstra demi
mencapai keberhasilan perusahaan. Dapat disimpulkan dari konsep di atas
bahwa keterikatan karyawan dapat menjadi indikator sebuah perusahaan yang
sehat dan baik.
Menurut survey AON-Hewwit (2013) bahwa tingkat Engagement pada
karyawan masih rendah terutama di Asia. Di Indonesia, tingkat Engagement
karyawan sebesar 71 persen jauh lebih tinggi dari pada di Jepang dan di Jepang
sendiri tingkatengagementnya sebesar 43% .Namun karyawan yang tergolong
higly-Engage hanya sebesar 15 persen. Masih banyak pegawai yang belum
memiliki rasa keterikatan dengan perusahaan. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan pada PT.Primatexco Indonesia (Akbar, 2013) bahwa masih
banyak karyawan yang tidak meiliki rasa Engage, akibatnya banyak karyawan
yang masih sibuk dengan membuka akun facebook atau twitter. Sekitar 65
persen pelanggaran adalah keterlambatan kerja. Angka yang cukup tinggi
untuk sebuah pelanggaran dimana terlambat dalam memulai pekerjaan akan
mempengaruhi kinerja pekerjaan yang lainnya diperusahaan. Pada penelitian
tersebut (Akbar, 2013) ditemukan bahwa rasa antusias dari karyawan terlihat
sangat rendah dimana karyawan lebih sibuk bermain game diatas meja
komputer mereka. Dapat disimpulkan bahwa karyawan yang tidak Engage
itu setiap perusahaan diharuskan untuk meningkatkan rasa keterikatan
karyawan.
Employee Engagementsendiri pertama kali dikemukakan oleh kelompok
peneliti Gallup (Endres & Smoak , 2008). Mereka mengklaim bahwa
Employee Engagementdapat memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan,
profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen, serta
keberhasilan organisasi (Bates, 2004; Baumruk 2004;Richman 2006, seperti
dikutip oleh Hayase 2009)
Menurut Paradise (dalam Hayase, 2009) Employee Engagement sendiri
adalah hasil kondisi pekerjaan yang mendukung hal ini berarti tiap – tiap karyawan memiliki rasa keterikatan untuk perusahaannya karena kenyamanan
mereka dalam bekerja. Jika seseorang karyawan memiliki keterikatan kerja
(Employee Engagement) yang baik, karyawan tersebut akan memiliki
komitment kerja yang baik juga. Hal tersebut juga di ungkapkan oleh
Balakrishan dan Masthan (2013) bahwa Employee Engagement dapat di
deskripsikan sebagai bentuk rasa emosional dari karyawan dan komitmennya
pada kesuksesan organisasinya.
Salah satu kunci pencapaian Employee Engagement adalah adanya
komunikasi Internal (Baumruk, Gorman, & Gorman, 2006; Hoover, 2005;
Woodruffe 2006; Yates 2006 seperti dikutip oleh Hayase 2009) dan sebuah
organisasi yang memiliki komunikasi yang efektif dengan karyawannya akan
6
et al 2006; Debbusy, Ewning, & Pitt, 2003; Yates, 2006 dalam Hayase 2009
seperti dikutip oleh Hayase 2009).
Komunikasi adalah hal central dari berlangsungnya sebuah organisasi,
hampir keseluruhan dari kegiatan di dalam organisasi terdiri dari komunikasi,
Communication is essential if your company is to survive ( Peter C. Jackson,
1987). Fungsi utama dari komunikasi didalam lingkungan professional adalah
untuk mengirimkan dan menukar informasi untuk menyempurnakan tujuan dan
sasaran perusahaan atau organisasi (Luisser & Achua, 2004; O’Hair et al,
2005; Pandey & Garnett, 2006 seperti dikutip dalam Hayase)
Sedangkan menurut Federman (2009) salah satu faktor yang
mempengaruhi rendahnya Employee Engagement di suatu perusahaan yakni
komunikasi. Komunikasi adalah salah satu aspek penting dalam perusahaan.
Dengan melalui komunikasi yang baik, tujuan perusahaan akan tercapai.
Komunikasi dan organisasi tidak dapat dipisahkan, karena dengan komunikasi
akan terjadi sebuah interaksi dalam perusahaan. Komunikasi yang terjadi
dalam perusahaan menjadi kunci penting dalam berjalannya sebuah
perusahaan. Komunikasi dalam perusahaan juga dapat dikatakan sebagai
komunikasi internal, dimana hanya terjadi dilingkup organisasi itu saja.
Komunikasi internal dapat dikatakan sebagai sarana pertukaran informasi
dalam organisasi. Pertukaran informasi yang dilakukan oleh pihak manajemen,
pemegang saham, dan karyawan yang ada di perusahaan (Adnjani dan Prianti,
2009). Komunikasi internal ini berfokus pada menghubungkan antar individu
dalam menciptakan kerja sama yang spontan (Balakrishan dan Masthan, 2013).
Pada studi yang dilakukan Guest dan Conway (2002) (dalam Balakrishan dan
Masthan, 2013) bahwa komunikasi itu sangat penting karena berhubungan
langsung dengan pekerjaan sehari – hari, instruksi – instruksi pekerjaan atau
feedback yang diterima karyawan terhadap pekerjaannya. Dapat disimpulkan
bahwa perusahaan dapat meningkatkan komitmen karyawan dengan
meningkatkan kualitas dari komunikasi di dalam perusahaan. Dapat dikatakan
bahwa komunikasi internal dalam perusahaan akan membantu performa dari
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa komunikasi internal dapat
membantu meningkatkan keterikatan karyawan dalam perusahaan. Dengan
meningkatkan kualitas komunikasi internal dapat pula meningkatkan rasa
Engage pada karyawan. Masih sangat sedikit penelitian yang berfokus pada
internal communication dan Employee Engagement. Masih sangat sedikit
penelitian yang berfokus pada internal communication dan employee
engagement (Karanges, et. Al, 2015) .Terdapat penelitian yang dilakukan pada
Singapore Airlines (Chong, 2007) (dalam Mishra, 2014) mengatakan bahwa
dialok secara face-to-face antara karyawan dengan para staf dapat
meningkatkanbrand imageyang baik dihadapancustomer.
Menurut Pounsford (2007) (dalam Karen Mishra, 2104) penggunaan
strategi komunikasi internal seperti storytelling, komunikasi informal, dan
pelatihan dapat menunjang employee engagement didalam perusahaan. Walau
8
Employee engagement, namun kebanyakan studi dilakukan pada kalangan
atasan seperti manajer dan supervisor. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik
untuk meneliti mengenai pengaruh komunikasi internal terhadap Employee
engagementpada karyawan di perusahaan.
Peneliti tertarik untuk melihat hal ini dikarenakan, komunikasi
merupakan unsur penting dalam membangun hubungan antar sesama manusia,
dalam hal ini adalah antara pimpinan, karyawan dan komunikasi antar sesama
karyawan. Employee engagement sendiri bukan merupakan hal yang mudah,
untuk dapat mempertahankan karyawan dengan tingkat loyalitas dan komitmen
sangat sulit dimiliki apalagi hingga sedemikian dalam. Komunikasi sendiri di
rasa amat penting perannya terlebih dalam menciptakan Engagement para
karyawan. Di Indonesia Employee engagement menjadi salah satu perhatian
khusus. Tingkat Engagement di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 15%
(AON Hewit’s, 2013). Menurut Seigts et al (2006) bahwa salah satu yang
membuat karyawan Engage adalah clarity atau kejelasan dalam komunikasi.
Komunikasi yang seperti apakah yang dapat menunjang Engagement
karyawan? Apakah komunikasi internal juga menjadi salah satu penunjang
Employee engagement dalam diri karyawan? Oleh karena itu peneliti merassa
tertarik dan perlu untuk mencari tahu komunikasi internal dan Employee
engagementserta menganalisis pengaruhnya pada karyawan di perusahaan.
PERUM BULOG adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak
di bidang logistik pangan. Sebagai badan usaha milik negara yang melakukan
pangan Perum Bulog harus dapat memberikan yang terbaik bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Pelayanan terbaik adalah tujuan yang penting. Demi
terwujudnya tujuan tersebut maka perlunya karyawan yang penuh dengan
dedikasi memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Sebagai Divre yang ada di
Jawa Timur yang mencakup tiap daerah untuk memasok bahan pangan
tentunya memerlukan komunikasi yang baik didalam perusahaan untuk
membentuk suatu perusahaan yang bersinergi, untuk senantiasa memberikan
pelayanan yang terbaik perlu komunikasi yang baik pula sehingga para
karyawan dapat juga merasa terlibat dalam perusahaan dan memberikan output
yang terbaik. Dalam mencapai meningkatkan Employee engagement pihak
perusahaan atau manajemen perusahaan perlu meningkatkan kualitas dari
karyawan tersebut agar tetap memiliki engage dalam diri seorang karyawan.
Untuk meningkatkan hal tersebut pihak manajemen Bulog sendiri sudah
melakukan beberapa kegiatan agar terus meningkatkan pada setiap karyawan
yakni dengan sering melakukan diklat dan kegiatan yang dibuat oleh pihak
perusahaan agar tercipta engage yang baik . selain nantinya baik juga bagi
perusahaan dan dari kegiatan tersebut agar selalu meningkatkan komunikasi
yang selalu terjalin agar lebih baik.
Latar Belakang dipilihnya PERUM BULOG Divre Jatim sebagai lokasi
penelitian adalah karena Bulog Divre Jatim salah satu perusahaan yang sudah
mulai melihat pentingnya Employee engagement bagi perusahaan. Dalam
Prakteknya pihak manajemen di Perum Bulog Divre Jatim mengatakan bahwa
10
kerja yang lebih baik lagi, dan performa perusahaan bisa terus dapat
meningkat. Sebagai perusahaan yang sering melakukan pertemuan antar
pimpinan dan karyawan, peneliti menilai bahwa komunikasi sangat penting di
bangun dengan sangat baik dan tingkat Engagement pun sudah mulai
diperhatikan dengan salah satu caranya adalah melakukan kegiatan seperti
diklat, seminar, family gathering untuk meningkatkan Engagement di dalam
perusahaan itu sendiri. Peneliti juga ingin melihat bahwa dari setiap kegiatan
yang di adakan adanya komunikasi yang baik di sana dan apakah memiliki
pengaruh terhadap keterikatan karyawan sebagai tujuannya.
B. Rumusan Masalah
Dari merumuskan masalah, penulis mengemukakan pertanyaan yang
berkaitan dengan latar belakang diatas yakni apakah terdapat pengaruh
komunikasi internal terhadap Employee engagement pada karyawan di Perum
Bulog Divre Jatim ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk dapat
mengetahui bahwa terdapat pengaruh komunikasi internal terhadap Employee
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
menyumbangkan wacana yang berarti bagi perkembangan ilmu
psikologi industri dan organisasi, mengenai pengaruh komunikasi
internal terhadapEmployee engagement.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait
dengan komunikasi internal danEmployee engagement.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan
berarti bagi perusahaan dalam menciptakan sarana komunikasi
yang baik untuk meningkatkan rasa keterikatan karyawan
terhadap perusahaan.
E. Keaslian Penelitian
Mengkaji beberapa permasalahan yang btelah di kemukakan dalam latar
belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi terhadap Employee
engagement. Hal ini di dukung dari penelitian terdahulu yang dapat dijadikan
landasan penelitian yang dilakukan. Berikut beberapa penelitian pendukung
12
Sebelumnya penelitian ini dilakukan terdapat penelitian – penelitian yang telah dilakukan tentang komunikasi internal yakni penelitian yang dilakukan
pada tahun (2010) oleh Blanka Urbaskova dari Republik Ceko bahwa
penelitian ini memfokuskan sarana komunikasi yang umum untuk di gunakan
dalam perusahaan. selain itu juga ditujukan untuk melihat pendapat karyawan
mengenai suasana di dalam perusahaan. hasil penemuan dilapangan
menunjukkan banyak hal positif dalam pelaksanaannya bahwa hubungan
interpersonalyang baik, budaya dan persahabatan mendominasi di tempat kerja
serta hampir semua karyawan menyadari tentang ruang lingkup kerja mereka
masing- masing.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Jonnie Catherine De Lacy dari
Queensland University of Tecnology pada tahun (2009) tentang Employee
Engagement mempunyai tujuan yakni mendifinisikan tentang keterlibatan dan
kemudian memriksa bagaimana perilaku afektif pemimpin tersebut
mempengaruhi setiap dimensi keterlibatan.
Penelitian tentang Employee engagementsebelumnya pernah diteliti oleh
M.Rizza Akbar (2013), pada karyawan PT. Primatexco yakni Perbedaannya
dengan peneliti terletak pada variabel dan subjeknya. Pada penelitian ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Employee
engagement dengan nilai koefesiensi regeresi sebesar 0,623. Artinya semakin
baik budaya organisasinya maka semakin tinggi Employee engagement,
sebaliknya semakin buruk budaya organisasi maka semakin rendah pula
Penelitian selanjutnya tentang penelitian Employee engagement dan
komunikasi internal yang telah diteliti oleh Made Dwi Anjani dan Desi Dwi
Prianti (2009). Penelitian ini di lakukan dengan tujuan memberikan
rekomendasi terhadap pemecahan masalah dalam keterikatan karyawan di
dalam komunikasi internal serta memberikan pemahaman tentang kriteria
keterlibatan yang efektif dalam komunikasi internal.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Endah Muljasih pada tahun (2015)
tentang persepsi dukungan organisasi dengan keterlibatan keryawan. Penelitian
ini memiliki perbedaan pada variabel serta subjeknya. Dalam penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan organisasi
dan keterikatan karyawan, yang memilikir= .631;p< .001.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Danang Indra Putranto, Sri Suryoko,
Handoyo Djoko W tentang komunikasi internal dan kepuasan karyawan.
Penelitian ini menujukkan adanya pengaruh signifikansi bahwa komunikasi
internal memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan .
Perbedaan penelitian-penelitian di atas dengan peneliti terletak pada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A.Employee Engagement
1. DefinisiEmployee Engagement
Employee Engagement merupakan salah satu konsep yang
dikembangkan dari positive psychology dan positive organizational
behavior, Kahn (dalam Albrect, 2010) menggambarkan teori mengenai
hubungan dengan keterlibatan yang terjadi erat secara fisik, kognitif dan
emosional antara seseorang dengan perannya dalam sebuah pekerjaan,
yang kemudian disebut sebagai Employee Engagement. Senada dengan
definisi di atas, Federman (2009) (dalam M. Rizza Akbar, 2013)
memandang Employee Engagement sebagai suatu tingkat dimana
seseorang berperilaku dan seberapa lama dia akan bertahan dengan
posisinya.
Istilah Employee Engagement di paparkan oleh Macey et al (dalam
Nurofia, 2009dalam katarina dkk, 2015) yaitu menunjukkan seseorang
fokus pada tujuan dan energi, yang merupakan bukti dari adanya inisiatif,
penyesuaian diri, usaha dan ketahanan individu terhadap organisasi.
Kebanyakan Employee Engagement didefinisikan sebagai komitmen
emosional dan intelektual terhadap oraganisasi (Baumruk,2004;
usaha melebihi persyaratan pekerjaan yang ditujukan oleh karyawan dalam
pekerjaannya (Frank dkk dalam Saks, 2006 dalam Endah Muljasih,2015).
Employee Engagement adalah kondisi atau keadaan dimana karyawan
bersemangat, passionate, energetic, dan berkomitment dengan
pekerjaannya (Maylett & Winner, 2014). Schaufeli dan Bakker, Rothbard
(dalam Saks, 2006) (dalam Akbar, 2013) mendefinisikan Engagement
sebagai keterlibatan psikologis yang lebih lanjut melibatkan dua
komponen penting, yaitu attention dan absorption. Attention mengacu
pada ketersediaan kognitif dan total waktu yang digunakan seorang
karyawan dalam memikirkan dan menjalankan perannya, sedangkan
Absorption adalah memaknai peran dan mengacu pada intensitas seorang
karyawan fokus terhadap peran dalam organisasi.
Thomas (2009) (dalam Akbar, 2013) menggambarkan Employee
Engagementdengan istilah worker Engagement, yang diartikan sebagai
suatu tingkat bagi seseorang yang secara aktif memiliki managemen diri
dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Robbins dan
Judge (2008) Employee Engagementyaitu keterlibatan, kepuasan, dan
antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan.
Employee Engagement merupakan sikap positif pegawai dan
perusahaan (komitmen, keterlibatan, dan keterikatan) terhadap nilai–nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan. Engagement bergerak
16
karyawanyang secara kolektif menunjukkan kinerja yang tinggi, komitmen
serta loyalitas (Kingsley & Associate, 2008 dalam Endah Muljasih).
Keterikatan karyawan merupakan sikap positif karyaan serta disertai
dengan motivasi baik secara kognitif dan penghayatan, yakin akan
kemampuan dan merasa senang saat bekerja.
Employee engagement merupakan antusiasme karyawan dalam
bekerja, yang terjadi karena karyawan mengarahkan energinya untuk
bekerja, yang selaras dengan prioritas strategic perusahaan. antusiasme ini
terbentuk karena karyawan merasa engaged (feel engaged) sehingga
berpotensi untuk menampilkan perilaku yang engage. Perilaku yang
engage memberikan dampak positif bagi organisasi yaitu peningkatan
revenue.(Nurofia, 2005)
Macey et al (2008) (dalam Asiyah, 2012) mendifinisikan employee
engagement sebagai penghayatan seorang karyawan terhadap tujuan dan
pemusatan energi, yang muncul dalam bentuk inisiatif, adaptibilitas,
usaha, dan kegigihan yang mengenai masa depan, serta resiliensi.
Keterikatan kerja terjadi ketika seorang karyawan memiliki perasaan
positif dengan pekerjaannya, bersedia terlibat dan mencurahkan energinya
demi tercapainya tujuan – tujuan perusahaan, menghayati pekerjaan yang
dilakukan dengan disertai antusiasme.
Benthal (2001) (dalam Endah Muljiasih, 2015) mengartikanEmployee
Engagement adalah suatu keadaaan dimana manusia merasa dirinya
mampu menerima dukungan dari orang lain secara positif, dan mampu
bekerja ssecara efektif dan efesien di lingkungan kerja.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan beberapa tokoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa Employee Engagement yakni suatu hubungan
atau keterlibatan yang erat secara fisik, emosional dan kognitif antara
seseorang dengan organisasi atau perusahaan tempatnya bekerja, yang
mengantarkan seseorang kepada sikap dan perilaku positif terhadap
organisasi atau perusahaan demi tercapainya tujuan dan kesuksesan
bersama.
2. Aspek–Aspek Employee Engagement
Schaufeli dan Bakker, 2004 ( dalam M. Rizza Akbar, 2013)
menyebutkan ada tiga aspek dalamEmployee Engagement, yaitu:
a. Vigor
Vigor ditandai oleh tingginya tingkat kekuatan dan reseliensi
mental dalam bekerja, kesediaan untuk berusaha dengan sungguh
–sungguh di pekerjaannya. b. Dedication
Dedication di tandai oleh suatu perasaan yang penuh makna,
antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan.
c. Absorpsion
Absorpsion ditandai dengan penuh konsentrasi dan minat yang
mendalam terhadap pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat
18
Sedangkan menurut Macey et al (2009) yang membentukEngagement
yaitu :
a) Urgency
Urgency disini dapat dikatakan sebagai dorongan internal yang
besar dalam diri karyawan yang mengarah pada pekerjaannya.
Menurut Macey et al (2009) urgensi dapat didefinisikan sebagai
kekuatan fisik, energi emosional, keaktifan dalam kognitif atau
yang dikenal dengan vigor.
b) Fokus
Seorang karyawan yang Engage dengan pekerjaannya pasti akan
fokus dengan pekerjaannya (Macey et al, 2009 dalam Balakrishan
dam Masthan, 2013). Fokus yang dimaksud sebagai komponen
Engagement adalah dimana setiap karyawan pasti akan
memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang ada di depan
matanya dan segera menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan
yang dimaksudadalah perasaan secara psikologis dalam
menyelesaikannya bukan secara fisik karena pekerjaan itu sebuah
tanggung jawab (Macey et al,2009)
c) Intensitas
Intensitas yang dimaksud dalam hal ini adalah seberapa besar
intensitas terhadap konsentrasi dalam pekerjaannya. (Macey et al,
2009). Dalam hal ini juga intensitas dapat dijadikan sebagai
dapat disimpulkan jika karyawan memiliki kemampuan yang
seimbang dengan tuntutan pekerjaannya maka energi dan
fokusnya akan diberikan pada pekerjaannya (Macey et al, 2009)
d) Antusiasme
Antusiasme adalah keadaan psikologis secara positif dimana di
pengaruhi oleh kebahagiaan dan energi positif, dalam hal ini
energi positif merupakan salah satu pendorong positif well- being
dalam pekerjaan. Karyawan yang antusias akan menunjukkan
keaktifannya dalam bekerja dan akan terlibat dalam setiap
pekerjaannya. Karyawan yang memiliki rasa Engage yang tinggi
akan memunculkan passion dalam setiap pekerjaannya dimana
perasaan itu dapat dikatakan sebagai antusiasme dalam
pekerjaan.( Macey et al, 2009).
Menurut Macey, Schneider, barbera & Young (2009)( dalam
Asiyah, 2012) employee engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu :
a. Employee engagement sebagai energi psikis
Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak
experience) dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang
terdapat di dalam pekerjaan tersebut. Employee engagement
merupakn keseriusan ketika larut dalam pekerjaan (immersion),
perjuangan dalam pekerjaan (Striving), penyerapan (absorption),
20
b. Employee engagement sebagai energi tingkah laku
Bagaimana employee engagement terlibat oleh orang lain.
Employee engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk
tingkah laku yang berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam
pekerjaan berupa :
1. Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif,
akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil
tindakan dan akan mengambil tindakan dengan cara
yang sesuai dengan tujuan organisasi.
2. Karyawan yang engage tidak terikat pada “job
description” mereka fokus pada tujuan dan mencoba
untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan
organisasi.
3. Karyawan yang secara aktif mencari jalan untuk dapat
memperluas kemampuan yang dimiliki dengan jalan
yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
4. Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan
DDI (dalam Handoko,2008) menyatakan untuk membangun
employee engagement di perusahaan dapat dilakukan melalui tiga jalur
yaitu :
1. Human Resource/ SDM perusahaan dengan menempatkan
karyawan pada posisi sesuai dengan minat dan
kemampuannya sehingga dapat menikmati (enjoyment).
Harapannya bagi karyawan juga jadi mudah (easy) dan
menghasilkan karya yang bagus (excellent)
2. Owner / pemegang saham yang membangun perusahaan
dengan visi dan misi tidak hanya untuk profit tapi juga untuk
masyarakat dan bumi kita melalui program corporate Social
Reponsibility (CSR). Dari sana diharapkan tumbuh rasa
kebermaknaan dan berkonstribusi dari karyawan.
3. Leadeship / pimpinan perusahaan yang memberikan
penghargaan dan pengakuan terhadap konstribusi setiap
karyawan. Penghargaan ini tidak selamanya berwujud materi
tapi juga non materi berupa ucapan selamat, empati, simpati,
dan sebagainya yang membuat karyawannya merasa di hargai
dan dimanusiakan.
Lebih lanjut Hani T. Handoko (2008) juga mengemukakan
komponen–komponenEmployee engagementmeliputi :
1. Balikan 2 arah, yaitu adanya mekanisme komunikasi dua arah
22
2. Trust pada kepemimpinan yaitu pimpinan menyampaikan visi
organisasi dengan jelas dan segala janji yang di canangkan
terpenuhi.
3. Pengembangan karir yaitu terbentuk system pengembangan
karir yang jelas dan formal.
4. Memahami peran dalam meraih sukses yaitu karyawan
memahami hubungan tugasnya dengan proses bisnis
perusahaan.
5. Partisipasi dalam pembuatan keputusan yaitu proses
pengambilan keputusan yaitu prose pengambilan keputusan
melibatkan tingkat terendah dari implementassi keputusan.
Berdasarkan uraian diatas bahwa aspek – aspek yang dapat
membentuk karyawan agar lebih engage lagi dengan pekerjaannya.
Karyawan yang memiliki dorongan besar dalam dirinya mampu
membuatnya lebih fokus dan selalu dapat berkonsentrasi dengan
pekerjaannya sehingga hasil yang dicapai lebih baik lagi.
3. Tipe Karyawan Berdasarkan Tingkat Keterikatan (Employee Engagement)
Seorang karyawan yang engaged akan merasa royal dan peduli
dengan masa depan organisasinya. Karyawan tersebut memiliki kesediaan
untuk melakukan usaha ekstra demi tercapainya tujuan organisasi untuk
tumbuh dan berkembang. Gallup (2004) mengelompokkan 3 jenis
a. Engaged
Karyawan yang engaged adalah seorang pembangun (builder)
mereka selalu menunjukkan kinerja dengan level yang tinggi.
Karyawan ini akan bersedia menggunakan bakat dan kekuatan mereka
dalam bekerja setiap hari serta selalu bekerja dengan gairah dan selalu
mengembangkan inovasi agar perusahaan berkembang.
b. Not Engaged
Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas
dibandingkan untuk mencapai tujuan dari pekerjaan itu. Mereka selalu
menunggu perintah dan cenderung merasa kontribusi mereka
diabaikan.
c. Actively Disengaged
Karyawan tipe ini adalah penunggu gua “cave dweller”. Mereka
secara konsisten menunjukkan perlawanan pada semua aspek. Mereka
hanya melihat sisi negatif pada berbagai kesempatan dan setiap
harinya, tipe actively diengaged ini melemahkan apa yang dilakukan
oleh pekerja yangengaged
4. Keuntungan dari keterikatan Karyawan
Biro konsultasi DDI (dalam Handoko, 2008) menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat keterikatan maka akan semakin tinggi kinerja
organisasi tersebut. Handoko (2008) menjelaskan bahwa banyak
keuntungan yang di hubungkan dengan level keterikatan yang tinggi, yaitu
24
a. Meningkatkan produktivitas
b. Meningkatkan keuntungan perusahaan
c. Kualitas kerja yang tinggi
d. Meningkatkan efesiensi kerja
e. Turnoveryang rendah
f. Mengurangi ketidakhadiran
g. Meminimalkan kecurangan dan kesalahan karyawan
h. Meningkatnya kepuasan pelanggan
i. Meningkatnya kepuasan karyawan
j. Mengurangi waktu yanghilang akibat kecelakaan kerja
k. Meminimalkan keluahan EEO atau Employee Employment
Opportunity
5. Faktor yang MempengaruhiEmployee Engagement
Menurut Federman 2009 (dalam M.Rizza Akbar, 2013) menyatakan
bahwa Employee Engagementjuga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu:
1) Kebudayaan (Cultuure)
2) Indikator Sukses (Success Indikators)
3) Pengertian Prioritas (Priority Setting)
4) Komunikasi (Communication)
5) Inovasi (Innovation)
6) Penguasaan Bakat (Talent Acquisition)
8) Insentif dan Pengakuan (Incentives andAcknowledgement)
9) Pelanggaran (Cusomer-Centered)
Berdasarkan uraian diatas bahwa faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi employee engagagement yakni ada sembilan faktor dan
komunikasi termasuk dalam salah satu faktor yang telah disebutkan diatas.
B. Komunikasi Internal
1. Definisi Komunikasi internal
Komunikasi menurut Kotler (2000) (dalam abi krisma dan yoyok,
2014) menjelaskan bahwa “ dalam prosesnya, komunikasi terdiri dari
beberapa unsur, yaitu pengirim pesan (komunikator), pesan yang
dikirimkan, saluran komunikasi yang digunakan (media), orang yang yang
dituju (komunikan), efek yang ditimbulkjan (respon), dan timbal balik
(feedback). Seorang komunikator harus mampu mengusahakan agar pesan
yang disampaikan benar–benar di pahami oleh komunikan.
Komunikasi dalam sebuah organisasi perusahaan dan umumnya
organisasi – organisasi lain, biasanya terjadi dalam dua kontek, yaitu
komunikasi yang terjadi didalam perusahaan (internal communication)
dan komunikasi yang terjadi di luar perusahaan (external communication).
Di dalam komunikasi internal, baik secara vertikal, horizontal, maupun
diagonal sering terjadi kesulitan yang menyebabkan terjadinya kelancaran
komunikasi atau dengan kata lain terjadi miss komunikasi. Kesulitan ini
terjadi dikerenakan adanya kesalahpahaman, adanya sifat psikologis
26
tertekan dan sebagainya, sehingga menyebabkan komunikasi tidak efektif
dan pada akhirnya tujuan organisasi pun sulit di capai.(Siagian, 2002)
(dalam siswandi, 2013)
Menurut Brennan (2009)(dalam kadek supernofa dkk, 2016)
“komunikasi internal adalah pertukaran gagasan diantara para
administrator dan pegawai dalam suatu organisasi atau instansi yang
menyebabkan terwujudnya organisasi tersebut lengkap denganstrukuturya
yang khas dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal dalam
suatu organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi
manajemen).
Komunikasi internal didefinsikan oleh Lawrance D. Brennan yakni
“Interchange of ideas among the administrators and its particular
structure (organization) and interchange of ideas horizontally and
vertically within the firm which gets work done(operation and
management).” (Pertukaran gagasan di antara para administrator dan
karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan yang menyebabkan
terwujudnya perusahaan atau jawatan tersebut lengkap dengan struktur nya
yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan
vertikaldi dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan
berlangsung (operasi dan manajemen).)
Komunikasi internal dalam organisasi terjadi antara manajer dengan
karyawan (Mishra et al, 2014). Menurut Balakrishan dan Masthan (2013)
informal dan formal antara pihak manajemen dan karyawan. Komunikasi
dalam organisasi berfokus untuk menghubungkan karyawan secara
individu, kelompok dan secara organisasi untuk merealisasikan
pemahaman yang sama .
Menurut Zelko & Dance (dalam Arni Muhammad, 2005) (dalam
danang dkk, 2012) komunikasi internal merupakan komunikasi dalam
organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari atasan kepada bawahan,
komunikasi dari bawahan kepada atasan, dan komunikasi sesama
karyawan yang sama tingkatnya. Untuk menciptakan komunikasi internal
harus adanya kelancaran, nilai penting dan kemanfaatan dalam komunikasi
oleh atasan, teman sekerja dan bawahan, kejelasan sumber komunikasi,
informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan (tidak kelebihan /
kebanyakan), keseterdiaan informasi yang dibutuhkan bagi karyawan
berkaitang dengan tugas – tugas pekerjaan, kelengkapan media informasi
dan adanya kesadaran atau pengakuan dari pihak perusahaan akan nilai –
nilai dari arti pentingnya suatu komunikasi timbal balik atasan dengan para
karyawan.
Muhyadi dalam Kambey (2003) (dalam abi krisma dan yoyok, 2014)
mengemukakan bahwa “komunikasi internal adalah proses penyampaian
pesan–pesan yang berlangsung atar anggota organisasi.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh beberapa tokoh diatas,
dapat disimpulkan bahwa komunikasi internal yakni pertukaran informasi
28
dengan atasan maumpun sesama karyawan yang sama tingkatnya untuk
menciptakan kenyaman dan kelancaran dalam berinterkasi mengenai
pekerjaan atau kegiatan sehari–hari dilingkungan perusahaan.
2. Media Komunikasi Internal
Media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan tujuan.
Media komunikasi internal Ig. Wursanto (2002) (dalam danang dkk ,
2012) adalah :
1. Media komunikasi internal tertulis yakni komunikasi yang dilakukan
dalam bentuk lisan atau tercetak.keuntungan menggunakan media ini
yaitu dapat diperbanyak tanpa mengubah isi informasi, dapat
dipelajari setiap waktu dan dijadikan dokumentasi. Misalnya surat,
buku pedoman, majalah dan butelin, memo, papan pengumuman dan
laporan kegiatan.
2. Media komunikasi internal lisan : komunikasi yang dilakukan dalam
bentuk lisan atau kata – kata. Keuntungan menggunakan media ini
adalah persoalan atau masalah dapat diselesaikan saat itu dan tidak
memerlukan waktu yang cukup lama. Misalnya dengan
menggunakan telepon, pertemuan atau rapat, wawancara, kunjungan
dan koferensi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media
komunikasi dibagi menjadi dua yakni lisan dan tertulis, komunikasi
pengumuman sedangkan secara lisan yakni seperti rapat, wawancara dan
sebagainya.
3. Dimensi Komunikasi Internal
Di dalam buku ilmu komunikasi karangan Prof. Drs.Onong Uchjana
Effendy, M.A menyebutkan bahwa dimensi komunikasi di bagi menjadi
dua yaitu :
a. Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal yakni komunikasi dari atas ke bawah
(downward communication) dan dari bawah ke atas (upward
communication), adalah komunikasi secara timbal balik (two-way
traffic communication).
b. Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal yakni komunikasi secara mendatar,
antara anggota staf atau sesama karyawan, dan sebagainya.
Komunikasi horizontal ini seringkali berlangsung secara tidak
formal. Mereka kerap kali berkomunikasi satu sama lain bukan pada
waktu mereka sedang bekerja.
Berdasarkan uraian di atas bahwa dimensi komunikasi dibagi menjadi
30
4. Jenis–Jenis Komunikasi
Komunikasi internal meliputi berbagai cara yang dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni :
a. komunikasi persona yakni komunikasi antara dua orang dan dapat
berlangsung dengan dua cara.
b. Komunikasi kelompok yakni komunikasi antara seseorang dengan
sekelompok orang dalam situasi tatap muka.
Berdasarkan uraian diatas bahwa jenis – jenis komunikasi dibagi
C. Hubungan komunikasi internal danEmployee Engagement
Tuntutan bisnis dalam perusahaan sekarang ini semakin meningkat, oleh
karena itu memiliki dan mempertahankan karyawan yang cakap menjadi salah
satu tugas organisasi. Setiap organisasi sudah dibekali strategi yang baik untuk
mempertahankan karyawannya seperti dengan meningkatkanEngagement.
Sebelumnya, peneliti telah menjelaskan mengenai bahwa salah satu cara
untuk meningkatkan Engagement dengan komunikasi yang baik salah satunya
dengan komunikasi internal (Balakhrishan dan Mastha, 2013).
Sebagai salah satu kunci pencapaian Employee Engagement adalah
dengan adanya komunikasi Internal (Baumruk, Gorman, & Gorman, 2006;
Hoover, 2005; Woodruffe 2006; Yates 2006 seperti dikutip oleh Hayase 2009)
dan sebuah organisasi yang memiliki komunikasi yang efektif dengan
karyawannya akan memiliki tingkat Engagement atau keterikatan yang lebih
baik lagi (Baumurk et al 2006; Debbusy, Ewning, & Pitt, 2003; Yates, 2006
dalam Hayase 2009 seperti dikutip oleh Hayase 2009).
Fungsi utama dari komunikasi didalam lingkungan professional adalah
untuk mengirimkan dan menukar informasi untuk menyempurnakan tujuan dan
sasaran perusahaan atau organisasi (Luisser & Achua, 2004; O’Hair et al,
32
D. Kerangka Teoritis/Landasan Teoritis
[image:41.595.112.553.193.565.2]Berikut ini adalah kerangka teoritis yang mendasari dilaksanakan penelitian ini :
Gambar 2.1 kerangka teoritik
Seorang karyawan adalah salah satu hal yang penting dalam sebuah
perusahaan, seorang karyawan yang memiliki employee engagement
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, kebudayaan, indikator sukses,
prioritas, pelanggaran, penguasaan bakat, peningkatan bakat, insentif serta
komunikasi. Adapun komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah
komunikasi internal apakah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
employee engagement. Karyawan
1. Kebudayaan 2. Indikator sukses 3. Prioritas
4. Pelanggaran 5. Penguasaan bakat 6. Peningkatan bakat 7. insentif
Employee Engagement
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teoritik teoritis tersebut, maka hipotesis ini adalah
terdapat pengaruh komunikasi internal terhadap Employee Engagement pada
BAB 3
METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menekankan
analisisnya pada data – data numerikal (angka – angka) tentang perilaku
yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2010).
Variabel merupakan konsep mengenai atribut sifat yang terdapat pada
subjek penelitian yang penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif
maupun kualitatif (Azwar, 2004). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
a. Variabel Tergantung
Variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya
efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2004). Variabel terikat
(dependent) dalam penelitian ini adalahEmployee Engagement.
b. Variabel Bebas
Suatu variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Azwar,
2004). Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah
Komunikasi Internal.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik
kolerasional karena dalam penelitian ini mengukur dua variabel. Menurut
antara satu variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya berdasarkan
koefisien kolerasi.
Data kuantatif yang dikumpulkan dalam penelitian kolerasional,
nantinya diolah dengan rumus – rumus statistik baik secara manual atau
dengan menggunakan SPSS.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk menghindari terjaddinya
penafsiran. Adapun definisi operasional variabel – variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Employee Engagement
Employee Engagement perasaan positif yang dimiliki
seseorang terhadap pekerjaannya dengan disertai kesediaan untuk
mencurahkan kemampuan dan enenrgi yang dimunculkan melalui
perilaku yakni merasa memiliki kepentingan, dapat fokus dengan
pekerjaannya, adanya perasaan yang lebih dalam bekerja dan
memiliki ansusiasme yang tinggi terhadap pekerjaannya yang
diukur melalui dimensi Urgensi, Fokus, Intensity, Atusiasme.
b. Komunikasi internal
Komunikasi Internal yakni kemampuan seseorang
berkomunikasi yang berlangsung di dalam perusahaan antara
atasan dengan bawahan, bawahan kepada atasan maupun sesama
karyawan yang diukur menggunakan dimensi yakni vertikal dan
36
B. Populasi
Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang diteliti yang
memiliki beberapa karakteristik yang sama. Populasi adalah seluruh objek
penelitian (Arikunto, 2010). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian
ini adalah semua karyawan Perum Bulog Divre Jatim yang berjumlah 86
orang. Alasan peneliti menggunakan seluruh populasi di karenakan subjek
yang berjumlah kurang dari 100, untuk dari 86 subyek itu seluruhnya akan
dijadikan responden dalam penelitian ini. (Arikunto, 2010)
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan
angket (kuisioner). Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi perteanyaan kepada responden untuk di
jawabnya. (Sugiyono, 2011)
1. Model Skala dan Petunjuk Skoring
Data akan dikumpulkan menggunakan skala psikologis. Skala
psikologis selalu mengacu kepada alat ukur aspek atau atribut afektif.
Skala terdiri dari daftar pertanyaan atau pernyataan yang diajukan agar
dijawab oleh responden dan interpretasi jawaban responden dapat
merupakan proyeksi dari perasaan responden. Alasan peneliti
menggunakan skala psikologi sebagai metode pengumpulan data adalah
sebagai berikut (Azwar, 2013):
a. Data yang digunakan berupa konstrak atau konsep psikologis yang
b. Pertanyaan sebagai stimulus tertentu pada indikator perilaku guna
memancing jawaban yang merupakan refleksi keadaan dari diri
subjek yang tidak disadari oleh responden.
c. Responden tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan
kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan
tersebut.
d. Respon terhadap skala psikologi diberi skor melalui proses
penskalaan (scaling).
e. Satu perangkat skala psikologi dirancang hanya untuk mengungkap
satu tujuan ukur saja.
f. Hasil ukur skala psikologi harus tinggi reliabilitasnya secara
psikometrik dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang
digunakan sebagai stimulus pada skala psikologi lebih terbuka
terhadap sumber eror.
g. Validitas skala psikologi ditentukan oleh ketepatan operasionalitas
konstrak psikologi yang hendak diukur menjadi indikator
keperilakuan dan aitem-aitemnya.
Azwar (2013) juga menyebutkan karakteristik skala sebagai alat
ukur psikologi yaitu:
a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak
langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan
38
b) Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan bagian
banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan
kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai
bila semua jawaban telah direspon.
c) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar”
atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang
diberikan secara jujur dan sungguh sungguh. Hanya saja,
jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.
Skala ini berisikan seperangkat pernyataan yang merupakan
pendapat dari subjek penelitian. Sebagian dari pernyataan ini
memperlihatkan pendapat yang mendukung (favorable) dan sebagian yang
lain menunjukkan pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable).
Dalam penelitian ini menggunakan dua macam alat penelitian yaitu
skala komunikasi internal dan skala Employee Engagement .Skala ini
merupakan skala tertutup yang menggunakan enam kategori jawaban yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Agak Setuju (AS), Agak Tidak Setuju
(ATS),Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala memiliki dua
macam aitem, favorable dan unfavorable. Adaptasi skala dimaksudkan
untuk mempersingkat waktu penelitian serta reliabilitas dan validitas
instrumen penelitian telah diukur untuk memenuhi standar pengukuran dan
Skala likert ini juga menjabarkan kategori jawaban yang ditengah (R)
berdasarkan tiga alasan:
1. Kategoriundecideditu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum
dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya
bisa diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau
bahkan ragu-ragu).
2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan
kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect),
terutama bagi mereka yang ragu atas arah jawabannya ke arah
setuju ataukah ke arah tidak setuju.
3. Maksud kategorisasi jawaban SS, S, AS, ATS, TS, STS adalah
terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden ke arah
setuju atau kearah tidak setuju.
Oleh karena itu peneliti menjabarkan pilihan jawaban R
(ragu-ragu) menjadi AS (agak setuju) dan ATS (agak tidak setuju). Agar
responden yang belum bisa memutuskan untuk memberikan jawaban dan
cenderung memberi jawaban netral dapat menentukan jawabannya sendiri.
Namun, untuk membantu responden yang masih ragu-ragu dalam
menjawab pertanyaan/pernyataan yang disediakan dalam skala, maka
peneliti memberi tambahan pilihan jawaban agak setuju dan agak tidak
setuju pada skala tersebut untuk melihat kecenderungan jawaban ke arah
40
Skala ini merupakan skala tertutup dengan menggunakan sistem
penilaian yang bergerak. Adapun pemberian skor pada skala Employee
Engagement dan skala Komunikasi Internal dapat dilihat pada tabel
[image:49.595.139.512.225.540.2]berikut ini.
Tabel 3.1 Petunjuk Skoring Pilihan Jawaban
Pilihan
Jawaban Favorable Unfavorable
STS 1 6
TS 2 5
ATS 3 4
AS 4 3
S 5 2
SS 6 1
2. Blue Print
Sebelum menyusun dan mengembangkan instrumen maka peneliti
terlebih dahulu membuat blue print skala yang disajikan dalam bentuk
tabel memuat tentang indikator dari variabel penelitian yang dapat
memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur dan akan
dijadikan acuan dalam penelitian.
Dalam penulisan aitem, blue print akan memberikan gambaran
mengenai isi skala dan menjadi acuan serta pedoman bagi peneliti untuk
tetap berada dalam lingkup ukur yang benar, sehingga blue print akan
Dalam penelitian ini menggunakan 2 skala sebagai alat ukur. Skala
pertama adalah skala Komunikasi Internal. Skala ini terdiri dari 2 dimensi,
yaitu Komunikasi Vertikal dan Komunikasi Horizontal Sedangkan skala
kedua adalah skala Employee Engagement. Skala ini terdiri dari 4 dimensi
atau aspek, yaitu Urgency, Fokus, Intensity, dan Antusiasme. Adapun,
berikut ini adalah spesifikasi blue print pada pengukuran skala skala
[image:50.595.140.545.278.655.2]Komunikasi Internaldan Employee Engagement.
Tabel 3.2Blue Printskala Komunikasi Internal
Aspek Indikator Aitem Jumlah
F UF
Vertikal
a. Berlangsung secara
formal 1,2,5,6 3,8 6
b. Komunikasi secara
dua arah 4,9,10,11 7 5
c. Dilakukan secara
terbuka 12,13,15,16 14 5
Horizontal
d. Berlangsung secara
tidak formal 17,18,20 19 4
e. Dilakukan diluar jam
kerja 21,22,24 23 4
f. Komunikasi secara
mendatar 27,28,29,30 25,26 6
[image:51.595.142.549.148.584.2]
42
Tabel 3.3. Blue PrintskalaEmployee Engagement
Aspek Indikator
Aitem
Jumlah
F UF
Urgency
a. Merasa mampu bangkit dari
kegagalan 1,3 2 3
b. Merasa percaya diri untuk
mencapai tujuan 5,6 4 3
c. Memiliki kegigihan dalam
bekerja 10,11 7 3
Fokus
d. Memprioritaskan pekerjaan 8,12 9 3
e. Mencurahkan waktu
sepenuhnya dalam bekerja 13,18 14 3
Intensity
f. Menganggap kemampuannya
sesuai dengan pekerjaannya 19,20 15 3
g. Memiliki hubungan yang kuat
dengan pekerjaan 16,21 17 3
Antusiasme
h. Merasa bahagia saat bekerja 22,24 23 3
i. Merasa terpanggil atas
pekerjaannya 25, 28 29 3
j. Merasa bergairah saat bekerja 27,30 26 3
D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu skala atau instrument pengukur
dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrument
tersebut menjalankan fungsi ukurannya, atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud yang dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan
tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak
relevan dengan tujuan pengukuran.
Menurut Azwar (1986), validitas menunjukkan seberapa besar
derajat skor alat tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain
yang sudah sesuai, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan
dengan kriteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama.
Dalam penelitian ini masing-masing skala yaitu skala Employee
Engagementdan skala Komunikasi Internal akan di uji validitas aitemnya.
Uji validitas menggunakan bantuan program SPSS for Windows, untuk
menguji aitem-aitem mana yang memiliki daya beda aitem yang tinggi,
yang mana sesuai dengan kaedah atau harga koefesien Corrected Item
TotalCorrelation.
Apabila harga koefisien Corrected Item Total Correlation sama
atau lebih besar dari >0.30 maka aitem tersebut dinyatakan sebagai aitem
44
Corrected Item Total Correlation lebih kecil dari <0.30 maka aitem
tersebut dinyatakan tidak valid (Azwar, 2013). Dalam penelitian ini, alat
ukur yang digunakan dibuat sendiri oleh peneliti. Maka, peneliti terlebih
dahulu melakukan try out.Sebelumnya peneliti melakukan try out dengan
membagikan kuisioner awal berjumlah 60 aitem kepada 30 karyawan di
Kantor Lamongan Shorebase yang terletak di kawasan Desa Kemantren,
Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan pada tanggal 14 Juli 2016 pada
pukul 10.00 WIB. se belum diketahui reliabilitasnya Berikut adalah hasil
perhitungan validitas yang diperoleh dari subjek uji coba (try out) skala
[image:53.595.139.533.253.762.2]pada masing-masing variabel yang diteliti :
Tabel 3.4 Hasil Seleksi Aitem SkalaEmployee Engagement(Try Out)
Klasifikasi Aitem yang Valid dan Tidak Valid
Aitem Corrected Item Total Correlation Keterangan
1 0,534 Valid
2 0,449 Valid
3 0,242 Tidak Valid
4 0,473 Valid
5 0,192 Tidak Valid
6 0,620 Valid
7 0,476 Valid
8 0,523 Valid
9 0,486 Valid
10 0,152 Tidak Valid
11 0,627 Valid
14 0,578 Valid
15 0,398 Valid
16 0,645 Valid
17 0,465 Valid
18 0,373 Valid
19 0,686 Valid
20 0,588 Valid
21 0,427 Valid
22 0,139 Tidak Valid
23 0,685 Valid
24 0,636 Valid
25 0,155 Tidak Valid
26 0,632 Valid
27 0,488 Valid
28 0,312 Valid
29 0,085 Tidak Valid
30 0,346 Valid
Hasil dari seleksi aitem pada skalaEmployee Engagement terdapat
24 aitem yang mempunyai harga koefisien Corrected Item Total
Correlation lebih dari >0,30 24 yaitu aitem nomor
1,2,4,6,7,8,9,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,23,24,26,27,28, dan 30.
Sedangkan, untuk aitem yang mempunyai harga koefisien Corrected Item
Total Correlation kurang dari < 0.30 terdapat 6 aitem, yaitu aitem nomor
[image:55.595.140.539.138.759.2]
46
Tabel 3.5 Hasil Seleksi Aitem Skala Komunikasi Internal (Try Out)
Klasifikasi Aitem yang Valid dan Tidak Valid
Aitem Corrected Item Total Correlation Keterangan
1 0,519 Valid
2 0,740 Valid
3 0,554 Valid
4 0,807 Valid
5 0,657 Valid
6 0,764 Valid
7 0,651 Valid
8 0,301 Valid
9 -0,524 Tidak Valid
10 0,675 Valid
11 0,475 Valid
12 0,717 Valid
13 0,803 Valid
14 0,586 Valid
15 -0,466 Tidak Valid
16 0,685 Valid
17 0,735 Valid
18 0,003 Tidak Valid
19 0,758 Valid
20 0,665 Valid
21 0,597 Valid
22 -0,306 Tidak Valid
23 0,467 Valid
24 0,589 Valid
25 -0,354 Tidak Valid
28 -0,561 Tidak Valid
29 0,562 Valid
30 0,717 Valid
Hasil dari seleksi aitem pada skala Komunikasi Internal terdapat 24
aitem yang mempunyai harga koefisien Corrected Item Total Correlation
lebih dari >0.30 yaitu aitem nomor 1, 2,3, 4,5, 6,7, 8, 10, 11,12, 13, 14,16,
17,19, 20, 21,23,24, 26,27, 29, dan 30. Sedangkan, untuk aitem yang
mempunyai harga koefisien Corrected Item Total Correlation kurang dari
<0.30 terdapat 6 aitem yaitu aitem Nomor 9,15,18,22,25,28.
2. Reliabilitas
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang
memiliki reliabilitas yang tinggi maksudnya adalah pengukuran yang
dapat menghasilkan data yang reliable. Menurut Suryabrata (2004)
reliabilitas menunjukkan sejauh mana harus reliabel dalam artian harus
memiliki tingkat konsitensi dan kemantapan.
Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut
konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Pengukuran
reliabilitas dilakukan dengan alat bantu program SPSS for windows uji
statistik Cronbach’s Alpha (α). Uji Reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk tingkat signifikansi 5
persen dari degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah
sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut
48
pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak reliabel. Adapun r
tabel dalam penelitian ini adalah 0.361.Selain itu, jika nilai koefisien
reliabilitas alpha semakin mendekati angka 1 (satu), maka instrumen
tersebut dikatakan reliabel. Artinya semua aitem tersebut reliabel sebagai
instrumen pengumpul data. Berikut adalah hasil uji reliabilitas kedua skala
[image:57.595.139.497.239.616.2]pada subjektry out.
Tabel 3.6 Hasil Uji Reabilitas SkalaEmployee Engagement(Try Out)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items
N of Items
.914 .916 24
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Skala Komunikasi Internal (Try Out)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items
N of Items
Setelah menganali