PEMBELAJARAN INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Disusun Oleh
Wawat Erwati
1009699
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “PEMBELAJARAN
INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK
MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN
PROSES SAINS SISWA SMA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap
keaslian karya saya ini.
Bandung, Januari 2013
Yang membuat pernyataan
HALAMAN PERSETUJUAN
Tesis Ini Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:
Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si
Pembimbing II
Dr. H. Ahmad Mudzakir, M.Si
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES
SAINS SISWA SMA
Penelitian ini dilatarbelakangi dari asumsi bahwa siswa perlu dibekali dengan keterampilan proses sains. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji apakah pembelajaran inkuiri dapat memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa. Penelitian weak quasi eksperimen ini menggunakan desain one group pretest-posttest design. Adapun kelas yang dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu Kelas XI IPA dengan jumlah siswa sebanyak 44 orang.
Pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis untuk penguasaan konsep dan LKS untuk keterampilan proses sains. Rata-rata N-Gain penguasaan konsep siswa secara keseluruhan 65,2% termasuk kategori sedang, perolehan rata-rata N-Gain berdasarkan ranah kognitif C2 (78%), C3 (69,31%), C4 (63,04%) dan C5 (52,27%). Untuk perolehan rata-rata N-Gain pada sub materi, yang tertinggi pada sub materi sifat larutan penyangga sebesar 72% dan perolehan rata-rata N-Gain yang terendah pada sub materi peranan larutan penyangga sebesar 41%. Berdasarkan rerata masing-masing indikator yang diperoleh dari LKS untuk mengembangkan kemampuan KPS diperoleh rerata tertinggi pada indikator menerapkan konsep (93,2%) dan rerata terendah pada indikator komunikasi (63,6%). Tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran inkuiri menunjukkan respon positif. Disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa SMA.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 9
BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA A. Pembelajaran ... 11
1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pembelajaran ... 14
a. Faktor Guru ... 14
b. Faktor Siswa ... 15
c. Faktor Sarana dan Prasarana ... 15
B. Pembelajaran Inkuiri ... 18
C. Penguasaan Konsep ... 25
D. Keterampilan Proses Sains ... 26
E. Deskripsi Materi Pokok Topik Larutan Penyangga ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penellitian ... 43
B. Desain Penelitian ... 43
C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44
D. Prosedur Penelitian ... 44
1.Alur Penelitian ... 44
2. Tahap Persiapan ... 47
3. Tahap Pelaksanaan ... 47
4. Instrumen Penelitian ... 48
a. Tes Penguasaan Konsep ... 48
b. Tes Keterampilan Proses Sains ... 48
c. Angket ... 49
d. Lembar Observasi ... 49
5. Uji Coba Instrumen ... 49
a. Soal Tes ... 49
1) Daya Pembeda ... 50
2) Indeks Kesukaran ... 51
3) Validitas ... 52
4) Reliabilitas ... 54
6. Pengumpulan Data ... 55
7. Pengolahan dan Analisis Data ... 57
a. Data Hasil Tes Tertulis Penguasaan Konsep ... 57
b. Data Hasil Tes Keterampilan Proses Sains dari LKS ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Model Pembelajaran ... 62
B. Hasil Penelitian ... 66
1. Penguasaan Konsep Siswa ... 66
2. Keterampilan Proses Sains ... 74
3. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri ... 77
4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 82
5. Hasil Wawancara Siswa ... 85
6. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 87
C. Pembahasan ... 90
1. Karakteristik Pembelajaran ... 91
2. Penguasaan Konsep Siswa ... 92
3. Keterampilan Proses Sains ... 94
4. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri Dari Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran Berlangsung ... 96
5. Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 99
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 103
B. Rekomendasi ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Perangkat Pembelajaran ... 109
B. Instrumen Penelitian ... 143
DAFTAR TABEL
No.
Tabel Nama Tabel Halaman
2.1 Sintak Model Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri … 21
2.2 Indikator Keterampilan Proses Sains ……….. 29
2.3 Indikator Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya 31 3.1 Desain Penelitian ... 43
3.2 Klasifikasi Daya Pembeda ….………. 51
3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ……….... 52
3.4 Interpretasi Validitas Item Soal ……….. 53
3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….. 55
3.6 Teknik Pengumpulan Data ………... 56
3.7 Kategori N-Gain ………..……….. 60
3.8 Kategori Kemampuan Proses Sains………... 61
4.1 Distribusi Fase Pembelajaran dalam Model Pembelajaran Inkuiri Larutan Penyangga …... ……….. 63
4.2 4.3 Perolehan Data Pretes, Postes, dan N-Gain Penguasaan Konsep Secara Umum Klasifikasi Gain Ternormalisasi ……… 66 68 4.4 Data Normalitas Hasil Pretes, Postes dan N-Gain ……… 70
4.5 Data Uji t Antara Pretes dan Postes ……….. 70
4.6 Penguasaan Konsep Siswa Untuk Setiap Ranah Kognitif .. 72
4.7 Kegiatan Siswa Pada Praktikum …………...………. 74 4.8
4.9
4.10
Perolehan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa
Berdasarkan Indikator ..……….. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri ..
Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Inkuiri dalam Topik
Larutan Penyangga ……….
75
77
4.11
4.12
4.13
Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri
Berdasarkan Kuesioner……… Hasil Wawancara Terhadap Siswa……….. Pedoman Wawancara Untuk Guru ………
82
86
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar Nama Gambar Halaman
2.1 Siklus Belajar …... 23
3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian ……… 45
4.1 Model Pembelajaran Inkuiri Larutan Penyangga ……… 64
4.2 Penguasaan Konsep Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ……... 67
4.3 Persentase Siswa Pada Setiap Kategori Gain Ternormalisasi ……. 69
4.4 Gain Yang Dinormalisasi Setiap Sub Materi Larutan Penyangga... 71
4.5
4.6
Penguasaan Konsep Siswa Berdasarkan Ranah Kognitif ……... Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Secara
Keseluruhan ………. 73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Nama Lampiran Halaman
A Perangkat Pembelajaran ……….. 109
B Instrumen Penelitian ………. 143
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi
kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu.
Kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan
peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dalam perubahan pada era ini
(Depdiknas : 2003). Pendidikan kimia sebagai salah satu disiplin IPA menjadi
sangat penting untuk dipelajari. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan
kimia yang berupa fakta, teori, prinsip hukum), temuan sains dan proses (kerja
ilmiah). Oleh sebab itu dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan
karakteristik tersebut (Depdiknas : 2003).
Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini proses pembelajaran sains,
khususnya kimia di sekolah-sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Masih
banyak diantara guru-guru yang belum kreatif dalam menggunakan fasilitas yang
ada. Waktu yang tersedia sempit, materi yang terlalu padat, alat dan bahan yang
tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam
merancang pembelajaran inovatif, serta berbagai alasan lain. Akibatnya siswa
kurang mempunyai pengalaman serta kurang mendapat kesempatan untuk
mengamati dan mengalami sendiri tentang perubahan kimia yang seharusnya
2
Apabila dilihat dari perkembangan yang terjadi di lapangan, pembelajaran
kimia masih berpusat pada guru sehingga banyak siswa yang hanya dapat
mencatat dan menghafal materi yang diberikan guru. Fakta di lapangan
menunjukkan pula bahwa selama ini proses pembelajaran sains pada umumnya
dan khususnya mata pembelajaran kimia hanya menitik beratkan pada perolehan
pengetahuan kimia sebagai produk, dan kurang menekankan pada bagaimana
proses penemuan berlangsung. Akibatnya pengetahuan yang melekat pada diri
siswa tidak dapat bertahan lama. Selain itu masih banyak guru di sekolah yang
menyajikan pembelajaran kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk
berpikir dalam hubungannya dengan proses belajar.
Dampak dari hal tersebut di atas dapat dilihat dari rendahnya pemahaman
siswa SMA terhadap sains, khususnya terhadap mata pelajaran kimia. Hal ini
dibuktikan dari rendahnya nilai ujian akhir yang diperoleh oleh siswa tersebut.
Rendahnya nilai ujian akhir ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kurangnya motivasi siswa dalam belajar kimia, cara penjelasan guru yang kurang
dapat dipahami oleh siswa, materi yang terlalu banyak, kurikulum yang berlaku
selalu berganti-ganti, serta lingkungan sosial. Oleh karena itu faktor-faktor
tersebut perlu dikaji sebagai salah satu permasalahan yang harus segera diatasi.
Salah satu fungsi pengajar adalah memotivasi kepada pihak yang diajarnya untuk
melaksanakan tugas-tugasnya dengan sebaik mungkin secara efektif dan produktif
(Surya, 2004). Guru hendaknya menyadari akan pentingnya memberikan motivasi
belajar pada siswa. Dengan terbentuknya motivasi siswa dalam belajar akan
3
Peningkatan kualitas pendidikan dapat juga dilakukan melalui peningkatan
kualitas pembelajaran yang sebenarnya dampaknya akan dapat dirasakan
langsung. Upaya memperbaiki kualitas pendidikan telah dilakukan pemerintah,
misalnya melalui perubahan terhadap kurikulum yang digunakan, dari kurikulum
yang berpusat pada guru menjadi kurikulum yang berpusat pada siswa. Kurikulum
tersebut diharapkan dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah untuk menghasilkan
tamatan yang mempunyai kemampuan yang lebih baik.
Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, berkolaborasi,
membantu teman, mengadakan pengamatan, serta penilaian diri untuk suatu
refleksi akan mendorong siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung
secara lebih efektif. Dalam hal ini peran utama guru adalah sebagai fasilitator
belajar (Depdiknas, 2001).
Karyadi (1982) menyatakan bahwa ilmu kimia merupakan mata pelajaran
yang sukar dan tidak semua siswa tertarik mempelajarinya. Sukri (1999)
menyatakan kesannya tentang penyebab kesulitan siswa belajar kimia karena yang
dibahas adalah hukum dan rumus-rumus tentang atom dan molekul yang tidak
dapat dilihat, serta teori-teori kimia yang harus dihapal oleh siswa, sedangkan
peristiwa yang mendasari terbentuknya rumus tersebut tidak dikemukakan dengan
baik. Siswa akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah apabila ada
soal yang mengandung keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang
lainnya. Untuk menguasai konsep-konsep kimia, setiap siswa dituntut memiliki
4
sistematis. Karena itu cara termudah dalam mempelajari kimia adalah
menunjukkan kaitan antara hukum dan teori dengan eksperimen yang
mendasarinya.
Mempelajari kimia perlu pula memperhatikan bagaimana proses dilakukan
untuk memperoleh konsep kimia. Oleh karena itu, keterampilan proses sains
sangat perlu dikembangkan selama pembelajaran kimia. Topik larutan penyangga
dalam pelajaran kimia menunjukkan keterkaitan antar konsep yang cukup rumit.
Konsep prasyarat yang harus dikuasai siswa adalah teori asam basa
Bronsted-Lowry, persamaan reaksi asam basa dan kesetimbangan kimia. Meskipun
demikian pembelajaran materi tersebut sarat akan konsep-konsep yang dapat
dikembangkan dengan melibatkan kerja ilmiah melalui berbagai metode seperti
metode praktikum dan diskusi kelompok. Selain itu, topik ini dapat menimbulkan
banyak fenomena yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
sehingga keterampilan proses sains, keterampilan berpikir, serta sikap ilmiah
siswa dapat berkembang selama pembelajaran. Alasan lain pemilihan materi ini
karena di dalam materi larutan penyangga banyak sekali aplikasinya di dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi pada kenyatannya banyak siswa masih kesulitan
memahami konsep tersebut. Di sisi lain belajar adalah proses perubahan tingkah
laku melalui pengalaman (Wina Sanjaya, 2008), pengalaman itu dapat berupa
pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman merupakan
proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung
5
Semakin konkrit siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin
banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Dengan demikian perlu diupayakan
metedo yang dapat memberikan pengalaman konkrit untuk dapat mengurangi
kesulitan siswa tersebut.
Oleh karena itu guru perlu memikirkan dan mengembangkan pembelajaran
yang dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep tanpa mengabaikan
pengembangan keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains (KPS) siswa.
Menurut Gagne (Dahar : 1985) pengetahuan tentang konsep-konsep dan
prinsip-prinsip hanya dapat diperoleh siswa apabila memiliki kemampuan-kemampuan
dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains. Keterampilan-keterampilan proses
sains itu ialah mengamati, mengklasifikasikan, berkomunikasi, mengukur,
mengenal dan menggunakan hubungan ruang dan waktu, menarik kesimpulan,
menyusun definisi operasional, merumuskan hipotesis, mengendalikan
variabel-variabel, menafsirkan data dan bereksperimen (Dahar :1985).
Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan Keterampilan Proses
Sains (KPS) adalah pembelajaran inkuiri. Pembelajaran ini berorientasi pada
aktivitas siswa, dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
Pembelajaran inkuiri yang berorientasi pada aktivitas siswa dapat melibatkan
proses eksplorasi alam sekitarnya yang dapat merangsang siswa untuk
mengajukan pertanyaan, melatih dan mengkaji sendiri proses penemuan
(discovery) sehingga mencapai pemahaman ilmiah. Selain itu pembelajaran ini
dapat mendorong siswa untuk mengidentifikasi asumsi, menggunakan cara
6
Melalui inkuiri, siswa secara aktif mengembangkan pemahaman sains melalui
keterampilan bernalar dan berpikir (Colburn : 2000). Pembelajaran inkuiri dapat
menciptakan situasi belajar yang menantang dan merangsang daya cipta serta
kreatifitas peserta didik untuk berpikir dan menemukan sendiri isu membangun
pengetahuan yang berupa konsep-konsep secara mandiri (Tobing : 1981).
Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke
dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang meningkatkan proses ilmiah
kedalam waktu yang relatif singkat. Hasil penelitian Schlenker dalam Joyce
(1992) menujukkan bahwa inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains,
produktif dalam berpikir kreatif dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh
dan menganalisis informasi. Penerapan pembelajaran dikatakan baik bila sesuai
dengan kondisi dan konteksnya baik tujuan, waktu, kondisi siswa maupun
karakteristik materi. Pendekatan tersebut juga dikombinasikan dan tidak ada
aturan yang ketat mengenai konsekuensi maupun jenis kombinasinya (Bell :
2002). Melihat karakteristiknya pembelajaran inkuiri sangat potensial
dikembangkan untuk materi larutan penyangga dalam upaya meningkatkan
7
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diungkapkan maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan
penyangga yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses
sains siswa?”.
Untuk memperjelas masalah tersebut dirumuskan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik pembelajaran inkuiri pada topi larutan penyangga
yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses
sains siswa?
2. Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat
meningkatkan penguasaan konsep siswa?
3. Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat
mengembangkan keterampilan proses sains siswa?
4. Bagaimana respon siswa dan pandangan guru tentang pembelajaran inkuiri
yang telah disusun?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Memperoleh pembelajaran alternatif untuk materi larutan penyangga yang
dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa.
2. Memperoleh informasi tentang peningkatan penguasaan konsep siswa
8
3. Memperoleh informasi tentang keterampilan proses yang dapat dikembangkan
dalam pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga.
4. Mengidentifikasi tanggapan siswa dan guru tentang pembelajaran inkuiri.
D. Manfaat Penelitian
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di tingkat persekolahan yang secara
signifikan juga berdampak bagi pengembangan keterampilan sains siswa. Adapun
bagi guru dan peneliti diharapkan dapat:
1. Berdampak positif pada pengembangan proses pembelajaran yang tidak hanya
berorientasi pada pemahaman materi saja, melainkan lebih mengarah kepada
keterampilan sains peserta didik.
2. Berdampak positif pada pengembangan kualitas diri dan profesionalitas
9
E. Definisi Operasional
1. Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran model konstruktivisme yang
melibatkan siswa secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalah
yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti
sikap ilmuwan sains yang teliti, tekun, objektif, menghormati pendapat orang
lain serta kreatif. Pembelajaran ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, 2) Siswa disuruh untuk
membuat hipotesis dari permasalahan tersebut, 3) Siswa menguji hipotesisnya
dengan percobaan, 4) Pengambilan kesimpulan dan perumusan.
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa menguasai
khususnya konsep-konsep larutan penyangga, baik konsep secara teori
maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan penguasaan
konsep dapat diases dengan pre-postes menggunakan bentuk soal pilihan
ganda yang dikembangkan berdasarkan taksonomi Bloom, mencakup aspek:
memahami (c2), mengaplikasi (c3) menganalisis (c4), dan mengevaluasi (c5).
3. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai keterampilan yang
diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan
konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains, baik berupa
keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan
sosial. Indikator keterampilan proses sains yang ditinjau dalam penelitian ini
meliputi indikator-indikator 1) melakukan prediksi, (2) mengklasifikasi, 3)
membangun komunikasi, 4) menerapkan konsep. Alasan pemilihan indikator
10
mengklasifikasi, menerapkan konsep dan membangun komunikasi. Jadi,
pemilihan indikator ini sangat tepat digunakan pada materi larutan
penyangga. Keterampilan proses sains diases dengan menggunakan instrumen
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan yaitu weak quasi eksperimen, sebagaimana yang
dikatakan oleh Wiersma (1991:99) bahwa dalam quasi eksperimen, variabel bebas
sengaja “dimanipulasi”. Manipulasi yang dimaksud disini yaitu peneliti sengaja
menerapkan sebuah pendekatan atau metode dalam sebuah pembelajaran, dan
membuat suasana pembelajaran berjalan sebagaimana konsep pendekatan dan
metode yang dibawa tersebut. Penelitian ini difokuskan pada pengujian
pembelajaran inkuiri untuk mengetahui sejauh mana peningkatan penguasaan
konsep dan pengembangan keterampilan proses sains siswa SMA kelas XI IPA
dalam topik larutan penyangga.
B. Desain Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan penguasaan
konsep setelah implementasi model, digunakan desain eksperimen one group
pretest-posttest design (desain kelompok tunggal dengan pretest-posttest). Desain
ini dapat digambarkan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
44
Keterangan :
T1 = Pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan
X = Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran inkuiri yang dikembangkan
T2 = Posttest untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan
Untuk melihat ada tidaknya pengaruh penerapan pembelajaran pada subjek
penelitian terhadap penguasaan konsep dilakukan uji statistik, yang dimaksudkan
untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara nilai rerata pretes dan postes.
Data hasil pengembangan keterampilan proses sains siswa dan tanggapan
siswa terhadap pembelajaran diolah secara deskriptif, menggunakan tehnik
pengolahan data sederhana (persentase pencapaian).
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA yang berada di Bandung.
Adapun yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA
sebanyak 44 siswa yang sedang belajar kimia pada materi larutan penyangga.
D. Prosedur Penelitian
1. Alur Penelitian
Untuk memudahkan langkah-langkah penelitian, maka dibuatkan alur
penelitian. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam
45
Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian
Perbaikan Studi Pendahuluan
Studi Literatur Standar Isi Mata Pelajaran Kimia
SMA
Studi Literatur Pembelajaran
Inkuiri
Studi Literatur Keterampilan
Proses Sains
Penyusunan RPP dengan Model Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan KPS Siswa Pada Topik Larutan Penyangga
Penyusunan Instrumen Penelitian
Validasi Instrumen Penelitian
Uji Coba Tes Tertulis Implementasi Model Pembelajaran
Pretes
Postes
Wawancara dan Angket Observasi
Pengolahan dan Analisis Data
46
Alur penelitian diawali dengan studi literatur tentang standar isi mata
pelajaran kimia SMA, dilanjutkan dengan studi literatur pembelajaran inkuiri,
studi literatur keterampilan proses sains, dan kajian tentang larutan penyangga.
Kajian tersebut dijadikan pedoman dalam penyusunan instrumentasi berupa
kisi-kisi butir soal tes, angket dan pedoman wawancara. Terhadap hasil awal
penyusunan masing-masing instrument tersebut di atas, dilakukan konfirmasi
dengan rekan sejawat, dosen pembimbing, dan judgement kepada dua orang
dosen.
Berikutnya dilakukan uji coba instrument. Soal tes diuji cobakan pada
siswa kelas XI yang telah mempelajari konsep larutan penyangga. Kelas siswa
yang melaksanakan uji coba soal tes bukan siswa yang menjadi subjek penelitian.
Tujuan diadakan uji coba soal tes adalah untuk menganalisis tingkat kesukaran
tiap butir soal, daya pembeda tiap butir soal, validitas, dan reliabilitas soal.
Implementasi penerapan pembelajaran ini dilakukan pada satu kelas,
dinilai dari pemberian pretes, penerapan model (pembelajaran), dan diakhiri
dengan postes. Selanjutnya siswa diminta mengisi angket untuk memperoleh
tanggapan mengenai pembelajaran yang diterapkan. Langkah terakhir diadakan
analisis data temuan baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk menyusun
47
2. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi literatur pembelajaran kimia, studi literatur bahan kajian,
studi literatur pembelajaran inkuiri, studi literatur keterampilan proses
sains.
b. Perumusan pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan KPS.
c. Menyusun instrument penelitian seperti soal tes tertulis, angket, dan
pedoman wawancara.
d. Melakukan validasi instrumen penelitian.
e. Melakukan revisi instrumen penelitian.
f. Menguji instrumen penelitian.
g. Menentukan sekolah lokasi penelitian.
h. Mempersiapkan surat perijinan penelitian.
3. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran yang telah dibuat.
Penerapan pembelajaran tersebut dilakukan oleh peneliti, dan dibantu oleh reka
sejawat yang bertindak sebagai obsever untuk mengamati kegiatan-kegiatan guru
dan para siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan penerapan
48
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
terdiri dari tes penguasaan konsep dan tes keterampilan proses sains, angket dan
lembar observasi siswa dan guru.
a. Tes Penguasaan Konsep
Tes penguasaan konsep berisi 11 butir soal yang telah divalidasi, bertujuan
untuk mengukur penguasaan konsep pada materi pokok larutan penyangga. Tes
penguasaan konsep dikonstruksi dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah
option lima. Tes ini disusun bedasarkan pada domain kognitif Bloom yang
mencakup C2, C3, C4 dan C5 yang dapat menunjukkan tingkat penguasaan konsep
siswa.
b. Tes Keterampilan Proses Sains
Tes keterampilan proses sains digunakan sebagai instrumen untuk
mengukur keterampilan proses sains yang dimiliki siswa, yang meliputi
keterampilan memprediksi, membangun komunikasi, mengklasifikasi dan
menerapkan konsep. Instrumen yang digunakan berupa soal essai sebanyak 6 soal
pada LKS.
Pada kegiatan praktikum, siswa diberi panduan berupa dua Lembar
Kegiatan Siswa (LKS). LKS disusun untuk membekali siswa dalam pembelajaran
inkuiri. LKS 1 dimaksudkan untuk melatih keterampilan siswa dalam
49
sebagai alat evaluasi KPS yaitu keterampilan siswa dalam berkomunikasi tulis,
memprediksi, mengaplikasi (menerapkan konsep), dan mengklasifikasi.
c. Angket
Angket untuk guru dan siswa berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada guru dan siswa untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa terhadap
model pembelajaran yang dibawakan oleh peneliti. Observasi guru dan siswa
digunakan untuk memastikan bahwa seluruh rancangan pembelajaran
dilaksanakan.
d. Lembar Observasi
Lembar observasi keterlaksanaan digunakan untuk mengukur sejauh mana
tahapan pembelajaran kimia dengan pembelajaran inkuiri yang telah direncanakan
terlaksana dalam pembelajaran.
5. Uji Coba Instrumen
Setelah proses pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul dianalisis
dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif untuk data
kualitatif. Adapun data yang diperoleh berasal dari:
a. Soal Tes
Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dalam
50
kognitif siswa dalam menguasai materi larutan penyangga. Tes disusun
berdasarkan kompetensi dasar yang dicapai. Soal tes diuji cobakan untuk melihat
daya pembeda, indeks kesukaran, validitas, dan reliabilitas. Butir-butir soal
dikembangkan berpedoman kepada tujuan pembelajaran dari konsep yang
dipelajari.
1) Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk
dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang
kemampuannya rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik
apabila peserta didik yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan peserta
didik yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan dengan baik. Discrimminatory
Power (daya pembeda) dihitung dengan membagi testee kedalam dua kelompok,
yaitu kelompok atas (the higher group); kelompok testee yang tergolong pandai,
dan kelompok bawah (the lower group); kelompok testee yang tergolong rendah.
Analisis daya pembeda untuk tiap butir soal dilakukan dengan menggunakan
persamaan yang dikemukakan oleh Arikunto (2002):
B B
A A
J
B
J
B
DP
Keterangan:
DP = daya pembeda
BA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = jumlah siswa kelompok atas
51
Hasil perhitungan daya pembeda kemudian diklasifikasikan berdasarkan
[image:30.595.111.514.185.652.2]klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990:202) berikut:
Tabel 3.2
Klasifikasi Daya Pembeda
Rentang Kategori
0,00 < DP ≤ 0,19 Kurang
0,20 < DP ≤ 0,39 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,69 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Berdasarkan hasil pengolahan daya pembeda (DP) butir soal, diperoleh daya
pembeda berkisar antara 0,21 sampai 0,67 dengan distribusi 3 item (27,3%)
termasuk klasifikasi cukup, 8 item (72,7%) dengan klasifikasi baik.
2) Indeks Kesukaran (IK)
Indeks kesukaran suatu item menunjukkan apakah butir soal termasuk
sukar, sedang ataupun mudah. Untuk mengetahui taraf kemudahan setiap item
soal digunakan rumus Surapranata (2004)
N X
p
Dimana
P = nilai tingkat kemudahan
∑X = jumlah peserta tes yang menjawab benar N = jumlah seluruh peserta tes
Suherman dan Sukjaya (1990:213) mengklasifikasikan indeks kesukaran (IK)
52
Tabel 3.3
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Rentang Kategori
IK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00 < IK 0,30 Sukar
0,30 < IK 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 0,00 Terlalu Mudah
Adapun hasil perhitungan, diperoleh tingkat indeks kesukaran (IK)
berkisar antara 0,56 sampai 0,83, dengan distribusi 2 item (18,2%) termasuk
klasifikasi mudah, 6 item (54,5%) dengan klasifikasi sedang, dan 3 item (27,3)
dengan kualifikasi sukar.
3) Validitas
Tinggi-rendahnya koefisien validitas tes hasil ditentukan berdasarkan hasil
perhitungan nilai koefisien korelasi antara skor untuk setiap butir soal dengan skor
total. Perhitungan koefisien validitas dilakukan dengan menggunakan rumus
korelasi produk momen Pearson, yaitu:
2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 n i i n i i n i n i i i n i i n i i n i i i xy y y n x x n y x y x n r keteranganrxy =koefisien korelasi
53
Untuk memberi interpretasi mengenai validitas item butir soal, dapat
digunakan pedoman penilaian seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono
(2008:257) ditunjukkan pada Tabel berikut:
[image:32.595.115.511.206.650.2]Tabel 3.4
Interpretasi Validitas Item Soal
No Tingkat Hubungan Interval
1 Sangat Tinggi 0,80 - 1,00
2 Tinggi 0,60 - 0,79
3 Sedang 0,40 - 0,59
4 Rendah 0,20 - 0,39
5 Sangat Rendah 0,00 - 0,19
Dengan taraf signifikansi 5%, rhitung dibandingkan dengan rTabel, dengan
interpretasi sebagai berikut:
rhitung < rTabel, maka korelasi tidak signifikan rhitung > rTabel, maka korelasi signifikan
Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, diuji
dengan uji t dengan rumus sebagai berikut:
2
1
2
r
n
r
t
, Sugiyono (2008:257)Keterangan:
t = daya beda uji t n = jumlah subjek r = koefisien korelasi
Harga koefisien korelasi yang diperoleh, kemudian dikonsultasikan pada
tabel harga kritis r product moment dengan tingkat kepercayaan tertentu sehingga
dapat diketahui signifikansi korelasi tersebut. Jika harga r hasil perhitungan lebih
54
hasil pengolahan data yang dilakukan, diperoleh nilai koefisien korelasi item total
untuk semua item memberikan nilai signifikansi positif ≤ 0.05. Selain itu,
koefisien korelasi untuk semua item memberikan nilai positif ≥ 0.30.
Saifuddin Azwar (2003) dalam Kusnendi (2009:9) mengatakan bahwa,
jika koefisien korelasi item total memberikan nilai signifikansi positif ≤ 0.05 atau
jika koefisien korelasi item total dikoreksi (corrected item-total correlation)
memberikan nilai positif ≥ 0.25 atau ≥ 0.30 maka item tersebut dikatakan
memiliki validitas yang memadai dalam mengukur konstruk yang diteliti.
4) Reliabilitas
Reliabilitas merujuk kepada konsistensi skor yang dicapai oleh peserta
didik yang sama ketika mereka diuji ulang dengan soal yang sama pada
kesempatan yang berbeda. Pada penelitian ini reliabilitas menggunakan teknik
belah dua Spearman-Brown dengan koefisien reliabilitas (Arikunto, 1999:173)
2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 2 r r
r
Dengan:r11 = koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan
2 1 2 1
r = koefisien antara skor-skor tiap bahan tes
Interpretasi dari derajat Reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel klasifikasi
55
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Batasan Kategori
0,80<r11 ≤1,00 Sangat Tinggi 0,60<r11 ≤0,80 Tinggi 0,40<r11 ≤0,60 Sedang 0,20<r11 ≤0,40 Rendah <r11 ≤0,20 Sangat rendah
Hasil uji reliabilitas data. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS,
maka diperoleh hasil sebesar 0.928 dengan klasifikasi sangat tinggi.
6. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa
sumber, diantaranya:
a. Tes tertulis sebelum pembelajaran (pretes)
b. Tes tertulis setelah pembelajaran (postes)
c. Lembar kerja siswa dan laporan praktikum
d. Kuesioner
e. Wawancara
f. Lembar observasi siswa dan guru
56
Tabel 3.6
Teknik Pengumpulan Data
No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen
1 Siswa Penguasaan konsep
siswa sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan
Pretes dan Postes Butir soal pilihan ganda yang memuat penguasaan konsep
2 Siswa Keterampilan proses
sains setelah mendapat perlakuan
LKS Butir soal essai
yang memuat beberapa indikator keterampilan proses sains
3 Siswa Tanggapan siswa
terhadap pembelajaran
Angket Angket
4 Guru Keterlaksanaan
pembelajaran
Observasi Lembar observasi
aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran
5 Guru Tanggapan guru
terhadap pembelajaran inkuiri
Wawancara Pedoman
wawancara guru
Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data penguasaan konsep
siswa yang diperoleh dari tes tertulis (pretes dan postes) terdiri dari 11 butir soal
pilihan ganda. Untuk tiap butir soal pilihan ganda diberi nilai 1 untuk jawaban
yang benar, dan 0 untuk jawaban yang salah. Sedangkan untuk mengetahui
keterampilan proses sains siswa digunakan LKS.
Data hasil pengisian angket yang merupakan tanggapan siswa dan
57
7. Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap seperangkat data yang telah
dikumpulkan selama pelaksanaan berlangsung. Data-data yang diperoleh tersebut
dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data Hasil Tes Tertulis Penguasaan Konsep
Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif untuk mengetahui perubahan
penguasaan konsep siswa adalah sebagai berikut:
1. Menghitung rerata total skor dari pretes dan postes dengan menggunakan
rumus: n xi X n i
1 Dengan, X = rerata x1 = skor ke-1
n = banyaknya subjek
2. Menghitung simpangan baku total skor pretes dan postes dengan
menggunakan rumus:
n i n X xi s 1 2 1 Dengan, 58
3. Uji Normalitas
Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah data pretes dan postes
terdistribusi secara normal atau tidak. Adapun langkah-langkah pelaksanaan uji
normalitas yang dimaksud antara lain:
Menggunakan tingkat keberartian α sebesar 0,05
Menentukan derajat kebebasan dk = j – 3 dengan j sebagai banyaknya
kelas interval.
Menentukan nilai χ2
hitung dengan rumus berikut:
h h
f f f
0
2
Dengan,
χ2
= chi kuadrat
fh = frekuensi yang dihaapkan
f0 = frekuensi yang diobservasi (Arikunto, 2002)
Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara membandingkan nilai
χ2
hitung dengan χ2tabel. Apabila χ2hitung ≤ χ2tabel, maka data terdistribusi normal.
Sedangkan jika χ2
hitung> χ2tabel, maka data tidak terdistribusi normal.
4. Uji Homogenitas
Bertujuan untuk mengetahui apakah kedua populasi mempunyai variansi
yang homogen dan heterogen. Tes uji homogenitas dua buah variansi ini
dilakukan bila kedua kelompok data ternyata berdistribusi normal.
[image:37.595.120.514.225.626.2]59
Mencari nilai F dengan menggunakan rumus:
) 1 ( ) 1 ( 2 2 R k R k n F XY XY
Vk
Vb
F
dimana V = S2Vb = variansi terbesar
Vk = variansi terkecil
S = standar deviasi
n = jumlah responden
R = reliabilitas
k = variabel
Menentukan nilai F daftar dengan mencari nilai
Fα = (n1-1)(n2-1)
Menentukan homogenitas dengan kriteria, jika F hitung < Fα (n1
-1)(n2-1) maka kedua variansi tersebut homogen, sedangkan jika F hitung ≥
Fα (n1-1)(n2-1) maka kedua variansi tidak homogen.
Berdasarkan perhitungan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada taraf
signifikansi (α) 0,05 data yang diolah merupakan data yang homogen.
5. Uji Signifikansi
Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka
dilanjutkan dengan uji-t menggunakan rumus berikut:
y x y
x n n
y x t
s
2 1 160
Dengan: dk = nx + ny – 2, dan
Varians
2
1
1
2 2 2
y x y y x x y xn
n
n
n
s
s
s
Kriteria uji-t adalah jika -tTabel ≤ thitung ≤ tTabel maka dapat dikatakan bahwa nilai
pretes dan postes relatif sama atau tidak dapat perbedaan. Sedangkan jika thitung <
-tTabel atau thitung > tTabel, maka dapat dikatakan bahwa pretes dan postes tidak sama
atau terdapat perbedaan.
6. Menentukan N-Gain dengan rumus:
pre maks pre post S S S S g Dengan,
Spost = skor pretes
Spre = skor pretes
Smaks = skor maksimal ideal
[image:39.595.110.510.244.748.2]Adapun kriteria N-Gain, sebagai berikut:
Tabel 3.7
Kategori N-Gain
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
61
b. Data Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Dari LKS
Kemampuan keterampilan proses sains siswa diperoleh dari skor hasil tes
LKS dalam bentuk essai. Menghitung rata-rata skor seluruh siswa untuk tiap
indikator KPS yang diukur sebagai berikut:
jumlah skor total jumlah skor =
jumlah skor ideal
Data untuk kemampuan indikator KPS siswa dari LKS praktikum
diperoleh dengan cara member skor setiap indikator KPS yang diukur.
Jawaban benar (lengkap) diberi skor 2, jawaban tidak lengkap diberi skor 1,
jawaban tidak ditulis (tidak lengkap) diberi skor 0. Kemudian dihitung
frekuensi tindakan yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan kriteria yang ada
kemudian dibuat persentasenya. Kategori kemampuan keterampilan proses
sains dapat dilihat pada tabel 3.8
[image:40.595.117.518.224.628.2]Tabel 3.8
Kategori Kemampuan Proses Sains
Persentase (%) Kategori
80 – 100 65 – 79 55 – 64 <55
Baik Sekali Baik Cukup Kurang
c. Angket
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Karakteristik pembelajaran inkuiri berbasis praktikum pada materi larutan
penyangga dirancang untuk enam kali pertemuan, dimana setiap
pertemuannya mengikuti sintak pembelajaran berhadapan dengan masalah,
pengumpulan data untuk verifikasi, perumusan penjelasan dan menganalisis
hasil temuan. Tahap pengumpulan data hanya dilakukan pada pertemuan
pertama melalui proses inkuiri dengan metode praktikum. Dalam setiap
tahapan inkuiri metode tanya jawab dan diskusi selalu digunakan.
Pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat meningkatkan
penguasaan konsep siswa. Peningkatan penguasaan konsep pada C2
(pemahaman) termasuk kategori tinggi, C3 (mengaplikasi) dan C4
(menganalisis) termasuk kategori sedang, dan C5 (mengevaluasi) termasuk
kategori rendah.
Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa.
Yang berkembang selama pembelajaran adalah empat indikator keterampilan
proses sains yaitu berkomunikasi, berprediksi, mengklasifikasi dan
mengaplikasi (menerapkan konsep) pada kategori tinggi. Beberapa kategori
104
berprediksi dan mengklasifikasi (kategori tinggi), dan berkomunikasi
(kategori sedang).
Siswa dan guru memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran
yang dikembangkan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas serta mengingat
akan keterbatasan yang dimiliki peneliti dilihat dari aspek waktu, biaya, dan
tenaga, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut.
1. Penelitian dilakukan di SMAN Kota Bandung yang termasuk cluster 1 untuk
SMA-SMA Negeri yang ada di Kota Bandung. Untuk penelitian selanjutnya
disarankan menggunakan model pembelajaran inkuiri untuk pokok bahasan
yang sama di SMA-SMA yang termasuk cluster 2, cluster 3, cluster 4, dan
cluster 5. Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji kebenaran pendapat
Ruslan dan Sone (1968) yang mengatakan bahwa pendekatan inkuiri dan
penemuan sangat cocok untuk siswa-siswa yang mempunyai kemampuan dan
motivasi tinggi.
2. Pembelajaran inkuiri sebaiknya menjadi suatu model yang sering digunakan
dalam pembelajaran agar siswa terbiasa untuk menemukan konsep sendiri
sebagai bekal bagi mereka dalam belajar secara mandiri.
3. Kelemahan pembelajaran yang telah diteliti adalah pada kemampuan
berkomunikasi. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikembangkan model
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (Eds), Abridged Education a Taxonomyz for
Learning, Teaching and Assesing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Objective). New York: Longman, Inc., 2001, halaman 67
Arifin, M., et al. (2000). Strategi belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
Arifin, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Arifin, M., dkk. (2007). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Kimia. Jakarta: Universitas Terbuka
Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta
Bell-Kluger, B. (2002), Recognizing Inquiry: Comparing Three Hands-On Teaching Techniques. In Foundation Vol. 2. A Monograph for Professionals in Science, Mathematics and Technology Education. Devision of Elementary, Secondary and Informal Education. National Science Foundation.
Bloom. B.S. (1971). Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc. Graw Hill Inc.
Colburn, Alan. (2000), An Inquiry Primer, Science Scope March 2000.
Dahar, R.W. (1985), Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar: Jakarta: Erlangga.
106
Damayanti (2006), Model Pembelajaran Inkuiri Yang Didukung Oleh Penggunaan Multimedia Komputer Pada Materi Larutan Penyangga Siswa Kelas XI Semester Genap, Tesis, PPS UPI.
Departemen Agama RI. (2004). Pedoman Khusus Kimia Madrasah Aliyah. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Jakarta.
Depdiknas, (2003), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Kimia. Jakarta, Depdiknas.
Depdikbud, (1994), Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Depdikbud.
Harini, T. (2005). Analisis Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Materi Penyepuhan dalam Sub Pokok Bahasan Sel Elektrolinis dengan Menggunakan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI
Indrawati. (2000). Model-Model Pembelajaran IPA, Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA.
Jarret, D. (1997). Inquiry Strategies For Science and Mathematics Learning. Northwest Regional Education Laboratory. Oregon.
Joyce, et al (1992). Model of Teaching. 4th ed. Allyn and Bacon Massachusetts 02194. USA.
Joyce, Weil. (2000). Models of Teaching. 6th ed, Boston:Allyn and Bacon.
Kuslan, Louis I, Stone, A.H (1968). Teaching Children Science: An Inquiry Approach. Belmont, California : Wads Worth Publishing Company, Inc.
Kusnendi. (2009). Metode Penelitian Aplikasi Statistika. Hand Out. Program Studi Magister Pendidikan IPS Sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan
Liliasari. (1995). Kimia 3: untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 3 Program IPA.
107
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible Hidden Variable in
Diagnostic Pretest Scores. American Journal Physics. 70, 1259-1266.
Nasution, N.dkk. (1992) Psikologi Pendidikan, Depdikbud, Jakarta.
Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Arcan. Jakarta
Purba, Michael. (2004). Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Erlangga.
Ruseffendi, H. E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Peneltian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press
Rustaman, N., & Rustaman, A. (1997). Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Semiawan, Conny., dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Grasindo
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sopandi. (2004), Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan Kegiatan Laboratorium Pada Pokok Bahasan Koloid, Tesis, PPS UPI.
Subiyanto. (1988), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK
Sudjana. (1999). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Suherman & Sukjaya. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah
Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
108
Sund & Trowbridge. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Charles E. Merril Publishing Company. Colombus. Ohio.]
Suparno, Paul. (1966). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya
Sutresna, N. (2005). Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama
Tobing, R.L. (1981). Model Pengajaran IPA di Sekolah Lanjutan. Jakarta: Depdikbud