• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

IPA adalah suatu singkatan dari kata “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari kata “Natural Science” secara singkat sering disebut ”Natural” yang artinya alamiah yang berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam dan “Science” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat disebut ilmu yang mempelajari tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa yang terjadi dialam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Menurut Trianto (2010:136) IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapnnya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

Menurut H.W. Fowler (dalam faizalnizbah.blogspot.com). IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan, ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi. Sedangkan menurut Robert B.Sund : “Ilmu pengetahuan alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses”

Menurut Webster’a (dalam faizalnizbah.blogspot.com) menyatakam “natural science knowledge concerned with the physical world and its phenomena”. Yang artinya IPA adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya. Sedangkan Purnell’s mendefinisikan IPA adalah pengetahuan manusia yang luas yang di dapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta di jelaskan

(2)

dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesa.

Jadi berdasarkan teori tentang IPA menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa IPA adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses secara sistematis yang dirumuskan dalam hubungan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan atas pengamatan serta deduksi yang di dapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta di jelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesa.

Hakikat IPA

Pembelajaran IPA (dalam jeperis.wordpress.com) pada hakikatnya meliput empat unsur antara lain produk, sikap, proses, aplikasi.

1. Produk

Pembelajaran IPA sebagai produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. 2. Sikap

Pembelajaran IPA sebagai sikap merupakan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar:IPA bersifat open ended.

3. Proses

Pembelajaran IPA merupakan proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.

4. Aplikasi

Pembelajaran IPA sebagai aplikasi merupakan penerpan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

(3)

Tujuan Mata Pelajaran IPA

Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (dalam arinil.wordpress.com)

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang Lingkup Materi IPA

Tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi diterapkan untuk setiap muatan mata pelajaran IPA untuk kelas V dan VI SD/MI. Menurut ruang lingkup materi sesuai dengan standar isi (Permendikbud nomor 64 tahun 2013)

1. Rangka dan organ tubuh manusia dan hewan.

2. Makanan, rantai makanan, dan keseimbangan ekosistem 3. Perkembangbiakan makhluk hidup

4. Penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungan 5. Kesehatan dan system pernafasan manusia 6. Perubahan dan sifat benda

(4)

7. Hantaran panas, listrik dan magnet 8. Tata surya

9. Campuran dan larutan

Kompetensi inti merupakan terjemah atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari siswa untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element). (Kurikulum 2013 kompetensi inti dan kompetensi dasar SD/MI).

Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti (KI). Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai siswa. Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar SD/MI yang akan disajikan dalam pembelajaran IPA kelas V semester II secara rinci akan disajikan dalam tabel 2.1 berikut.

(5)

Tabel 2.1

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V semester II

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati dan mencoba [mendengar, melihat, membaca] serta menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain

3.4Mengenal rangkaian listrik sederhana dan sifat magnet serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

4. Menyajikan pengetahuan factual dan konseptual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang

mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia.

4.4 Membuat kompas sederhana untuk mendeteksi medan magnet bumi

Sumber : Permendikbud nomor 64 tahun 2013 2.1.2 Hasil Belajar

Nana Sudjana (2012:22) mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman-pengalaman

(6)

belajarnya. Winkel (2007 : 59) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu pembelajaran.

Menurut Purwanto (2009:3) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu. Leo sutrisno (2008:25) mengemukakan “hasil belajar” merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran.

Berdasarkan teori Benjamin S. Bloom (dalam Indra, 2009) hasil belajar dalam rangka studi melalui tiga kategori ranah antara kognitif merupakan Berdasarkan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penialaian. afektif merupakan Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menialai, organisasi dan karaketr nilai. Psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Jadi dari beberapa definisi hasil belajar diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah melakukan kegiatan dengan proses penilaian melalui kegiatan atau prosedur dalam pembelajaran yang menghasilkan skor dari unjuk kerja dan tes.

Assesmen menurut Wardani Naniek Sulistya dkk (Assesmen pembelajaran SD 2012:48) adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian adalah metode yang biasa digunakan untuk menentukan mutu unjuk kerja individu; pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seorang atau karakteristik sesuatu; penafsiran data hasil pengukuran.

Pengukuran menurut Wardani Nanik Sulistya dkk (Asessmen pembelajaran SD 2012:47) secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatau gejala atau peristiwa.

(7)

Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrument. Dalam dunia pendidikan instrument yang sering digunakan seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Tes menurut Wardani Naniek Sulistya Wardani dkk (Assesmen pembelajaran 2012:48) adalah salah satu contoh instrument atau alat pengukuran yang paling banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. (Suryanto Adi, dkk 2009) Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau antribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Suharsimi Arikunto (2001:32) mengatakan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Dalam melaksanakan asesmen pembelajaran maka perlu memperhatikan tekhnik asesmen pembelajaran. secara umum teknik penilaian dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik nontes.

Teknik tes menurut Wardani Naniek Sulistya 2012: 142 Tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Menurut Endang Poerwanti 2008:4-9) jenis-jenis tes adalah tes lisan (menuntut jawaban secara lisan). Tes tertulis (menuntut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan).

Teknik non tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task analysis (analisis tugas), checklists andrating scales dan portofolio.

Wardani, Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) membagi teknik nontes menjadi 7 macam yaitu

(8)

a. Unjuk Kerja

Suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi; keterampilan menari; dan lain sebagainya.

b. Penugasan

Penugasan merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

c. Tugas Individu

Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pemmbuatan makalah dan sebagainya.

d. Tugas Kelompok

Hampir sama dengan tugas individu, namun bedanya tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.

e. Laporan

Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan lain sebagainya.

f. Response dan Ujian Praktik

Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian praktik dapat dilakukan pada awal praktik atau setelah melakukan praktik.

(9)

g. Portofolio

Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Portofolio dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaan sehari-hari, evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.

Menurut Arikunto (2009:25) Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Evaluasi menurut Wardani Naniek Sulistya dkk (2012:51) merupakan proses pemberian makna atau penetapan kualitas pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembandingan dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan penilaian Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegaiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

(10)

2.1.3 Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Model pembelajaran STAD merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang sederhana bagi guru untuk melakukan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran STAD paling awal dan dikembangkan oleh para penelitian pendidikan yaitu Robert Slavin bersama rekan-rekannya di John Hopkin Universitas Amerika Serikat. Menurut Slavin (2008:143-146) ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan nilai individu dan penghargan kelompok.

Menurut Rachmadiarti (2001) dalam model pembelajaran kooperatif, diberikan beberapa jenis pendekatan yang salah satunya STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran. Pada STAD siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri dari dua laki-laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan melakukan diskusi.

Menurut Agus Suprijono (2009) STAD merupakan salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif. Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.

Langkah-langkah model pembelajaran STAD menurut Hamdani (2010:93) yaitu

a. Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).

(11)

c. Guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggotanya yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya, sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu.

e. Memberi evaluasi f. penutup

Langkah-langkah pelaksanaan STAD menurut Agus Suprijono (2011:133) adalah sebagai berikut :

a. Membentuk kelompok yang anggotanya =4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)

b. Guru menyajikan pelajaran

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya kelompok yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti

d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis siswa tidak boleh saling membantu

e. Memberi evaluasi f. Kesimpulan.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Miftahul Huda (2013:201) adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibentuk dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri dari 4-5 anggota (campuran berdasarkan nilai awal yang didapat)

2. Guru menyajikan materi atau memberi pengajaran pada siswa 3. Guru membagikan lembar kerja pada tiap anggota kelompok

4. Siswa melakukan kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru sesuai materi ajar yang disampaikan guru

(12)

5. Diadakan tes individu yaitu siswa mengerjakan kuis untuk mengecek pemahaman siswa setelah melaksanakan diskusi

6. Rekognisi atau pemberian penghargaan pada tim yang mendapat hasil belajar yang baik

Berdasarkan uraian dari beberapa pakar maka langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD adalah

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru membentuk kelompok 4-5 orang secara heterogen

3. Guru menyajikan materi/informasi atau siswa membaca buku dan mempelajarinya.

4. Siswa diberi tugas dalam kelompok

5. Siswa diminta mengerjakan kuis secara individu

6. Evaluasi untuk setiap kelompok mempresentasikannya.

7. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada siswa secara individual. 8. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran

9. Peningkatan nilai individual

10.Guru memberikan rekognisi atau penghargaan pada tim yang mendapat hasil belajar yang baik

2.1.4 Pendekatan Scientific

Pada penerapan implementasi kurikulum 2013 disekolah, guru harus meggunakan pendekatan ilmiah (scientific) proses pembelajaran dengan pendekatan scientific menyentuh tiga ranah, yaitu:sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam kriteria pendekatan scientific terdapat 7 kriteria pendekatan scientific antara lain (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata. (2) Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru siswa terbatas dari pra sangkayang serta merta pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. (3) Mendorong dan

(13)

menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran. (4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. (5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. (6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. (7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produsif,kreatif, inofatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan seperti tergambar di bawah ini. 1. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” 2. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. 3. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” 4. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 4. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. 5. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.

Dalam pembelajaran disekolah menekankan pada kurikulum 2013 melalui pendekatan scientific. Pendekatan scientific dalam pembelajaran meliputi langkah-langkah seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring. (Sosialisasi kurikulum 2013 pendekatan scientific dalam Wradani Naniek Sulistya hal 143).

(14)

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang menggunakan model pembelajaran STAD ini pernah dikaji adalah sebagai berikut :

Judul penelitian “ Upaya meningkatkan hasil belajar tema pasar melalui model pembelajaran STAD siswa kelas III SD Negeri Besani Blado Batang semester 2 tahun 2011/2012 “ yang dilakukan oleh Sri Sumiyatik (2012). Jenis penelitian ini adalah (PTK). Hasilnya adalah siklus I sebesar 51,00 menjadi 69,67. Siklus II 85,85 menjadi 88,34. Persentase ketuntasan belajar mengalami peningkatan dari 13,32% meningkatan menjadi 26,68% dan 93,38% pada siklus II. Untuk skor minimalnya yaitu 35,55 dan 75 dan skor maksimal yaitu 75, 85. Kekurangannya adalah guru kurang mengorganisasi kelas serta tidak menggunakan alat peraga dan kurang memberikan penguatan siswa. Solusinya adalah guru harus mengorganisasi kelas dengan baik agar pembelajaran lancer dan menggunakan alat peraga serta memberikan penguatan kepada siswa.

Penelitian yang sejajar lainnya adalah penelitian yang berjudul “ Upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas IV SD Negeri Kalisari kecamatan Blado kabupaten Batang” oleh Seno (2012) . Hasilnya adalah meningkatnya hasil belajar siswa terlihat pada rata-rata kelas pada kondisi awal (pra siklus) 47,60 pada siklus I naik menjadi 66,40 atau peningkatan sebesar 18,80 atau 39,49% . siklus II rata-rata naik menjadi 73,20 atau peningkatan 6,80 atau 10,24%. Ketuntasan belajar pada kondisi awal 20% pada siklus I 60% pada siklus II 80%. Skor minimal pada kondisi awal 30 pada siklus I naik menjadi 40, dan siklus II menjadi 50. Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal 80, pada siklus I naik menjadi 90 dan siklus II menjadi 100. Kekurangannya adalah sebagian siswa belum sepenuhnya mengikuti scenario pembelajaran yang ditetapkan oleh guru/peneliti. Dan guru belum memanfaatkan media pembelajaran audio visual. Solusinya adalah guru harus merancang scenario secara efektif supaya

(15)

siswa dapat mengikutinya dengan maksimal dan pemanfaatan media pembelajaran audio visual dengan efektif.

Judul penelitian “Upaya meningkatkan hasil belajar matematika tentang menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas V SDN Timbangan 01 kec. Banyuputih kab. Batang” oleh Sumiyati (2012) Hasilnya adalah pada siklus I keberhasilan pembelajaran matematika dari jumlah siswa 17 anak yang tuntas adalaha 64,71%, dan siklus II siswa yang tuntas adalah 88,24% peningkatan yang signifikan pada ketuntasan belajar siswa yaitu menjadi 25 % pada akhir siklus II meningkat menjadi 100%. Sedangkan kekurangannya adalah pengolahan waktu pembelajaran oleh guru belum sesuai dengan rencana pelaksanaan model STAD dan mengatur tempat duduk dalam membentuk kelompok belum maksimal. Solusinya adalah guru perlu perancangan langkah pembelajaran yang efektif sehingga tidak terbuang waktu seperti mengatur tempatduduk siswa.

Penelitian yang berjudul “Peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media kongkrit pada siswa kelas II SD Negeri 12 Purwodadi kecamatan Purwodadi kabupaten Grobogan” oleh Heri Tri Guntari (2012). Hasilnya adalah sebelum pembelajaran STAD dengan menggunakan media kongkrit ketuntasan belajar siswa dalam kelas 50% atau 29 siswa. Setelah menggunakan model pembelajaran STAD siklus I Meningkat ketuntasan belajar siswa menjadi 71% atau 41 siswa yang tuntas. Dan siklus II diperoleh ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 90% atau 52 siswa. Kekurangannya adalah guru tidak menegor siswa yang tidak memperhatikan sehingga kelas menjadi ramai dan kurangnya maksimal dalam melaksanakan item-item kinerja guru. Solusinya adalah guru perlu bertindak tegas untuk menegor siswa dan bisa mengkondusifkan kelas serta dapat memaksimalkan item-item kinerjanya.

Penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA (Sains) melalui metode cooperative learningtipe student teams achievement division (STAD) pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Ledok 02” oleh Donatus (2008).

(16)

Hasilnya adalah meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa pada matapelajaran IPA. Siklus I peningkatan ketuntasan hasil belajar dengan presentase sebesar 79.55 atau 63,75% dari ketuntasan belajar siswa sebesar 56,82. pada siklus II peningkatan mencapai presentase sebesar 97.73%. Peningkatan yang signifikan belajar siswa yaitu menjadi 80 % pada akhir siklus II. Sedangkan kekurangannya adalah guru belum pernah menerapkan model pembelajaran STAD yang mengakibatkan kurang terorganisir dalam kelompok yang menyebabkan keramaian dalam kelas. Solusinya adalah guru perlu memahami dan mempelajari langkah-langkah model pembelajaran tersebut agar dapat mengorganisir kelompok dengan kondusif di dalam kelas.

2.3 Kerangka Berfikir

Pada penelitian yang dilakukan dilapangan proses pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, sehingga guru mendominasikan waktu belajar dengan memberikan metode ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau soal.. Hal seperti itu yang membuat hasil belajar yang belum tercapai yaitu nilai rata-rata siswa masih dibawah KKM. Dengan adanya permasalahan yang terjadi maka perlu diperbaiki melalui model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific. Model pembelajaran yang diterapkan berupaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan menambah semangat dalam kerja kelompok untuk memperoleh skor individual. Berhubungan dengan hal di atas, maka guru perlu melakukan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali dengan menerapkan model pembelajaran STAD untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal di atas KKM > 90.

Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific hasil belajar IPA siswa kelas V SD N Kutowinangun 09 Salatiga masih belum tercapai. Dengan belum tercapainya hasil belajar IPA tersebut guru berupaya meningkatkan hasil belajar IPA dengan melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan adalah siswa diminta menyimak tujuan pembelajaran dikelas, setelah itu siswa dibentuk dalam 4-5 orang. Siswa menanya, siswa menalar, siswa mencoba, siswa mempresentasikan, siswa menjawab kuis.

(17)

Langkah-langkah pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific adalah sebagai berikut.

1. Menyimak tujuan pembelajaran mengenal sifat magnet

2. Membentuk kelompok @4 orang

3. Menyimak teks mengenal sifat magnet 4. Menanya tentang sifat-sifat magnet 5. Menalar tentanag sifat-sifat magnet 6. Mencoba cara membuktikan sifat magnet 7. Presentasi kelompok

(18)

Gambar 2.1

Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD dengan Pendekatan Scientific

Pembelajaran IPA : KD 3.5 Mengenal rangkaian listrik sederhana dan sifat magnet serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran konvensional Pembelajaran IPA: KD 3.5 Mengenal rangkaian listrik

sederhana dan sifat magnet serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar ≤ KKM 90

Pendekatan scientific model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific

Unjuk Kerja 1. Menyimak tujuan pembelajaran mengenal sifat magnet

2.Membentuk kelompok @4 orang

kegiatan manusia

3. Menyimak teks mengenal sifat magnet

4. Menanya bagaimana cara membuktikan sifat magnet

Skor unjuk kerja 5. Menalar cara membuktikan sifat magnet

6. Mencoba cara membuktikan sifat magnet

7. Presentasi kelas

8. Siswa mengerjakan kuis

Skor akhir/hasil Belajar Skor hasil Unjuk Kerja Unjuk Kerja Unjuk Kerja Unjuk Kerja Unjuk Kerja Unjuk Kerja Unjuk Kerja

(19)

1.4. Hipotesis Tindakan

Hipotesis pada penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah peningkatan hasil belajar IPA diduga dapat diupayakan melalui model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific siswa kelas V SDN Kutowinangun 09 Salatiga semester II tahun 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kejadian obesitas pada SDN 08 Alang Lawas, Padang dikategorikan tinggi, sebagian besar siswa SDN 08

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa kadar protein untuk mendukung pertumbuhan benih ikan patin jambal yaitu 35% dengan rasio energi protein sebesar

Pertumbuhan di dalam ekonomi dan industri Malaysia adalah bergantung kepada keupayaan kita untuk mempertahankan kadar produktiviti yang tinggi dan daya saingan di arena

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian demi mengetahui dan menelaah lebih jauh mengapa saat ini banyak perusahaan tidak lagi memandang

diusulkan pada penelitian tentang prediksi hasil pemilihan umum adalah dengan menerapkan neural network dan neural network berbasis Particle swarm

Berdasarkan Undang – UndangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XI pasal 39 dijabarkan bahwa pendidik merupakan tenaga

(4) Masyarakat Desa bersama Pemerintah Desa dalam penyusunan rencana aksi Desa pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didampingi oleh kementerian dan/atau

Penelitian kualitatif merupakan metode baru karena popularitasnya belum lama, metode ini juga dinamakan postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat