• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosial menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya property sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah, sebab seperti dikatakan Reber, belajar adalah the proces of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”.

Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya yang dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal. Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan hal-hal yang telah dipelajarinya (Suprijono, 2009:3).

Joko Susilo (2009:23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Menurut Slameto (2010:2) dalam bukunya Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya. Beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

(2)

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior).

Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:

1) Belajar merupakan perubahan tingkag laku.

2) Perubahan tingkah laku itu terjadi karena didahului oleh proses latihan dan pengalaman secara berulang – ulang.

3) Perubahan tingkah laku karena belajar bersifat relatif permanen dan secara terus menerus.

2.1.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang dipeoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan sehingga lebih baik dari pada sebelumnya.

Menurut Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah segala kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Winkel dalam Purwanto (2008:45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:4) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam rapor, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan

(3)

untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar siswa, evaluasi diri terhadap kinerja siswa. Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam perilaku atau kecakapan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil atau nilai yang dicapai atau dimiliki siswa dari suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan selama mengalami aktivitas belajar yang merupakan bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses/pengalaman dalam belajar. Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses belajar digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Jadi, berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhinya.

2.1.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Menurut Slameto (2010:56-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kedua faktor yang ada sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Sedangkan menurut Sardiman (2014:39-47), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan

(4)

memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahawa faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah fisiologis dan psikologis yang terdiri dari motivasi, minat, kebiasaan dan cara belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan dan instrumental yang terdiri dari lingkungan keluarga (suasana rumah dan keadaan ekonomi), sekolah (model mengajar dan alat peraga yang digunakan) dan masyarakat (teman bergaul). Keduanya dapat diminimalisir apabila guru dalam hal ini selaku pendidik mampu dan mau berusaha mengorganisir atau mengelola proses belajar mengajar yang tidak hanay dilakukan di dalam kelas saja.

2.2 Hakikat IPA SD

2.2.1 Pengertian Pembelajaran IPA

IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di Sekolah Dasar. Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman lagsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata – kata dalam Bahasa Inggris yaitu natural science artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Berhubungna dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa – peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2010:3).

(5)

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).

Menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oelh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:141) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala – gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajarai segala sesuatu yang ada dialam yang dibangun atas dasar sikap ilmiah yang dipandang dari segi proses, produk dan pengembangan sikap.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Johnson, D & Johnson, R. (2003), tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta mengkomunikasikannya.

(6)

Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri (PERMEN) No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi “kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Maksud dari tujuan tersebut adalah agar siswa dapat memiliki pengetahuan untuk mempelajari gejala alam, beberapa jenis perangkat lingkungan yang dapat ditemukan melalui pengamatan, hal itu dilakukan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.

(7)

2.2.3 Pembelajaran IPA di SD

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya, memberikan pengalaman pada peserta didik untuk belajar menguji suatu pernyataan yang didapat

(8)

dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian tersebut mereka dapat memperoleh jawaban sementara dari pengamatan yang dilakukan. Adanya jawaban sementara yang dibuat dapat membantu peserta didik untuk berpikir logis terhadap suatu bentuk peristiwa alam yang terjadi karena pembelajaran IPA itu dapat membantu menjawab berbagai masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam yang terjadi (Trianto, 2010:151-153).

IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditunjukkan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup (Samatowa, 2010:2).

Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan kepada anak didik untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman secara langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara ilmiah.

2.3 Hakikat Anak Usia SD

Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun. Yang dibagi menjadi enam kelas, yaitu kelas 1 - 6. Ada dua tingkatan dalam pendidikan sekolah dasar, yaitu kelas rendah dan kelas atas. Kelas rendah terdiri dari kelas 1 - 3. Sedangkan kelas atas terdiri dari kelas 4 - 6. Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik.

1. Anak SD Senang Bermain.

Karakteristik ini menuntut untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya

(9)

mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

2. Anak SD Senang Bergerak.

Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.

3. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.

Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka belajar aspek –aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan – aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3‐4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

4. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan Sesuatu Secara Langsung.

Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep – konsep baru dengan konsep‐konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep‐konsep tentang

(10)

angka, ruang, waktu, fungsi‐fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melakukan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup (Sugiyanto).

2.4 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda, dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Isjoni, 2009 : 14-15).

Slavin (2009: 4) mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah kelompoknya. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam mengaktifkan semua siswa dan lebih berpusat kepada siswa

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak dalam Trianto, 2007:42).

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti

(11)

menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan kepada temannya. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) untuk meningkatkan partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, 3) memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berdeda latar belakangnya (Trianto, 2007:42).

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif oleh (Trianto, 2009:66-67) adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Sintaks

Pembelajaran Kooperatif

Perilaku

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan

demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar menjelaskan bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(12)

Berdasarkan enam fase sintaks pembelajaran kooperatif di atas, maka pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.

2.5 Model Kooperatif Tipe Jigsaw di Pembelajaran IPA SD

Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menulis topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white boart, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan ini dimaksud untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran baru.

Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Misalnya, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristic, kritik, interpretasi, dan histrografi, maka kelompok terbagi menjadi 4. Jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang. Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik, kelompok onterpretasi, dan kelompok histrografi. Kelompok-kelompok ini disebut home teams (kelompok asal).

Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagi materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik akan menerima materi tekstual dari guru tentang

(13)

heuristik. Tiap orang dalam kelompok heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep tersebut. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami konsep kritik demikian seterusnya.

Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota anggota yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari kelompok heuristik, kritik, interprestasi, dan hisrtografi.

Setelah berbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami topik metode penelitian sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep. Setelah diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil diskusi di kelompok ahli.

Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari (Suprijono, 2009 :89-91).

Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2009:77).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen, beranggotakan 4-6 siswa, setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi

(14)

belajar dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lainnya (Trianto, 2007:56).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran.

2.5.1 Langkah – langkah Model Pembelajarn Jigsaw ( Tim Ahli )

Menurut Trianto (2007:56) langkah - langkah pembelajaran jigsaw ( Tim Ahli ) adalah sebagai berikut :

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Guru mengatur tempat duduk

3) Siswa dibagi atas beberapa kelompok ( tiap kelompok anggotanya 5-6 orang ).

4) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

5) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

6) Anggota dari kelompok yang lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

7) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.

8) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu ( tes formatif ).

9) Guru memberi pengarahan kepada setiap kelompok untuk menyampikan hasil pengamatannya.

10) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Dapat disimpulkan oleh peneliti, bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan menggunakan mata pelajaran IPA dapat diterapkan dengan batasan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :

(15)

1) Kegiatan Awal :

a) Membuka pelajaran dengan salam b) Mengecek kehadiran siswa

c) Guru mengatur tempat duduk siswa d) Melakukan apersepsi

e) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Kegiatan Inti :

a) Guru menjelaskan/mengemukakan lagkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Jigsaw.

b) Guru mengajak siswa untuk menggali pengetahuan siswa materi IPA tentang sifat-sifat cahaya.

c) Guru memberikan materi dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagikan menjadi beberapa sub bab.

d) Membantu siswa memberi informasi.

e) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang)

f) Guru menyuruh setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab mempelajarinya.

g) Guru menyuruh tiap anggota kelompok yang lain yang telah mempelajari sub bab yang berbeda agar bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

h) Guru mengarahkan agar setiap kelompok setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajari temannya.

i) Guru memberi pengarahan kepada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi.

3) Kegiatan Penutup :

a) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

b) Guru melaksanakan evaluasi dengan membagi lembar tes formatif untuk dikerjakan secara individu

c) Guru menutup pembelajaran. d) Salam penutup.

(16)

Kebaikan metode Jigsaw : (a) Dapat membimbing peserta didik ke arah berpikir satu tujuan; (b) Untuk mengurangi kesalahan karena didiskusikan bersama tim ahli; (c) Perhatian peserta didik terpusat pada hal-hal yang dianggap penting; (d) Permasalahan yang terpendam dapat mendapat penjelasan guru pada waktu itu pula; (e) Semua siswa terlibat secara aktif.

2.5.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Menurut Sugiyanto (2010: 46) keunggulan model jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dapat digunakan secara efektif di tiap level, siswa telah mendapatkan keterampilan akademis mulai dari pemahaman, membaca maupun keterampilan kelompok untuk belajar bersama.

2. Pada kegiatan ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri

3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, serta akan merasa senang berdiskusi dalam kelompoknya.

Namun setiap kelebihan pasti diikuti juga dengan sisi kelemahannya, antara lain:

1. Untuk mengoptimalkan manfaat kerja kelompok, keanggotaan kelompok harus heterogen, baik dari segi kemampuan maupun karakteristik lainnya.

2. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam kelompok harus dibatasi agar kelompok tersebut dapat bekerja sama secara efektif, sebab suatu ukuran kelompok dapat mempengaruhi kemampuan produktivitasnya. 3. Guru cenderung menggunakan kompetensi untuk memotivasi siswa

mereka, dan sering mengabaikan strategi yang didalamnya terdapat kerjasama dan motivasi teman sebaya yang dapat digunakan untuk membantu siswa fokus terhadap prestasi akademik.

(17)

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2011) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Jigsaw Bagi Siswa Kelas VI SDN Klecoregonang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2011/2012”.Disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SDN Klecoregonang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun ajaran 2011/2012.

Penelitian yang dilakukan oleh Cicik Asti Tahapsari (2010) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Materi Pengaruh Globalisai melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Bagi Siswa Kelas IV SDN Wulung 4 Randublatung Kabupaten Blora Tahun 2009/2010”. Disimpulkan bahwa penelitian melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi pengaruh globalisai.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2009) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Memahami Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas IV dengan metode jigsaw SDN Sukamulya 2 Tahun 2009/2010. Disimpulkan bahwa penelitian melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan siswa.

Penelitian ini relevan dengan penelitian Aceng Haetami dan Supriadi (2008) dalam jurnal pendidikan Nasional yang telah melakukan penelitian dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan“. Dari penelitian diatas ada persamaan dengan apa yang dilakukan oleh peneliti penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dan perbedaannya adalah, variabel yang diteliti dan kelas yang diteliti tidak sama. Model pembelajaran tipe jigsaw memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa, melatih siswa untuk dapat berkomunikasi dan saling membelajarkan. Dengan siswa mencari dan melakukan sendiri

(18)

pembelajaran tersebut maka siswa dapat mengingat lebih baik hasil atau proses yang telah siswa lakukan dalam pembelajaran.

2.7 Kerangka Berfikir

Ada berbagai macam cara guru untuk menigkatkan hasil belajar siswanya, misalnya dengan menggunakan media yang beragam agar pembelajaran tidak membosankan bagi siswa. Untuk itu salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat mengubah paradigma pembelajaran agar media yang digunakan dapat membangkitkan semangat belajar siswa serta hasil belajar siswa meningkat. Karena dengan menggunakan model ini siswa dilatih untuk menjadi tutor (tim ahli) dan melatih tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajarinya.

(19)

Tabel 2.2 Kerangka Berfikir Kondisi awal Guru belum menggunakan model Jigsaw

-Siswa kurang aktif -Siswa ngantuk -Siswa bosan

Hasil belajar siswa belum mencapai KKM

Menggunakan model Jigsaw dalam pembelajaran IPA melalui 2 siklus Tindakan

Karakteristik siswa SD: 1.Senang bermain 2.Senang bergerak 3.Senang berkelompok 4.Senang melakukan sesuatu secara langsung

Kelebihan model Jigsaw:

1. Dapat digunakan secara efektif 2. Mengarahkan dan memotivasi

siswa untuk belajar mandiri. 3. Menumbuhkan rasa tanggung

jawab siswa.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA meningkat mencapai KKM. Kondisi akhir

(20)

2.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Randuacir 01 Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 Kota Salatiga, pokok bahasan “sifat-sifat cahaya”.

Gambar

Tabel 2.2  Kerangka Berfikir  Kondisi awal  Guru belum  menggunakan model  Jigsaw

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, PT BNI Syariah Kudus dan PT BRI Syariah Kudus, belum sepenuhnya mengimplementasikan konsep pembiayaan berbasis syariah, namun PT Bank Muamalat

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa kadar protein untuk mendukung pertumbuhan benih ikan patin jambal yaitu 35% dengan rasio energi protein sebesar

The theory of social class, review on the upper class ways of life, and review on Europe in 1800’s help me in analyzing the European upper-class way of life and how it is

Artinya bahwa perbankan syariah atau Bank Muamalat Indonesia (BMI) harus mampu memberikan layanan yang sesuai dengan harapan nasabah yang berdasarkan prinsisp-prinsip hukum

Peserta didik dapat diajarkan materi yang berkaitan dampak bencana alam terhadap masyarakat sekitar. Peserta didik dapat diajarkan langkah strategi menanggapi bencana

Berdasarkan Undang – UndangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XI pasal 39 dijabarkan bahwa pendidik merupakan tenaga

Ni Nengah Widyani (2011) dalam penelitian yang berjudul Teknik Supervisi Kunjungan Kelas sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan dan Profesionalisme Guru SD 3 dan 10

Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui nilai perubahan lahan sawah pada kabupaten Banjar kecamatan Gambut dari tahun 2010 dan tahun sekarang (2016) dengan