7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.1.Pengertian Pembalajaran Kooperatif
Isjoni (Taniredja dkk, 2011:55) mengemukakan “cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode dimana dalam pembelajaran bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Dengan belajar kelompok, siswa akan mampu berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu siswa juga akan merasa tertarik dalam pembelajaran karena mereka akan terangsang untuk mendalami materi yang ditugaskan oleh guru.
Riyadi Purworedjo (Taniredja dkk, 2011:56) mengemukakan
“pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Dalam kegiatan belajar mengajar sering kali ditemukan siswa yang tidak mau bergaul atau belajar bersama dengan temannya. Banyak ditemukan siswa yang merasa minder dalam pembelajaran atau bahkan malah ada siswa yang merasa sudah pandai sehingga sering meremehkan teman-temannya. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa akan mampu bekerjasama dengan temannya.
Siswa akan belajar menghargai temannya karena terjadi interaksi antar siswa dan siswa akan saling bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Menurut pendapat Suprijono (2009:61) “model pembelajaran koperatif adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk mancapai hasil belajar
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial”.
Rasa kebersamaan yang baik akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, selain itu saling mambantu dalam menyelesaikan masalah juga dapat mengembangkan kemampuan sosial pada diri siswa. Sebagai tambahan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikarenakan siswa benar-benar memahami materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan pendapat Isjoni, Purworedjo dan Suprijono maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan metode pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.
2.1.1.2.Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Prinsip – prinsip pembelajaran kooperarif menurut Roger dan johnson (Rusman, 2010:212) terdapat lima unsur dasar yaitu :
1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok.
Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
2) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut 3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction),
yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain
4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran
5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif sebagai pedoman bagi guru jika akan melaksanakan pembelajaran. Sebagai pedoman bagi guru maka pelaksanaan pembelajaran kooperatif akan dapat membantu guru dalam penyampaian materi pelajaran khususnya dalam mata pelajaran IPA. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan guru dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif agar dapat membuat siswa menjadi mampu mengembangkan kreativitanya dalam berkomunikasi, kerjasama dan berpartisipasi dalam pembelajaran.
2.1.1.3.Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman (2011:211) terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel. 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Tahap Tingkah laku guru
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar
Tahap 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan
Tahap 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien Tahap 4
Membimging kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap 5 Guru mengevaluasi hasil belajar
Evaluasi tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Sumber : Rusman (2011 : 211)
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD 2.1.2.1.Pengertian STAD
Student Team Achievment Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif. Tipe STAD yang dikembangkan oleh Slavin ini merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi si antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam mengusasi materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Menurut Slavin (Taniredja dkk, 2011:64), tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk pemulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Di samping itu metode ini juga sangat mudah diadaptasi dalam beberapa mata pelajaran. Model pembelajaran STAD dapat menjadi variasi baru dalam melakukan pembelajaran di sekolah, disamping itu model pembelajaran STAD mudah diadaptasi dalam berbagai mata pelajaran.
Student Teams Achievment Divisions (STAD) atau Divisi Pencapaian Kelompok Siswa merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin. STAD merupakan tipe kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antar siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2009:51).
Dengan siswa belajar secara kelompok dan siswa saling membantu dalam menyelesaikan suatu masalah, maka siswa akan saling memotivasi untuk mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan pemikiran Isjoni maka pembelajaran dengan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa telah benar-benar memahami materi dengan baik.
Rusman (2011:214) gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling terdorong dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mendapatkan hadiah, maka mereka harus membantu teman sekelompok dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan guru, tetapi tidak diperbolehkan saling membantu saat mengerjakan kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan).
Penggunaan STAD dalam pembelajaran akan memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi ajar kepada siswanya. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran, dan siswa aktif mempelajari materi ajar yang telah ditugaskan oleh guru. Siswa akan belajar dengan sebaik-baiknya agar kelompoknya menjadi yang terbaik. Jadi kerjasama yang terjalin antar anggota kelompok dapat berjalan dengan baik. Walaupun siswa bekerja secara kelompok tetapi siswa harus menguasai materi secara individu. Saat guru mengadakan kuis, siswa mengerjakan kuis secara individu tidak boleh saling membantu sehingga siswa benar-benar memahami materi.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koopratif tipe STAD adalah pembelajaran kelompok yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antar siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok namun tidak boleh bekerja sama saat mengerjakan kuis sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk menguasai materi.
2.1.2.2. Komponen Utama STAD
Terdapat 5 komponen utama dalam melaksanakan STAD (Taniredja dkk, 2011:65), yaitu:
1) Presentasi Kelas, guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan mamberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa
dapat menghubungan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
2) Tim/Tahap kerja kelompok. Tim yang terdiri dari empat atau 5 siswa mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas. Guru sebagai fasilitator dan motivator. Hasil kerja kelompok ini dikumpulkan.
3) Kuis/Tahap tes individu, diadakan pada akhir pertemuan kedua dan ketiga, kira- kira 10 menit, untuk mengetahui yang telah dipelajari secara individu, selama mereka bekerja dalam kelompok. Siswa tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis.
4) Tahap perhitungan skor kemajuan individu, yang dihitung berdasarkan skor awal. Tahap ini dilakukan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik.
Tabel 2.2
Penghitungan Perkembangan Skor Individu
No Nilai Tes Skor
Perkembangan 1. Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin 2. 10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin 3. Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin 5. Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan
skor dasar)
40 poin Sumber: Slavin (2014:159)
5) Tahap pemberian penghargaan/rekognisi tim. Tim akan mendapatkan penghargaan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai criteria tertentu.
Tabel 2.3
Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
No Rata-rata Kualifikasi
1. 0 ≤ N ≤ 5 -
2. 6 ≤ N ≤ 15 Tim yang Baik (Good Team)
3. 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang Baik Sekali ( Great Team) 4. 21 ≤ N ≤ 30 Tim yang Istimewa (Super Team)
Sumber: Rusman (2010:216)
2.1.2.3. Langkah-langkah STAD
Menurut Slavin (2014:143-146) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima langkah, yaitu:
1) penyajian kelas, 2) belajar kelompok, 3) kuis,
4) perkembangan individu, dan 5) penghargaan kelompok.
Seperti yang dikemukakan Slavin (Rusman, 2011:215-216) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari:
1) penyampaian tujuan dan motivasi, 2) pembagian kelompok,
3) presentasi dari guru,
4) belajar kelompok atau kerja tim, 5) kuis atau evaluasi,
6) penghargaan prestasi kelompok.
Menurut Slavin dan Rusman, Suprijono (2012:133-134) mengemukakan langkah-langkah STAD, yaitu:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
5) Memberi evaluasi 6) Kesimpulan
Langkah-langkah pembelajaran STAD apabila diuraikan dalam kegiatan pembelajaran dengan acuan pendapat para ahli adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan, hal-hal yang perlu diperhatikan guru antara lain:
a. Guru memberikan apersepsi dan motivasi tentang materi pelajaran yang akan diberikan.
b. Guru menjelaskan tujuan pembelajara yang akan diberikan.
2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
a. Guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang heterogen.
b. Guru memberikan materi pelajaran yang dibahas pada hari itu.
c. Guru memberikan tugas untuk dibahas secara berkelompok oleh masing- masing kelompok
d. Masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menemukan jawaban pada tugas yang diberikan.
e. Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya f. Tangapan dari kelompok lain (tanya jawab)
g. Guru memberikan tes atau kuis yang dikerjakan secara individual.
h. Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang aktif di dalam berdiskusi pada tugas yang diberikan.
3) Kegiatan penutup
a. Guru menyimpulkan materi pelajaran yang diberikan b. Guru menutup pembalajaran
2.1.2.4.Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Soewarso (Krisdianto, 2010:34) kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
1) Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat berlatih belajar mandiri.
2) Pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi.
3) Penilaian terhadap individu, kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakan.
Solusi dari kelemahan tersebut adalah Guru harus bisa menyesuaikan antara materi dengan metode STAD dengan baik dan guru lebih intensif dalam membimbing dan menegur siswa yang ramai. Di dalam kelompok diberi tugas masing-masing secara merata dengan cara tersebut siswa akan bekerja dan saling bertukar pikiran dan anak yang kurang pandai tidak akan menggantungkan anak yang pandai. Meskipun banyaknya kelemahan yang timbul, menurut Soewarso (Krisdianto, 2010:35) pembelajaran kooperatif juga memiliki keuntungan, yaitu :
1) Pelajaran kooperatif mempermudah siswa untuk mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas.
2) Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
3) Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama- sama.
4) Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
5) Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
6) Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuannya.
7) Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk membibing siswa dalam belajar bekerja sama.
2.1.3. Motivasi Belajar
2.1.3.1.Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Depdiknas, 2001:744).
Segala tindakan yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai tujuan.
Seseorang akan tergerak untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan.
Tindakan/usaha yang dilakukan manusia dapat secara sadar maupun tidak sadar.
Motivasi dalam diri manusia dapat timbul dikarenakan manusia mempunyai tujuan yang akan dicapai. Motivasi dapat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia tergantung dari tujuan yang akan dicapai.
Mc. Donald (Djamarah, 2011:148) mengatakan bahwa, “motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan”. Jadi motivasi untuk belajar merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.
Setiap siswa pasti mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, begitu pula dalam hal motivasi belajar siswa. Terdapat siswa yang semangat dan ada pula siswa yang kurang termotivasi dalam menerima pelajaran. Menurut pendapat Mc. Donald, motivasi siswa yang kuat dalam pembelajaran akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan pemikiran Mc. Donald, peneliti beranggapan bahwa motivasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Jika motivasi belajar kuat maka hasil belajar pun akan meningkat.
M. Dalyono (Djamarah, 2011:201) “Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar”. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.
Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. (Suprijono, 2011:163)
Motivasi belajar yang timbul dalam diri siswa bukan hanya berasal dari dalam diri siswa itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh dorongan di luar diri siswa seperti lingkungan kelas, suasana saat pembelajaran, karakteristik guru dan hubungan dengan teman-temannya. Untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam pembelajaran maka guru harus mampu memahami siswanya dengan baik sehingga siswa dapat termotivasi dan mendapatkan hasil belajar yang baik.
Hanafiah (2011:26-27) berpendapat motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Bentuk motivasi siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari perilaku siswa saat mengikuti pembelajaran. Perilaku yang mencerminkan siswa termotivasi dapat dilihat secara langsung seperti aktif, kreatif, inovatif dan masih banyak lagi yang lainnya. Jika siswa termotivasi dalam pembelajaran maka perubahan perilaku yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor akan berjalan dengan baik sesuai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, baik internal atau eksternal untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan yang dikehendakinya. Sedangkan motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang baik internal atau eksternal untuk belajar dan mengubah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.
Motivasi memiliki dua komponen yaitu komponen dalam (inner komponen) dan komponen luar (outer component).
Komponen dalam adalah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, dan ketegangan psikologis.
Komponen luar adalah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah perilaku. Jadi komponen dalam merupakan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak dicapai (Hamalik:
159).
Antara kebutuhan-motivasi-perbuatan, tujun dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang kuat. Setiap perbuatan senantiasa karena adanya dorongan motivasi. Tombulnya motivasi oleh karena seseorang merasakan kebutuhan tertentu dan karenanya perbuatan tadi terarah pada pencapaian tujuan tertentu pula. Apabila tujuan telah tercapai maka akan merasa puas. Kelakuan yang memberikan kepuasan terhadap sesuatu kebutuhan akan cenderung untuk diulang kembali, sehingga ia akan menjadi lebih kuat dan lebih mantap.
2.1.3.2.Jenis Motivasi
Menurut Hanafiah (2011:27) motivasi digolongkan dalam dua jenis yaitu:
1) Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari diri siswa itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri dari lubuk hati yang paling dalam.
2) Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor di luar siswa, seperti adanya pemberian nasihat dari guru,hadiah, kompetisi sehat antarsiswa, hukuman, dan sebagainya.
Sulit untuk menentukan jenis motivasi manakah yang lebih baik antara motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik. Memang yang dikehendaki ialah timbulnya motivasi intrinsik pada siswa akan tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Karena itu adanya tanggung jawab guru agar pengajaran siswa berhasil dengan baik maka membangkitkan motivasi ekstrinsik. diharapkan lambat laun akan timbul kesadaran sendiri pada siswa untuk belajar. Jadi, sasaran guru adalah melimbulkan self motivation.
2.1.3.3.Fungsi Motivasi Belajar
Menurut Hanafiah (2011:27) motivasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar siswa.
2) Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar siswa.
3) Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
4) Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebiih bermakna.
2.1.3.4. Unsur-unsur Motivasi
Akbar (2011) berpendapat bahwa ada 3 unsur motivasi yaitu : 1) Tujuan
Manusia adalah makhluk bertujuan, meskipun tidak ada manusia yang mempunyai tujuan yang benar-benar sama di dalam mengarungi hidup, demikian juga organisasi, pasti mempunyai
tujuan. Idealnya semua manusia organisasional memiliki motivasi yang tinggi. Manusia organisasional yang memiliki motivasi tinggi sadar bahwaantara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak terpisahkan walaupun terpisahkan tidak terlalu senjang.
2) Kekuatan dari dalam diri individu
Manusia adalah insane yang memiliki energi, apakah itu energi fisik, otak, mental, maupun spiritual. Energi-energi tersebut berakumulasi dan menjelma daklam bentuk dorongan batin untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu tugas secara tepat waktu.
Manusia organisasional bekerja di dalam organisasi semata-mata karena terpanggil untuk berbuat tanpa mengingkari ada maksud- maksud yang ingin dicapai dalam pekerjaan, seperti gaji dan mengisi waktu luang.
3) Keuntungan
Bahwa manusia manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan, pemikiran ini sangat manusiawi. Meski harus dihindari pemikiran seperti ini yang hanya ingin bekerja manakala ada keuntungna langsung di peroleh. Keuntungan ini akan menjadi sumber bahayabagi manusia organisasional. Manusia organisasional adalah makhluk normal yang taraf pengabdiannya tinggi sekalipun, dalam proses kerja tidak terlepas dari adanya hasrat ingin meraih sesuatu.
Kebijakan manajemen yang bermutu merupakan kunci utama bagi organisasi manusia yang ingin mencapai tujuan hidup. Adapun salah satu ciri manajemen yang baik adalah adanya perencanaan yang baik yang disusun sesuai dengan potensi pendukung untuk mencapai tujuan yang dicapai. Manajer dalam pelaksanaan tugasnya tidak berdiri sendiri, akan tetapi terikat dengan pengikut- pengikutnya.
2.1.3.5.Indikator Motivasi Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk/keterangan (Depdiknas, 2001:430). Kaitannya dengan motivasi maka indikator adalah sebagai alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk ke arah motivasi. Motivasi seseorang terhadap sesuatu akan diekpresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan motivasinya. Untuk mengetahui indikator motivasi dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan- kegiatan yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dengan demikian untuk menganalisis motivasi belajar siswa dapat digunakan beberapa indikator motivasi sebagai berikut :
Menurut Uno (Suprijono, 2011:163) indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil
Manusia tentu mempunyai suatu tujuan di dalam melakukan sesuatu. Rasa keinginan yang kuat akan memicu manusia untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, manusia senantiasa secara maksimal untuk mencapai keberhasilan
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
Untuk mencapai keberhasilan belajar, manusia akan tertantang dalam proses belajar. Akan timbul suatu dorongan untuk mencapai keberhasilan belajar, dan manusia merasa butuh untuk belajar sebagai sarana untuk mencapai keberhasilan.
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan
Masa depan yang didambakan setiap manusia tentu akan tercapai jika manusia itu senantiasa berusaha dalam menjalankan aktivitas belajarnya.
Suatu cita-cita dan harapan akan senantiasa membayangi manusia dalam belajar sehingga manusia akan semangat belajar.
4) Adanya penghargaan dalam belajar
Sesuatu yang tak terduga dan membuat diri seseorang merasa senang adalah ketika seseorang mendapat suatu penghargaan. Penghargaan itu biasanya bersifat positif yang akan menambah semangat seseorang dalam belajar
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
Dalam proses belajar, tentu seseorang tidak selamanya melakukan kegiatan yang sama. Terdapat inovasi-inovasi dalam belajar sehingga seseorang akan tertarik untuk belajar. Ketertarikan seseorang dalam belajar akan meghilangkan sifat malas dan bosan pada pelajaran.
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik
Suasana yang nyaman dalam belajar akan mempengaruhi motivasi seseorang dalam pembelajaran. tentunya dibutuhkan situasi yang bisa
mendorong seseorang untuk belajar. Selain itu lingkungan yang mendukung juga akan memaksimalkan daya tarik atau motivasi seseorang dalam melakukan belajar, sehingga materi pelajaran akan diserap dengan baik.
Motivasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA khususnya pada materi bumi dan alam semesta.
2.1.3.6. Upaya Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa
Menurut De Deece dan Grawford (Djamarah, 2011:169) cara guru sebagai pengajar untuk memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Menggairahkan Anak Didik
Dalam rutinitas di kelas sehari-hari guru harus menghindari hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memberikan banyak hal yang menarik yang perlu dipikirkan dan dilakukan.
2) Memberikan Harapan Realistis
Guru memelihara harapan siswa yang realistis dan memodifikasi harapan yang kurang atau tidak realistis. Bila anak didik telah mengalami banyak kegagalan, guru memberikan sebanyak mungkin keberhasilan kepada siswa.
Harapan yang diberikan merupakan harapan yang terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang.
3) Memberikan Insentif
Bila siswa mengalami keberhasilan, guru memberikan hadiah kepada siswa dapat berupa pujian, angka yang baik, dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai mencapai tujuan pembelajaran.
4) Mengarahkan Perilaku Siswa
Guru memberikan respon terhadap siswa yang tak terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas. Siswa yang diam, membuat keributan, berbicara semaunya, dan lain-lain diberikan teguran secara arif dan bijaksana bukan dengan pemberian gelar negatif. Cara mengarahkan perilaku siswa adalah dengan memberikan tugas, bergerak mendekati, memberi hukuman mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan perkataan yang baik dan ramah.
2.1.4. Hasil Belajar
2.1.4.1. Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2011:22) mengemukakan “hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Belajar adalah usaha secara sadar yang mengasilkan perubahan tingkah laku pada diri manusia. Perilaku yang dihasilkan dari proses belajar dapat berupa kemampuan-kemampuan yang positif dalam diri manusia seperti kemampuan membaca, menulis, menghitung dan sebagainya. Dengan pengalaman yang didapat manusia pada proses belajar, manusia dapat memperoleh hasil belajar yang dapat dicapai sesuai kemampuan individu.
Menurut Reigeluth (Uno 2007:137) “hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda”.
Hasil belajar sering dijadikan pedoman sebagai ketuntasan dan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Jika siswa memperoleh hasil belajar yang telah ditentukan guru maka dapat dikatakan pembelajaran yang dilaksanakan telah berhasil, tetapi sebaliknya jika siswa memperoleh hasil belajar yang belum sesuai ketentuan maka pembelajaran dikatakan belum mencapai keberhasilan.
Dalam hal ini metode pembelajaran sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar yang diperoleh siswa.
Menurut Degeng (Uno 2007:139) “hasil belajar biasannya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan”.
Hasil belajar diidentikkan dengan hasil akhir dari suatu proses pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, tentunya terdapat tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Untuk mengukur keberhasilan dalam pembelajaran siswa akan memperoleh hasil belajar yang didapatkan setelah dilakukan evaluasi dalam pembelajaran. Hasil belajar yang didapatkan siswa mencerminkan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dicapai siswa.
Menurut Benjamin S. Bloom (Anni 2007:7) ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).
Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dari beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang dapat ditunjukkan dengan nilai tes/ evaluasi yang diberikan oleh guru pada akhir pembelajaran.
2.1.5. Pembelajaran IPA SD
2.1.5.1. Pengertian Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (BSNP, 2006:161)
Adapun Wahyana (Trianto, 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta akan tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Selain itu Susanto (2013:167) menyatakan “IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Pendapat Susanto ini memfokuskan definisi IPA pada subyek dan obyek yang dipelajari, cara mempelajari, serta hasil kegiatan mempelajari IPA berupa kesimpulan
Berdasarkan pendapat diatas maka pembelajaran IPA di SD adalah proses pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa SD untuk menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Kualifikasi kemampuan minimal siswa pada pembelajaran IPA dapat kita lihat pada Standar Kompetensi (SK) yang kemudian dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dan sebagai rujukan penyusunan indikator dalam proses belajar mengajar. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA SD kelas 5 dapat dirinci dalam Tabel berikut:
Tabel 2.4
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi dasar
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
2.1.5.2. Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA di jelaskan dalam BSNP (2006:62) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.5.3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut ini (BSNP, 2006:62).
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.2. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut Estiningsih (2013), dalam skripsi berjudul “Penggunaan Model STAD Dalam Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Blengorkulon Tahun 2012/2013”, kesimpulan yang dapat ditarik bahwa penerapan Model Pembelajaran STAD meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini yaitu: (1) penggunaan model STAD dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar; (2) hasil belajar pada siklus I dengan ketuntasan 42, 85%, siklus II 71, 43%, siklus III 85, 71%. Motivasi belajar siklus I rata-rata skor 65, siklus II 77, siklus III 85.
Menurut Donatus (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA (Sains) melalui metode cooperative learning tipe STAD pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Ledok 02 Salatiga Semester II tahun pelajaran 2011/2012” Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa metode cooperative learning tipe STAD meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA. Hasil analisis siklus I menunjukkan peningkatan motivasi belajar siswa, pada siklus I 63,75% dan meningkat menjadi 85,15% pada siklus II. Ketuntasan hasil belajar pada siklus I 79,55% dan meningkat menjadi 97,73% pada siklus II.
Penelitian yang telah diuraikan walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.
2.3. Kerangka Berpikir
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian
mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema rencana tindakan
Pada skema rencana tindakan dapat dijelaskan bahwa kondisi awal dalam proses pembelajaran, motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada SK: memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam. Tindakan ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II melalui pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah dilakukan suatu tindakan maka, diperoleh kondisi akhir yang merupakan hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu diharapkan motivasi dan hasil belajar siswa meningkat dengan KKM > 70 dan tingkat ketuntasan siswa 80%.
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
GURU: Masih menggunakan metode konvensional (ceramah)
GURU: Menggunakan Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
SISWA : Motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah < KKM
Siklus I = Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
Siklus II = Penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
Motivasi dan hasil belajar siswa meningkat dengan KKM >
70, dengan tingkat ketuntasan 80% pada materi Bumi dan alam semesta
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
a. Diduga dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi siswa Kelas 5 SDN 1 Campursari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Tahun Pelajaran 2013 / 2014.
b. Diduga dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas 5 SDN 1 Campursari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Tahun Pelajaran 2013 / 2014.