BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika
Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012:20) menyatakan bahwa “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia ” yang tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Sedangkan menurut Ruseffendi (1993: 27-28) matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definesi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Peran matematika dalam kegiatan pembelajaran menurut (Adams dan Hamm, 2010) yaitu a) matematika sebagai suatu cara berpikir. Pandangan ini berawal dari bagaimana karakter logis dan sistematis dari matematika berperan dalam proses mengorganisasi gagasan, menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan antar data, b) matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan hubungan. Dalam mempelajari matematika, siswa perlu menghubungkan suatu konsep matematika dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki, c) matematika sebagai suatu alat. Pandangan ini dipengaruhi oleh aspek aplikasi dan aspek sejarah dari konsep matematika, d) matematika sebagai bahasa atau alat untuk berkomunikasi. Matematika merupakan bahasa yang paling universal karena simbol matematika memiliki makna yang sama untuk berbagai istilah dari bahasa yang berbeda.
Jadi matematika adalah ilmu yang melibatkan bilangan-bilangan dalam pembelajaran dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1.2 Tujuan Matematika
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010:51). Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas Arends (dalam Trianto, 2010:51). Hal ini sesuai dengan pendapat joyce (2010:51) bahwa ”Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (Isjoni, 2010:50) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk pengajar dikelasnya. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengeskpresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Model pembelajaran terdiri dari 6 macam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar. Model pembelajaran tersebut antara lain pembelajaran langsung (direct instruction), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran diskusi (discussion learning), pengajaran konsep, pengajaran berdasarkan masalahdan model pembelajaran strategi (strategy learning) Arends ( dalam Trianto, 2010:53). Dalam mengajarkan suatu konsep/materi tertentu maka setiap model pembelajaran harus disesuaikan ataupun harus ada pertimbangan-pertimbangan seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010:37). Menurut Panitz (Suprijono, 2011:54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Pembelajaran kooperatif menurut (Arif, 2011:186) adalah model pembelajaran yang menekankan saling ketergantungan positif antar individu, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok. Untuk itu pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri antara lain adanya tujuan kelompok, akuntabilitas diri, kesempatan yang sama untuk berhasil, kompetisi antar kelompok, adanya spesialisasi tugas, dan adaptasi kebutuhan individu.
Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Jonhson & Johnson (Isjoni, 2010:17) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Menurut Isjoni (2010:10), Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan salingmemberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada adanya kerja siswa
dalam kelompok-kelompok kecil. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya belajar dan menerima apa yang diberikan guru dalam pembelajaran melainkan juga bisap belajar dari siswa lainya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa lain.
2.1.3.2 Elemen Pembelajaran Kooperatif
Unsur – unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (Isjoni, 2010:13) sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab, terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pendapat lain juga disampaikan Anita Lie (Sugiyanto, 2010:40) yang menyebutkan pembelajaran kooperatif memiliki elemen-elemen sebagai berikut: a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantuangan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Interaksi semacam itu sangat
penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan, maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompoknya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan elemen pembelajaran kooperatif adalah 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggungjawab individu, 3) komunikasi antar pribadi, 4) interaksi tatapmuka.
2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim (dalam Isjoni, 2010:27-28) mengemukakan beberapa tujuan pembelajaran kooperatif, antara lain:
a. Pembelajaran kooperatif tidak hanya meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Maksudnya yaitu pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berlatar belakang berbeda dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain.
c. Pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting karena untuk melatih siswa hidup bermasyarakat.
2.1.3.4 Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Keuntungan dari pembelajaran kooperatif (Sugiyanto, 2010:43) yaitu: a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen.
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. g. Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
Kelemahan pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2010:25) adalah sebagai berikut: 1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang telah ditentukan tidak melebihi batas.
Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan
kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan.
2.1.3.5 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional
Berikut ini adalah perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional menurut Sugiyanto (2010:42-43).
Tabel 1
Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok BelajarKonvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas- tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya „enak-enak saja‟ diatas keberhasilan temannya yang dianggap „ pemborong‟.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong
royong seperti kepemimpinan,kemampuan berkomunikasi,mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajarkelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
2.1.3.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2010:65) langkah pembelajaran kooperatif yaitu Langkah pertama, guru menyampaikan maksud dan tujuan pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Langkah kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Langkah ketiga, dengan cermat mempertimbangkan dalam menstruktur tugas kepada kelompok.
Langkah keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada langkah keempat ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya. Langkah kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Langkah keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada peserta didik.
2.1.4 Numbered Heads Together(NHT) 2.1.4.1 Pengertian NHT
NHT disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama. Kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif.NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1992 untuk melibatkan lebihbanyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Menurut Huda (2011:130), NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik
untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Menurut Rahayu (2006) NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas.
Menurut Lie (2004:59) NHT adalah suatu tipe dari pembelajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Sedangkan NHT menurut Trianto (2011:82) yaitu jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Jadi dapat disimpulkan NHT adalah model pembelajaran kooperatif dimana terdapat penomoran siswa dalam kelompok untuk bekerja sama dalam menyelesaikan soal.
2.1.4.2 Tahap-Tahap Pembelajaran NHT
Menurut Anita Lie (2004:60) tahapan pembelajaranNHT sebagai berikut: a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. d. Guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Sedangkan menurut Miftahul Huda (2011:138) menyebutkan tahapan pembelajaran NHT sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor
b. Guru memberikan tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
Dari kedua pendapat diatas, maka peneliti menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran NHT sebagai berikut ini:
Pembelajaran kooperatif tipeNHT di kelas diawali dengan pemberian nomor kepada siswa yaitu dengan cara guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa. Tiap-tiap orang dalam kelompok mendapatkan nomor yang berbeda-beda. Tahap berikutnya guru memberikan beberapa pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh tiap kelompok. Tahap selanjutnya tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan yang guru berikan. Tahap yang terakhir adalah tahap pemberian jawaban dari masing-masing kelompok, yaitu dengan cara guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan atau soal yang telah guru berikan. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, guru di dalam kelas harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan kooperatif agar semua siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti buat tentang langkah-langkah pembelajaran NHT di atas, maka peneliti juga membuat langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang disesuaikan dengan standar proses yang diatur didalam permendiknas no 41 tahun 2007. Isi dari standar proses tersebut juga mencerminkan langkah-langkah dari pembelajaran NHT, namun didalam isi standar proses akan diuraikan lebih jelas tentang proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Urutan isi dari standar proses no 41 tahun 2007 tentang kegiatan pelaksanaan pembelajaran di kelas yaitu kegiatan pertama adalah kegiatan pendahuluan, kemudian yang kedua adalah kegiatan inti. Kegiatan inti terdiri dari tiga macam kegiatan yaitu kegiatan eksplorasi, kegiatan elaborasi, kegiatan konfirmasi, selanjutnya kegiatan yang ketiga yaitu kegiatan penutup. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakanpun juga dilakukan secara runtut.
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan proses pembelajaran yang di kelas yang disesuaikan dengan isi dari standar proses no 41 tahun 2007
dimana proses belajar mengajar di kelas, pelaksanaan pembelajarannya juga mencerminkan langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Tabel 2
Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran NHT Sesuai Standar Proses
No Aktivitas guru 1. Kegiatan
Pendahuluan
a. Guru mengucap salam
b. Memberikan apersepsi dan motivasi c. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Kegiatan
Inti Tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran tipe NHT
Eksplorasi
a. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan kepada siswa b. Guru membentuk kelas kedalam 7 kelompok. Masing-masing
kelompok beranggotakan 4 orang.
c. Guru memberikan nomor yang berbeda-beda dalam kelompok sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok.
d. Guru memberikan lembar soal kepada masing-masing kelompok untuk dikerjakan.
Elaborasi
a. Siswa berdiskusi bersama teman kelompoknya untuk menemukan jawaban dari soal yang diberikan
b. Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok untuk maju kedepan kelas dan memberikan kesempatan menjawab
Konfirmasi
a. Siswa bersama guru menanggapi jawaban yang disampaikan siswa lain.
b. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal yang belum dikuasai
c. Guru memberikan Reward untuk kelompok terbaik 3. Kegiatan
Penutup
a. Siswa membuat rangkuman dari pembelajaran yang telah berlangsung
b. Guru memberikan tindak lanjut
2.1.4.3Kelebihan dan Kekurangan NHT
Dari kesimpulan yang peneliti buat tentang langkah-langkah NHT yang sudah diuraikan di atas, maka berikut ini akan peneliti uraikan tentang kelebihan dan kekurangan dari NHT menurut Hamdani (2011:90).
Kelebihan dari NHT yaitu pertama, siswa merasa siap semua dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Kedua, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. Ketiga, dalam kerja kelompok, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Sedangkan kekurangan dari NHT yaitu
pertama, kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. Kedua, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2011:22) menjelaskan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2011:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.Hasil belajar menurut Dimyati (2006:3) adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Menurut Suprijono (2010:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Jadi hasil belajar adalah perubahan yang diperoleh siswa baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya setelah proses pembelajaran.
Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Berdasarkan teori taksonomi Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Dari beberapa definisi hasil belajar diatas, maka hasil belajar siswa itu merupakan aspek penting dalam setiap proses pembelajaran karena hasil belajar dapat mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru. Semakin tinggi tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan guru maka hasil belajar siswa pun meningkat. Maka dari itu, untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang optimal maka guru harus meningkatkan kemampuan berfikir siswa dalam menerima materi yang guru berikan dalam proses belajar. Selain itu, guru juga harus mengetahui faktor yang mempengaruhi belajar siswa dalam setiap pembelajaran.
Baharuddin (2007:19-27) mengatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Faktor intern meliputi:
1. Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2. Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, minat, motivasi, dan
bakat.
Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu. Syah (2003) menggolongkan faktor ekstern menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
Faktor lingkungan sosial meliputi:
1. Faktor keluarga termasuk didalamnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah termasuk didalamnya metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
3. Faktor masyarakat termasuk didalamnya kegiatan siswa dalam bermasyarakat dan teman bergaul.
Faktor lingkungan nonsosial meliputi:
1. Faktor lingkungan alamiah meliputi kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu kuat atau tidak terlalu lemah, suasana yang sejuk dan tenang.
2. Faktor instrumental meliputi gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, kurikulum sekolah, peraturan sekolah, buku panduan sekolah. 3. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan kesiswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar guru yang disesuaikan dengan perkembangan siswa.
2.1.5.2 Pengukuran Hasil Belajar
Dalam proses pembelajaran guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan suatu alat evaluasi melalui pengukuran. Alat evaluasi tersebut biasanya berupa suatu instrumen tes yang disusun oleh guru sendiri. Menurut Purwanto (2001:33), tes adalah seperangkat tugas yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru kepada muridnya.
Menurut Purwanto (2001:33), tes meliputi berbagai macam bentuk antara lain sebagai berikut:
a. Tes perbuatan
Pertanyaan atau persoalan disampaikan dalam bentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh murid.
b. Tes lisan
c. Tes tertulis
Pertanyaan maupun jawaban disajikan secara tertulis dengan menggunakan kertas dan alat tulis. Tes tertulis dapat berupa tes essay atau tes obyektif. Tes obyektif sendiri masih dibagi menjadi beberapa tipe yaitu tes betul salah, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda.
Dalam penelitian eksperimen ini, untuk mengukur hasil belajar siswa maka peneliti menggunakan alat evaluasi berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda, yaitu tes yang pertanyaan maupun jawabannya disajikan secara tertulis dengan menggunakan kertas dan alat tulis.
2.1.6. Hubungan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan membagi siswa kedalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dengan tujuan setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi. Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas).
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Menurut Suprijono (2010:61) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar maka model pembelajaran kooperatif menuntut adanya kerja sama
dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, struktur reward nya.
Menurut Slavin (dalam Miftakhul,2011:15) menyatakan bahwa meskipun pembelajaran kooperatif bisa menjadi metode efektif untuk meningkatkan prestasi siswa, kesempatan belajar hanya bisa dicapai jika tujuan kelompok dan tanggung jawab individu disemaikan dalam metode-metode yang juga kooperatif. NHT merupakan salah satu contoh dari pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat kerjasama dalam kelompok, dimana masing-masing anggota dalam kelompok mendapatkan nomor yang berbeda.
Dalam pembelajaran kooperatif NHT, guru membagi kelas kedalam beberapa kelompok dan memberikan tugas kepada masing-masing kelompok, dimana tiap anggota dalam kelompok diberikan nomor yang berbeda. Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk menyatukan kepalanya “Heads Together” dalam mendiskusikan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang guru berikan. Selanjutnya guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama untuk memberikan jawaban. Dengan adanya kerja sama dalam berkepala nomor ini maka siswa dapat berlatih untuk bekerja dalam kelompok, berinteraksi dalam kelompok, mengeluarkan pendapat sehingga siswa dalam kelompok bisa menjadi peer tutoring bagi teman sebayanya.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompoknya. Pembelajaran yang dilakukan juga mengajari siswa menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman kelompoknya, berdiskusi dan menghargai pendapat teman lain. Hal ini dapat berdampak positif terhadap hasil belajar siswa, sebab dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa yang lemah mendapat bantuan dari teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Melalui teman sendiri, siswa akan merasa nyaman, tidak ada rasa malu sehingga diharapkan siswa yang lemah tidak segan-segan untuk menanyakan kesulitan yang dihadapinya.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnson, dkk (dalam Miftakhul, 2011:17) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pengajaran yang efektif dalam meningkatkan prestasi/hasil belajar siswa dan sosialisasi siswa sekaligus turut berkontribusi bagi perbaikan sikap kepada siswa tentang pentingnya belajar dan bekerja sama, termasuk bagi pamahaman kepada siswa tentang teman-temanya yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Vidya Mulyawati dan juga oleh Intan Putri Utami bahwa Pembelajaran Kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Mereka membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Vidya Mulyawati (2012) dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas 4 SD dan hasil penelitiannya yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT ) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika kelas 4 di SD Imbas Gugus Hasanudin. Kesimpulan ini didukung oleh hasil Independent Samples Test diperoleh t hitung sebesar 2.349 > t tabel sebesar 2.007 dengan signifikansi sebesar 0.023 < 0.05.
Penelitian serupa dilakukan oleh Intan Putri Utami (2011) dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas 5 SD dan hasilnya didapat signifikan 0,006 < 0,05 dan t hitung sebesar 2,840 > t tabel 2,000 sehingga kesimpulannya ada perbedaan hasil belajar antarasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT(Numbered Heads Together) dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) efektif terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 5 SD.
Hasil penelitian terdahulu relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang pengaruh dari adanya model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa SD, serta meneliti apakah model pembelajaran tersebut efektif untuk hasil belajar siswa SD.
2.3 Kerangka Pikir
Melihat dari kajian pustaka di atas, hasil belajar siswa erat hubungannya dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Sebuah kelas dengan guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang cenderung ceramah, siswa dalam kelas hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru akan berbeda jika sebuah kelas dengan seorang guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajar. Siswa dalam kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil siswa yang anggotanya heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuan belajarnya.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan memberikan pre test terhadap kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas 4a sebagai kelas eksperimen dan kelas 4b sebagai kelas kontrol. Pre test digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa dari kedua kelompok sampel. Setelah diberikan pre test terhadap kedua kelompok sampel, maka selanjutnya diberikan pembelajaran pada masing-masing kelas. Pembelajaran yang diberikanpun berbeda dari kedua kelas tersebut. Pembelajaran dalam kelas kontrol dilaksanakan sebagaimana guru biasa mengajar yaitu dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, sedangkan untuk kelas eksperimen guru mengajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Setelah diberikan pembelajaran terhadap kedua kelas tersebut, maka selanjutnya diberikan post test untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Hasil belajar post test dari kelas kontrol dan kelas eksperimen diukur untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
2. Hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
Pengukuran hasil belajar siswa (Post Test) Guru mengajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT Guru mengajar dengan model pembelajaran konvensional Kelas 4
Gambar 1 Kerangka Pikir Kelas
Kontrol
Kelas Eksperimen