8
Dalam sub bab kajian teori akan diuraikan tentang pembelajaran Numbered
Heads Together yang berisi tentang pengertian, sintaks, pentingnya Numbered Heads Together, kaitan antara Numbered Heads Together dengan keaktifan dan
hasil belajar serta kelemahan dan kelebihan dari Numbered Heads Together. Selain Numbered Heads Together juga akan diuraikan tentang hasil belajar yang berisi tentang pengertian hasil belajar, pentingnya penilaian hasil belajar, prinsip penilaian hasil belajar, pengukuran hasil belajar dan faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Akan diuraikan juga tentang keaktifan belajar yang berisi pengertian keaktifan belajar, pentingnya keaktifan belajar dan pengukuran keaktifan belajar. Pada sub bab terakhir akan diuraikan tentang Ilmu Pengetahuan Alam.
2.1.1 Numbered Heads Together
Suprijono (2011:19) mengemukakan salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif adalah Numbered Heads Together. Sejalan dengan Suprijono, Nur (2011:216) juga menyatakan bahwa Numbered Heads Together adalah salah satu metode dari tipe pembelajaran kooperatif. Asmani (2007:25) menyatakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) merupakan pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan. Numbered Heads
Together merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Rusman (2003:54) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Secara umum pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2003:54) dianggap lebih diarahkan
oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Menurut Lie (2004:59) Numbered Heads Together adalah pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Numbered Heads
Together adalah suatu metode pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Hariyanto (2012:216) mengemukakan bahwa aktivitas dalam Numbered Heads Together mendorong siswa untuk berfikir dalam suatu tim dan berani tampil mandiri. Nur (2011:78) juga menyatakan bahwa Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini juga merupakan usaha yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
2.1.1.1 Pentingnya Numbered Heads Together
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Ibrahim (2000:28) mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam Numbered Heads Together yaitu: (1) hasil belajar akademik stuktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (2) pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. (3) pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Ada beberapa manfaat pada metode Numbered Heads Together terhadap siswa yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18) antara lain rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi, dan hasil belajar lebih tinggi.
2.1.1.2 Kaitan Antara Numbered Heads Together dengan Keaktifan dan Hasil Belajar
Menurut Isjoni (2012:16) dalam proses pembelajaran Numbered Heads
Together, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan
dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Arends (2008:6) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mendukung perkembangan intelegensi interpersonal, interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Ibrahim (2000:28) juga mengemukakan tujuan yang hendak dicapai dalam Numberd Heads Together salah satunya adalah hasil belajar akademik stuktural. Unsur yang menutun siswa untuk meningkatkan pemahaman siswa sehingga diduga dapat meningkatkan hasil belajar adalah dengan adanya pada tahap pemanggilan nomor secara acak oleh guru dan tahap berfikir bersama/diskusi. Dalam Numbered Heads Together tiap-tiap siswa memiliki tanggung jawab kepada guru dan teman sekelas untuk berbagi gagasan dan jawaban. Dengan adanya tahap berfikir bersama dan pemanggilan nomor dalam kelompok secara acak, siswa menjadi bertanggung jawab berbagi jawaban dengan
anggota kelompok dan setiap siswa merasa harus menguasai materi. Pada pembentukan kelompok diskusi dibuat secara heterogen sehingga siswa pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Sharan (2012:215) menyatakan bahwa individu saling berbagi dalam kelompok, ketika siswa sudah merasa jelas bahwa mereka memiliki tanggung jawab dengan adanya pemanggilan nomor secara acak dalam kelompok, hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan bersedia mendengarkan dan berpartisipasi sehingga siswa mau tidak mau harus aktif dalam kelompok. Unsur yang menutun siswa untuk meningkatkan keaktifan belajarnya adalah pada tahap pemanggilan nomor secara acak oleh guru, tahap berfikir bersama/diskusi, menjawab pertanyaan dan menanggapi jawaban. Dengan adanya tahap pemanggilan nomor secara acak oleh guru maka siswa harus aktif dalam diskusi kelompok agar menguasai materi, dalam tahap berfikir bersama/diskusi siswa aktif berinteraksi dengan anggota kelompok karena seluruh kelompok harus memastikan bahwa anggotanya paham, dalam tahap menjawab pertanyaan dan menanggapi jawaban siswa aktif dalam berkomunikasi menyampaikan jawaban, menanggapi jawaban, mengomentari dan menambahkan jawaban dari kelompok lain. Metode Numbered Heads Together menggunakan sistem penomoran pada tiap siswa, dengan adanya pemberian nomor pada tiap siswa dalam tiap kelompok maka siswa akan lebih aktif dalam berdiskusi, menjawab pertanyaan maupun menanggapi jawaban sehingga diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar.
2.1.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Numbered Heads Together
Menurut Zuhdi (2010:65) Numbered Heads Together memiliki kelebihan yaitu setiap siswa menjadi siap semua, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, dan kendala teknis misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok. Solusi mengatasi kelemahan tersebut adalah guru membuat catatan kecil agar nomor yang dipanggil tidak dipanggil lagi oleh guru, guru harus mengatur waktu pembelajaran dengan baik
sehingga semua anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru dan sebelum pembelajaran ruang kelas harus sudah tertata yang mendukung untuk diskusi kelompok.
2.1.1.4 Sintaks Numbered Heads Together
Langkah metode Numbered Heads Together menurut Nur (2011:216) adalah setiap siswa dalam kelompok memilih satu nomor dan siswa itu juga mengetahui bahwa hanya seorang siswa akan dipanggil setiap saat untuk mewakili kelompoknya. Kesempatan diskusi dan berbagi ide tersebut merupakan suatu upaya siswa untuk memperoleh berbagai informasi sehingga setiap orang mengetahui jawabannya. Dengan cara ini para siswa akan menerima sebuah poin tanpa memandang nomor mana yang dipanggil.
Suprijono (2011:92) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri 8 orang. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok Heads Together atau berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan. Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang diterima dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. Menurut Lie (2011:60) langkah pembelajaran Numbered Heads Together adalah:
a) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Menurut Kagan dalam Asmani (2007:40) langkah-langkah pembelajaran menggunakan Numbered Heads Together adalah sebagai berikut:
a) Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari 4 – 5 anggota, setiap siswa atau anggota kelompok mendapat sebuah nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya. d) Guru memanggil salah satu siswa dengan memanggil nomornya, kemudian
siswa tersebut melaporkan hasil kerjasama diskusi kelompoknya.
e) Kelompok atau teman yang lain memberikan tanggapan, kemudian guru melanjutkan memanggil nomor yang lain.
f) Siswa dengan dipandu guru membuat kesimpulan.
Menurut Arends (2008:16), sintaks pembelajaran dari Numbered Heads
Together adalah:
a) Langkah 1 Numbering, guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota 3 sampai 5 orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa pada masing-masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5.
b) Langkah 2 Questioning, guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan itu bisa sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
c) Langkah 3 Heads Together, siswa menyatukan “kepala” untuk menyatukan jawabannya dan memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya.
d) Langkah 4 Answering, guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan memberikan jawabannya kehadapan seluruh kelas.
Dari beberapa pendapat diatas maka sintaks dari Numbered Heads Together adalah:
1) Pembentukan kelompok: siswa dibagi kelompok beranggotakan 3-5 orang. 2) Penomoran anggota kelompok: setelah guru membagi siswa dalam kelompok
beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan.
3) Pembagian tugas: guru memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan.
4) Diskusi atau berpikir bersama: siswa berdiskusi berpikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
5) Memanggil nomor: guru memanggil suatu nomor tertentu secara acak dari 1 sampai x (x adalah banyaknya anggota kelompok). Siswa yang dipanggil nomornya maju ke depan kelas untuk melaporkan hasil diskusinya ke depan kelas.
6) Menjawab pertanyaan: siswa yang nomornya dipanggil mencoba menjawab pertanyaan atau melaporkan jawaban untuk seluruh kelas mewakili kelompoknya. Guru membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan.
7) Menanggapi jawaban: guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi jawaban yang disampaikan.
8) Memberikan kesimpulan: guru membimbing siswa untuk memperbaiki atau menambah kesimpulan yang salah atau kurang terhadap materi yang telah di bahas.
2.1.2 Hasil Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil adalah sesuatu yang diadakan, diciptakan, dibuat, dijadikan dengan usaha pikiran. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Winkel (2004:34) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan sikap atau tingkah laku anak melalui proses belajar. Suprijono (2009:5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar siswa menurut Sudjana
(2011:3) pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Horward Kingsley dalam Sudjana (2011:22) membagi tiga macam hasil belajar yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijono (2009:5) hasil belajar dapat berupa: (a) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. (b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas. (c) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. (d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. (e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka intinya adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.
2.1.2.1 Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2003:54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kedua adalah cacat tubuh yitu sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh..
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: (a) intelegensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. (b) Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. (c) Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. (d) Bakat yaitu kemampuan untuk belajar. (e) Motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. (f) Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. (g) Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi.
3. Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang.
b) Faktor-faktor ekstern
Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya. 3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: (a) kegiatan siswa dalam masyarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.(b) multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. (c) teman bergaul, (d) bentuk kehidupan masyarakat.
Dari uraian yang dikemukakan oleh Slameto, maka salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah faktor ekstern yaitu faktor yang berasal
dari sekolah diantaranya adalah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Arends (2008:12) menyatakan bahwa salah satu aspek penting cooperative
learning adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan
hubungan kelompok yang lebih baik di antara para siswa, pada saat yang sama ia juga membantu siswa dalam pembelajaran akademiknya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup tujuan sosial, juga bertujuan memperbaiki prestasi siswa. Menurut Suprijono (2009:92) Numbered Heads Together merupakan salah satu metode dari pembelajaran kooperatif. Karena Numbered Heads Together merupakan salah satu metode dari pembelajaran kooperatif sehingga diduga
Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.2.2 Pentingnya Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar penting dilakukan, karena penilaian hasil belajar menurut Sudjana (2011:3) berfungsi sebagai: (a) alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan pembelajaran. (b) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar. (c) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Sejalan dengan fungsi penilaian di atas maka tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk :
a) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
b) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran disekolah, dalam aspek intelektual, sosial, emosional, moral, dan ketrampilan yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
c) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pembelajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapainya hendakmya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bisa disebabkan oleh program pembelajaran yang
diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut.
d) Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.
2.1.2.3 Prinsip Penilaian Hasil Belajar
Selain tujuan dan fungsi penilaian, guru juga harus memahami prinsip-prinsip penilaian. Prinsip penilaian yang dimaksud menurut Sudjana (2011:8) antara lain adalah sebagai berikut :
a) Penilaian hasil belajar hendaknya dirancang dengan jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian. b) Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses
pembelajaran. Artinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. c) Penilaian harus dilaksanakan secara komprehensif, artinya kemampuan
yang diukurnya meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotirik. Dalam aspek kognitif mencakup: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi secara seimbang.
d) Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tidak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru sebagai bahan untuk menyempurnakan program pembelajaran, memperbaiki kelemahan-kelemahan pembelajaran, dan kegiatan bimbingan belajar pada siswa yang memerlukannya.
2.1.2.4 Pengukuran Hasil Belajar
Dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam menurut Sudjana (2011:5) yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian penempatan. Dalam penelitian ini penilaian yang dilakukan adalah penilaian formatif yaitu penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan bukan tes (nontes). Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban
secara lisan) ada tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai dan uraian. Sedangkan bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, dan lain-lain.
2.1.3 Keaktifan Belajar
Keaktifan berasal dari kata aktif. Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:12) berarti giat (bekerja atau berusaha). Aktif mendapat awalan
ke- dan –an, sehingga menjadi keaktifan yang diartikan sebagai hal atau dimana
siswa dapat aktif. Keaktifan merupakan kegiatan atau kesibukan yang diwujudkan dalam suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seseorang untuk aktif dalam suatu kegiatan, sedangkan belajar merupakan proses perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang terwujud dari perilaku seseorang untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Keaktifan siswa dalam belajar IPA tampak dalam kegiatan berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran IPA. Keaktifan belajar merupakan suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai
kemudahan siswa dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap hasil belajar, Sudjana dalam Yunia (2012:7) menyatakan bahwa ada lima hal yang mempengaruhi keaktifan belajar, yaitu stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajarinya, penguatan, pemakaian dan pemindahan. Guru perlu menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses interaksi yang baik dengan siswa, agar mereka dapat melakukan berbagai aktivitas belajar dengan efektif. Dalam menciptakan interaksi yang baik diperlukan profesionalisme dan tanggung jawab yang tinggi dari guru dalam usaha untuk membangkitkan serta mengembangkan keaktifan belajar.
2.1.3.1 Pentingnya Keaktifan Belajar
Aunurrahman (2009: 119) menyatakan bahwa siswa merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif saat lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk perkembangan keaktifan itu. Menurut Mulyasa (2003:32) pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berpengaruh terhadap daya ingat siswa terhadap pelajaran yang diberikan. Menurut Vernon Magnesen dalam Sutrisna (2011:2) ingatan yang diperoleh belajar dari membaca sebesar 20%, mendengarkan 30%, melihat sebesar 40%, mengucapkan sebesar 50%, melakukan sebesar 60% dan gabungan dari membaca, mendengarkan, melihat, mengucapkan dan melakukan sebesar 90%.
Segala keaktifan siswa dalam belajar sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Ahmadi dan Prasatya dalam Yunia (2012:7) mengemukakan bahwa proses belajar yang bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas para siswa, untuk itu guru harus berupaya untuk mengaktifkan kegiatan belajar mengajar tersebut. Selanjutnya tingkat keaktifan belajar dalam suatu proses pembelajaran juga merupakan tolak ukur dari kualitas
pembelajaran itu sendiri. Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan lancar bila siswa memiliki keaktifan yang besar yang menimbulkan perhatiannya dalam belajar sehingga guru perlu membangkitkan keaktifan siswanya dalam pembelajaran agar pelajaran yang diberikan mudah.
2.1.3.2 Pengukuran Keaktifan Belajar
Untuk dapat mengukur keaktifan belajar dapat dilakukan dengan teknik observasi menggunakan instrumen lembar observasi keaktifan belajar. Lembar observasi dibuat berdasarkan indikator keaktifan belajar. Menurut Sudjana (2011:84) observasi adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain melalui observasi dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, kemampuan dan proses kegiatan yang dilakukan. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Menurut Asmani (2011:78) keaktifan belajar dapat dilihat berdasarkan indikator keaktifan siswa yaitu :
a) Pengalaman: Anak akan belajar banyak melalui berbuat dan pengalaman dengan cara mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya melalui mendengarkan.
b) Interaksi: Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi dalam suatu interaksi dengan orang lain, misalnya berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan serta saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
c) Komunikasi: Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tulis, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran baik dalam rangka memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
d) Refleksi: Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (refleksi) gagasannya tersebut kemudian melakukan perbaikan sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap lagi.
Melalui indikator keaktifan belajar, guru dapat melihat apakah siswa telah melakukan aktivitas belajar yang diharapkan atau tidak. Tingkat keaktifan belajar dalam suatu proses pembelajaran juga merupakan tolak ukur dari kualitas pembelajaran itu sendiri. Keaktifan belajar tidak semata-mata muncul karena siswa tetapi guru juga harus berusaha untuk memunculkan suasana belajar yang aktif sehingga siswa dapat terpacu untuk aktif dalam belajar.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Samatowa (2010:1) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari physical sciences dan life sciences, yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika sedangkan life science meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoologi, dan seterusnya). Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau
science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperolah secara ilmiah. Sedangkan IPA menurut Fisher dalam Widyastyanto (2012:1) adalah salah satu kumpulan pengetahuan yang tersusun secar sistematik yang di dalamnya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Depdiknas (2006:486) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan tentang alam, berbagai peristiwa alam di kupas didalamnya. Definisi atau teori Ilmu Pengetahuan Alam di ambil dalam mengamati kejadian yang terjadi secara berulang dalam kurun waktu tertentu. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Depdiknas (2006:13) menyatakan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam berfungsi untuk: (1) memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangkai lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatan melalui lingkungan sehari-hari. (2) Mengembangkan ketrampilan proses. (3) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup sehari-hari. (4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi (IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam rangka kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ketingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Depdiknas (2006:13) mata pelajaran IPA SD/MI betujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup mata pelajaran IPA SD/MI menurut Depdiknas (2006:14) secara garis besar terinci menjadi empat kelompok yaitu:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,
dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.2 Penelitian yang relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Numbered Heads Together dalam meningkatkan keaktifan dan hasil pembelajaran. Adapun hasil penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ismiyati (2012) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SD N 4 Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012” diketahui bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata kelas pada pra siklus 65,6 dengan ketuntasan belajar 42% pada siklus I menjadi 70 dengan ketuntasan belajar 64% dan pada siklus II menjadi 78,3 dengan ketuntasan 83% tuntas. Indikator kerberhasilan 70% siswa tuntas dan KKM yang ditentukan adalah 65. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari (2011), berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPAPokok Bahasan Perubahan Lingkungan Kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011” dapat diketahui bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 65,6% sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus I dan 100% pada siklus II. KKM 70 dengan indikator keberhasilan 70% siswa tuntas. Berdasarkan penelitian ini diperoleh simpulan bahwa penerapan Numbered Heads Together dapat
meningkatkan hasil belajar IPA materi perubahan lingkungan kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Winarti (2012), berjudul “Upaya
Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Tentang Materi Menaksir dan Membulatkan Operasi Hitung Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Bagi Siswa Kelas 4 SD Kepohkencono 01 Semester 1 Tahun 2011/2012” dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terjadi peningkatan keaktifan belajar yang terlihat dari interaksi siswa dalam berdiskusi, mempresentasikan hasil diskusi serta merespon jawaban temannya. Keaktifan siswa pada siklus I hanya mencapai 79% belum mencapai indikator keberhasilan ≥80%. Namun pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 91%. Hasil belajar siklus I dari 32 siswa sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87 % belum tuntas dan pada siklus II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan. Indikator keberhasilan 80% siswa tuntas, KKM (70). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar matematika materi menaksir dan membulatkan operasi hitung pada siswa kelas 4 setelah menggunakan Numbered Heads Together.
Tabel 3
Penelitian yang Relevan
N o Nama Peneliti Mata Pelajaran Tahun Variabel Penelitian Subjek Penelitian 1 Ismiyati Matematik a 2012 Numbered Heads Together dan hasil belajar Siswa Kelas 1 SD N Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan 2 Rima Chandra Novitasari Ilmu Pengetahu an Alam 2011 Numbered Heads Together dan hasil belajar Siswa Kelas 4 SD N Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga 3 Yuni Winarti Matematik a 2012 Numbered Heads Together, keaktifan dan hasil belajar Siswa Kelas 4 SD N Kepohkencono 01
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukan oleh Ismiyati dan Rima Chandra Novitasari hanya menggunakan satu variabel yang diteliti yaitu hasil belajar sedangkan penelitian ini menggunakan dua variabel yang diteliti yaitu keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuni Winarti juga terdapat dua variabel yang diteliti yaitu keaktifan dan hasil belajar, tetapi subjek yang diteliti Yuni Winarti adalah siswa kelas 4 seperti penelitian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari sedangkan Ismiyati melakukan penelitian di kelas 1. Dalam penelitian ini subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD. Mata pelajaran yang dalam penelitian ini adalah Ilmu Pengetahuan Alam, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari tetapi berbeda dengan Ismiyati dan Yuni Winarti yaitu matematika.. 2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA kelas 5 SD Negeri 3 Nambuhan selama ini sering bersifat konvensional dan masih terpusat pada guru (teacher center). Guru lebih mendominasi proses belajar mengajar sehingga keaktifan siswa masih rendah, apabila diberikan tugas kelompok tidak dikerjakan secara bekerjasama tetapi hanya diselesaikan oleh satu siswa saja yang pandai dalam kelompok. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa tidak dapat memahami materi dengan baik sehingga menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan metode pembelajaran yang menarik dan student center. Dalam pembelajaran IPA, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran dan melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, karena ada siswa yang mempunyai daya tangkap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya tangkap yang lama.
Menyikapi kenyataan ini, maka alternatif tindakan yang diambil adalah menggunakan metode Numbered Heads Together yaitu salah satu dari metode pembelajaran kooperatif. Melalui metode ini diharapkan siswa akan tertarik dalam
pembelajaran dan berperan aktif dalam pembelajaran sehingga meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar. Kelebihan dari Numbered Heads Together adalah siswa menjadi siap semua, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Pemanggilan nomor secara acak menyebabkan siswa memiliki tangung jawab untuk menguasai materi sehingga diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar baik aktif dalam berinteraksi dalam diskusi, komunikasi, pengalaman, maupun refleksi. Numbered Heads Together diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar dikarenakan dalam Numbered Heads Together lebih memungkinkan siswa untuk dapat berinteraksi lebih banyak, baik siswa dalam kelompok, kelompok antar kelompok maupun siswa dengan guru lewat diskusi kelompok, menjawab pertanyaan dan menanggapi jawaban. Setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama dalam interaksi dengan guru maupun dalam kelompoknya.
Dalam Numbered Heads Together siswa akan diberikan nomor, salah satu nomor akan dipanggil guru secara acak kemudian nomor yang dipanggil guru menjawab pertanyaan. Dengan adanya pemanggilan nomor secara acak maka seluruh siswa dalam kelompok harus siap menguasai dan memahami materi dengan cara berdiskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok, anggota dibuat heterogen sehingga siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai maka diduga hasil belajar siswa juga meningkat.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan Numbered Heads Together diduga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 3 Nambuhan semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.