BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Belajar
James O. Whittaker, dalam Djamarah (2011:12), misalnya merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Slameto (2010:2) juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, affektif, dan psikomotor.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar : 1. Perubahan terjadi secara sadar
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana Nana, 2011 : 22).
Hasil belajar pada siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, dalam penelitian hasil belajar peranan tujuan intruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian (Sudjana Nana, 2011 :3).
Dari beberapa pengertian di atas, maka hasil belajar merupakan suatu bukti dari usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dari diri siswa secara keseluruhan dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap setelah melakukan proses pembelajaran.
Merujuk pemikiran Gagne, dalam Suprijono Agus(2011: 5-6), hasil belajar berupa :
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom, dalam Suprijono Agus (2011 : 6-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.
2. Bentuk Dan Tipe Hasil Belajar
Howard Kingsley (dalam Sudjana Nana , 2010 : 45) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.
Gagne (dalam Sudjana Nana, 2010 : 45-46) mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni (a) verbal information, (b) intelektual skill, (c) cognitive strategy, (d) attitude, dan (e) motor skill. Sementara itu Benyamin Bloom (dalam Sudjana Nana, 2010 : 45-46) berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni (a) bidang kognitif, (b) bidang afektif, dan (c) bidang psikomotor. Masing-masing bidang dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan.
a. Bentuk Perbuatan Belajar
Gagne (dalam Sudjana Nana, 2010 : 46-47) berpendapat, bahwa belajar dapat dilihat dari segi proses dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, menurut Gagne ada delapan tipe perbuatan belajar, yakni: 1) Belajar signal. Bentuk belajar ini paling sederhana yaitu memberikan
2) Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang manakala terjadi reinforcement atau penguatan.
3) Belajar membentuk rangkaian , yaitu belajar menghubung-hubungkan gejala/faktor/yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang berarti.
4) Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata, bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya.
5) Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.
6) Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu.
7) Belajar kaidah atau belajar prinsip, yaitu menghubung-hubungkan beberapa konsep.
8) Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa kaidah atau prinsip, untuk memecahkan persoalan.
Sedangkan belajar yang berkenaan dengan hasil, (dalam pengertian banyak hubungannya dengan tujuan pengajaran), Gagne (dalam Sudjana Nana, 2010 : 47-49) mengemukakan ada lima jenis atau lima tipe, yakni :
1) Belajar kemahiran intelektual (Cognitif)
kesanggupan menempatkan objek yang mempunyai ciri yang sama menjadi satu kelompok (klasifikasi) tertentu. Belajar kaidah pada hakikatnya menghasilkan beberapa konsep. Misalnya konsep keluarga terdiri dari konsep Ibu, Ayah, dan Anak.
2) Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar, berlangsung melalui informasi verbal, apalagi belajar di sekolah, seperti membaca, mengarang, bercerita, mendengarkan uraian guru, kesanggupan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan/tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari setiap kata/kalimat dan lain-lain.
3) Belajar mengatur kegiatan intelektual
Dalam belajar mengatur kegiatan intelektual, yang ditekankan ialah kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini, yakni prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam pemecahan masalah (problem solving).
4) Belajar sikap
5) Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesanggupan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar. b. Tipe hasil belajar
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut, harus dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari proses pengajaran. Hasil belajar tersebut nampak dalam perubahan tingkah laku, secara teknik dirumuskan dalam sebuah pertanyaan verbal melalui tujuan pengajaran (tujuan instruksional).
1) Tipe hasil belajar bidang kognitif
a) Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Dari sudut respon belajar siswa pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk dapat menguasai /menghafal, misalnya dibaca berulang-ulang menggunakan teknik mengingat (memo teknik) atau lazim dikenal dengan “jembatan keledai”. Tipe hasil belajar ini termasuk tipe hasil
b) Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention)
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum ; pertama pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Kedua pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Ketiga pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan.
c) Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan, dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan.
d) Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai tingkatan/hirarki.
e) Tipe hasil belajar sintesis
f) Tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu.
2) Tipe hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti atensi/perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar yaitu :
a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam
bentuk masalah situasi, gejala.
b) Responding atau jawaban. Yakni reaksi yang diberikan seseorang
terhadap stimulasi yang datang dari luar.
c) Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
d) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yakni keterpaduan dari
semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3) Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Ada 6 tingkatan keterampilan, yakni :
a) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.
d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan.
e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
C. Materi Pokok Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan hidup Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Berkelanjutan
Pengertian lingkungan (atau sering disebut lingkungan hidup), dijelaskan di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (1) yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia serta perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
1. Pengertian Ekosistem
Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya, yang membentuk suatu sistem ekologi.
2. Ekosistem dan Fungsinya 3. Komponen Ekosistem 4. Konsep Pembangunan 5. Pembangunan Berkelanjutan 6. Konservasi Alam
7. Macam-Macam Perlindungan Alam
Konservasi alam dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : 1. Perlindungan Alam Umum
2. Perlindungan Alam Dengan Tujuan Tertentu 8. Pengawetan Tanah
9. Pengawetan Hutan
D. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model adalah “each model guides us as
we design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model
E. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1985), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (dalam Isjoni, 2011 : 15).
Johnson & Johnson (1994) mengemukakan pembelajaran kooperatif adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama (dalam Isjoni, 2011 : 63). Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (dalam Isjoni, 2011 : 16-17) sebagai berikut :
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Model pembelajaran Numbered heads Together bisa digunakan untuk semua mata pelajaran. Model ini berbentuk kelompok, tetapi untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang disampaikan, didalam proses belajar bisa juga secara individual untuk menjawab pertanyaan karena guru memanggil salah satu nomor untuk menjawab pertanyaan, maka yang dipanggil nomornya menjawab pertanyaan guru. Dalam hal ini model Numbered Heads
Together jauh lebih memotivasi peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung
sehingga hasil belajarnya meningkat.
Model pembelajaran Numbered Heads Together adalah metode yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dan untuk mengetahui penguasaan peserta didik terhadap materi yang disampaikan guru dengan menggunakan sebuah kertas yang bertuliskan nomor sebanyak jumlah peserta didik didalam kelompok sebagai alat medianya.
Menurut Suprijono Agus (2011 :92) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :
3) Setelah diberi penjelasan materi guru mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dibahas.
4) Guru memberikan bimbingan kepada masing-masing kelompok.
5) Guru menunjuk salah satu nomor dari salah satu kelompok secara acak untuk menjawab pertanyaan.
6) Guru menunjuk nomor kelompok lain untuk menanggapi jawaban dari kelompok yang telah menjawab pertanyaan.
7) Guru memberikan aplaus kepada kelompok yang menjawab benar.
8) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencatat jawaban yang benar dan guru mengarahkan jawaban kearah sempurna.
Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Numbered Heads
Together adalah sebagai berikut :
Kelebihan model pembelajaran Numbered Heads Together yaitu :
1) Setiap peserta didik menjadi siap semua dalam menerima materi dari guru. 2) Setiap peserta didik dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang pandai. 4) Melatih peserta didik untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi
melalui diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu pertanyaan.
5) Meningkatkan keterampilan berfikir peserta didik baik secara individu maupun kelompok.
2) Dibutuhkan biaya dan waktu yang lama untuk perbuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran.
3) Apabila jumlah peserta didik dalam kelas cukup besar, maka akan mengalami kesulitan untuk membimbing peserta didik yang membutuhkan bimbingan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan model pembelajaran
Numbered Heads Together yaitu :
1) Guru menunjuk nomor dari kelompok yang sekiranya tidak bersungguh-sungguh dalam berdiskusi ,dan yang tidak ditunjuk memperhatikan jawaban dari teman yang menjawab pertanyaan.
2) Untuk mempersingkat waktu, maka peserta didik yang bertanya harus sesuai dengan materi yang dibahas.
3) Supaya setiap peserta didik terbimbing oleh guru maka dibentuk kelompok kecil kurang lebih dalam 1 kelompok beranggotakan 4 orang.
G. Penelitian Yang Relevan
Penelitian Budiarto Fauziyah (2011) dengan judul “Peningkatan Motivasi
dan Prestasi Belajar IPA Materi Gaya dan Gerak Melalui Cooperative Leraning Tipe Numbered Heads Together Bagi Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Serayularangan “menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan prestasi belajar
dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 69,57% dan pada siklus II diperoleh skor rata-rata prestasi belajar sebesar 83,04 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 91,30%.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pembelajaran melalui Numbered Heads Together dilakukan secara kelompok tetapi dalam menjawab pertanyaan dari guru secara individual, dan pemberian hadiah bagi peserta didik yang bisa menjawab pertanyaan pada akhir pelajaran. Dalam penelitian ini menekankan pada hasil belajar secara keseluruhan, indikatot-indikator yang diteliti meliputi indikator peserta didik yaitu : peserta didik menjawab pertanyaan dari guru dan menanggapi jawaban dari teman yang lain. Sedangkan indikator guru meliputi : apersepsi, memotivasi peserta didik untuk melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran, memberikan materi yang diajarkan melalui metode Numbered Heads Together, memberi contoh, mengajukan pertanyaan, menyimpulkan pelajaran dan mengadakan evaluasi.
H. Kerangka Berfikir
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dibutuhkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Numbered Heads Together adalah suatu pendekatan yang melibatkan lebih
banyak peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerjasama dan saling membantu dalam menelaah materi yang tercakup dalam pelajaran serta mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut dimana peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda, penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Model Numbered Heads Together dapat meningkatkan aktifitas peserta didik dalam proses belajar mengajar, maka dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu hasil belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together cenderung lebih baik.
I. Hipotesis Tindakan