• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jerangau (Acorus calamus)

Jerangau merupakan tumbuhan spora air yang banyak dijumpai di kawasan tepi sungai. Tumbuhan ini berasal dari Eropa, Asia dan Amerika. Di Indonesia didapati tumbuh liar di hutan-hutan.

(2)

Taksonomi Tanaman Jerangau Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Acorales Famili : Acoraceae Genus : Acorus

Spesies : Acorus calamus

Nama Inggr is : Sweet Flag, Sweet root, Calamus

Nama Indonesia : Dringo, Jerangau

Nama Daerah : Jeurunger (Aceh), Jerango (Gayo), Jarango

(Batak), Daringo (Sunda), Dlingo (Jawa Tengah),

jarianggu (Minangkabau), Ai wahu(Ambon) (Balakumbahan, 2010).

Jerangau mempunyai rimpang yang berbau wangi. Penampang rimpang sekitar 1 cm sampai dengan 1,5 cm, sementara akarnya sekitar 3 mm sampai dengan 4 mm. Rimpang beruas-ruas dengan tunas pada tiap ruas. Panjang rimpang tergantung pada umur tanaman serta tingkat kegemburan lumpur. Jerangau tumbuh merumpun membentuk satu koloni tanaman yang makin lama akan semakin melebar. Jerangau memiliki rimpang yang berbau wangi. Kulit rimpangnya berwarna coklat muda dengan warna putih di dalamnya. Daunnya tebal dan keras berbentuk seperti pedang. Apabila daunnya dikoyakkan akan menghasilkan bau yang wangi. Jerangau merupakan tanaman yang mengandung minyak atsiri. Tanaman jerangau berkembang biak melalui tunas rimpang yang akan tumbuh menjadi sulur serta individu tanaman baru (Anonim I, 2006).

Pertumbuhan Jerangau pada Kwazulu-Natal, Afrika Selatan, sebelumnya telah ditemukan aktivitas anti bakteri, dengan menggunakan fraksinasi Bioassay sehingga fenilpropanoid, β-asaron dapat diisolasi dari rimpang Jerangau. Senyawa ini memiliki aktivitas anti bakteri. Kegunaan Jerangau pada obat digestif tidak berlanjut pada banyak negara, hal ini disebabkan karena bersifat racun dan karsinogen. Sifat racun ini

(3)

berasal dari β-asaron, dimana senyawa ini dapat menyebabkan kanker hati.Perbedaan

jenis Jerangau yang digunakan akan membedakan jumlah β-asaron yang terdapat di dalamnya. Tingkat racun dan karsinogenitas pada hewan dapat ditunjukkan dengan berbagai penelitian dan Jerangau banyak digunakan pada obat-obatan tradisional (Staden, 2002). Konsentrasi rendah dariβ-asaron tidak mempengaruhi metabolisme manusia, namun sangat mempengaruhi kehidupan metabolisme tikus dengan atau tanpa aktivasi, dimana β-asaron dapat merusak hati dan menyebabkan kanker. Kanker diidentifikasi sebagai Leiomyosarcomas. Kandungan β-asaron yang tinggi (5000 ppm atau 5%) menunjukkan tanda positif berbahaya bagi manusia

2.1.1. Manfaat Jerangau

Rimpang Acorus calamus berkhasiat sebagai obat penenang, lambung dan obat limpa. Jerangau juga dapat digunakan dalam ramuan yang digunakan oleh wanita selepas bersalin bersama cekur. Ia mempunyai ciri-ciri anti oksidan . Selain itu, jerangau juga bermanfaat sebagai perangsang, menghilangkan sakit, menambah nafsu makan, dan tonik. Kegunaannya cukup banyak terutama untuk meredakan radang. Contoh penyakit yang dapat diatasi jerangau antara lain bengkak, kudis, limpa bengkak, cacar sapi, mimisan, demam, dan lainnya (Anonim I, 2006).

Rimpang jerangau dilaporkan dapat mengurangi penyakit perut seperti disentri dan asma dan juga digunakan sebagai insektisida, racun dan stimulan. Ekstrak alkohol dari rimpang Jerangau digunakan sebagai anti bakteri. Pada masyarakat Batak Toba dan Karo, jerangau umumnya digunakan untuk obat tradisional dan dipercaya dapat mengusir roh jahat.

(4)

2.1.2 Komposisi Minyak Atsiri Jerangau

Rimpang (kering angin) mengandung sekitar 27% minyak atsiri dengan komposisi seperti tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi minyak atsiri jerangau menurut Agusta (2000)

No. Senyawa Kandungan (%)

1. Metil eugenol 1,25

2. α-Kurkuinina 1,05

3. α-Zingiberena 3,41

4. β-Farnesena 1,07

5. 7,11-Dimetil-3-metilena-1,6,10 dodekatriena 1,57 6. 4a,5,6,7,8a-Heksahidro-7α-isopropil 4αβ, 8αβ-dimetil

2(1H)-naftalena

0,59

7. β-Asaron 2,70

8. α-Asaron 79,70

9. Asaron 4,29

Penyusun aktif pada tanaman Jerangau adalah β-asaron [(Z)-asaron] yang mana merupakan penyusun mayor dalam batang (27,4 – 45,5%), dengan Acorenon lebih dominan di dalam rimpang (20,86%) diikuti Isocalamendiol (12,75%) (Venskutonsis et al., 2003). Disamping hidrokarbon Monoterpen, keton sekuistrin, (trans- atau α) Asaron (2,4,5-trimetoksi-1-propenilbenzen),danβ -Asaron(cis-2,4,5-trimetoksi-1-propenilbenzen)dan eugenol juga diidentifikasi (Kindscher dan Kelly, 1992). Beberapa senyawa lain yang juga telah diidentifikasi pada Jerangau adalah (-)-4-Terpineol, 2-Alil-5-etoksi04-metoksifenol, Epiudesmin, Lisidin, (-)-Spathulenol, Borneol, Furil etil keton, 2,2,5,5- Tetrametil-3-Heksanol, Bornil Asetat, Linalool, Elemisin, Aseptofenon, Butil Butanoat, dan Asam linoleat (George et al., 1986).

(5)

O CH3 O CH3 CH3 O H3C O CH3 O CH3 CH3 O H3C α-Asaron β-Asaron

Gambar 2.2. Struktur α-Asaron dan β-Asaron

Beberapa jenis minyak atsiri dikenal dapat meningkatkan aktivitas mental penggunanya atau memiliki aktivitas sebagai psikoaktif. Minyak atsiri dari Jerangau memiliki kandungan asaron berikut dua isomer alpha dan beta yang sangat tinggi (sekitar 85%). Asaron salah satu prazat alami dalam sintesis obat Psychedelic TMA-2 (Trimetoksiamphetamin) (Agusta, 2000).

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2000).

Minyak atsiri dihasilkan di dalam tubuh tanaman dan disimpan dalam kelenjar minyak atsiri. Kelenjar minyak atsiri dalam tanaman disebut kelenjar internal dan di luar tanaman disebut dengan kelenjar eksternal (Koensoemardiyah, 2010).

Minyak atsiri, minyak mudah menguap, atau minyak terbang, merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Minyak atsiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

(6)

1. Minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen- komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk- produk lain, contoh : minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permai, dan minyak terpentin.

2. Minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya, contoh : minyak akar wangi, minyak nilam, dan minyak kenanga. Biasanya minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan tanpa diisolasi komponen-komponennya sebagai pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri mengandung campuran pelik dari bahan-bahan hayati, termasuk didalamnya adalah aldehid, alkohol, ester, keton, dan terpen. Bahan-bahan ini kemungkinan merupakan sisa metabolisme tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk menjalankan peran ganda, seperti menarik serangga perusak. Minyak atsiri dari beraneka ragam tanaman menghasilkan aroma yang berbeda, bahkan satu jenis tumbuhan yang sama bila ditanam di tempat yang berlainan mampu menghasilkan aroma yang berbeda. Iklim, keberadaan tanah, sinar matahari, cara pengolahan tidak hanya mempengaruhi rendemen minyak atsiri tetapi berpengaruh pula pada aromanya (Harris, 1990).

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukkan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, indutrsi kosmetik dan wewangian (Anonim II, 2009).

Minyak atsiri banyak dibutuhkan di berbagai industri, seperti pada industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, lotion dan parfum), pada industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa, dalam industri farmasi atau obat–obatan (anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri), bahkan dapat digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena itu, minyak atsiri banyak dicari oleh berbagai negara (Lutony dan Rahmayanti, 2002).

(7)

2.2.1. Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagai menjadi dua golongan, yaitu:

1. Hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen 2. Hidrokarbon teroksigenasi

A. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), dan Hidrogen (H). jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren), dan politerpen.

B. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, ester. Fenol. Ikatan Karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, skar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).

Penyelidikan terhadap kandungan kimianya menunjukkan bahwa sebagian besar komponen minyak atsiri terdiri dari senyawa-senyawa yang hanya mengandung

(8)

karbon dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatik ataupun bersifat aromatik. Senyawa-senyawa yang tidak bersifat aromatik biasanya termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid. Senyawa terpenoid dalam minyak atsiri terdiri dari senyawa dengan jumlah atom C berjumlah 10 atau disebut dengan monoterpen dan atom C yang berjumlah 15 atau disebut dengan sesquiterpen. Fraksi yang paling mudah menguap dari hasil destilasi fraksinasi biasanya terdiri dari senyawa-senyawa monoterpen dengan jumlah atom C berjumlah 10. Sedangkan fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi biasanya senyawa-senyawa sesquiterpen.

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).

2.2.2. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan, yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar, dan rimpang (Ketaren, 1985).

2.2.3. Biosintesa Pembentukan Minyak Atsiri

Minyak atsiri pada umumnya mengandung persenyawaan terpena dalam jumlah yang besar, dimana terpena merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan unit terkecil dalam molekulnya disebut dengan isoprene (C5H8) (Agusta,2000)

Istilah “terpenoida” di sini dipilih untuk semua senyawa yang terbentuk dari satuan isoprena tanpa memperhatikan gugus fungsi yang ada, sementara terpena

(9)

mengacu khusus ke hidrokarbon. Dengan kata lain, senyawa terpenoida dapat digambarkan sebagai sebuah terpena yang telahmengalami modifikasi, di mana kelompok-kelompok metil dipindahkan atau dihapus, atau ditambahkan atom oksigen. Sebaliknya, beberapa penulis menggunakan istilah "terpena" lebih luas untuk menyertakan terpenoida(Robinson, 1995).

Secara umum biosintesa terpenoida dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:

1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A (Ko-A) melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat (Gambar 2.3)

CH3COOH Asam asetat CoA-SH CH3C-SHCoA O Asetil Koenzim A CH3-C-CH2-C-SCoA O O CH3-C-SCoA O CH3-C-SCoA O + Asetoasetil Ko-A + CoA-SH CH3-C-CH2-C-SCoA O O Asetoasetil Ko-A + CH3-C-SCoA O Asetil Ko-A CH3-C-CH2-C-SCoA CH2-C-SCoA O OH O

(10)

CH3-C-CH2-C-SCoA CH2-C-SCoA O OH O H-OH CH3-C-CH2-C-SCoA O OH O CH2-C-OH + CoA-SH CH3-C-CH2-C-SCoA O OH O CH2-C-OH [ H ] H2O O OH CH2-C-OH CH3-C-CH2-CH2-OH Asam mevalonat

Gambar 2.3. Pembentukan asam mevalonat sebagai zat antara dalam biosintesis terpenoid

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-, seskui-, di-, tri-, tetra-, dan poli- terpenoida.

Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat (IPP). Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida. Senyawa diterpenoida diturunkan dari Geranil – Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu uni IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama (Gambar 2.4)

(11)

CH3-C-CH2-C-O -O OP CH2-CH2-OPP O OH CH2-C-OH CH3-C-CH2-CH2-OH Asam mevalonat ATP 3 tahap dekarboksilasi CH 2=C-CH2-CH2-OPP CH3 CH3-C-CH2-CH2-OPP CH2 Isopentenil Pirofosfat (IPP)

CH

3

-C-CH

2

-CH

2

-OPP

CH

2

enzim isomerase

CH

3

-C=CH-CH

2

-OPP

CH

3

Dimetil Alil Pirofosfat

(DMAPP)

OPP IPP + OPP DMAPP OPP Geranil Pirofosfat (GPP) Reaksi Sekunder Monoterpen GPP OPP + IPP OPP OPP

Farnesil pirofosfat (FPP) Seskuiterpenoid

(C15) X3 Triterpenoid (C30) IPP OPP + Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) OPP Diterpen (C20) Tetraterpen (C40) X2

(12)

3. Dalam pembentukan senyawa terpenoid, GPP, FPP, dan GGPP satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan suhu kamar seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya (Pinder, 1960).

Kelompok komponen besar lainnya dalam minyak atsiri adalah senyawa fenilpropena(C6-C3) sebagai rantai samping. Kelompok senyawa ini dalam minyak atsiri umumnya terdapat dalam bentuk senyawa fenol atau ester fenol. Secara umum biosintesa pembentukan fenil propanoid berasal dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosina yang disintesis melalui jalur biosintesis asam shikimat. Dalam jalur biosintesis ini, dua metabolit glukosa, eritrosa 4-fosfat dan fosfoenolpiruvat, bereaksi menghasilkan DAPH. Senyawa ini membentuk cincin menjadi asam 5-dehidrokuinat dan selanjutnya mengalami perubahan menjadi asam shikimat. Pengeluaran zat antara melalui fosforilasi oleh asam shikimat akan menghasilkan asam korismat yang berperan sangat penting sebagai titik pusat zat antara. Zat antara ini akan diubah menjadi asam antranilat dan triptofan, dan sebagian lagi menjadi asam prefenat yang merupakan bagian nonaromatik. Asam prefenat ini akan diubah menjadi senyawa aromatik melalui dua jalur. Pertama melalui proses dehidrasi dan dekarboksilasi berkelanjutan untuk membentuk asam fenil piruvat yang merupakan prazat bagi pembentukan fenilalanin. Kedua melalui proses dehidrogenasi dan dekarboksilasi untuk menghasilkan asam p-hidroksifenilpiruvat yang merupakan prazat bagi pembentukan tirosina. Prazat fenilpropanoat inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan asam sinamat melalui proses deaminasi enzimatis dari fenilalanin, sedangkan asam p-kumarat dibentuk dari deaminasi tirosina dan proses hudroksilasi asam sinamat pada posisi para (Gambar 2.5) (Agusta, 2000).

(13)

COOH C-O-P CH2 Fosfoenolpiruvat + CHO H-C-OH CH2O-P H-C-OH D-Eritrosa 4-Fosfat P1 HO-C-H H-C-OH CH2O-P H-C-OH CH2 C-O-P COOH NADH,H+ NAD+ P1 O OH OH COOH HO OH OH COOH O Asam 5-dehidrokuinat Asam 5-dehidroshikimat H2O OH OH COOH Asam Shikimat HO NADP+

NADPH,H+ ADP ATP

OH OH COOH Asam 5-Fosfoshikimat P-O PEP P1 OH O-C COOH Asam Pirufilshikimat CH2 COOH P1 O-C COOH Asam Korismat CH2 COOH CH2CCOOH HOOC OH Asam Prefenat HO CO2 O CH2CCOOH OH Asam p-Hidroksifenil piruvat CH2CHNH2COOH OH L-Tirosina COOH Asam p-Hidroksinamat (Asam p-Kumarat) OH

(14)

2.2.4. Kegunaan Minyak Atsiri

Menurut Rochim (2009), kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri, seperti :

1. Farmasi dan Kesehatan

Bidang kesehatan, minyak atsiri digunakan sebagai aroma terapi. Aroma yang muncul dari minyak atsiri dapat menimbulkan efek menenangkan yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai terapi psikis. Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.

Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius atau merangsang. Dengan memanfaatkan aroma terapi, psikis dibuat lebih tenang dan rileks. Selain menenangkan, zat aktif dalam minyak atsiri juga sangat membantu proses penyembuhan karena memiliki sifat anti radang, antifungi, antiserangga, afrodisiak, anti-inflamasi, antiflogistik dan dekongestan.

2. Kosmetik

Dalam hal perawatan kecantikan, minyak atsiri juga digunakan sebagai campuran bahan kosmetik. Kehadiran minyak atsiri dapat memberikan aroma khas pada produk. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman. Beberapa produk kosmetik yang membutuhkan peran atsiri untuk memperkuat efeknya, yaitu parfum, sabun, pasta gigi, sampo, lotion, dan deodorant.

(15)

3. Makanan

Pada makanan, minyak atsiri ditambahkan sebagai penambah aroma dan penambah rasa. Dalam pembuatan makanan olahan, tak jarang bahan yang digunakan hanya sedikit menggunakan bahan utama. Oleh sebab itu, kehadiran minyak atsiri dapat memperkuat aroma dan rasa sehingga produk makanan serasa memiliki cita rasa yang tak kalah dengan produk aslinya. Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis.

2.3. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara output dengan input dinyatakan dalam persen. Jumlah minyak yang menguap bersama-sama air ditentukan oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang dipakai, berat molekul dari masing- masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Maulana, 2007).

Menurut Lutony dan Rahmayati (2000), rendemen minyak juga dipengaruhi oleh kondisi bahan, cara pengolahan atau perlakuan terhadap bahan dan metode penyulingan yang digunakan. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Metode penyulingan uap dan penyulingan air dan uap menghasilkan rendemen yang relatif tinggi dibandingkan metode penyulingan air karena dalam penyulingan air komponen minyak yang titik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna sehingga banyak minyak yang hilang atau tidak tersuling (Sastrohamidjojo, 2004).

(16)

2.3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen Minyak Atsiri

Ada perlakuan yang harus diperhatikan terhadap bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri, yaitu :

1. Perajangan/ Pemotongan

Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak pembuluh- pembuluh, kantung minyak atau rambut glandular. Minyak atsiri hanya dapat diekstraksi apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya permukaan.

Proses ini adalah peristiwa hidrodifusi dan prosesnya berlangsung lambat bila tanaman dibiarkan dalam keadaan utuh. Oleh karena itu dalam proses penyulingan terlebih dahulu dilakukan perajangan yang bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin.

2. Penyimpanan Bahan Tanaman

Tempat penyimpanan bahan tanaman sebelum perajangan juga mempengaruhi penyusutan minyak atsiri, namun pengaruhnya tidak begitu besar seperti pada perajangan. Penyimpanan ini dilakukan apabila tidak langsung dilakukan proses penyulingan. Jika harus disimpan sebelum diproses maka penyimpanan dilakukan pada udara kering yang bersuhu rendah dan bebas terhadap sirkulasi udara, jika mungkin disimpan pada ruangan ber-AC

3. Kehilangan Minyak Atsiri Dari Bahan Tanaman Sebelum Penyulingan

Minyak atsiri yang terdapat dalam tanaman sering hilang oleh proses pengeringan setelah panen. Beberapa macam tanaman yang masih segar dengan kadar air tinggi akan kehilangan sebagian minyak atsiri selama pengeringan udara, sedangkan pada beberapa jenis yang lain besarnya minyak yang hilang relative kecil. Kehilangan minyak terutama disebabkan oleh penguapan dan oksidasi.

4. Perubahan Sifat Fisika-Kimia Minyak Atsiri Tanaman Selama Pengeringan

Minyak atsiri yang disuling dari bahan segar maupun dari bahan kering bervariasi dalam sifat fisika-kimia dan komposisi kimia. Selama pelayuan dan pengeringan

(17)

membran sel berangsur-angsur akan pecah, cairan bebas melakukan penetrasi dari satu sel ke sel yang lain hingga membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap (Guenther, 1987).

2.4. Cara Memperoleh Minyak Atsiri

Minyak atsiri dapat diproduksi melalui beberapa metode, namun sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap

(solvent extraction), ekstraksi dengan lemak dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi), dan pengepresan (pressing).

2.4.1. Penyulingan

Dalam tanaman minyak atsiri, terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat dalam permukaan. Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya untuk mengurangi ketebalan bahan hingga difusi terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas.

Penyulingan dapat didefenisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing- masing zat tersebut. Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu :

a. Penyulingan dengan air (Water distillation)

b. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam distillation) c. Penyulingan dengan uap langsung (Steam distillation)

(18)

Tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga jenis penyulingan diatas. Tetapi bagaimanapun juga perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada metoda yang dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan.

a. Penyulingan dengan Air

Pada metode ini bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang akan disuling. Air yang dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup. Ciri khas metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Oleh sebab itu sering disebut dengan penyulingan langsung. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah badam,bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini.

b. Penyulingan dengan Air dan Uap

Pada metode penyulingan ini bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran bahan olah harus seragam dan ruang antar bahan yang cukup, agar uap dapat berpenetrasi, pengisian dan kepadatan bahan harus merata di dalam ketel sehingga uap dapat menembus bahan tersebut secara merata dan menyeluruh.

c. Penyulingan dengan Uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap atau uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987). Selama proses

(19)

penyulingan berlangsung, suhu ketel diawasi agar jangan melampaui suhu ’’superheated steam”. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih besar dan menghindarkan pengeringan bahan yang disuling (Ketaren, 1985).

2.4.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penyulingan

1. Penyulingan dengan air

Meskipun proses pengerjaannya sangat mudah dan dapat menyuling minyak dari bahan yang berbentuk bubuk dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas, tetapi penyulingan ini menyebabkan banyaknya rendemen yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. Komponen yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.Selain itu, juga menyebabkan terjadinya pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air dan timbulnya berbagai hasil samping yang tidak dikhendaki. Penyulingan air memerlukan ketel suling yang lebih besar, ruangan yang lebih luas dan jumlah bahan bakar yang lebih banyak.

2. Penyulingan dengan uap

Proses produksi berlangsung lebih cepat karena ketel uap melayani beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang seri. Mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan sangat baik karena biasanya proses hidrolisa yang terjadi relatif kecil. Namun, proses ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan lebih sempurna, serta biaya yang diperlukan pun lebih mahal. Penyulinan ini tidak baik dilakukian terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air.

3. Penyulingan dengan air dan uap

Dari segi komersial, proses ini sangat ekonomis. Rendemen minyak yang dihasilkan juga cukup memadai, mutunya pun dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Keuntungan lain penyulingan ini adalah karena uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan

(20)

relatif singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil penyulingan air, dan bahan yang disuling tidak dapat menjadi gosong. Kelemahan sistem ini adalah karena uap yang dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama. Dalam proses ini, sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman, sehingga bahan bertambah basah, dan mengalami aglutinasi. Metode ini tidak dapat menghasilkan minyak dengan cepat karena tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah. Untuk mendapatkan rendemen yang lebih tinggi diperlukan waktu penyulingan yang lama (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.4.1.2. Pengaruh Metode Penyulingan Terhadap Mutu Minyak Atsiri

Mutu maupun sifat-sifat fisika-kimia minyak atsiri dipengaruhi oleh keadaan bahan (umur, keadaan kering atau segar) dan cara penyulingan yang dilakukan. Faktor yang mempengaruhi yaitu metode penyulingan, tingkat perajangan bahan, jumlah bahan, lamanya penyulingan, besarnya tekanan yang dipakai, mutu uap, perlakuan pada air suling. Antara penyulingan air dan penyulingan uap perbedaan ini cukup besar. Jika bahan olah tidak cukup dirajang, maka komponen minyak atsiri yang bertitik didih tinggi tidak dapat diekstrak sebagian kecil dengan penyulingan air. Bahkan penyulingan dengan air terhadap daun menghasilkan komponen mudah menguap dan komponen bertitik didih tinggi yang tidak lengkap (Guenther, 1987).

2.4.2 Ekstraksi Dengan Pelarut Menguap

Ekstraksi digunakan untuk mengisolasi produk reaksi organic sebagai contoh sejumlah campuran senyawa organik yang larut dalam air dan beberapa garam anorganik yang semuanya larut dalam air. Untuk mengisolasi senyawa organik tersebut maka campuran diatas dituangkan dalam corong pisah dengan menambahkan pelarut organik misalnya eter, kemudian dikocok sehingga senyawa organik akan terdistribusi pada eter karena lebih mudah larut dalam eter dibanding dalam air. Sementara garam anorganik berada pada lapisan air, karena tidak larut dalam eter.

(21)

Dengan demikian sudah terjadi pemisahan dan eter dapat dibebaskan dengan penguapan.

Pelarut yang ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Harus dapat melarutkan semua zat wangi bunga dengan cepat dan sempurna, dan sempurna, dan sedikit mungkin melarutkan bahan seperti: lilin, pigmen, dan senyawa albumin

b. Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi

c. Pelarut tidak boleh larut dalam air

d. Pelarut harus bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak e. Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak

akan tertinggal dalam minyak

f. Harga pelarut harus serendah mungkin dan tidak mudah terbakar

Eter merupakan pelarut yang berkemampuan tinggi untuk melarutkan hidrokarbon dan senyawa yang mengandung oksigen. Eter mempunyai sifat menguap yang tinggi (titik didih 34,6oC) sehingga mudah dihilangkan dari suatu ekstrak, pada temperature rendah. Eter digunakan untuk isolasi produk alam yang terdapat pada binatang dan jaringan tumbuhan yang mempunyai kandungan air tinggi. Walaupun lebih sering digunakan untuk penelitian, namun eter dihindari penggunaannya di dunia industri karena bahaya kebakaran, kelarutannya dalam air, sulitnya diperoleh kembali karena mudahnya menguap dan pada keadaan kering mungkin meledak. Pelarut alternatif yang biasa digunakan adalah petroleum eter, ligroin, benzene, karbon tetra klorida, kloroform, diklorometana, 1-Butanol (Williamson,1987).

2.4.3. Ekstraksi Dengan Lemak Dingin (Enfleurasi)

Lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang berbau wangi maka lemak akan mengabsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi. Pada akhir proses, lemak akan jenuh dengan minyak bunga tersebut kemudian minyak bunga tersebut

(22)

diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan.

Berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun dapat dibuktikan bahwa campuran satu bagian lemak sapi dan dua bagian Lard (lemak babi) sangat baik untuk enfleurasi.

Banyak jenis bahan lain yang dapat digunakan sebagai absorben pada proses enfleurasi, tetapi belum ada yang diterapkan secara komersial. Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan ketelitian serta keterampilan dalam mempersiapkan lemak. Lemak yang digunakan harus tidak berbau dan mempunyai konsistensi tertentu. Jika lemak terlalu keras kontak antara lemak dan minyak akan sulit sehingga akan mengurangi daya absorpsi dan rendemen minyak bunga yang dihasilkan (Guenther, 1987).

2.4.4. Pengepresan

Metode pengepresan merupakan metode penarikan minyak atsiri dengan pemberian tekanan untuk mengepres sampel, misal kulit buah sehingga minyak yang terkandung di dalamnya akan keluar. Cara ini sangat sederhana dan dalam hal tertentu memberikan hasil yang memuaskan seperti aroma yang alami.

Isolasi dengan pengepresan mempunyai beberapa kesulitan karena dinding yang didalamnya terdapat kantung minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari selulosa dan pectin berupa koloid sehingga dengan metode ini maka minyak akan bergabung dengan koloid. Masalah ini adalah salah satu hambatan dalam memproduksi minyak bermutu baik dengan menggunkana mesin tekan (Guenther, 1987).

(23)

2.5. Analisis Komponen Minyak Atsiri

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang rumit karena kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Kendala yang dihadapi pada saat menganalisis komponen minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparative dan berlangsungnya proses analisis sejak ditemukannya kromatografi gas, kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat melahirkan gabungan dari dua system dengan prinsip dasar yang berbeda dan saling melengkapi yaitu gabungan dari kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS).

Pada GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase. Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sample, sedangkan spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada system kromatografi gas. Analisis GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan campuran yang rumit (Agusta, 2000).

2.5.1 Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan yang stasioner (Vogel,1994). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).

Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu retensi (waktu tambat), yang khas

(24)

pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom. Kekurangan alat ini adalah tidak mudah memisahkan campuran dalam jumlah yang besar (Mc Nair, 1988).

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat, yang diukur mulai saat penyuntikan sampai terjadi elusi (Gritter, 1991).

Hampir setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi. Sifat- sifat yang harus dimiliki cuplikan agar dapat dipisahkan dengan kromatografi, antara lain :

1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)

2. Kecenderungan molekul untuk melarut pada permukaan serbuk halus (adsorpsi) 3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian)

(Willet, 1987)

2.5.2. Spektrometri Massa

Penggunaan MS luas dalam kimia organik sejak 1960. Ada dua alasan utama penggunaan MS, pertama telah ditemukan alat yang dapat menguapkan hamper semua senyawa organik dan mengionkan uap; kedua, fragmen bermuatan yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya (Sudjadi, 1983).

Spektrometer massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Terpisahnya fragmen ion positif didasarkan pada massanya. Spektrometer massa biasa diambil pada energi berkas elektron sebesar 70 elektron volt. Kejadian tersederhana adalah tercampaknya satu elektron dari molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu kation radikal (M+.)

(25)

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan electron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organic mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu electron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron tidak berpasangan.

M -e M+.

Proses lain, molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah electron membentuk ion radikal bermuatan negatif dengan kemudian terjadi jauh lebih kecil (10-2) daripada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1985).

Suatu spektrum massa menyatakan massa-massa sibir-sibir bermuatan positif terhadap kepekaan (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spectrum disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan (tinggi x faktor kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan sebagai presentase puncak dasar tersebut. Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak-puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak isotop. Puncak-puncak isotop ada karena sejumlah molekul tertentu mengandung isotop lebih berat daripada isotopnya yang biasa (Silverstein, 1981).

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman Jerangau
Tabel 2.1 Komposisi minyak atsiri jerangau menurut Agusta (2000)
Gambar 2.2 . Struktur α-Asaron dan β-Asaron
Gambar 2.3.  Pembentukan asam mevalonat sebagai zat antara dalam biosintesis  terpenoid
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena skema Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia

Tujuannya adalah untuk mengetahui pemaknaan budaya humanis yang digambarkan dalam program Jejak Cinta Kasih di DAAI TV serta mitos humanis yang di maksudkan di dalam tiga episode

Buku Profil sebagai salah satu upaya mewujudkan gambaran singkat yang disusun oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Morowali mempunyai makna yang

Biaya transportasi udara dan/atau air serta darat terdekat peserta menuju tempat pelatihan ditanggung oleh panitia, sesuai dengan standar dan ketentuan

(3) Bagian kawasan hutan dalam wilayah kabupaten yang belum memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan ke dalam RTRW

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan, untuk dapat membangun kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah melalui pembelajaran IPA perlu membelajarkan IPA dengan

valni  bersulber  dari  sebab­sebab  yang  berada  di  luar  para  pelatu,  dan  oleh  faltor­faltor  kontekstual  atau  lontingen. . 5.   ~arena kekerasan 

Setidaknya ada tujuh manfaat bagi seorang manajer untuk fokus pada menjadi seorang pemimpin yang etis termasuk citra publik yang lebih baik dari pemulihan organisasi