• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hiperlipidemia di RSUD Raden Mattaher Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hiperlipidemia di RSUD Raden Mattaher Jambi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

17

Kajian Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan Hiperlipidemia di RSUD Raden Mattaher Jambi

(

Study of Drug Interaction on Type 2 Diabetes Mellitus - Hyperlipidemia Patient in

Raden Mattaher Hospital Jambi

)

Uce Lestari

1

*; Desi Meliyani

2

; & Helmi Arifin

3

1

Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi

2

Program Studi Farmasi STIKES Harapan IbuI Jambi

3

Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang

*Corresponding email: uce_kenzie@yahoo.co.id

ABSTRAK

Interaksi obat merupakan bagian dari Drug Related Problems (DRPs) yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi penggunaan obat pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia dibangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian non eksprimental dengan menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif yang dikerjakan secara retrospektif dan prospektif. Data diambil langsung dari catatan rekam medik pasien Diabetes Meliitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Jambi. Hasil penelitian ini dari 18 orang pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia di bangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Jambi, interaksi obat terjadi pada 9 pasien dengan persentase sebesar 50 % yang merupakan interaksi sinergis (interaksi yang diharapkan), seperti interaksi obat antara simvastatin dengan metformin sebesar 27,78 % dan tidak ditemukan terjadinya interaksi obat yang tidak diharapkan.

Kata Kunci: diabetes mellitus tipe 2, hiperlipidemia, interaksi obat PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Sudoyo W, et al, 2006).

Menurut survey yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke- empat dengan jumlah penderita terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat, dengan prevalensi 8,6 % dari total penduduk. Pada tahun 1995, pengidap diabetes menempati urutan pertama dari seluruh penyakit yang disebabkan oleh kelainan endokrin, yaitu diperkirakan mencapai 4,5 juta jiwa baik yang dirawat inap maupun yang rawat jalan (DepKes RI, 2005).

(2)

18

Penyebab kematian yang paling utama pada penderita Diabetes Melitus adalah timbulnya penyakit kardiovaskuler. Banyak faktor resiko penyakit kardiovaskular pada diabetes diantaranya adalah hipertensi, obesitas, dislipidemia, mikroalbuminuria, kelainan koagulasi, stroke, dan infark miokard (Soegondo, 2008).

Hiperlipidemia adalah keadaan

terdapatnya akumulasi berlebih salah satu atau lebih lipid utama dalam plasma, sebagai manifestasi kelainan metabolisme atau transportasi lipid. Dalam klinis, hiperlipidemia dinyatakan sebagai hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, atau kombinasi keduanya.

Hiperlipidemia sekunder disebabkan

peningkatan kadar lipid darah yang disebabkan suatu penyakit tertentu, misalnya Diabetes Melitus (Mansjoer A, et al, 2000).

Keberhasilan terapi Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia salah satunya dapat ditunjang dengan pemilihan obat yang tepat, sedangkan kegagalan terapi dapat diakibatkan karena adanya kejadian Drug Related Problem (DRPs). Drug Related Problem (DRPs) adalah masalah-masalah yang dapat timbul selama pasien diberi terapi yaitu adanya indikasi tanpa obat salah satu terjadinya interaksi obat dan juga kegagalan pasien menerima terapi yang disebabkan berbagai faktor (Strand et,all 2010).

Dari hasil survei yang dilaporkan pada tahun 1977 mengenai polifarmasi pada pasien yang dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa insidens efek samping pada pasien yang mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat 16-20 macam obat 54%. Peningkatan insiden efek samping yang jauh melebihi peningkatan jumlah obat yang diberikan bersama ini diperkirakan akibat

terjadinya interaksi obat yang juga makin meningkat. Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama jika menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting dari pada obat yang jarang dipakai (Gunawan, 2007).

Dari hasil observasi dilapangan, dokter meresepkan obat dengan kombinasi yang berbeda-beda untuk terapi diabetes dengan komplikasi hiperlipidemia, hal ini karena adanya perbedaan terhadap kondisi medis pasien dan tingkat kepatuhan pasien. Dalam hal penggunaan kombinasi obat, sangat perlu diperhatikan efek yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan bersama dari obat tersebut dan interaksi yang dapat ditimbulkan dari pemakaian obat secara bersamaan (Guyton: 2004; Gunawan: 2007).

Berdasarkan pembahasan sebelumnya yang menjelaskan tentang pola pengobatan, maka penelitian kali ini mempelajari dan mengidentifikasi interaksi obat yang terjadi selama penggunaan obat – obatan pada pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia. Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara retrospektif dan prospektif yaitu seluruh pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat untuk

pelayanan kesehatan, khususnya dalam

pemantauan interaksi obat terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia, sehingga interaksi obat dapat

(3)

19

dicegah dan pilihan penggunaan obat yang tepat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara prospektif dan retrospektif. Data terdiri atas data kuantitatif meliputi: Jumlah (%) jenis obat Antidiabetik yang digunakan, Jumlah (%) jenis obat AntiHiperlipidemia yang digunakan, Jumlah (%) pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia berdasarkan jenis kelamin, Jumlah (%) pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia berdasarkan umur, Jumlah (%) pasien Diabetes

Melitus tipe 2 dengan komplikasi

Hiperlipidemia berdasarkan Klasifikasi Penyakit Hiperlipidemia. Data kualitatif meliputi interaksi obat dengan efek sinergis dan interaksi obat yang tidak diharapkan. Data ditabulasikan kemudian bandingkan hasil yang diperoleh dengan standard yang telah ditetapkan terlebih

dahulu. Hasil perbandingannya akan

menunjukkan terjadi interaksi obat dengan efek sinergis dan interaksi obat yang tidak diharapkan.

Sumber data meliputi rekam medik pasien yang menjalani pengobatan Diabetes

Melitus tipe 2 dengan komplikasi

Hiperlipidemia serta wawancara pasien atau keluarga pasien di Bangsal Penyakit Dalam di RSUD Raden Mataher Jambi. Sampel yang dipilih adalah semua pasien Rawat inap yang menderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi.

Pengambilan Data dilakukan

pencatatan rekam medik di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi meliputi pasien rawat inap yang menjalani terapi

Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia. Meliputi data kualitatif dan kuantitatif serta kelengkapan data pasien (seperti umur dan jenis kelamin, tindakan penggobatan terhadap penyakit Diabetes Melitus tipe 2 dengan Hiperlipidemia, Diagnosa, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang, dan lain-lain). Data yang diambil dipindahkan ke lembaran pengumpulan data yang telah disiapkan. Kekurangan rekam medik dilengkapi dengan wawancara pasien atau keluarga pasien. HASIL DAN DISKUSI

Hasil analisa kuantitatif yang diperoleh dari penggunaan obat antidiabetes dan obat antihiperlipidemia yang menimbulkan interaksi obat pada 18 (orang) pasien penderita Diabetes

Melitus tipe 2 dengan komplikasi

Hiperlipidemia pada rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi yang dilakukan secara retrospektif dan prospektif, adalah sebagai berikut. Hasil Analisa Kuantitatif:

1. Obat antidiabetes yang banyak digunakan adalah jenis obat generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher jambi yakni sebesar 40,91%, sedangkan obat merek dagang sebesar 36,36%. Obat antidiabetes generik non formularium tidak ada ditemukan sedangkan obat merek dagang non formularium sebesar 22,73%. 2. Obat Antihiperlipidemia yang banyak

digunakan adalah jenis obat generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher Jambi yakni sebesar 100%, sedangkan obat

merek dagang, obat generik non

formularium dan obat merek dagang non formularium tidak ditemukan. Dari data yang diperoleh, obat hipolipidemia yang

(4)

20

simvastatin golongan penghambat HMG-KoA reduktase sebesar 77,78%.

3. Obat antidiabetes dan obat

antihiperlipidemia yang paling banyak diberikan kepada pasien perempuan sebesar 77,78%, sedangkan pada pasien laki-laki sebesar 22,22%.

4. Pasien DM tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia umur 40-50 tahun sebesar 22,22%, umur 51-60 tahun sebesar 50%, umur 61-70 tahun sebesar 22,22% dan

umur >71 tahun sebesar 5,56%. Dari data yang diperoleh bahwa penyakit ini banyak terjadi pada pasien umur 51-60 tahun yaitu sebesar 50%.

5. Pasien terdiagnosa hiperlipidemia tipe I, hiperlipidemia tipe II-a, hiperlipidemia tipe II-b, dan hiperlipidemia tipe III tidak ditemukan, semuanya pasien terdiagnosa hiperlipidemia tipe IV sebesar 66,67% dan hiperlipidemia tipe V sebesar 33,33%.

Tabel 1. Persentase terjadinya interaksi obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

hiperlipidemia

No Jenis Obat Jenis interaksi Mekanisme No

pasein Jumlah pasien % 1 Simvastatin + metformin Farmakodinamika (efek sinergis) Menurunkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida 3,7,10.1 5,18 5 27,78 Asetosal + meloxicam Farmakodinamika (interaksi yang tidak diharapkan) Peningkatan resiko pendarahan gastrointestinal 7 Metformin + ranitidin Farmakodinamika (efek sinergis) Peningkatan kadar metformin 10,15 2 Furosemid + captopril/ lisinopril Farmkodinamika (efek sinergis) Menurunkan tekanan darah secara tajam

5,6 2 11,11 3 Gemfibrozil +glikazid/ glimpirid/ glikudon Farmakodinamika (interaksi yang tidak diharapkan) Peningkatan efek hipoglikemia 2,11 2 11,11 4 Gemfibrozil/ simvastatin Farmakodinamika (interaksi yang tidak diharapkan Meningakatnya efek kadar statin, Resiko terjadinya

rhabdomyolisis, Resiko myopati, Resiko gagal ginjal akut

11

Total 9 50

Hasil Analisa Kualitatif berupa persentase terjadinya interaksi obat pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2 dengan komplikasi

Hiperlipidemia dapat dilihat pada tabel 1.

Analisa kuantitatif meliputi analisa persentase jenin obat antidiabetes dan obat hipolipidemia yang digunakan, persentase jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan

(5)

21

komplikasi Hiperlipidemia berdasarkan jenis kelamin,rentang umur, persentase pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia berdasarkan penyakit Diabetes Melitus, dan persentase pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia berdasarkan penyakit Hiperlipidemia

Jenis Obat Antidiabetes yang digunakan pada Terapi

Persentase obat antidiabetes yang digunakan dilihat dari jumlah obat antidiabetes generik dan antidiabetes merek dagang yang sesuai formularium maupun non formularium RSUD Raden Mattaher Jambi (PFT: 2010). dapat dilihat obat antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah jenis generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher Jambi 2011 yaitu sebesar 40,91%, sedangkan obat merek dagang yang sesuai dengan formularium sebesar 36,36%. Obat generik non formularium sebesar 0% dan obat merek dagang non formularium sebesar 22,73%. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1455/Menkes/SK/X/2010,

tangggal 4 Oktober 2010 tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan

Peraturan Menteri Kesehatan No.

HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang

kewajiban menulis resep dan atau

menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan Kesehatan Pemerintah, kebijakan Rumah Sakit dan standar ASKES/RS (Depkes RI;2005). Ini diharapkan untuk meringankan pasien dalam hal pendanaan untuk terapi.

Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah Insulin short-acting seperti Insulin Regular (Novorapid Flexpen). Insulin diperlukan

pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis,

ketoasidosis diabetic, hiperglikemia

hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke), kehamilan dengan DM gestasional, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontra indikasi atau alergi terhadap OHO (PETRI:2009).

Jenis Obat Antihiperlipidemia yang

digunakan pada Terapi

Obat Antihiperlipidemia yang banyak digunakan adalah jenis obat generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2011 yakni sebesar 100%, sedangkan obat merek dagang sesuai formularium sebesar 0%.

Obat antihiperlipidemia generik non

formularium sebesar 0%, sedangkan obat merek dagang non formularium sebesar 0%. Hal ini juga sesuai dengan peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.

1455/Menkes/SK/X/2010, tangggal 4 Oktober 2010 tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang kewajiban menulis resep dan atau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan Kesehatan Pemerintah, kebijakan Rumah Sakit, dan standar ASKES/RS (Depkes RI:2005).

Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan

komplikasi Hiperlipidemia, obat

antihipelipidemia yang paling banyak

diresepkan adalah golongan penghambat HMG-KoA reduktase yaitu simvastatin sebesar 77,78%, dan diikuti dengan golongan turunan Asam Fibrat yaitu gemfibrazil sebesar 22,22%, Inhibitor HMG-KoA reduktase adalah obat

(6)

22

pilihan pertama untuk mengobati sebagian besar pasien hiperkolesterolemia, statin saat ini merupakan antihiperlipidemia yang paling efektif dan aman. Obat ini terutama efektif untuk menurunkan kolesterol. Pada dosis tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang disebabkan oleh peninggian VLDL, selain simvastatin obat antihiperlipidemia yang banyak digunakan adalah golongan turunan asam fibrat yaitu gemfibrazil. Diabetes Atherosclerosis Intervertion Study tahun 2001 baru-baru ini menunjukkan manfaat Fenofibrat yang signifikan untuk mengobati DM tipe 2. Penelitian arteriografi selama 3 tahun ini menunjukkan adanya penurunan stenosis koroner fokal sebesar 40% (Gunawan: 2007; Goodman & Gilman: 2007).

Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan komplikasi Hiperlipidemia

Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penggunaan obat antidiabetes dan obat antihiperlipidemia berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak mendapatkan terapi obat antidiabetes dan obat hipolipidemia adalah perempuan yaitu sebesar 77,78%, sedangkan laki-laki 22,22%. Menurut penelitian Martias Bachtiar: 1994 menghasilkan bahwa perempuan lebih banyak menderita Diabetes Melitus komplikasi dengan hiperlipidemia daripada laki-laki masing-masing sebesar 56,57% dan 43,33%, hal ini dapat diartikan bahwa Diabetes Melitus tipe 2 komplikasi dengan hiperlipidemia lebih banyak dialami oleh perempuan.

Penelitian Monica di Jakarta (1988) menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206.6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada

pria. Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang (1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada penelitian

Monica yang pertama terdapatlah

hiperkolesterolemia 13.4% untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada penelitian Monica yang kedua hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit DM tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria (Anwar,2004).

Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan komplikasi Hiperlipidemia

Berdasarkan Rentang Umur

Berdasarkan rentang umur, persentase tertinggi pasien yang mendapat terapi obat antidiabetes dan obat antihiperlipidemia banyak dialami oleh umur 51-60 tahun yaitu sebesar 50%, sedangkan umur 61-70 tahun sebesar 22,22%, umur 40-50 tahun sebesar 22,22%, dan umur >71 tahun sebesar 5,56%. Pada penelitian Losenden, Hensen pasien yang paling banyak menderita Diabetes Melitus dengan rentang umur 34-79 tahun, penelitian lain menemukan pasien yang menderita Diabetes Melitus diatas umur 50 tahun sebanyak 42 orang (87,5%), di Turki dari 2345 penderita Diabetes Melitus diatas 46 tahun sebanyak 51,9%.

Penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan

komplikasi hiperlipidemia mengalami

peningkatan jumlah kasusnya pada umur di atas 45 tahun, dan jumlah kasus paling banyak terjadi pada umur 51 sampai 60 tahun (50%). Data tersebut sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes Association (ADA), bahwa usia diatas 45 tahun merupakan salah satu

(7)

23

faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Dalam perjalanan penyakit Diabetes Melitus, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun. Dari 100 pasien yang dievaluasi, hanya 17% yang tidak mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi adalah Hipertensi, Hiperlipidemia, Retinopathy dan Neuropathy. Komplikasi terbanyak salah satunya Hiperlipidemia (12,3%) yang merupakan salah satu penyebab kematian yang paling utama pada penderita Diabetes mellitus akan meningkatkan faktor pembentukan aterosklerosis dan menimbulkan penyakit Jantung Koroner (PJK) (ADA: 2004; PERKENI:2010; Andayani:2006).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperkirakan bahwa pada kenyataannya umur dewasa terutama umur 45 tahun keatas memiliki resiko tinggi Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia. Hal ini

terutama disebabkan karena dengan

bertambahnya umur fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang, dan juga berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya

massa otot dan perubahan vascular,

berkurangnya aktivitas fisik sehingga rentan terhadap berat badan berlebihan bahkan obesitas (Misnadiarly: 2006).

Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan komplikasi Hiperlipidemia

Berdasarkan Klasifikasi Penyakit

Hiperlipidemia

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan

komplikasi hiperlipidemia ditemukan

hiperlipidemia tipe I sebanyak 0 orang (0%), hiperlipidemia tipe II-a sebanyak 0 orang (0%), hiperlipidemia tipe II-b sebanyak 0 orang (0%), hiperlipidemia tipe III sebanyak 0 orang (0%), hiperlipidemia tipe IV sebanyak 12 orang

(66,67%), dan hiperlipidemia tipe V sebanyak 6 orang (33,33%). Berdasarkan hasil tersebut bahwa penyakit Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia lebih banyak terjadi pada Hiperlipidemia tipe IV dan V, terutama pada orang dewasa dan lanjut usia. Hal ini dikarnakan pada penyakit diabetes mellitus dikenal berhubungan dengan resiko PJK. Pada hiperlipidemia sekunder Banyak penyakit yang mempengaruhi kadar lemak atau memperberat adanya ketidaknormalan lemak dalam plasma salah satunya penyakit Diabetes Melitus (Priyanto, 2009).

Pada hiperlipidemia atau

hiperlipoproteinemia tipe IV ini mungkin merupakan hiperlipidemia yang terbanyak dijumpai di Negara barat. Di sini terjadi peningkatan VLDL dengan hipertrigliserida. Gejala klinik terutama terjadi pada pasien dewasa obesitas,diabetes, dan hiperurisemia dan tidak memiliki xantoma. Kondisi sekunder bisa terjadi pada peminum alkohol dan

diperburuk dengan stress, progestin,

kontrasepsi oral, dan obat-obatan seperti

thiazid atau beta bloker. Sedangkan

hiperlipidemia tipe V memperlihatkan kumulasi VLDL dan kilomikron, mungkin karena gangguan katabolisme trigliserida endogen dan eksogen. Gejala klinik ditandai dengan nyeri abdominal, pancreatitis, munculnya xantoma, dan polineuropathy perifer. Pasien-pasien ini biasanya obesitas, hiperurisemia, dan diabetes, peminum alkohol, eksogenus estrogen, dan gagal ginjal dapat memperburuk faktor yang telah ada (Gunawan: 2007; Dipiro, et al, 2006).

Pada analisa kualitatif meliputi analisa terjadi atau tidaknya interaksi obat yaitu: persentase terjadinya interaksi obat pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia.

(8)

24

Terjadinya Interaksi Obat

Persentase terjadinya Interaksi Obat pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia sebesar 50%, Interaksi obat artinya aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain jika diberikan secara bersamaan (Priyanto:2009). Dengan kata lain Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).

Hasil penelitian dari 18 (orang) pasien DM tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia di Bangsal Penyakit Dalam, interaksi obat terjadi pada 9 pasien dari Analisa Retrospektif dan Prospektif. Interaksi obat pada penelitian ini

berupa interaksi farmakokinetik dan

farmakodinamik, yang dalam prakteknya sudah ditanggulangi dengan cara menjarakkan pemberian obat dan telah dilakukan monitoring terhadap interaksi obat. Sedangkan interaksi obat yang bersifat toksik atau interaksi yang tidak diharapkan tidak ditemukan.

Interaksi obat yang banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu pada pemakaian obat Biguanid (metformin), Penghambat HMG-KoA reduktase (simvastatin) dan Asam fibrat (gemfibrozil). Menurut Standar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2010, obat hipoglikemik oral yang tepat untuk pasien DM tipe 2 dengan komplikasi dislipidemia adalah golongan biguanida (metformin), sedangkan antidislipidemia yang tepat adalah golongan statin dan asam fibrat.

Kejadian interaksi obat pada penelitian ini yang paling banyak ditemukan penggunaan Kombinasi metformin diberikan pagi hari dan simvastatin diberikan pada malam hari pada pasien No 3, 7, 10, 15 dan 18 interaksi terjadi sebesar 27,78%. Ini merupakan interaksi yang diharapkan. Karena pada pasien diabetes mellitus yang gemuk, simvastatin bekerja menghambat sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim HMG Coa reduktase sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar lagi. Selain LDL, VLDL dan IDL juga menurun, sedangkan HDL meningkat. Statin merupakan senyawa yang paling efektif dan paling baik toleransinya untuk mengobati dislipidemia. American Diabetes Association lebih jauh menyarankan pengobatan statin sebagai pilihan pertama untuk dislipidemia diabetes (Goodman & Gilman: 2007; Gunawan: 2007).

Sedangkan metformin juga dapat

menurunkan berat badan, menurunkan kadar trigliserida, LDL, kolesterol, dan kolesterol total, dan juga dapat meningkatkan LDL kolesterol. Metformin lebih sering digunakan sebagai terapi antidiabetik oral karena memiliki efek samping hipoglikemi yang rendah dibandingkan dengan golongan lain dan direkomendasikan oleh American Diabetes association (ADA) sebagai first line therapy bersama dengan modifikasi gaya hidup untuk pengobatan DM tipe 2. Dengan demikian mekanisme kerja metformin dan simvastatin yang mana satu menurunkan produksi glukosa hati dan satu lagi menghambat sintesis kolesterol di hati sehingga efek keduanya mampu menurunkan kadar kolesterol didalam tubuh (Gunawan: 2007; Misnadiarly: 2006; Elvina R: 2012).

(9)

25

Pada penelitian ini ditemukan pula Interaksi antara furosemid dengan kaptropil pada pasien No 5 dan 6 sebesar 11,11%. Kombinasi kedua obat ini biasanya aman dan efektif, karena memberikan efek sinergis dan interaksi yang diharapkan dalam menurunkan tekanan darah. Dimana kaptropil merupakan

ACE Inhibitor menghambat perubahan

angiostensin I menjadi angiostensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron, sedangkan Furosemid termasuk diuretik kuat, diuretik bekerja dengan cara

meningkatkan eksresi garam dan air,

menghambat retensi garam dan air sehingga menurunkan volume darah dan cairan ektraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah (Gunawan: 2007).

Akan tetapi pada beberapa pasien kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah (hipotensif) secara tajam yang terjadi pada awal pemberian terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin yang tinggi dan tergantung kepada kondisi pasien dan dosis obat, sebaiknya pada awal pemberian captopril dimulai dengan dosis rendah, dan monitor tekanan darah pasien (Stockley: 2008).

Namun pada penelitian ini pada pasien No 2 dan 11 interaksi yang menimbulkan efek yang tidak diinginkan dapat di atasi dengan memberikan jarak penggunaan dan monitorkan kadar gula darahnya oleh tenaga medis sehingga tidak ditemukan interaksi yang tidak diharapkan pada penggunaan kombinasi gemfibrozil dan gol sulfonil urea.

Interaksi antara gemfibrozil dan gol sulfonil urea, kombinasi keduanya ini merupakan interaksi yang tidak diharapkan karena efek hipoglikemik meningkat akibat

berbagai mekanisme seperti penurunan

metabolic hepatik, hambatan ekresi renal, pengusiran dari ikatan protein, penurunan

glukosa darah, perubahan metabolism

karbohidrat(Gunawan: 2007; Dipiro: 2006). Kombinasi gemfibrozil dan simvastatin merupakan interaksi yang tidak diharapkan karena gemfibrozil (seperti pembahasan sebelumnya) dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi simvastatin (seperti pembahasan sebelumnya) dalam darah, dengan cara menghambat metabolisme dari simvastatin, sehingga meningkatkan resiko terjadinya myopathy. Interaksi pada penelitian ini terjadi pada pasien No 11. Tetapi interaksi yang tidak diharapkan ini dapat diatasi oleh tenaga medis dengan memberi jarak dalam penggunaan gemfibrozil dan simvastatin, sekitar 1-2 jam serta dilakukan monitoring terhadap timbulnya myopathy, atau menggunakan simvastatin dosis rendah yakni 10 mg (stockley: 2008).

Pada penelitian ini interaksi antara asetosal dengan meloxicam yang terjadi pada pasien No 7 merupakan interaksi yang tidak diharapkan. Namun interaksi yang tidak diharapkan ini dapat diatasi oleh tenaga medis dengan memberi jarak dalam penggunaan

asetosal dan meloxicam serta telah

dilakukannya monitoring terhadap

kemungkinan terjadinya pendarahan

gastrointestinal.

Interaksi asetosal dengan meloxicam, kombinasi keduanya dapat meningkatkan resiko pendarahan gastrointestinal, selain itu asetosal dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari meloxicam dan peningkatan AUC meloxicam. (Dipiro: 2005; Gunawan: 2007; Stockley: 2008; Goodman & Gilman: 2007).

Pada penelitian ini Interaksi antara metformin dengan ranitidin, interaksi yang diharapkan (Sinergis) yang terjadi pada pasien

(10)

26

No 10 dan 15 sebesar 11,11%. Karena dapat meningkatkan kadar metformin, mekanisme kerja metformin tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran yaitu dengan meningkatkan transport glukosa, meningkatkan ambilan glukosa dari otot dan jaringan lemak, menurunkan produksi glukosa hati dengan menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis, memperlambat absorpsi glukosa di saluran gastrointestinal. Sedangkan ranitidin bekerja menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian (ranitidin) sekresi asam lambung dihambat (Gunawan: 2007; Elvina R: 2012).

Interaksi obat kationik di atas yang potensial dieliminasi melalui ginjal (sistem sekresi/transport tubular), sehingga dapat meningkatkan kadar metformin. Dengan kata lain jika kedua obat tersebut dikombinasikan secara bersamaan maka kadar metformin harus selalu dimonitor dan dilakukan pengaturan dosis metformin (Dipiro, 2006).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa interaksi penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi hiperlipidemia di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi sebesar 50% yang merupakan interaksi Sinergis (Interaksi yang diharapkan) dan tidak ditemukan interaksi yang tidak diharapkan. Interaksi tersebut adalah simvastatin dengan metformin sebesar 27,78%, Furosemid dengan ACE inhibitor sebesar 11,11%, dan Metformin dengan Ranitidin sebesar 11,11%. Dengan demikian Pasien DM tipe 2 dengan komplikasi Hiperlipidemia sudah mendapatkan obat sesuai dengan penyakit yang dideritanya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada seluruh pihak RSUD Raden Mattaher Jambi yang terkait yang telah membantu baik secara moril ataupun spirituil sehingga penelitian ini selesai dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA Anwar, Bahri. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko

Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

American Diabetes Associations., 2004., Standars of Medical Care in Diabetes., J Diabetes.,

Andayani Tri Murti (2006). Skripsi Analisis Biaya Terapi Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Madah.

Depkes RI., 2005., Kumpulan Peraturan Perundang-undangan., Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Dipiro JT, dkk. 2005. Pharmacotherapy A

Pathophysiologic Approach (6th ed.,). USA: McGraw-Hill Companies.

Dipiro, Joseph T, et al, 2006. Pharmacotheraphy Handbook, Sixth Edition, Mc Graw Hill Companies: Inc, New York, USA.

Elvina, R. 2012. Kajian Aspek Farmakokinetik Klinik obat Antidiabetes pada pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan Gangguan Fungsi Ginjal Di Poliklinik khusus RSUP DR. M .Djamil Padang periode bulan Oktober 2011-Januari 2012, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Andalas, Padang.

Gunawan., Sulistia G., 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V., Departemen Farmakologi dan Terapeuti, EGC, Jakarta.

Guyton Hall, 2009. Buku Ajar Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Goodman & Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodman & Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Mansjoer, A., K. Triyanti., R. Savitri., W. I. Wardhani., dan W. Setiowulan., (Editor), 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta.

(11)

27 Misnadiarly., 2006., Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer,

Infeksi, Pustaka Populer Obor., Jakarta.

Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi (PETRI)., 2009., Compendium of Indonesian Medicine IPD 1 st Edition., Jakarta.

Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. LESKONFI. Jakarta

Piscitelli, SC., Rodvold, KA., 2002. Drug Interactions in Infectious Diseases, Humana Press Inc, Totowa, NJ.

Stockley I., 2008. Drug Interaction A Source Book of Adserve Interaction, Their Mechanism, Clinical Importance and Management (8rd ed.)., University of Nottingham Medical School., England.

Sudoyo W.A, et al, editor. 2006. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Soegondo S., 2008, “Diabetes, The Silent Killer”, at

http://www.medicastore.com., Bagian Metabolik dan Endokrin., FKUI/RSCM., Jakarta., akses 20 mei 2012.

Gambar

Tabel 1.    Persentase  terjadinya  interaksi  obat  pada  pasien  diabetes  melitus  tipe  2  dengan  komplikasi  hiperlipidemia

Referensi

Dokumen terkait

163 tahun 2007 akan direvisi dengan menyertakan nama program studi dalam Bahasa lndonesia yang benar, nama program studi dalam Bahasa Inggris, kode program studi

Nor Azizah (2012.041.082) Ibanatul Hikmah (2012.041.087) Tri Ngatiatal

Penentuan sampel lembaga pemasaran di Kelurahan Blumbang dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu penelusuran saluran pemasaran wortel yang ada di

Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa nilai hasil belajar fisika peserta didik kelas XI MIA 3 SMA Negeri 22 Makassar setelah diajar menggunakan Model pembelajaran

Pertama, istilah kewajiban, dalam pajak kewajiban dikenakan terhadap individu, sedangkan pabean dan cukai dikenakan terhadap aktivitas memasukkan atau mengeluarkan barang

Laporan keuangan konsolidasi beserta laporan auditor independen tahun yang terakhir pada tanggal 31 Desember 2009 dengan angka perbandingan untuk tahun 2008.... C ata tan a tas

Upaya-upaya untuk mempertahankan ketinggian air antara lain membuat water zoning, memasang piezzometer, pintu air, over flow gate, pintu air parit tengah, pembuatan emergency

Sedangkan strategi yang dapat dilakukan Bebek Udig dari kelemahan yang dimiliki dengan peluang yang ada adalah, mengikuti event atau pameran yang sesuai dengan konsep restoran