• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP TAK BERLUBANG DENGAN BERLUBANG DUA PADA KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBANDINGAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP TAK BERLUBANG DENGAN BERLUBANG DUA PADA KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP

TAK BERLUBANG DENGAN BERLUBANG DUA

PADA KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Disusun oleh :

Ricky Octavianus Prasetya

NIM 055214030

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS COMPARISON OF FIN

WITH TWO HOLE AND WITHOUT HOLE

IN 3 DIMENSIONAL UNSTEADY STATE CASES

Final Project

Presented as partial fulfillment of the requirement

as to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

Disusun oleh :

Ricky Octavianus Prasetya

Student Number: 055214030

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang

tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan

membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan

memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”

(1 Korintus 10:13)

“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai

kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

(Matius 6:34)

“Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang

nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”

(Efesus 6:2-3)

”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.”

(Filipi 4:13)

“Apabila TUHAN, Allahmu, memberkati engkau, seperti yang dijanjikan-Nya

kepadamu, maka engkau akan memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi

engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai banyak bangsa,

tetapi mereka tidak akan menguasai engkau.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus

Orang tuaku

Kakak dan Adikku

Pasangan hidupku

(7)
(8)
(9)

ix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara efisiensi

dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 dan perbandingan antara efektivitas dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2

dari sirip berlubang dua dan tak berlubang tiga dimensi untuk keadaan tak tunak.

Benda uji pertama berupa sirip berlubang dua, terbuat dari aluminium, dengan

ukuran sirip 10,8 cm x 6,3 cm x 0,6 cm. Dengan x=z=0,9 cm dan y=0,3 cm.

Untuk mempermudah perhitungan maka benda uji dibagi menjadi ¼ bagian, sehingga

terdapat 104 elemen kecil/node/volume kontrol (52 node pada lapisan a dan lapisan

b). Volume kontrol ini sudah mewakili sirip secara keseluruhan. Setiap volume

kontrolnya mempunyai ukuran tertentu sesuai dengan posisinya. Lubang berukuran

3x x 3z berada pada 2x dan 2z dari node 1a. Sirip dikondisikan memiliki suhu

awal (Ti) sama dengan suhu dasar (Tb). Sirip tersebut dikondisikan pada lingkungan

dengan suhu T dan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Sifat-sifat bahan

seperti massa jenis massa jenis (ρ), kalor jenis (c) dan konduktivitas termal (k)

diasumsikan seragam (tidak merupakan fungsi posisi) dan tetap (tidak berubah

terhadap waktu), atau nilai difusivitas termal bahan (α) tetap. Benda tidak mengalami

perubahan bentuk dan volume selama proses berlangsung. Perpindahan kalor

konduksi yang terjadi di dalam sirip berlangsung dalam 3 arah yaitu x, y, dan z. Tidak

terdapat pembangkitan energi di dalam sirip. Nilai koefisien perpindahan kalor

konveksi di sekitar sirip tetap dan merata. Suhu fluida disekitar sirip nilainya tetap

(T∞ tetap) dan seragam. Benda uji kedua berupa sirip tak berlubang, bahan dan

ukuran sama dengan sirip berlubang dua. Untuk mempermudah perhitungan maka

benda uji juga dibagi menjadi ¼ bagian, sehingga terdapat 112 elemen

kecil/node/volume kontrol (56 node pada lapisan a dan lapisan b). Asumsi yang

digunakan sama dengan sirip berlubang dua.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa efisiensi sirip tak berlubang lebih

(10)

x

keadaan mendekati tunak efisiensi sirip berlubang dua lebih besar dibanding sirip tak

berlubang dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 dan waktu yang sama. Jika nilai h (koefisien

konveksi) besar, maka sirip malah dapat mengakibatkan berkurangnya perpindahan

kalor, karena jika h besar maka suhu pada sirip juga akan besar karena distribusi suhu

menjadi lebih cepat tunak (tidak berubah terhadap waktu) dibandingkan dengan h

yang kecil. Hal ini juga dikarenakan tahanan konduksi merupakan halangan yang

lebih besar terhadap aliran kalor, dibandingkan tahanan konveksinya (Holman, 1997,

hal. 46). Persamaan hubungan antara efisiensi dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 pada waktu

16,935 detik adalah η = -0,138x6 + 2,488x5 - 17,34x4 + 57,59x3 - 83,74x2 + 8,653x +

99,69 (untuk sirip berlubang dua) dan η = -0,090x6 + 1,755x5 – 13,23x4 + 47,57x3 -

74,85x2 + 8,287x + 99,7 (untuk sirip tak berlubang), dengan x = Lc3/2 (h/k.Am)1/2.

Efektivitas sirip tak berlubang lebih besar daripada sirip berlubang, jika nilai Lc3/2

(h/k.Am)1/2 sama dan pada waktu yang sama. Persamaan hubungan antara efektivitas

dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 pada waktu 16,935 detik adalah  = -0,028x6 + 0,514x5 -

3,586x4 + 11,90x3 - 17,30x2 + 1,788x + 20,60 (untuk sirip berlubang dua) dan  =

-0,021x6 + 0,406x5 – 3,063x4 + 11,01x3 - 17,33x2 + 1,917x + 23,09 (untuk sirip tak

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan

karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir ini adalah

persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik Mesin, Fakultas

Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

Tugas Akhir ini diberi judul "Perbandingan Efisiensi dan Efektivitas Sirip

Berlubang Dua dengan Tak Berlubang pada Kasus 3 Dimensi Keadaan Tak

Tunak". Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini karena adanya bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma.

2. Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin dan

Dosen Pembimbing Akademik.

3. Wibowo Kusbandono, S.T., M.T., selaku Sekretaris Penguji Tugas Akhir.

4. Ir. P. K. Purwadi, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah

memberikan motivasi, pandangan hidup, dan bimbingan tugas akhir dengan

sabar kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL (INGGRIS) ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

INTISARI ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 5

1.2.1. Bentuk Geometri Sirip ... 5

1.2.2. Model Matematika ... 6

1.2.3. Kondisi Awal ... 6

1.2.4. Kondisi Batas ... 6

(14)

xiv

1.3. Tujuan ... 7

1.4. Manfaat ... 7

BAB II. DASAR TEORI... 8

2.1. Perpindahan Kalor Pada Sirip ... 8

2.2. Perpindahan Kalor Konduksi ... 9

2.3. Konduktivitas Termal ...10

2.4. Perpindahan Kalor Konveksi ...12

2.4.1. Konveksi Bebas ...13

2.4.1.1. Plat Vertikal ...15

2.4.1.1.1. Bilangan Rayleight ...15

2.4.1.1.2. Bilangan Nusselt ...15

2.4.1.2. Plat Horisontal ...16

2.4.2. Konveksi Paksa ...17

2.5. Aliran Menyilang Silinder Tak Bundar ...18

2.6. Bilangan Biot Pada Sirip ...22

2.7. Bilangan Fourier Pada Sirip ...22

2.8. Difusivitas Termal Pada Sirip ...23

2.9. Laju Perpindahan Kalor ...24

2.10. Efisiensi Sirip ...25

(15)

xv

BAB III. PERSAMAAN NUMERIK ...27

3.1. Kesetimbangan Energi ...27

3.2. Penurunan Persamaan Model Matematika ...28

3.3. Penerapan Motode Numerik Pada Persoalan ...32

3.3.1. Persamaan Numerik Pada Node Di Dalam Sirip ...32

3.3.2. Persamaan Numerik Pada Node Di Permukaan Sirip ...34

3.3.3. Persamaan Numerik Pada Node Di Rusuk Sirip ...36

3.3.4. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Sirip ...39

3.3.5. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Lubang Sirip ...41

3.3.6. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Tengah Lubang Sirip ..44

3.3.7. Persamaan Numerik Pada Node Di Rusuk Vertikal Sirip ...46

3.3.8. Persamaan Numerik Pada Node Di Permukaan Vertikal Sirip ...48

3.4. Laju Perpindahan Kalor Pada Sirip ...51

3.5. Efektivitas Sirip ...52

3.6. Efisiensi Sirip ...53

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ...55

4.1. Benda Uji ...55

4.2. Peralatan Pendukung ...58

4.3. Metode Penelitian ...59

4.4. Variasi Yang Digunakan ...60

4.5. Cara Pengambilan Data...60

(16)

xvi

BAB V. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN ...61

5.1. Hasil Perhitungan ...61

5.1.1. Sirip Berlubang Dua ...61

5.1.1.1. Hubungan Distribusi Suhu, Posisi Node Dan Waktu ...61

5.1.1.2. Hubungan Laju Aliran Kalor Total Dengan Waktu ...63

5.1.1.3. Hubungan Efisiensi Dengan Waktu ...63

5.1.1.4. Hubungan Efektivitas Dengan Waktu ...64

5.1.1.5. Hubungan Efisiensi Dengan Lc3/2(h/k.Am)1/2 Dari Waktu Ke Waktu ...65

5.1.1.6. Hubungan Efektivitas Dengan Lc3/2(h/k.Am)1/2 Dari Waktu Ke Waktu ...65

5.1.2. Sirip Tak Berlubang ...66

5.1.2.1. Hubungan Distribusi Suhu, Posisi Node Dengan Waktu 66 5.1.2.2. Laju Aliran Kalor Total Dengan Waktu ...68

5.1.2.3. Hubungan Efisiensi Dengan Waktu ...68

5.1.2.4. Hubungan Efektivitas Dengan Waktu ...69

5.1.2.5. Hubungan Efisiensi Dengan Lc3/2(h/k.Am)1/2 Dari Waktu Ke Waktu ... 70

(17)

xvii

5.2. Pembahasan ...71

5.2.1. Pembahasan Pada Hubungan Distribusi Suhu, Posisi Node, Dan Waktu ...72

5.2.2. Perbandingan Pada Laju Aliran Kalor Total Dengan Waktu ...75

5.2.3. Perbandingan Pada Hubungan Efisiensi Dengan Waktu ...77

5.2.4. Perbandingan Pada Hubungan Efektivitas Dengan Waktu ...79

5.2.5. Perbandingan Pada Efisiensi Dengan Lc3/2(h/k.Am)1/2 Dari Waktu Ke Waktu ...80

5.2.6. Perbandingan Pada Efektivitas Dengan Lc3/2(h/k.Am)1/2 Dari Waktu Ke Waktu ...85

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...90

6.1. Kesimpulan ...90

6.2. Saran ...92

DAFTAR PUSTAKA ...93

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan ...11

Tabel 2.2. Konstanta C dan n Untuk Persamaan (2.7) ...16

Tabel 2.3. Konstanta C dan n Untuk Persamaan (2.8) ...17

Tabel 2.4. Konstanta C dan n Untuk Persamaan (2.9) ...19

Tabel 2.5. Perbandingan Harga Nusselt Untuk Berbagai Geometri ...20

Tabel 2.6. Nilai Kira-Kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ...21

Tabel 5.1. Perjalanan Suhu Pada Node T37b-T44b Pada Sirip Berlubang Dua ...72

Tabel 5.2. Perjalanan Suhu Pada Node T9b-T16b Pada Sirip Berlubang Dua ...73

Tabel 5.3. Perjalanan Suhu Pada Node T49b-T56b Pada Sirip Tak Berlubang ...73

Tabel 5.4. Perjalanan Suhu Pada Node T25b-T32b Pada Sirip Tak Berlubang ...73

Tabel 5.5. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Dari Waktu Ke Waktu Pada Sirip Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang ...76

Tabel 5.6. Perbandingan Efisiensi Dari Waktu Ke Waktu Pada Sirip Tak Berlubang Dengan Sirip Tak Berlubang ...78

Tabel 5.7. Perbandingan Efektivitas Dari Waktu Ke Waktu Pada Sirip Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang ...80

Tabel 5.8. Efisiensi Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Pada Sirip Berlubang Dua ...81

Tabel 5.9. Efisiensi Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Pada Sirip Tak Berlubang ...81

Tabel 5.10. Efektivitas Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Pada Sirip Berlubang Dua ...86

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Beberapa Contoh Bentuk Sirip ... 2

Gambar 1.2. Contoh Aplikasi Sirip Pada Kartu Grafis (VGA) ... 3

Gambar 1.3. Bentuk Sirip Untuk Pengujian ... 5

Gambar 2.1. Perpindahan Kalor Konduksi ...10

Gambar 2.2. Perpindahan Kalor Konveksi...12

Gambar 2.3. Konveksi Bebas Pada Lapisan Batas Di Atas Plat Rata Vertikal ...14

Gambar 2.4. Aliran Fluida Pada Bidang Datar...18

Gambar 3.1. Kesetimbangan Energi Dalam Volume Kontrol...27

Gambar 3.2. Analisis Konduksi Pada Koordinat Kartesius ...28

Gambar 3.3. Volume Kontrol Di Dalam Sirip ...32

Gambar 3.4. Volume Kontrol Di Permukaan Sirip ...34

Gambar 3.5. Volume Kontrol Di Rusuk/Pinggir Sirip ...36

Gambar 3.6. Volume Kontrol Di Sudut Sirip ...39

Gambar 3.7. Volume Kontrol Di Sudut Lubang Sirip ...41

Gambar 3.8. Volume Kontrol Di Sudut Tengah Lubang Sirip ...44

Gambar 3.9. Volume Kontrol Di Rusuk Vertikal Sirip ...46

Gambar 3.10. Volume Kontrol Di Permukaan Vertikal Sirip ...48

Gambar 4.1. Benda Uji Sirip Berlubang Dua ...55

Gambar 4.2. Benda Uji Sirip Tak Berlubang ...55

(20)

xx

Gambar 4.4. Pembagian Benda Uji Sirip Tak Berlubang Menjadi Volume Kontrol ..58

Gambar 5.1. Hubungan Suhu Dengan Waktu Pada Node 37b-44b Pada Sirip

Berlubang Dua ...62

Gambar 5.2. Hubungan Suhu Dengan Waktu Pada Node 9b-16b Pada Sirip

Berlubang Dua ...62

Gambar 5.3. Hubungan Laju Aliran Kalor Total Dengan Waktu Pada Sirip Berlubang

Dua ...63

Gambar 5.4. Hubungan Efisiensi Dengan Waktu Pada Sirip Berlubang Dua ...64

Gambar 5.5. Hubungan Efektivitas Dengan Waktu Pada Sirip Berlubang Dua ...64

Gambar 5.6. Hubungan Efisiensi Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 Pada Sirip Berlubang Dua

Dengan Variasi h Dari Waktu Ke Waktu ...65

Gambar 5.7. Hubungan Efektivitas Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Pada Sirip Berlubang

Dua Dengan Variasi h Dari Waktu Ke Waktu ...66

Gambar 5.8. Hubungan Suhu Dengan Waktu Pada Node 49b-56b Pada Sirip Tak

Berlubang ...67

Gambar 5.9. Hubungan Suhu Dengan Waktu Pada Node 25b-32b Pada Sirip Tak

Berlubang ...67

Gambar 5.10. Hubungan Laju Aliran Kalor Total Dengan Waktu Pada Sirip Tak

Berlubang ...68

(21)

xxi

Gambar 5.12. Hubungan Efektivitas Dengan Waktu Pada Sirip Tak Berlubang ...69

Gambar 5.13. Hubungan Efisiensi Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 Pada Sirip Tak

Berlubang Dengan Variasi h Dari Waktu Ke Waktu ...70

Gambar 5.14. Hubungan Efektivitas Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2 Pada Sirip Tak

Berlubang Dengan Variasi h Dari Waktu Ke Waktu ...71

Gambar 5.15. Grafik Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Dari Waktu Ke Waktu

Pada Sirip Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang ...75

Gambar 5.16. Grafik Perbandingan Efisiensi Dari Waktu Ke Waktu Pada Sirip

Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang ...77

Gambar 5.17. Grafik Perbandingan Efektivitas Dari Waktu Ke Waktu Pada Sirip

Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang ...79

Gambar 5.18. Perbandingan Efisiensi Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Antara Sirip

Berlubang Dua Dengan Sirip Tak Berlubang Pada Detik 16,935 ...84

Gambar 5.19. Perbandingan Efektivitas Dengan Lc3/2 (h/k.Am)1/2Antara Sirip

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini peran teknologi sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Sebagian

besar benda di sekitar kita adalah hasil perkembangan teknologi dan sudah menjadi

bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Dengan kata lain kita tidak dapat hidup tanpa

teknologi itu sendiri.

Beberapa benda hasil teknologi yang dapat kita jumpai diantaranya sistem

pengkondisian udara (AC), kendaraan bermotor, dan komputer. Ketiga benda ini

memiliki persamaan yaitu perkembangannya diarahkan untuk efisiensi yang lebih

tinggi dengan kapasitas yang makin besar.

Tuntutan ini memiliki konsekuensi terutama berkaitan dengan panas yang

dipindahkan. Pada sistem AC terjadi proses pengkondisian udara yang menukarkan

panas ruangan dengan freon, pada kendaraan bermotor terjadi pelepasan panas oleh

blok mesin ke lingkungan sekitar akibat panas berlebih, sedangkan pada komputer

terjadi proses meningkatnya suhu prosesor akibat aplikasi yang dijalankan. Apabila

pada ketiga sistem di atas proses perpindahan panas yang terjadi tidak mencukupi,

maka kinerja dan efisiensinya akan menurun, bahkan dimungkinkan terjadi

(23)

2

Beberapa upaya dilakukan untuk mendapatkan perpindahan panas yang

mencukupi, diantaranya mengganti beberapa bagian sistem dengan bahan yang

memiliki konduktivitas termal yang lebih tinggi atau dengan menambahkan sirip (fin)

pada bagian yang berfungsi sebagai penukar panas (heat exchanger). Dengan bahan

yang konduktivitas termalnya lebih tinggi serta penggunaan sirip, laju aliran kalor

yang melewati benda tersebut akan makin besar.

Sirip banyak digunakan antara lain pada komponen-komponen komputer,

seperti pada perangkat prosesor, silinder kendaraan bermotor, silinder kompresor,

peralatan elektrikal seperti transformator, dan lain sebagainya. Semakin canggih

peralatan-peralatan tersebut tentu saja menuntut kebutuhan listrik dalam jumlah yang

tidak sedikit. Listrik dalam jumlah tersebut berdampak pada panas berlebih.

Panas yang berlebih ini tentu dapat menyebabkan peralatan yang

menggunakan sirip menjadi rusak. Maka bentuk dan konfigurasi sirip harus dirancang

secara khusus agar memperhatikan laju perpindahan kalor yang optimal, mengingat

tidak ada jaminan bahwa penambahan luas permukaan akan selalu menigkatkan laju

aliran kalor. Dalam penelitian ini penulis mencoba menambahkan dua lubang pada

sirip dibandingkan dengan sirip yang tak berlubang.

J.P. Holman di dalam bukunya yang berjudul ”Perpindahan Kalor”

mengatakan bahwa prestasi sirip maksimum tidak didapatkan dari panjang sirip.

Prestasi maksimum didapatkan dari kuantitas material sirip. Kuantitas itu meliputi

(24)

3

Adapun gambar-gambar sirip seperti di bawah ini :

Gambar 1.1. Beberapa Contoh Bentuk Sirip

Gambar 1.2. Contoh Aplikasi Sirip Pada Kartu Grafis (VGA)

Penelitian tentang sirip telah dilakukan oleh beberapa orang. Antara lain oleh JP.

Holman, yang di dalam bukunya dengan judul “Perpindahan Kalor” edisi keenam,

dalam buku ini Holman hanya membahas efisiensi sirip sebatas 1 dimensi.

Penelitian lain dilakukan oleh Joko Winarno selaku dosen Universitas Janabadra

(25)

4

Segiempat Menggunakan Rancangan Model Komputasi”, yang bertujuan mengkaji karakteristik sirip radial berprofil segiempat 1 dimensi melalui permodelan numerik.

Studi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Fortran. Hasilnya untuk

mendapatkan laju aliran kalor yang maksimum dari sirip radial berprofil segiempat,

maka harus diupayakan sedemikian sehingga nilai koefesien perpindahan kalor

konveksi h yang setinggi mungkin.

Penelitian tentang benda 3 dimensi pernah dilakukan dengan judul “Laju

Perpindahan Kalor dan Efektivitas Sirip pada Kasus 3 Dimensi Keadaan Tak Tunak”

oleh Shirleen Yohana. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis sirip segiempat 3

dimensi yang berlubang di sisi penampangnya dengan variasi bahan. Hasilnya yaitu

semakin tinggi konduktifitas thermal bahan maka efisiensi perpindahan panas yang

dihasilkan semakin besar juga.

Selain itu, ada pula penelitian berjudul “Distribusi Suhu pada Benda Padat 3

Dimensi Berbangkit Energi Keadaan Tak Tunak” yang dilakukan oleh Leonardus Aditya S. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi suhu dengan

variasi koefisien perpindahan kalor konveksi h, variasi besar energi pembangkitan q

dan variasi bahan. Hasilnya adalah semakin besar koefisien perpindahan kalor

konveksi h, dan difusivitas termal bahan (α), distribusi suhu yang dihasilkan semakin

cepat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, semakin besar energi yang

dibangkitkan, dan distribusi suhu yang dihasilkan semakin tinggi.

Ketiga penelitian di atas mendukung penulis untuk melakukan penelitian yang

(26)

5

efektivitas sirip benda tiga dimensi pada keadaan tak tunak dengan membandingkan

sirip yang tak berlubang dengan yang berlubang dua.

1.2. Batasan Masalah

Sirip segi empat tiga dimensi dengan suhu awal yang seragam sebesar Ti secara

tiba-tiba dikondisikan pada suatu lingkungan dengan suhu fluida (T) dengan nilai

koefisien perpindahan kalor konveksi sebesar h. Persoalan yang harus diselesaikan

adalah membandingkan pengaruh sirip tak berlubang dengan yang berlubang dua

terhadap efesiensi dan efektivitas yang terjadi pada keadaan tak tunak.

1.2.1. Bentuk Geometri Sirip

a b

(27)

6 1.2.2. Model Matematika

Model matematika yang diperlukan untuk menghitung distribusi suhu pada setiap

posisi x, y, dan z saat t  0 dituliskan dalam persamaan (1.1)

t T z

T y

T x

T

          

1

2 2

2 2

2 2

...(1.1)

1.2.3. Kondisi Awal

Suhu sirip pada kondisi awal adalah seragam, yaitu T=Ti, secara matematis

dinyatakan dalam persamaan (1.2)

T(x,y,z,t)=Ti, berlaku untuk setiap posisi x, y, dan z ...(1.2)

1.2.4. Kondisi Batas

Seluruh permukaan sirip bersentuhan dengan fluida yang memiliki suhu sebesar

T dan memiliki koefisien perpindahan panas konveksi sebesar h. Pada bagian dasar

sirip suhunya sama dengan suhu dasar (Tb).

1.2.5. Asumsi

a. Sifat-sifat bahan (massa jenis, kalor jenis, konduktivitas termal, kofisien

perpindahan kalor konveksi) konstan atau tidak berubah terhadap suhu

dan merata.

b. Suhu awal sirip merata sebesar Ti.

c. Suhu fluida di sekitar sirip tetap (T tetap) dan seragam.

d. Selama proses berlangsung tidak terjadi perubahan volume dan bentuk

pada sirip.

e. Tidak ada pembangkitan energi di dalam sirip.

(28)

7 1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Membuat program komputasi dengan metode beda hingga cara eksplisit

untuk menghitung efisiensi dan efektivitas.

b. Membandingkan efesiensi dan efektivitas yang terjadi antara sirip yang

tidak berlubang dengan sirip berlubang dua.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:

a. Dapat mengetahui besarnya pola distribusi suhu, laju perpindahan kalor,

efisiensi, dan efektivitas yang terjadi pada sirip yang tidak berlubang dan

berlubang dua.

b. Dapat mengetahui pengaruh lubang pada sirip terhadap efisiensi dan

efektivitas sirip tersebut.

c. Sebagai referensi dalam pengerjaan penelitian lain yang lebih mendalam

dan bervariasi.

d. Dapat merancang dan memodifikasi berbagai macam bentuk sirip dengan

(29)

8 BAB II

DASAR TEORI

2.1. Perpindahan Kalor Pada Sirip

Perpindahan kalor adalah peristiwa terjadinya aliran kalor karena adanya

perbedaan di antara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor mencoba

menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda yang

lain, serta meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu.

Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua Termodinamika yang

berisikan tentang kekekalan energi dan arah perpindahan kalor yang berlangsung

pada arah tertentu.

Pada proses perpindahan energi terdapat tiga modus perpindahan kalor antara

lain : konduksi (conduction) atau hantaran, konveksi (convection) atau rambatan, dan

radiasi (radiation) atau pancaran. Masing-masing cara perpindahan kalor ini akan

diuraikan tersendiri, tetapi karena perpindahan kalor radiasi yang terjadi sangat kecil

maka dapat diabaikan. Perlu ditekankan bahwa pada situasi alam, kalor mengalir

tidak hanya dengan satu cara tetapi dengan beberapa cara yang terjadi secara

bersamaan. Amat penting untuk diperhatikan bahwa di dalam perekayasaan berbagai

cara perpindahan panas tersebut akan saling mempengaruhi untuk menentukan proses

perpindahan energi, karena di dalam praktek bila satu mekanisme mendominasi

(30)

9

solution) yang bermanfaat dengan mengabaikan semua mekanisme kecuali mekanisme yang mendominasi.

2.2. Perpindahan Kalor Konduksi

Proses perpindahan kalor konduksi (conduction) atau hantaran adalah proses

perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah di

dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium lain yang

bersinggungan secara langsung disebabkan karena adanya gradient suhu (temperature

gradient). Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang

energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang

lebih tinggi.

Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi kalor terjadi karena hubungan

molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.

Persamaan perpindahan kalor konduksi dapat dilihat pada persamaan (2.1) :

Δx

T T k.A..

Δx

T T k.A. x

T k.A.

q  1  2  2  1

  

 ……….…………..(2.1)

Keterangan :

q = Laju perpindahan kalor (Watt)

(31)

10

A = Luas permukaan benda yang mengalami perpindahan kalor tegak

lurus arah perpindahan kalor (m2)

x T

 

= Gradien suhu ke arah perpindahan kalor

Tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu arah

aliran kalor yang akan mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu.

Perpindahan kalor konduksi terjadi pada medium yang bersifat diam.

x

Gambar 2.1. Perpindahan Kalor Konduksi

2.3. Konduktivitas Termal

Dengan persamaan (2.1) kita dapat melaksanakan pengukuran dalam percobaan

untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu

yang agak rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk

meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.

q k

(32)

11

Nilai konduktivitas beberapa bahan dapat dilihat dalam tabel (2.1). Pada

umumnya konduktivitas termal itu sangat bergantung pada suhu. Jika aliran kalor

dinyatakan dalam Watt per derajat celcius. Laju kalor dan nilai konduktivitas termal

itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan

Bahan

Konduktivitas termal

Kalor spesifik

k Cp

W/moC J/kgoC

Logam

Perak (murni) 410 234

Tembaga (murni) 385 383,1

Al (murni) 202 896

Nikel (murni) 93 445,9

Besi (murni) 73 452

Baja karbon 1%C 43 473

Bukan logam

Kuarsa 41,6 820

Magnesit 4,15 1130

Batu pasir 1,83 710

Kaca 0,78 880

Kayu mapel 0,17 240

zat cair Air raksa 8,21 1430

Air 0,556 4225

Gas

H 0,175 14314

He 0,141 5200

Udara 0,024 1005

Uap air jenuh 0,0206 2060

(33)

12 2.4. Perpindahan Kalor Konveksi

Konveksi adalah transpor energi dengan kerja gabungan dari konduksi kalor,

penyimpanan energi, dan gerakan campuran. Konveksi sangat penting sebagai

mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat, cair, atau gas.

Perpindahan kalor konveksi dapat dilihat seperti pada gambar (2.2). Persamaan

perpindahan kalor konveksi dapat dilihat dari persamaan (2.2) :

 

h.A.T T

q w ……….……….……….(2.2)

Keterangan :

q = Laju perpindahan kalor (watt)

h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 oC)

A = Luasan permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida (m2)

T∞ = Suhu fluida (oC)

Tw = Suhu permukaan benda (oC)

(34)

13

Perpindahan kalor konveksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat

bergerak, misal: angin, air, minyak, dan lain-lain.

2.4.1. Konveksi Bebas

Konveksi bebas atau konveksi alamiah adalah konveksi yang terjadi karena

fluida yang mengalami proses pemanasan berubah densitasnya (kerapatannya) dan

bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi bebas terjadi karena gaya apung

(buoyancy force) yang dialaminya, apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu tidak

akan terjadi apabila fluida tersebut tidak mengalami suatu gaya dari luar seperti gaya

gravitasi, walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat

menghasilkan arus konveksi bebas. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi

bebas disebut gaya badan (body force).

Pada sistem konveksi bebas kita akan sering bertemu dengan bilangan Grashof,

Gr, yang didefinisikan sebagai:

2 3 w

υ

L T T gβ

Gr    ...(2.3)

Dengan g = percepatan gravitasi (m/s2)

L = dimensi karakteristik (m)

(35)

14

β = koefisien ekspansi volume (K-1)

=

υ/ l

µ

υ

1

 

= 1/T (khusus gas ideal); T adalah suhu mutlak

(36)

15 2.4.1.1. Plat Vertikal

2.4.1.1.1. Bilangan Rayleight

Untuk plat rata vertikal pada temperatur dinding seragam, bilangan Rayleight

dinyatakan dengan persamaan (2.4) :

Pr . L T T g.β Gr.Pr Ra

2 3 w

 

 ...(2.4)

Keterangan :

g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dtk2

L = panjang karakteristik, untuk silinder horisontal (m)

Tw = suhu dinding (K)

T = suhu fluida (K)

υ = viskositas kinematik (m2/detik)

Pr = bilangan Prandtl

Gr = bilangan Grashof

2.4.1.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)

Untuk konveksi bebas pada plat vertikal dengan temperatur dinding seragam

menurut Churchill dan Chu dengan daerah laminar pada 10-1 < Ra < 109 dan sesuai

untuk semua angka Prandtl bentuknya adalah:

9/16

4/9 4 / 1

0,492/Pr 1

0,67.Ra 0,68

Nu

(37)

16

Sedangkan untuk daerah turbulen yang berlaku pada jangkauan 10-1 < RaL < 1012

bentuknya adalah:

9/16

8/27

1/6 1/2

0,492/Pr 1

0,387Ra 0,825

Nu

 

 ...(2.6)

Mc. Adams mengkorelasikan nilai Nusselt rata-rata untuk kondisi temperatur

dinding seragam dengan bentuk:

1/4

Gr.Pr C k hL

Nu   ...(2.7)

Konstanta C dan n dapat dilihat pada tabel (2.2) di bawah ini:

Tabel 2.2. Konstanta C Dan n Untuk Persamaan (2.7)

Jenis Aliran Gr.Pr C n

Laminar

Turbulen

104 - 109 109 – 1013

0,59

0,10

¼

1/3

(Koestoer, 2002, hal.87)

2.4.1.2. Plat Horizontal

Bilangan Nusselt rata-rata untuk konveksi bebas pada plat horizontal dan kondisi

temperatur dinding konstan dikorelasikan oleh Mc. Adam dengan bentuk sebagai

berikut:

n

Gr.Pr C.

(38)

17

Dimana konstanta C dan eksponen n dapat dilihat pada tabel (2.3) di bawah ini:

Tabel 2.3. Konstanta C Dan n Untuk Persamaan (2.8)

Orientasi Plat Gr.Pr C n Aliran

Permukaan plat atas

panas, bawah dingin

105 – 2.107 2.107 –

3.1010

0,59

0,14

¼

1/3

Laminar

Turbulen

Permukaan plat bawah

panas, atas dingin

3.105 –

3.1010 0,27 ¼ Laminar

(Koestoer, 2002, hal.91)

2.4.2. Konveksi Paksa

Proses perpindahan kalor konveksi paksa ditandai dengan adanya fluida yang

bergerak dikarenakan adanya peralatan bantu. Alat bantu tersebut dapat berupa kipas

angin, fan, blower, pompa, dll. Perbedaan kerapatan mengakibatkan fluida yang berat

akan mengalir ke bawah dan fluida yang ringan mengalir ke atas.

Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi paksa, nilai koefisien

perpindahan kalor konveksi h harus diketahui. Bilangan Nusselt yang digunakan

untuk menghitung h harus dipilih sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus

mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa bilangan Nusselt

merupakan fungsi dari bilangan Reynold, Nu = f.(Re.Pr). Pada kasus sirip

diasumsikan konveksi paksa terjadi sesuai aliran fluida pada bidang datar, dapat

(39)

18

Gambar 2.4. Aliran Fluida Pada Bidang Datar

2.5. Aliran Menyilang Silinder Tak Bundar

Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan kalor rata-rata

dapat dihitung dari persamaan (2.9)

3 / 1 n e C.Re .Pr

k D h

Nu   ...(2.9)

Pada persamaan (2.9):

Nu = Bilangan Nusselt (tak berdimensi).

h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2oC).

De = Panjang karakteristik, untuk sirip d = L (m).

k = Konduktivitas / hantaran termal dari fluida di sekitar

sirip, W/m oC

Re = Bilangan Reynolds (tak berdimensi).

(40)

19

Tabel 2.4. Konstanta C Dan n Untuk Persamaan (2.9)

Geometri

υ

.D U

Re  e n C

5.000 - 100.000 0,588 0,222

2.500 – 5.000 0,612 0,224

2.500 – 7.500 0,624 0,261

5.000 – 100.000 0,638 0,138

5.000 – 19.500 0,638 0,144

5.000 – 100.000 0,675 0,102

2.500 – 8.000 0,699 0,160

4.000 – 15.000 0,731 0,205

19.500 – 100.000 0,782 0,035

3.000 – 15.000 0,804 0,085

(Koestoer, 2002, hal.36-37)

Pada Tabel 2.4:

Re = Bilangan Reynolds (tak berdimensi).

U = Kecepatan aliran bebas fluida (m/s)

De = Panjang karakteristik, untuk sirip De = L (m).

υ = Viskositas kinematik, m2/s

U

U

U

U

U

U

U

U

U

(41)

20

Pada tabel (2.5) di bawah ini akan kita lihat perbandingan harga Nusselt untuk

beberapa geometri penampang silinder pada jangkauan bilangan Reynolds antara

10.000 hingga 100.000. Nilai kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi

ditunjukkan dalam tabel (2.6)

Tabel 2.5. Perbandingan Harga Nusselt Untuk Berbagai Geometri

Re

Nu

10000 50,81 49,93 46,11 51,33 49,19

20000 77,98 75,05 73,62 80,81 76,55

30000 100,18 95,26 96,79 110,96 99,15

40000 199,67 112,81 117,54 138,96 119,12

50000 143,19 128,63 136,64 165,45 137,35

60000 165,83 143,19 154,54 190,80 154,29

70000 187,74 156,77 171,66 215,25 170,24

80000 209,04 169,58 187,66 238,94 185,37

90000 229,83 181,74 203,19 261,99 199,84

100000 250,18 193,35 218,17 284,49 213,74

(42)

21

Tabel 2.6. Nilai Kira-Kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi

Modus

h

W/m2

o

C

Btu/h,

ft3/F Konveksi bebas,

 o

C

Plat vertikal, tinggi 0,3m (1ft) di udara 4,5 0,79

Silinder horizontal, diameter 5 cm,di udara 6,5 1,14

Silinder horizontal, diameter 2 cm,dalam air 890 157

Konveksi paksa

Aliran udara2m/s di atas plat bujur sangkar 0,2m 12 2,1

Aliran udara 3,5m/s di atas plat bujur sangkar

0,75m 75 13,2

Udara 2atm mengalir di dalam tabung

diameter2,5cm, kecepatan 10m/s 65 11,4

Air 0,5kg/s mengalir di dalam tabung 2,5cm 3500 616

Aliran udara melintasi silinder diameter 5cm,

kecepatan 50m/s 180 32

Air mendidih Dalam kolam atau bejana

2500-35000

440-6200

Mengalir dalam pipa

5000-100.000

880-17.600

Pengembunan

uap

air, 1atm

Muka vertikal

4000-11.300

700-2000

Di luar tabung horizontal

9500-25.000

1700-4400

(43)

22 2.6. Bilangan Biot pada Sirip

Bilangan biot merupakan bilangan tak berdimensi. Bilangan biot (Bi) terkait

dengan tahanan laju aliran kalor di dalam sirip (secara konduksi) dengan tahanan laju

aliran kalor di permukaan sirip (secara konveksi). Hal ini dapat dilihat di dalam

persamaan (2.10).

k h

Bi

………...………(2.10)

Pada persamaan (2.15):

Bi = Bilangan biot (tak berdimensi).

δ = Panjang karakteristik (m), pada sirip d = L; pada perhitungan

komputasi d = Δx, Δz atau Δy searah datangnya konduksi.

k = Konduktivitas / hantaran termal dari benda (sirip),W/m oC.

2.7. Bilangan Fourier pada Sirip

Bilangan Fourier merupakan bilangan tak berdimensi, dinyatakan dengan

persamaan (2.11).

2

α Δt

Fo ………..………(2.11)

Pada persamaan (2.11):

Fo = Bilangan Fourier.

α = Difusivitas termal bahan (m2/s)

Δt = Selang waktu (detik).

(44)

23

d= Δx, Δz atau Δy searah datangnya konduksi (m).

Bilangan Fourier digunakan pada kasus tak tunak. Bilangan Fourier, salah

satunya dipakai sebagai syarat stabilitas. Besaran syarat stabilitas untuk bilangan

Fourier berbeda untuk tiap-tiap kasus. Besaran Fourier yang ditentukan dari

persamaan (2.11), digunakan untuk mencapai syarat konvergensi. Sehingga dapat

diketahui waktu (t) yang dibutuhkan untuk mencapai keadaaan tunak. Semakin besar

harga Fo yang dipilih (tidak lebih dari syarat stabilitas), maka waktu yang dibutuhkan

untuk konvergensi semakin cepat.

2.8. Difusivitas Termal pada Sirip

Difusivitas termal bahan adalah perbandingan antara konduktivitas termal suatu

bahan dengan massa jenis dan kalor jenis, dapat dilihat dalam persamaan (2.12).

ρ c

k

α ………...………(2.12)

Pada persamaan (2.12):

α = Difusivitas termal bahan (m2/s)

k = Konduktivitas / hantaran termal dari benda (sirip),W/m oC.

ρ = Massa jenis (kg/m³)

c = Kalor jenis (kal/ kg oC)

Material yang memiliki difusivitas termal bahan lebih besar, maka lebih cepat

(45)

24 2.9. Laju Perpindahan Kalor

Laju perpindahan kalor atau laju aliran kalor merupakan banyaknya jumlah kalor

yang dapat dilepas oleh sirip ke lingkungan dalam bentuk konveksi pada setiap

volume kontrol yang bersentuhan dengan udara luar, dapat dilihat dalam persamaan

(2.13)

As T T

...(2.13) h.

Q

T T h.As ... T

T h.As T

T h.As T

T h.As Q

q ... q q q Q

n

0 i

i i

n n 2

2 1

1 0

0

n 2

1 0

   

 

 

 

  

 

 

    

 

 

 

Keterangan :

Q = Laju perpindahan kalor (Watt)

q = Perpindahan kalor di setiap node (Watt)

Asi = Luas permukaan sirip pada node (m2)

Ti = Suhu sirip pada setiap node (oC)

T∞ = Suhu fluida (oC)

h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 oC)

(46)

25 2.10. Efisiensi Sirip

Efisiensi sirip merupakan perbandingan antara kalor yang dilepas sirip

sesungguhnya dengan kalor maksimum (ideal) yang dilepas sirip, dapat dilihat pada

persamaan (2.14)

 

   

T T h.As.

T Ti As h

η

b n

1 i

i

...(2.14)

Keterangan :

 = efisiensi sirip

h = koefisien perpindahan kalor konduksi (W/m2oC)

Asi = luas permukaan sirip pada setiap node i (m2)

As = luas seluruh permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida (m2)

Ti = suhu sirip pada setiap node i (oC)

T = suhu fluida (oC)

(47)

26 2.11. Efektivitas Sirip

Efektivitas sirip merupakan perbandingan antara kalor yang dilepas sirip

sesungguhnya dengan kalor yang dilepas jika tidak ada sirip, dapat dilihat pada

persamaan (2.15)

 

   

T T . h.A

T T As h

ε

b b n

1 i

i i

...(2.15)

Keterangan :

 = efektivitas sirip

h = koefisien perpindahan kalor konduksi (W/m2oC)

Asi = luas permukaan sirip pada setiap node i (m2)

Ab = luas penampang dasar sirip (m2)

Ti = suhu sirip pada setiap node i (oC)

Tb = suhu dasar sirip (oC)

T = suhu fluida (oC)

(48)

27 BAB III

PERSAMAAN NUMERIK

3.1. Kesetimbangan Energi

Gambar 3.1. Kesetimbangan Energi Dalam Volume Kontrol

Dari gambar 3.1 di atas kesetimbangan energi dalam volume kontrol dapat

dinyatakan dengan persamaan:

  

 

  

 

 

  

 

  

     

 

  

 

t selama

kontrol volume

dalam

energi perubahan

Δt

selama

kontrol volume

pada

an dibangkitk yang

energi

Δt

selama kontrol

volume

pada permukaan seluruh

ke

masuk yang

(49)

28

Ein Eout

Eq

 

Est 

  

  ………..….(3.1)

Ein = energi yang masuk volume kontrol, watt

Eout = energi yang keluar volume kontrol, watt

Est = energi yang tersimpan dalam volume kontrol, watt

q

E = energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol, watt

3.2. Penurunan Persamaan Model Matematika

Gambar 3.2. Analisis Konduksi Pada Koordinat Kartesius.

(50)

29 Energi yang masuk volume kontrol:

Ein = qx + qy + qz... (3.2)

Dengan,

  

  

  

z T dy dx k q y T dz dx k q x T dz dy k q z y x             ... (3.3)

Energi yang keluar volume kontrol:

                                   dz q q dy q q dx q q E q q q E z z z y y y x x x out dz z dy y dx x out ... (3.4)

Energi yang tersimpan dalam volume kontrol:

dxdydz t

T

ρ.c

Est p

 

 ... (3.5)

Energi yang dibangkitkandalam volume kontrol:

qdxdydz

(51)

30

Dengan memasukkan persamaan (3.2), (3.4), dan (3.6) ke dalam persamaan (3.1)

diperoleh:

t t z, y, x, T ρ.c q z t z, y, x, T k z y t z, y, x, T k y x t z, y, x, T k

x p 

                                    ...(3.7)

Jika koefisien perpindahan panas konduksi berharga konstan (k=konstanta), atau

tidak berubah terhadap suhu, dan

p ρ.c

k

α  dimana:

k = konduktivitas termal bahan, (W/moC)

α = difusivitas termal bahan, (m2

/s)

ρ = massa jenis benda, (kg/m3

)

c = panas jenis benda, (J/kg.oC)

Maka persamaan (3.7) menjadi:

t t z, y, x, T α 1 k q z t z, y, x, T y t z, y, x, T x t z, y, x, T 2 2 2 2 2 2              ………..….(3.8)

Jika tidak ada energi yang dibangkitkan di dalam sistem atau 

q= 0, maka

(52)

31

t t z, y, x, T

α

1 z

t z, y, x, T y

t z, y, x, T x

t z, y, x, T

2 2

2 2

2 2

   

  

  

………(3.9)

T(x,y,z,t) : suhu pada posisi x,y,z saat t

x : posisi x

y : posisi y

z : posisi z

t : waktu

(53)

32

3.3. Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan

3.3.1. Persamaan Numerik Pada Node Di Dalam Sirip

Perpindahan kalor di dalam sirip terjadi secara konduksi saja, pada arah x, y, z.

Volume kontrolnya berbentuk kubus dengan panjang x, lebar y, tinggi z. Dengan

ketentuan Δx = Δz, Δy =

n

Δx; n = bilangan bulat, n > 0.

Gambar 3.3. Volume Kontrol Di Dalam Sirip

Volume kontrol = Δx . Δy . Δz =

n Δx3 ; Δt k Δx c ρ Fo 1 2    

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

n Δx k Δx T T Δz Δy k

q           ... (3.10)

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

2 T T

n Δx k Δx T T Δz Δy k

q           ... (3.11)

y,j z,k y x z x,i q2 i+1,j,k q1 i-1,j,k

q4 i,j,k+1

q5 i,j-1,k

q6 I,j+1,k

q3 i,j,k-1

(54)

33

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

3 T T

n Δx k Δz T T Δy Δx k

q           ... (3.12)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

4 T T

n Δx k Δz T T Δy Δx k

q           ... (3.13)

n

k j, i, n k 1, j i, n k j, i, n k 1, j i,

5 Δy k n Δx T T

T T

Δz Δx

k

q            ... (3.14)

n

k j, i, n k 1, j i, n k j, i, n k 1, j i,

6 k n Δx T T

Δy T T Δz Δx k

q            ... (3.15)

Kesetimbangan energi Δt T T n Δx c ρ q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                

... (3.16)

Semua ruas dikali x k.

n

, maka :

 

 

 

 

n

k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, j i, n k 1, j i, 2 n 1 k j, i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, j i, 2 n k j, i, n k 1, -j i, 2 n k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 -k j, i, n k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i T T Fo 1 n 2 4 T T T n T T T T T T Δt k Δx c ρ T T n T T n T T T T T T T T                                         

3.16

... ... ... ...

Semua ruas dikali Fo, maka :

n

k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, j i, n k 1, j i, 2 n 1 k j, i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1,

i T T T n T T Fo T 4 2n T T

T

(55)

34

n

2

k j, i, n k 1, j i, n k 1, j i, 2 n 1 k j, i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i 1 n k j,

i, FoT T T T n T T T 1 Fo4 2n

T     

3.17

... ... ... ... Syarat stabilitas

2 2 2n 4 1 Fo 0 2n 4 Fo 1      ……….……….(3.18)

3.3.2. Persamaan Numerik Pada Node Di Permukaan Sirip

Perpindahan kalor di permukaan sirip terjadi secara konduksi kecuali dari arah

atas (secara konveksi, q6), karena permukaan sirip bersinggungan dengan fluida.

Gambar 3.4. Volume Kontrol Di Permukaan Sirip

Volume kontrol = Δz

2

Δy

Δx  =

2n Δx3 ; k Δx h Bi 

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

2n Δx k Δx T T Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.19) y,j

z,k

y/ 2

x z x,i q2 i+1,j,k q1 i-1,j,k

q4 i,j,k+1

q5 i,j-1,k

q6 h, T

q3 i,j,k-1

(56)

35

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

2 T T

2n Δx k Δx T T Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.20)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

3 T T

2n Δx k Δz T T 2 Δy Δx k

q      

       

... (3.21)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n k j, 1, i

4 T T

2n Δx k Δz T T 2 Δy Δx k

q      

       

... (3.22)

n

k j, i, n k 1, j i, n k j, i, n k 1, j i,

5 k n Δx T T

Δy T T Δz Δx k

q            ... (3.23)

n

k j, i, 2 n k j, i,

6 h Δx Δz T T h Δx T T

q          ... (3.24)

Kesetimbangan energi Δt T T 2n Δx c ρ q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                

……….………(3.25)

Semua ruas dikali x k.

2n

, maka :

 

 

 

 

n

(57)

36 Semua ruas dikali Fo, maka :

n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, j i, n 1 k j, i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i

T

T

Bi

2n

2n

4

T

Fo

BiT

T

n

2n

T

T

T

T

Fo

      

1 Fo4 2n 2nBi

T BiT T n 2n T T T T Fo T 2 n k j, i, n k 1, j i, n 1 k j, i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i 1 n k j, i,                   ………(3.27) Syarat stabilitas

2nBi 2n 4 1 Fo 0 2nBi 2n 4 Fo 1 2 2        ………(3.28)

3.3.3. Persamaan Numerik Pada Node Di Rusuk/Pinggir Sirip

Gambar 3.5. Volume Kontrol Di Rusuk/Pinggir Sirip y,j

z,k

y/ 2

x

z/ 2

x,i

q2 i+1,j,k

q1 i-1,j,k

q5 h, T

q4 i,j-1,k

q6 h, T

q3 i,j,k-1

(58)

37

Volume kontrol =

2

Δz

2

Δy

Δx  =

4n

Δx3

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

4n Δx k Δx T T 2 Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.29)

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

2 T T

4n Δx k Δx T T 2 Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.30)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

3 T T

2n Δx k Δz T T 2 Δy Δx k

q      

    

   ... (3.31)

n

k j, i, n k 1, -j i, n k j, i, n k 1, -j i,

4 T T

2 Δx n k Δz T T 2 Δz Δx k

q       

    

 ... (3.32)

n

k j, i, 2 n k j, i,

5 T T

2n Δx h T T 2 Δy Δx h

q      

    

... (3.33)

n

k j, i, 2 n k j, i,

6 T T

2 Δx h T T 2 Δz Δx h

q      

    

... (3.34)

Kesetimbangan energi Δt T T 4n Δx c ρ q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                

…….………(3.35)

Semua ruas dikali x k.

4n

(59)

38

 

 

n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, -j i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i

T

T

n

1

2Bi

2n

4

T

Fo

n

1

2Bi.T

2n.T

2T

T

T

Fo

    

 

 

 

n

k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n 1 k j, i, 2 n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k j, i, n k j, i, n k 1, -j i, 2 n k j, i, n 1 -k j, i, n k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i T T Fo 1 2n.Bi 2Bi 2n 4 T n 1 2BiT .T 2n 2T T T T T Δt k Δx c ρ T T k Δx h 2n T T k Δx h 2 T T 2n T T 2 T T T T                                                          …..…………(3.36)

Semua ruas dikali Fo, maka :

1 Fo4 2n 2Bi1 n

T n 1 2Bi.T 2n.T 2T T T Fo T 2 n k j, i, n k 1, -j i, n 1 k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i 1 n k j, i,                 …..…………(3.37) Syarat stabilitas

1 n

(60)

39

3.3.4. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Sirip

Perpindahan kalor di sudut sirip terjadi secara konduksi kecuali dari arah q4, q5,

q6 ; karena bersinggungan dengan fluida.

Gambar 3.6. Volume Kontrol Di Sudut Sirip

Volume kontrol =

2

Δz

2

Δy

2

Δx

= 8n

Δx3

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

4n Δx k Δx T T 2 Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.39)

n

k j, i, n 1 -k j, i, n k j, i, n 1 -k j, i,

2 T T

4n Δx k Δz T T 2 Δy 2 Δy k

q      

    

 ... (3.40)

n

k j, i, n k 1, -j i, n k j, i, n k 1, -j i,

3 T T

4 Δx k Δz T T 2 Δz 2 Δx k

q       

    

n ... (3.41)

y,j z,k

y/ 2

x/ 2 x

z/ 2 x,i

q4 h, T

q1 i-1,j,k

q5 h, T

q3 i,j-1,k

q6 h, T

q2 i,j,k-1

(61)

40

n

k j, i, 2 n k j, i,

4 T T

4n Δx h T T 2 Δz 2 Δy h

q      

    

... (3.42)

n

k j, i, 2 n k j, i,

5 T T

4 Δx h T T 2 Δy 2 Δx h

q      

      

n ... (3.43)

n

k j, i, 2 n k j, i,

6 T T

4 x Δ h T T 2 Δz 2 Δx h

q      

    

  ... (3.44)

Kesetimbangan energi Δt T T 8n Δx c ρ q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                

... (3.45)

Semua ruas dikali x k.

8n

, maka :

 

n

(62)

41 Semua ruas dikali Fo, maka :

n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, -j i, 2 n 1 -k j, i, n k j, 1, i

T

T

n

2

2Bi

2n

4

T

Fo

n

2

2Bi.T

.T

n

T

T

2

Fo

  

2T T n .T 2Bi.T 2 n

T

1 Fo

4 2n 2Bi

2 n

Fo

Ti,j,kn1  i1,j,kn  i,j,k-1n  2 i,j,k1n    i,j,kn   2  

………..(3.47) Syarat stabilitas

2 n

2Bi 2n 4 1 Fo 0 n 2 2Bi 2n 4 Fo 1 2 2          ………(3.48)

3.3.5. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Lubang Sirip

Gambar 3.7. Volume Kontrol Di Sudut Lubang Sirip y,j

(63)

42

Volume kontrol =

4 3

Δz

2

Δy

Δx   =

8n x

3 3

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

2n Δx k Δx T T Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.49)

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

2 T T

4n Δx k Δx T T 2 Δz 2 Δy k

q      

       

... (3.50)

n

k j, i, 2 n k j, i,

3 T T

4n Δx h T T 2 Δz 2 Δy h

q      

    

... (3.51)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

4 T T

2 Δx k Δz T T 2 Δy Δx k

q      

       

n ... (3.52)

n

k j, i, 2 n k j, i,

5 T T

4n Δx h T T 2 Δz 2 Δy h

q      

    

... (3.53)

n

k j, i, 2 n k j, i,

6 T T

4 x Δ h T T 2 Δz 2 Δx h

q      

    

... (3.54)

n

k j, i, n k 1, -j i, n k j, i, n k 1, -j i,

7 k Δx T T

4 3 Δy T T Δx k 4 3

q   z    n   ... (3.55)

n

k j, i, 2 n k j, i,

8 h Δx T T

4 3 T T h 4 3

(64)

43 Kesetimbangan energi Δt T T 8n x 3 c ρ q q q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 8 7 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                   

... (3.57)

Semua ruas dikali

x 3k.

8n Fo

, maka :

(65)

44

3.3.6. Persamaan Numerik Pada Node Di Sudut Tengah Lubang Sirip

Gambar 3.8. Volume Kontrol Di Sudut Tengah Lubang Sirip

Volume kontrol =

4 3

Δz Δy

Δx   =

4n x

3 3

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

1 T T

n Δx k Δx T T Δz Δy k

q           ... (3.60)

n

k j, i, n k j, 1, i n k j, i, n k j, 1, i

2 T T

2n Δx k Δx T T 2 Δz Δy k

q      

       

... (3.61)

n

k j, i, 2 n k j, i,

3 T T

2n x h T T 2 Δz Δy h

q      

    

... (3.62)

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 k j, i,

4 T T

n Δx k Δz T T Δy Δx k

q           ... (3.63)

n

k j, i, 2 n k j, i,

5 T T

2n hΔΔ T T Δy 2 Δx h

q     

    

... (3.64)

y,j z,k

(66)

45

n

k j, i, n 1 k j, i, n k j, i, n 1 -k j, i,

6 T T

2n Δx k Δz T T Δy 2 Δx k

q      

    

... (3.65)

n

k j, i, n k 1, -j i, n k j, i, n k 1, -j i,

7 k n Δx T T

4 3 Δy T T Δz Δx k 4 3

q           ... (3.66)

n

k j, i, n k 1, j i, n k j, i, n k 1, j i,

8 k n Δx T T

4 3 Δy T T Δz Δx k 4 3

q            ... (3.67)

Kesetimbangan energi Δt T T 4n x 3 c ρ q q q q q q q q Δt ΔT V c ρ q n k j, i, 1 n k j, i, 3 8 7 6 5 4 3 2 1 6 1 i i                   

... (3.68)

Semua ruas dikali

x 3k.

4n Fo

, maka :

n k j, i, 1 n k j, i, 2 n k j, i, n k 1, j i, n k 1, -j i, 2 n 1 k j, i, n 1 -k j, i, n k j, 1, i n k j, 1, i

T

T

3

4

2

4

T

Fo

Bi.T

3

4

T

T

.

n

T

3

4

T

3

2

T

3

2

T

3

4

Fo

Gambar

Gambar 1.1. Beberapa Contoh Bentuk Sirip
Gambar 2.3. Konveksi Bebas Pada Lapisan Batas Di Atas Plat Rata Vertikal
Tabel 2.5. Perbandingan Harga Nusselt Untuk Berbagai Geometri
Tabel 2.6. Nilai Kira-Kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Penetapan harga dasar gabah dan harga atap beras di tingkat konsumen lebih rendah daripada harga keseimbangan di pasar dengan tidak ada subsidi kepada produsen maka

Pengacakan dan Tata Letak Percobaan RBSL Model Linier dan Analisis Ragam Contoh Penerapan Pendahuluan..

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

BB 2757 MI yang dikemudikan oleh korban Marmeilin Sipahutar (meninggal dunia) dengan cara terdakwa keluar dari kantor CU Pinangsori lalu pergi dengan mengendarai

Jika data pada register A lebih besar atau sama dengan data yang ada pada Simbol maka akan dilakukan proses penghapusan carry flag dan pengurangan, dimana data register A dikurang

Agenda : Membahas isu-isu terkait Hubungan Pusat dan Daerah serta antar Daerah dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia dan Asosiasi Pemerintah Kota

Dengan berkembangnya jenis dan volume kegiatan atau usaha yang memanfaatkan kayu dari hutan hak dan/atau tanah milik, sebenarnya membawa manfaat yang besar dalam