• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material. Modul F Analisis Struktur Mikro Sambungan Las (SMAW) Oleh : : Surya Eko Sulistiawan NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material. Modul F Analisis Struktur Mikro Sambungan Las (SMAW) Oleh : : Surya Eko Sulistiawan NIM :"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material

Modul F Analisis Struktur Mikro Sambungan Las (SMAW) Oleh :

Nama : Surya Eko Sulistiawan

NIM : 13713054

Kelompok : 12

Anggota (NIM) : Andrian Anggadha Widatama (13713005) Antonio Ricardo Salomo Abraham (13713024) Adhi Setyo Nugroho (13713025)

Aldi Wendo Kohara (13713042) Tanggal Praktikum : 13 Oktober 2015 Tanggal Penyerahan Laporan : 17 November 2015

Nama Asisten (NIM) : M. Iqbal Yusrian (13711064)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produk-produk berukuran besar dan kompleks biasanya dibuat melalui proses perakitan/penyambungan dua komponen. Komponen-komponen tersebut biasanya lebih kecil, bentuknya lebih sederhana, atau bagian yang terbuat dari material yang berbeda. Penyambungan merupakan bagian penting dalam proses manufacturing. Proses metalurgi seperti welding, brazing, dan soldering biasa digunakan untuk menyambung logam dan sering melibatkan solidifikai lelehan material.

Welding merupakan penyambungan permanen dua logam atau lebih dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan. Proses-proses pengelasan antara lain Gas Welding, Arc Welding, Resistance Welding, Solid State Welding, Unique Welding, dll. Proses pengelasan yang biasa digunakan saat ini adalah proses Arc Welding yang salah satunya adalah metode Shield Metal Arc Welding (SMAW).

1.2 Tujuan Praktikum

1. Menentukan Heat Input pada specimen hasil lasan yang telah diuji tarik maupun specimen untuk proses metalografi

2. Menentukan tegangan ultimate specimen hasil proses pengelasan

3. Mendapatkan struktur mikro specimen hasil proses pengelasan melalui proses metalografi

(3)

BAB II TEORI DASAR

Pengelasan merupakan penyambungan dua atau lebih logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan metalurgi yang diakibatkan oleh gaya tarik menarik antar atom. Secara umum, proses pengelasan dibagi menjadi tiga :

1. Solid state welding, yaitu proses pengelasan tanpa terjadi pencairan. Pengelasan jenis ini terbagi menjadi tiga, kimia (diffusion welding, explosion welding), elektrik (resistance welding), dan mekanik (cold welding, friction, ultrasonik).

2. Liquid state welding/fusion welding, yaitu proses pengelasan disertai pencairan logam induk. Berdasarkan jenis sumber panasnya, pengelasan jenis ini terdiri dari kimia (gas oxyfuel, thermite), dan elektrik (busur listrik, resistansi, electron beam, laser beam).

3. Soldering & Brazing, yaitu penyambungan dua logam tanpa terjadinya pencairan logam induk, yang mencair hanyalah logam pengisinya saja. Perbedaan antara soldering dan brazing yaitu terletak pada titik cair logam pengisinya. Titik cair logam pengisi proses Brazing sekitar 450oC – 900oC sedangkan untuk soldering, titik cair logam pengisinya kurang dari 450oC. Proses-proses pengelasan yang umum digunakan antara lain Gas welding, Arc welding, dan Resistance welding. Gas welding menggunakan gas untuk menghasilkan panas api,contohnya yaitu oxyacetylene welding dan pressure gas welding. Pada arc welding, proses penggabungan diperoleh dari panas yang dihasilkan dari busur listrik antara benda kerja dan elektroda. Contohnya yaitu Shielded metal arc welding, Gas metal arc welding, Gas tungsten arc welding. Pada Resistance welding, arus listrik yang kuat dilewatkan pada logam dan menimbulkan

(4)

pemanasan lokal pada sambungan, lalu proses ini selesai setelah diberikan tekanan. Contohnya yaitu spot welding, projection welding, dan seam welding.

Pada praktikum modul ini, proses pengelasan yang digunakan yaitu dengan metode SMAW (shielded metal arc welding).

Proses SMAW, saat ini juga dikenal dengan istilah proses MMAW (Manual Metal Arc Welding). Dalam pengelasan ini, logam induk mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik yang ada dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang dipakai berupa kawat yang dibungkus oleh pelindung berupa fluks dan karena itu elektroda las kadang-kadang disebut kawat las. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama-sama dengan logam induk yang menjadi bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan ini maka kampuh las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dan logam induk.

Elektroda pada proses SMAW ini dibungkus oleh fluks. Fluks ini akan ikut mencair dan karena massa jenisnya lebih kecil dari logam las maka fluks ini berada diatas logam las pada saat cair. Fluks ini akan mengikat kotoran membentuk slag dengan tujuan menghindari kontaminasi dari udara luar selama pembekuan. Selain itu, sebelum membentuk slag, fluks juga berfungsi sebagai pelindung saat pencairan dengan menjadi terak yang menutupi logam las.

Untuk dapat mengelas dengan proses SMAW diperlukan beberapa peralatan, seperti mesin las, kabel elektroda dan pemegang elektroda, kabel logam induk dan penjepit logam induk dan elektrodo. Peralatan lain yang juga perlu disediakan adalah topeng las

(welding mask), sarung tangan dan jas pelindung.

(5)

Dalam pengelasan, untuk mencairkan logam induk dan logam pengisi diperlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan berasal dari bermacam- macam sumber yang tergantung pada proses pengelas annya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari parameter arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang dikenal dengan Heat Input (masukan panas).

( )

Parameter arus pengelasan berpengaruh langsung pada penetrasi logam las, bentuk manik las, lebar HAZ dan dilusi. Besarnya arus las ini ditentukan oleh diameter elektroda, jenis logam induk dan ketebalannya. Makin tinggi arus, ketebalan pelat yang dapat dilas lebih besar.

Parameter tegangan pengelasan berbanding lurus dengan tinggi busur, yaitu jarak antara ujung elektroda dengan permukaan logam induk yang dilas. Kenaikan tegangan akan terus berlanjut jika tinggi busur makin besar dan pada akhirnya mungkin saja busur listrik tidak lagi ada.

Parameter kecepatan pengelasan biasanya dipengaruhi oleh arus pengelasan. Kecepatan pengelasan ini akan mempengaruhi bentuk manik las dan penetrasi logam las.

Pemanasan lokal pada permukaan logam induk selama proses pengelasan menghasilkan daerah pemanasan yang unik, artinya di setiap titik yang mengalami pemanasan itu memiliki karakteristik berbeda-beda. Daerah hasil pengelasan dapat diklasifikasikan menjadi tiga daerah utama,yaitu

(6)

2. Daerah bersebelahan dengan logam las yang terpengaruh langsung oleh panas pengelasan yang disebut dengan HAZ(heat affected zone).

3. Daerah yang tidak terpengaruh panas Pada proses pengelasan terjadi perubahan struktur mikro terutama di daerah lasan dan daerah HAZ. Untuk mengamati perubahan struktur mikro tersebut, digunakanlah

teknik karakterisasi yang biasa dinamakan metalografi. Tahap-tahapan metalografi tersebut antara lain :

1. Pengambilan sampel (sampling) 2. Pemotongan benda uji (cutting) 3. Mounting (Pembingkaian)

Mounting disebut juga proses pembingkaian sampel. Adapun tujuan dari mounting yaitu:

a. Untuk memudahkan saat melakukan preparasi atau handling. b. Untuk mendapatkan kerataan permukaan

c. Meningkatkan keamanan bagi penguji d. Mempermudah melihat struktur mikro

e. Melindungi spesimen dari kerusakan mekanis maupun non mekanis f. Mempermudah pemberian identitas sampel

g. Memudahkan dalam penyimpanan 4. Pengamplasan (Grinding)

Pengampelasan dilakukan untuk memperhalus sampel dan membersihkan kotoran-kotoran yang terlihat seperti bekas karat, menghilangkan geram- geram yang menempel pada sampel, serta menghilangkan adanya deformasi. Pengampelasan dilakukan dari ampelas yang paling kasar sampai yang paling halus.

5. Polishing (pemolesan)

(7)

Polishing merupakan proses terakhir preparasi spesimen. Polishing

dilakukan untuk menghilangkan goresan- goresan yang masih ada dari proses pengampelasan halus.

6. Etching

Proses etsa dilakukan dengan tujuan untuk mengikis /megkorosikan daerah batas butir sehingga struktur sampel dapat diamati dengan jelas dibawah mikroskop optik. Zat etsa yang digunakan tergantung pada bahan atau sampel yang akan diamati.

Dan tahap terakhir yaitu proses pengamatan sampel dibawah mikroskop optic. Pada proses ini akan terlihat struktur mikro specimen yang telah dipreparasi sebelumnya.

(8)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Menyiapkan 4 spesimen pelat baja

Menguji tarik satu sambungan las dan mencatat hasilnya, dan memotong satu sambungan yang lain menjadi tiga bagian untuk dimounting

Mengambil salah satu potongan spesimen untuk proses metalografi (yang lainnya sebagai cadangan)

Melakukan proses metalografi, seperti grinding, polishing, dan etsa. Melakukan pengelasan masing- masing 2 pelat dengan arus 80 A dan lambat

Meletakkan sampel yang telah dipreparasi dibawah mikroskop optic untuk mengambil gambar dan menganalisis struktur mikro

(9)

BAB IV

DATA PENGAMATAN 4.1 Data Pengamatan

Spesimen : ST 37 Panjang : 50 mm

Tebal : 5.006 mm (uji tarik), 5.116 mm (metalografi)

Kecepatan las : lambat [ 2.419 mm/s (uji tarik), 2.036 mm/s (metalografi) ] Elektroda : E6013 Panjang elektroda : 350 mm Dia. elektroda : 2.6 mm Voltase : 220 V Arus : 80 A Kekuatan tarik : 45800 N

Uji keras : base metal (200 HV) HAZ (191 HV)

daerah lasan (182.667 HV) 4.2 Pengolahan Data

Tegangan ultimate : = 182.956 MPa Heat input :

(10)

( ) Metalografi : ( ) 4.3 Struktur Mikro Keterangan : 1. Base metal 2. HAZ 3. Daerah lasan

(11)

BAB V ANALISIS DATA

Praktikum proses pengelasan SMAW ini dilakukan dengan menggunakan specimen baja ST 37. Dari praktikum ini, diperoleh data harga kekuatan tarik specimen hasil lasan, struktur mikro specimen hasil lasan, dan harga kekerasan akhir specimen.

Proses pengelasan ini menggunakan voltase 220 volt, arus 80 Ampere dengan kecepatan pengelasan yang lambat (~2 mm/s). Dari parameter ini bisa dihitung heat input pada proses pengelasan ini, yaitu sekitar 7-8 kJ. Heat input pada proses pengelasan sangat bergantung pada para meter arus dan kecepatan pengelasan terutama pada kelompok lain yang melakukan proses pengelasan dengan parameter arus dan kecepatan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan heat input yang berbeda pula. Spesimen hasil lasan pada praktikum ini ada dua, satu untuk diuji tarik dan yang lain untuk proses metalografi.

Jenis patahan specimen hasil lasan yaitu patah getas yang berada di daerah lasan dengan kekuatan ultimatenya sebesar 182.956 MPa. Patah getas specimen ditandai dengan bentuk patahan yang rata, halus, dan mengkilap. Patahnya specimen di daerah lasan ini tentu tidak diinginkan karena pengelasan yang baik idealnya adalah kekuatan daerah lasan dan logam induk sama. Berdasarkan literature, harga kekuatan ultimate St37 berada pada rentang 360 – 510 MPa. Dari perbandingan ini dapat disimpulkan bahwa daerah lasan merupakan daerah terlemah dari specimen. Selain itu, adanya perbedaan kekuatan ultimate dengan literature disebabkan oleh munculnya cacat-cacat yang terbentuk selama proses pengelasan. Jenis-jenis cacat tersebut antara lain :

(12)

yaitu terjebaknya gas ketika proses pembekuan. Gas tersebut dapat berasal dari udara sekitar maupun hasil proses pencairan logam. Porositas dapat mempengaruhi sifat getas specimen.

 Cacat permukaan

Permukaan yang tidak rata akan menimbulkan stress raiser dan meningkatkan kemudahan untuk retak.

 Inklusi

Inklusi yang terjebak pada logam las dapat terdiri dari oksida, fluks, maupun material pembungkus elektroda.

 Penetrasi tidak sempurna

Caat ini terjadi bila weld metal tidak menggabungkan seluruh luas penampang spesimen.

 Segregasi komposisi

Yaitu ketidakhomogenan komposisi pada daerah lasan. Cacat ini membuat laju pendinginan berbeda di setiap daerah dan akan mempengaruhi laju penyusutan.

Jika dibandingkan dengan data hasil uji tarik kelompok lain, dengan kecepatan las yang sama namun arus yang digunakan 90A, harga kekuatan ultimatenya lebih tinggi (198.291 MPa). Meningkatnya kekuatan ultimate ini disebabkan o leh arus yang digunakan lebih tinggi. Arus yang tinggi ini akan menyebabkan daerah HAZ akan lebih besar dan logam induk banyak yang mencair karena penetrasi yang dilakukan dalam. Namun jika digunakan arus yang sama dengan kecepatan pengelasan yang berbeda (lebih cepat), harga kekuatan ultimatenya menurun. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya penumpukan cairan logam las di permukaan logam induk akibat pengelasan yang cepat dan belum sempurnanya penetrasi pengelasan kedalam logam induk.

Dari hasil uji keras specimen hasil lasan, harga kekerasan di base metal > HAZ > lasan. Hal ini disebabkan ukuran butir di base metal yang berbentuk bulat lebih

(13)

kecil daripada ukuran butir di daerah HAZ dan lasan yang berbentuk kolumnar. Sesuai dengan persamaan hall-petch semakin besar butir maka kekuatan dan kekerasannya akan menurun. Di kelompok 5, harga kekerasan daerah HAZ lebih tinggi karena proses pengelasannya cepat yang menyebabkan daerah HAZ yang terbentuk lebih sedikit dan butirnya mungkin hanya bertransformasi sebagian. Di kelompok 3, harga kekerasan daerah HAZ lebih rendah karena arus yang diberikan lebih tinggi dan menyebabkan daerah HAZ besar dan kemungkinan transformasi menyeluruh lebih besar.

Dilihat dari struktur mikro hasil proses pengelasan, pada base metal butir-butirnya cenderung bulat. Butir yang berbentuk bulat ini menandakan bahwa pada daerah ini struktur mikronya dan fasanya tetap sama seperti sebelum melalui proses pengelasan yaitu ferit dan perlit. Gambar struktur mikro kelompok lain juga relative sama, yaitu agak bulat dengan fasa ferit dan perlit yang ditandai dengan warna putih dan hitam.

Sedangkan pada daerah HAZ, struktur mikronya hampir semuanya berbentuk kolumnar. Fenomena ini bisa juga disebut transformasi menyeluruh, artinya fasa ferit + perlit bertransformasi menjadi austenite 100%. Bentuk kolumnar ini berawal dari batas fusi dan tumbuh kearah tengah daerah logam induk maupun logam las. Pada kelompok lain, terutama kelompok 3 strukturnya berbentuk kolumnar dan ukurannya lebih besar. Ukuran yang lebih besar ini disebabkan oleh adanya pengaruh arus yang lebih besar sehingga menyebabkan daerah HAZ lebih besar dan butirnya besar-besar. Pada kelompok 5, struktur HAZ nya masih ada yang berbentuk bulat meskipun sebagian besar berbentuk kolumnar. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pengelasan yang cepat menyebabkan daerah HAZ lebih sempit dan transformasinya sebagian tidak menyeluruh.

Pada daerah lasan, bentuk struktur mikronya sebagian besar berbentuk kolumnar. Menurut teori, daerah logam las struktur mikronya mirip struktur cor

(14)

dimana semakin ke tengah strukturnya mulai berubah dari kolumnar menjadi ekuiaksial. Pada gambar lampiran ini, struktur lasan yang diambil hampir semuanya berbentuk kolumnar yang artinya daerah yang diambil berada didekat daerah HAZ. Selain itu, pengaruh arus dan kecepatan yang menyebabkan perbedaan luas daerah HAZ dan logam lasan turut mempengaruhi banyaknya bentuk butir kolumnar dan ekuiaksial.

(15)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Heat input pada proses pengelasan untuk specimen uji tarik sebesar 7.275 kJ sedangkan untuk specimen metalografi sebesar 8.642 kJ.

2. Tegangan ultimate specimen proses pengelasan yang diuji tarik sebesar 182.956 MPa.

3. Struktur mikro specimen hasil pengelasan dapat dilihat pada subbab 4.3. 4. Harga kekerasan specimen hasil proses pengelasan di base metal sebesar 200

HV, di HAZ sebesar 191 HV, di lasan sebesar 182.667 HV. 5.2 Saran

Setelah dietsa, sampel sebaiknya langsung diamati dibawah mikroskop untuk menghindari korosi yang lebih banyak

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suratman, Rochim & Hery Sonawan. 2004. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung : Penerbit Alfabeta.

2. DeGarmo’s. “Materials and Processes in Manufacturing” 10th

edition. John Wiley & Sons, Inc. 2008.

3. Kalpakjian,S & Schmid, S. “Manufacturing Engineering and Technology” 6th edition. Pearson. 2009.

LAMPIRAN Pertanyaan Setelah Praktikum

1. Apa penyebab lasan dapat retak ? Jelaskan alasannya dan bagaimana meperbaikinya

2. Proses pengelasan sering mengakibatkan munculnya tegangan sisa pada benda kerja yang dilas , apa yang dimaksud dengan tegangan sisa , bagaimana mekanisme terjadinya , dan bagaimana cara mencegahnya ?

3. Heat input pada arc welding dinyatakan sebagai Q=Vit , jelaskan perbedaan pembangkitan panas pada arc welding dan resistance welding .

4. Pengujian apa saja yang bisa dilakukan untuk mengetahui kualitas lasan ?

5. Apa yang dimaksud dengan retak dingin ? Bagaimana mekanisme terjadinya retak ding dan bagaimana cara mengatasinya ?

6. Apa yang dimaksud preheating dan postheating pada pengelasan serta apa pula kegunaannya ?

7. Proses pendinginan hasil proses pengelasan lazimnya berlangsung relative cepat . Apa pengaruh heat input terhadap laju pendinginan hasil proses pengelasan

8. Sebutkan jenis-jenis cacat yang terjadi pada daerah lasan ! Bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut !

(17)

Jawab :

1. Penyebab retakan pada lasan antara lain :

 laju pendinginan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan munculnya fasa yang keras dan getas dan bisa timbul retak

 difusi hydrogen dapat memunculkan porositas pada daerah lasan dan bisa menimbulkan retak

 perubahan volume yang bisa menimbulkan internal stress

Pencegahannya antara lain dengan melakukan proses PWHT, memilih elektroda, fluks, dan logam pengisi yang tepat dan metode pengelasan yang tepat.

2. Tegangan sisa merupakan tegangan yang terjadi pada pelat yang dilas dan terus ada hingga temperatur kamar. Selama pengelasan, daerah dibawah logam las akan mengalami pemuaian, sedangkan daerah dibawahnya mencoba menahannya. Bagian yang memuai itu akan mengalami tegangan tekan sedangkan daerah dibawahnya melawan dengan tegangan tarik. Sebaliknya, selama proses pendinginan, daerah dibawah logam las mengalami tegangan tarik dan daerah dibawahnya melawannya dengan tekanan. Cara mencegahnya ialah dengan memilih teknik pengelasan yang tepat sesuai materialanya, dan tegangan ini dapat dikurangi dan dihilangkan dengan Post Weld Heat Treatment setelah pengelasan. 3. Pembangkitan panas pada arc welding dapat dilakukan menggunakan elektroda

maupun tidak. Tegangan AC atau DC akan menghasilkan busur antara ujung elektroda dengan benda kerja yang akan dilas. Sedangkan pada resistance welding digunakan hambatan listrik sepanjang dua komponen yang akan disambung sehingga panas yang muncul akan mencairkan kedua komponen. Setelah itu sistem dibiarkan agar terjadi proses pembekuan.

4. Pengujian sambungan las yaitu antara lain :

 Metode destruktif, antara lain pengujian shear, tarik dan bending.

(18)

5. Retak dingin adalah retak yang terjadi pada temperature rendah yakni di bawah temperatur martensit start (Ms) yang besarnya kira kira 150 0C. Faktor penyebab retakan dingin pada lasan :

 Laju pendinginan yang cepat pada daerah lasan dapat menyebabkan munculnya fasa yang keras dan getas sehingga memunculkan adanya fissure

 Difusi hydrogen dalam jumlah banyak menyebabkan adanya porositas pada daerah lasan sehingga dapat terjadi retak dengan mudah

 Adanya tegangan sisa menyebabkan daerah lasan mudah retak Cara mengatasinya yaitu dengan melakukan proses PWHT.

6. Preheating adalah pemanasan awal sebelum dilakukan proses pengelasan yang bertujuan untuk melambatkan laju pendinginan . Postheating adalah pemenasan setelah proses pengelasan yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa pada lasan

7. Semakin tinggi nilai HI maka laju pendinginan logam akan semakin lambat karena kalor yang diberikan banyak sehingga perlu waktu yang lebih banyak untuk membeku

8. Jenis cacat yang mungkin terjadi antara lain porositas, inklusi terak, penetrasi yang tidak sempurna, cacat profil, overlap, retakan, cacat permukaan, dan segregasi komposisi. Cara mengatasinya adalah dapat dilakukan preheating dan postheating serta memilih metode pengelasan yang paling sesuai dengan logam yang akan dilas

Tugas Setelah Praktikum

1. Susunlah suatu metode untuk memperkirakan lebar daerah HAZ pada pengelasan baja karbon rendah tersebut

2. Buatlah kurva hasil pengujian kekerasan pada daerah lasan, HAZ, dan logam induk. Apa kesimpulan yang bisa didapat dari kurva tersebut?

(19)

3. Apa pengaruh variasi kuat arus (lihat hasil kelompok lain) terhadap lebar daerah HAZ yang terbentuk!

4. Tentukan besar butir pada daerah sambungan lasan. Sebutkan metode yang digunakan.

Jawab :

1. Melakukan uji keras mikrovickers untuk tiap jarak tertentu dari bagian tengan daerah las, kemudian memplot kurva kekerasan terhadap jarak dari bagian tengah daerah las, dan bila ada variasi perubahan nilai kekerasan yang ekstrim untuk suatu rentang jarak maka rentang tersebut merupakan lebar daerah HAZ

2.

Makin kekanan harga kekerasan semakin meningkat, dari mulai lasan, HAZ, dan tertinggi base metal karena adanya pengaruh ukuran butir.

3. Semakin besar arus yang dipakai maka heat input akan semakin besar dan menyebabkan daerah HAZ akan semakin lebar.

4. Dengan menggunakan metode heyn

180 185 190 195 200 205

Kekerasan

Kekerasan

(20)

Data Praktikum Kelompok Lain 1. Kelompok 3 (arus 90 A, lambat)

Kekuatan tarik : 198.291 MPa

Uji keras : base metal (157.35 HV) HAZ (186.85 HV) daerah lasan (97.9 HV)

Base metal HAZ Lasan

2. Kelompok 5 (arus 80 A, cepat) Kekuatan tarik : 123.3855 MPa

Uji keras : base metal (134.716 HV) HAZ (197.016 HV) daerah lasan (164.1 HV)

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup kajian ini dibatasi pada peranan tujuh jalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan variabel makro

Hasil dari penelitian perspektif Hukum Islam, waqf-e-nou yang di praktikan pada jemaat Ahmadiyah Semarang jika dilihat dari segi rukun sudah sesuai dalam Hukum

Menurut penelitian Almilia dan Wijayanto (2007), perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang bagus akan direspon positif oleh para investor melalui fluktuasi harga saham

Data Produksi Susu Sapi - Mean Absolute Error (MAE) - Mean Absolute Percentage Error (MAPE) - S ymetric Mean Absolute Percentage Error (SMAPE) - Root Mean Square Error

Selanjutnya untuk mengetahui nilai pengaruh tidak langsung maka dilakukan pengujian antara keselamatan dan kesehatan kerja terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan

Sedangkan instrumen yang digunakan peneliti adalah hasil penilaian akhir semester (PAS) siswa semester 1, lembar tes berpikir kritis, dan pedoman wawancara. Hasil penelitian

(5) Faktor kedudukan di kelas dan (6) Faktor latar belakang sosial penutur. Jadi pada proses pembelajaran di kelas terdapat tuturan yang tidak santun oleh pemakai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Tween 80 dan pH terhadap diameter, persen penjeratan, dan pelepasan obat pada.