• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1.1. Sampah Dipilah. Dipilah kemudian dibuang (%)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1.1. Sampah Dipilah. Dipilah kemudian dibuang (%)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1 Fenomena Sampah Di Indonesia

Permasalahan sampah merupakan masalah yang berkepanjangan dan belum terselesaikan dengan baik di berbagai daerah di Indonesia. Jumlah sampah terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan konsumsi produk oleh masyarakat.

Pada tahun 2015, Jakarta menghasilkan sampah sekitar 6000 hingga 6500 ton per hari. Pulau Bali menghasilkan sampah sekitar 10.725 ton per hari. Sedangkan di Palembang, peningkatan jumlah sampah naik tajam dari 700 ton per hari menjadi 1.200 ton per hari. Sampah yang dihasilkan Indonesia secara keseluruhan mencapai 175.000 ton per hari atau setara dengan 0.7 kg per orang 1) . Pada tahun 2014, data statistik sampah

di Indonesia mencatat bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia setelah Cina sebagai negara penghasil sampah plastik.

Gambar 1.1 Skema persebaran negara penghasil sampah di dunia

Sumber: http://cdn.static-economist.com/sites/default/files/images/2015/02/blogs/graphic-detail/20150221_gdm922_2.png, diakses pada tanggal 6 Maret 2016

Kenaikan produksi sampah di Indonesia harus dijadikan sebuah peluang untuk menemukan titik terang dalam permasalahan sampah. Jika tidak, maka tidak mungkin mengatakan tidak, bahwa hal tersebut akan menjadi masalah serius yang tak terselesaikan. Jumlah sampah di Indonesia akan terus meningkat jika penanganan sampah tidak serius.

1) Penulis Redaksi Geotimes, Jumat, 10 Juli 2015,

(2)

2

Diprediksikan, pada 2019, produksi sampah di Indonesia akan mencapai 67,1 juta ton sampah per tahun. 1)

1.1.2 Kurangnya Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Akan Pentingnya Pengelolaan Sampah

Masyarakat merupakan subjek utama pendorong peningkatan volume sampah di Indonesia. Peningkatan volume sampah tersebut disebabkan oleh tingginya jumlah konsumsi produk oleh masyarakat. Tingginya tingkat konsumsi ini kurang diimbangi dengan pengelolaan hasil sisa konsumsi sehingga menyebabkan pertambahan jumlah sampah.

Badan Pusat Statistik melakukan pendataan pada setiap rumah tangga di Indonesia terhadap persentase perlakuan memilah sampah mudah membusuk dan tidak mudah membusuk sebagai berikut:

Tabel 1.1 Pulau Sampah Dipilah Sampah Tidak dipilah (%) Dipilah dan sebagian dimanfaatkan (%) Dipilah kemudian dibuang (%) Total (%) Sumatera 6,03 13,42 19,45 80,55 Jawa 10,71 12,92 23,63 76,37 Bali 18,11 13,07 31,17 68,83 NTB 9,54 8,29 17,83 82,17 NTT 19,40 10,23 29,63 70,37 Kalimantan 5,84 16,36 22,20 77,81 Sulawesi 6,64 20,54 27,17 72,83 Maluku 2,52 13,58 16,09 83,91 Papua 5,32 17,17 22,48 77,52

Sumber: Badan Pusat Statistik http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/ view/id/1360, diakses pada tanggal 6 Maret 2016 pukul 18.35 WIB

Persentase rata-rata antara rumah tangga yang hanya memilah dan kemudian membuangnya lebih besar dibanding persentase rumah tangga yang memilah sampah kemudian memanfaatkannya. Begitu juga dengan rata-rata total persentase antara rumah tangga yang langsung membuangnya tanpa melakukan pemilahan lebih besar dari pada persentase rumah tangga yang melakukan pemilahan. Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa, masyarakat kurang menyadari pentingnya pengelolaan dan pengolahan sampah. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat harus digali agar Indonesia terhindar dari permasalahan sampah ini.

1) Penulis Redaksi Geotimes, Jumat, 10 Juli 2015,

(3)

3

1.1.3 Pengelolaan sampah yang hanya berujung di TPA

Biasanya, masyarakat perkotaan melakukan penanganan sampah hanya dengan cara mengangkut dan mengumpulkan sampah di area yang jauh dari perkotaan, tanpa melakukan pengolahan sampah terlebih dahulu. Sampah di perkotaan akan memberikan tekanan yang cukup besar di lingkungan kota apabila tidak terangkut dan akhirnya terakumulasi di area terbuka ataupun aliran air. Sampah tersebut akan menjadi masalah karena mengotori dan mengganggu keindahan serta kenyamanan manusia. Pada akhirnya, Pengelolaan teknis sampah perkotaan dari berbagai sumber penghasilnya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pada kenyataannya, sampah-sampah yang diamankan di TPA, tidak sepenuhnya mampu mengamankan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengelolaan yang kurang baik. Salah satu permasalahannya disebabkan karena 60-70% sampah yang di buang di TPA merupakan jenis sampah organik yang akan terdekomposisi dengan adanya limpasan air hujan terbentuk leachate (lindi/air sampah) yang akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut tercemar. 2)

1.1.4 Upaya Mengubah Paradigma TPA

Dalam upaya mengatasi permasalahan sampah dan mengurangi volume sampah di Indonesia, pemerintah dan masyarakat harus mengubah paradigma TPA dan mengembangkannya. TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Selain itu, aktivitas di lokasi pemrosesan akhir tidak hanya meliputi proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat 4 (empat) aktivitas utama penanganan sampah di lokasi TPA (Litbang PU, 2009).3)

Aktivitas tersebut meliputi kegiatan Pemilahan sampah, Daur ulang sampah non-hayati (an-organik), pengomposan sampah non-hayati (organik), Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan atau penimbunan (Landfill)4).

2) Sampah Sebagai Sumber Daya, http://web20.lptp.or.id/drupal/id/comment/reply/266, diakses pada tanggal 16

(4)

4

Kegiatan tersebut dimaksudkan agar sampah-sampah yang diangkut ke TPA bukan dibuang selamanya namun diolah, diproses dan di daur-ulang untuk menghasilkan zat atau energi baru yang tidak hilang percuma dan lebih bermanfaat. Melalui paradigma baru ini pengelolaan sampah tidak lagi merupakan satu rangkaian yang hanya berakhir di TPA (one-way street), tetapi lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi.

1.1.5 TPA Suwung Bali dan Pemerintah, Yang Kini Tengah Berupaya

Pada tahun 2015, Bali merupakan salah satu penghasil sampah yang cukup besar, yaitu sekitar 10.725 ton per hari1) yang terdiri atas 13% sampah plastik, 20% sampah

anorganik dan 67% sampah organik5). Pemerintah Provinsi Bali sebenarnya terus

berupaya mengatasi masalah sampah. Sejak tahun 1986, Pemerintah Provinsi Bali telah membangun TPA sebagai tempat pemrosesan akhir sampah di Suwung yang terletak di kawasan Sanur, yang kemudian disebut dengan TPA Suwung.

Pada awal pembangunannya, TPA Suwung dibangun dengan luas ±22 Ha. Dengan menggunakan tiga sistem cara pemusnahan sampah, yakni pembakaran (incerator), sistem Sanitary Landfill dan sistem Open Dumping. Namun pada kenyataannya, proses pengelolaan sampah yang dilakukan di TPA Suwung hanyalah Open Dumping, yaitu sampah hanya diletakkan di lapangan terbuka tanpa ada proses lebih lanjut. Kenaikan jumlah sampah di Kota Denpasar menyebabkan lahan TPA Suwung tidak mampu lagi menampung sampah dan membutuhkan lahan yang lebih luas. Akibatnya, TPA Suwung diperluas hingga 32 Ha dengan mengambil area Tahura Mangrove di sekitarnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, melalui kerja sama Pemerintah Daerah di wilayah SARBAGITA (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) dan pihak ketiga yaitu BPKS (Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita) membuat kesepakatan untuk menerapkan sistem pengelolaan persampahan secara regional dan terpusat dengan aplikasi teknologi pengolahan sampah terpadu yang disebut dengan IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu) yang berlokasi TPA Suwung. IPST SARBAGITA merupakan pusat pengolahan sampah terpadu dengan konsep berbasis 3 R (Reduce, Reuse, Recycling) yang bertujuan

3) http://s3.amazonaws.com/ Diakses pada tanggal 15 Maret 2016 Pukul 20.06 4) Litbang PU, 2009

5) http://suluhbali.co/volume-sampah-perhari-di-bali-capai-10-00583-m3/, diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul

(5)

5

untuk mengurangi timbulan sampah dan mengubah sampah menjadi energi yang dapat dimanfaatkan yaitu energi listrik.6)

Namun sayangnya, hingga kini inovasi tersebut belum berjalan dengan sempurna. Banyak kendala yang dihadapi Pemerintah Sarbagita dalam mengelola IPST Sarbagita. Seperti kurangnya sarana dan prasarana, belum maksimalnya kerjasama antardaerah, hingga sulitnya mencari investor penerus.

Selain itu, sejak tahun 2010 pemerintah Bali telah mencanangkan komitmen kerja “Bali Green Province” untuk menjadikan Bali sebagai Provinsi Bersih dan Hijau pertama di tanah air. Program ini sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan dan alam Bali di tengah derasnya arus globalisasi sebagaimana konsepsi Tri Hita Karana. Salah satu komitmen dasar yang berkaitan dengan lingkungan hidup adalah Clean and Green

: mewujudkan lingkungan hidup daerah Bali yang bersih dan hijau terbebas dari

pencemaran dan kerusakan sumber daya alam.7)

1.1.6 Potensi Zero Waste Education Park Sebagai Pemerluas Wawasan Terhadap Sampah dan Pemberdayaan Masyarakat

Sampah merupakan zat sisa yang sudah tidak diinginkan lagi. Sampah dianggap sesuatu yang menjijikan, kotor, kumuh dan tidak sehat. Seiring dengan perkembangan teknologi, memungkinkan pengolahan sampah menjadi berbagai produk, seperti kompos (paling umum), pakan ternak, alkohol, minyak atsiri, energi (biogas dan listrik) dan berbagai bentuk lainnya. Dan ya, jelas akan menghasilkan keuntungan finansial. Namun di sisi lain, masyarakat masih belum mengetahui secara luas bagaimana pengelolaan sampah yang baik agar lebih bermanfaat. Dengan Zero Waste Education Park ini, diharapkan masyarakat dapat memperluas wawasan mengenai pengolahan sampah, sekaligus menjadi tempat pemberdayaan pemulung yang berada di sekitar TPA.

6) Pengoperasian IPST SARBAGITA diuji coba pertama kali dan diresmikan pada tanggal 13 Desember 2007 oleh Bapak

Gubernur Bali bertepatan dengan diadakannya Konferensi PBB mengenai pemanasan global (UNFCCC) di Nusa Dua. Sekaligus juga sebagai pembuktian proyek CDM (Clean Development Mechanism) pertama di Indonesia yang teregistrasi di PBB pada tanggal 20 Mei 2007.

7) Dirumuskan Pada Pertemuan Lingkungan Hidup se-Dunia (Global Environment Forum) ke -11 yang diselenggarakan

di Nusa Dua pada Bulan Februari 2010.

Sumber: http://www.birohumas.baliprov.go.id/index.php/fasilitas/21/BALI-CLEAN-&-GREEN, diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 13.23

(6)

6

1.1.7 Gagasan Unik Untuk Membuat Tempat Pengolahan Sampah yang Terintegrasi dengan Ruang Publik

TPA sampah dianggap sebagai tempat yang kotor dan kumuh, dan merupakan area yang tidak layak dikunjungi publik. Namun, akan menjadi keunikan tersendiri apabila desain dapat mengintegrasikan tempat pengolahan sampah dengan ruang belajar publik sekaligus menjadi area rekreasi. Gagasan ini merupakan inovasi “from waste to

architecture” yang diharapkan dapat mengubah Citra “buruk” TPA menjadi tempat yang

lebih menyenangkan. 1.1.8 Zero Waste

Pergerakan Zero Waste harus dimulai dari setiap individu. Pembelajaran dan pendidikan mengenai Zero Waste harus dicanangkan untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Fokus pembelajaran dalam fasilitas ini adalah Zero Waste

Management In The Built Environment, untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi dan

menambah masyarakat mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah.

Dalam arsritektur, Zero Waste Management In The Built Environment terkait dengan pengaplikasian zero waste concept dalam lingkungan terbangun serta membuat inovasi dan ide kreatif pemanfaatan limbah sebagai pendukung dan penjamin kelestarian kebudayaan, arsitektur, dan alam. Zero waste concept ditekankan kepada pendekatan dalam pemikiran, penyusunan, pengembangan dan penerapan konsep perencanaan bangunan secara menyeluruh.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Non-Arsitektural

1. Bagaimana meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai sampah serta memberi pengetahuan masyarakat mengenai manfaat pengolahan sampah? 2. Bagaimana mendorong minat masyarakat untuk mengolah sampah sedini

mungkin?

3. Bagaimana mewujudkan konsep zero waste people dalam masyarakat?

4. Bagaimana peran dan fungsi Education Park ini dapat memberi manfaat kepada pelaku dan penggerak kegiatan TPA seperti pemulung?

(7)

7

1.2.2 Arsitektural

1. Bagaimana menciptakan ruang edukasi publik di TPA?

2. Bagaimana menciptakan bangunan Education Park yang mencerminkan konsep zero waste?

3. Bagaimana menciptakan ruang dalam bangunan edukasi Zero Waste ?

4. Bagaimana mencerminkan identitas kawasan TPA Suwung dalam bangunan

edukasi publik dengan mengacu pada pendekatan Ecomimicry? 1.3 Tujuan Pembahasan

1.3.1 Tujuan Non-Arsitektural

1. Meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai sampah serta memberi pengetahuan masyarakat mengenai manfaat pengolahan sampah.

2. Mendorong minat masyarakat untuk mengolah sampah sedini mungkin.

3. Mewujudkan konsep zero waste people dalam masyarakat.

4. Fungsi Education Park dapat memberi manfaat kepada pelaku dan penggerak kegiatan TPA seperti pemulung

1.3.2 Tujuan Arsitektural

1. Menciptakan ruang edukasi publik di TPA.

2. Menciptakan bangunan Education Park yang mencerminkan konsep Zero

Waste .

3. Menciptakan ruang dalam bangunan edukasi Zero Waste .

4. Mencerminkan identitas kawasan TPA Suwung dalam bangunan edukasi publik dengan mengacu pada pendekatan Ecomimicry.

1.4 Sasaran Permasalahan

1.4.1 Sasaran Non-Arsitektural

1. Mengidentifikasi sebuah sarana rekreasi edukatif yang mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah

2. Mengidentifikasi program pengolahan sampah edukasi rekreatif yang mampu mendorong minat masyarakat untuk mengelola sampah.

3. Mengidentifikasi konsep Zero Waste dalam kehidupan masyarakat yang dapat diterapkan dalam sarana rekreasi edukatif.

(8)

8

4. Menciptakan Education Park yang bermanfaat untuk pelaku dan penggerak kegiatan TPA seperti pemulung melalui fasilitas pemberdayaan komunitas, bank sampah, dan workshop.

1.4.2 Sasaran Arsitektural

1. Melakukan studi preseden terhadap bangunan yang mengintegrasikan ruang publik dengan fasilitas edukasi.

2. Melakukan kajian mengenai konsep Zero Waste dalam lingkup bangunan. 3. Melakukan kajian mengenai program ruang dalam fasilitas edukasi dan

program Zero Waste .

4. Melakukan observasi dan analisis potensi lingkungan di sekitar tapak yang dapat diintegrasikan dengan desain Education Park.

5. Melakukan observasi dan analisis terhadap masalah yang timbul pada TPA sebagai faktor pertimbangan dalam desain secara makro dan mikro.

6. Merumuskan konsep perancangan yang mengacu pada pendekatan

Ecomimicry

1.5 Lingkup Pembahasan 1.5.1 Non Arsitektural

Merupakan penelusuran masalah perancangan yang tidak berkait langsung dengan arsitektur, yang meliputi: isu-su permasalahan sampah di Indonesia terutama Bali, urgenitas akan kebutuhan sarana pengolahan sampah di Bali, serta permasalahan lingkungan dan ekologi serta masalah sosial yang terjadi di kawasan TPA Suwung dan Tahura mangrove.

1.5.2 Arsitektural

Lingkup pembahasan arsitektural meliputi perancangan atau aspek-aspek yang berkaitan dengan fungsi utama bangunan edukasi untuk dapat diwujudkan dalam gubahan massa, bidang, dan ruang. Analisis permasalahan pada area perancangan baik dalam skala mikro, messo maupun makro. Serta penyelesaian konsep gagasan penulis akan prinsip Zero Waste arsitektur dalam ruang edukasi publik di dalam area pengolahan sampah TPA.

(9)

9

1.6. Metodologi

1.6.1 Pengumpulan Data

Dalam Pra Tugas Akhir ini, metode untuk pengumpulan data dilakukan berdasarkan studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan mencari data-data data, teori, preseden, dan standar yang terkait dengan perancangan, melalui sumber-sumber tertulis seperti buku, majalah, dan internet. Studi literatur ini digunakan untuk panduan melakukan analisis terhadap data lapangan.

1.6.2 Analisis

Melakukan analisis secara kualitatif maupun kuantitatif data-data terkumpul dari studi dan observasi yang telah dilakukan untuk memperoleh solusi pada proses perancangan.

1.6.3 Sintesis

Sintesis didasarkan pada hasil analisa dengan maksud untuk menemukan solusi desain perancangan dengan prinsip Zero Waste In the Built Environment. Proses perwujudan hasil analisis data menjadi sebuah rumusan konsep perancangan Education Park sebagai sebuah solusi dari permasalahan tapak di TPA Suwung dan Tahura mangrove.

1.7 Sistematika Pembahasan 1.7.1 Bab I Pendahuluan

Pemaparan latar belakang, permasalahan, tujuan, sasaran, lingkup penelitian, metodologi, sistematika pembahasan, dan keaslian penulisan.

1.7.2 Bab II Tinjauan Teori

Kajian pustaka mengenai pengertian sampah dan klasifikasinya, pengelolaan dan pengolahan sampah di TPA, dampak positif dan negatif sampah, kajian mengenai standar program Education Park, serta kajian mengenai studi kasus dan preseden terpilih terkait dengan tipologi bangunan yang diambil.

1.7.3 Bab III Tinjauan Khusus

Tinjauan khusus berisi pembahasan dan kajian mengenai teori Ecomimicry dan arsitektur Bali, konsep, prinsip serta implementasinya dalam perancangan fasilitas edukasi rekreatif Zero Waste Eduction Park .

(10)

10

1.7.4 Bab IV Tinjauan Lokasi

Tinjauan makro, meso dan mikro yang terkait dengan kondisi Pulau Bali dan Kota Denpasar , kondisi TPA Suwung dan Tahura mangrove serta area eksisting tapak terpilih di TPA Suwung.

1.7.5 Bab V Analisis Perancangan

Bab ini berisi mengenai pembahasan mengenai prinsip Zero Waste in Built Environment dan analisis tindak lanjutnya terhadap desain Education Park. Seperti analisis site terpilih, konsep dan alternatif pada site terpilih, tata massa bangunan, bentuk bangunan, warna bangunan, organisasi ruang dan kebutuhan ruang.

1.7.6 Bab VI Konsep Perancangan

Bab ini berisi paparan konsep dan gagasan-gagasan arsitektur sebagai aspek desain bangunan edukasi mengenai sampah dan lingkungan yang merupakan bentuk tindak lanjut atas pendekatan yang digunakan.

1.8 Keaslian Penulisan

Beberapa karya tugas akhir yang sudah ada sebelumnya, digunakan sebagai pembanding mengenai kesamaan dan perbedaan yang diangkat dalam penulisan konsep perancangan sebuah Zero Waste Education Park. Beberapa karya memiliki beberapa persamaan dalam beberapa hal sebagai berikut:

Tabel. 1.2 Keaslian Penulisan

Judul Penulis Tahun

Fasilitas Pengolahan Sampah UGM Sebagai Sarana Produksi Dan Rekreasi Edukastif Terpadu

Di Berbah Sleman

Diko Midian 04/177212/TK/29877

2011

TPA Suwung Kota Denpasar, Bali dengan Landasan Teori Simbiosis : Eco-Waste

Exhibition Park

Lecia Mona Karlina 08/268755/TK/34042

2013

Beberapa karya di atas memiliki beberapa perbedaan mengenai lokasi perancangan, sistem pengolahan sampah yang diterapkan, serta prinsip atau pendekatan perancangan yang digunakan. Persamaan karya penulis ini dengan karya-karya di atas terletak pada tema fasilitas pengolahan sampah yang digunakan sebagai ruang publik.

(11)

11

Karya di atas yang memiliki persamaan terdekat dengan karya penulisan ini adalah karya milik Lecia Mona Karlina dengan judul: ”TPA Suwung Kota Denpasar, Bali dengan Landasan Teori Simbiosis : Eco-Waste Exhibition Park”. Kesamaan hanya terletak pada lokasi perancangan. Perbedaan yang ada pada kedua karya meliputi jenis pengolahan sampah yang diterapkan (beberapa jenis pengolahan sampah baru mulai diterapkan dan dikembangkan setelah karya tersebut dibuat), tema karya yang digunakan, serta prinsip atau pendekatan yang digunakan sebagai dasar penyusunan konsep perancangan.

1.9 Kerangka Berpikir

Gambar 1.2 Skema kerangka berfikir Sumber: Dokumentasi penulis, 2016

Gambar

Gambar 1.1 Skema persebaran negara penghasil sampah di dunia
Tabel 1.1  Pulau  Sampah Dipilah  Sampah Tidak  dipilah  (%) Dipilah dan sebagian  dimanfaatkan  (%)  Dipilah  kemudian  dibuang (%)  Total (%)  Sumatera  6,03  13,42  19,45  80,55  Jawa  10,71  12,92  23,63  76,37  Bali  18,11  13,07  31,17  68,83  NTB  9
Gambar 1.2 Skema kerangka berfikir  Sumber: Dokumentasi penulis, 2016

Referensi

Dokumen terkait

Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem dapat digunakan untuk mengatur perubahan nilai kecepatan motor crane berdasarkan jarak.. Kata kunci: kendali, crane , hoist,

Pada tahap pengujian, setelah didapatkan hasil analisis data dan analisis pengujian dari responden alfa dan beta, dapat diketahui kelayakan dari video animasi 2D iklan layanan

Perubahan yang mengarah pada kemajuan yang berasal dari Belanda, mulai diperkenalkan kepada masyarakat Tobelo dengan tujuan agar hubungan baik masyarakat Tobelo dengan pihak

Pemberian limbah dari pembuatan tepung ubi jalar ungu dari taraf 2,5% sampai 10% dapat meningkatkan konsumsi ransum dan tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan ransum

 Penyelesaian tepat waktu = penyelesaian perkara yang diselesaikan pada tahun berjalan.. Panitera Laporan Bulanan dan Laporan

Berdasarkan data keseluruhan angket pretest dapat saya simpulkan bahwa, hasil angket murid sebelum penggunaan media animasi dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam

Teknik penggabungan kanal informasi dengan menggunakan bandwidth frekuensi yang sama, namun secara bergantian. TDM merupakan proses multiplexing dengan cara membagi waktu