• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan salah satu tindakan dan perilaku individu secara menyeluruh dalam pembentukan pribadi dan perilaku. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila terjadinya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika seseorang itu dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Belajar merupakan suatu aktivitas yang di dalamnya terjadi suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal dari proses pembelajaran.

Hamalik (1993:27) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Sudjana (2000:28) belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar yang ditunjukkan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksinya, penerimaannya dan aspek lainnya yang ada pada individu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan yang ditandai dengan adanya perubahan individu berupa pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan,

(2)

kecakapan, kemampuan, daya reaksinya, penerimaannya dan aspek lainnya yang ada pada individu sebagai hasil dari pelatihan atau pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran adalah suatu proses perubahan yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang kekal yang merupakan hasil dari pengalaman ataupun latihan. Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pelatihan atau pengalaman sendiri.

Selain itu pembelajaran juga merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik serta sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran bertujuan menjadikan peserta didik agar dapat belajar dengan baik sesuai dengan tujuan hakekat pembelajaran.

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD

Definisi IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD (Dekdikbud, 2006) mengemukakan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-Garis Besar Program pendidikan (GBPP) kelas 4 Sekolah Dasar dinyatakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Lebih lanjut pengertian IPA menurut Depdiknas RI No. 22 (2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

(3)

fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan” Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.

Hakikat IPA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006 ( UPI, 2009 : 120 ) disebutkan bahwa : pendidikan IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam semesta, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan fungsi agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA juga diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD dan MI diharapkan adanya penekanan pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap secara ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Kita menyadari bahwa sekarang ini kita hidup dalam abad teknologi. Keberadaban membawa kita ke dalam alam atau situasi yang serba canggih yang merupakan akibat dari perkembangan IPA yang semakin maju dengan pesat. Perkembangan IPA mengantar manusia melangkah dari berbagai kemajuan untuk

(4)

taraf hidup yang lebih tinggi. Banyak kejadian alam yag tadinya merupakan misteri, kini dapat di lihat rahasianya. Gunung berapi, gempa bumi, gerhana, petir, pelangi, banjir, wabah penyakit kini dapat diterangkan secara ilmu pengetahuan sebab terjadinya. Kemajuan di bidang ilmu ini membawa kemajuan dalam berbagai lapangan hidup seperti : transportasi, komunikasi, pertanian, kesehatan, peternakan, industri, pertambangan dan sebagainya.

Menurut KTSP SD (2006 : 484-485) bahwa tujuan pembelajaran IPA agar peserta didik memilki kemampuan sebagai berikut :

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan

keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Memberikan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang lingkup IPA menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut : (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas (3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. (4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya.

(5)

Memperkuat tujuan pembelajaran IPA maka perlu adanya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pembelajaran IPA. Adapun SK dan KD mata pelajaran IPA kelas 4 tentang bumi dan alam semesta sebagai berikut :

Tabel 2.1

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR IPA Kelas IV, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bumi dan Alam Semesta 10. memahami perubahan

lingkungan fisik dan

pengaruhnya terhadap

daratan serta

pencegahannya dan

pengaruhnya terhadap

daratan

10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan

lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan serta pencegahannya terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan

kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

2.1.2 Model Cooperative Group Investigasi (GI)

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Teori pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori belajar kontruksivisme yang mana siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berfikir dan tantangan yang dihadapinya. Isjoni (2011) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa untuk lebih bergairah dalam belajar. Pendapat lain menurut Rusman (2011:202) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Sementara Menurut Slavin (

(6)

dalam Rusman 2011,201) pembelajaran kooperatif memprioritaskan siswa untuk berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara kolaboratif dengan struktur kelompok heterogen dengan tujuan merangsang siswa untuk lebih gairah dalam belajar.

2.1.2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)

Group Investigation (Kelompok Investigasi) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktifitas siswa secara berkelompok untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Orang pertama yang merintis penggunaan model Group Investigation adalah John Dewey. John Dewey memandang bahwa kerjasama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas merupakan bentuk kerjasama dimana guru dan siswa membangun proses pembelajaran dengan perencanaan yang baik. Group investigation melibatkan siswa sejak awal dimulai dari perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara yang dipelajari melalui investigasi. Tipe model ini bertolak pada teori belajar konstruksivisme yang menuntut siswa memiliki kemampuan dalam proses komunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation (GI) dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri dan keaktifan siswa yang dimulai dari tahap pertama hingga tahap akhir pembelajaran.

Group Investigation (GI) dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif ( Slavin, 2009:24). Dalam metode ini para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota. Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Maimunah, 2005:21) mengemukakan Group Investigation adalah

(7)

strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Sedangkan menurut Huda (2011) Group Investigation adalah suatu model pembelajaran yang dikemabangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk didalamnya siswa diberi kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesuai topik yang akan dibahas. Menurut Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan model pembelajaran Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan materi yang telah dipilih.

Dari beberapa definisi mengenai pengertian Group Investigation diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Group Investigation adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam suatu kelompok untuk melakukan investigasi yang memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa bebas memilih materi yang akan dipelajari sesuai pokok bahasan.

2.1.2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigasi

Sharan ( dalam Robert E. Slavin,2008:218) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran pada model pembelajaran Group Investigation sebagai berikut :

1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen

2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan

3. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas

secara kooperatif dalam kelompoknya

4. Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam

kelompoknya

5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya

(8)

6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya

7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan

8. Evaluasi

Sedangkan tahapan- tahapan model pembelajaran Group Investigasi menurut Slavin dalam Siti Maesaroh (2005:29-30) :

1. Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

2. Tahap II

Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.

3. Tahap III

Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan

mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

4. Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.

5. Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

6. Tahap VI

Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

(9)

Sedangkan menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Group Investigation terdiri dari :

1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen

2. Masing-masing kelompok diberi tugas/proyek

3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan

dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitian di depan kelas.

4. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintensis, meringkas, hipotesis, dan kesimpulan

5. Menyajikan laporan akhir.

Dari beberapa penpadat mengenai langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Guru membentuk kelompok secara heterogen yang setiap kelompok

beranggotakan 4-6 orang.

2. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil dan memilih

materi tugas secara kooperatif pada setiap kelompok. Kemudian ketua kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggotanya kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.

3. Kemudian masing-masing kelompok membahas materi tugas secara

kooperatif dalam kelompoknya, membuat penyelidikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintensis, meringkas, hipotesis, dan kesimpulan.

4. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya dengan cara presentasi di kelas dan kelompok lain tetap mengikutinya dan memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.

(10)

5. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan

6. Guru memberikan Evaluasi berupa soal ulangan yang mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan siswa

2.1.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigasi

Menurut Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran Group Investigation (GI), yaitu sebagai berikut :

1. Secara Pribadi

a. Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b. Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c. Rasa percaya diri dapat lebih meningkat

d. Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah

2. Secara Sosial/Kelompok

a. Meningkatkan belajar bekerja sama

b. Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru c. Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis

d. Belajar menghargai pendapat orang lain

e. Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan

Sedangkan untuk kekurangan dari penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) :

a. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan b. Sulitnya memberikan penilaian secara personal

c. Tidak semua topik cocok dengan model Pembelajaran Group Investigation (GI) untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri

d. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif dikarenakan siswa yang pandai lebih dominan dalam proses diskusi.

2.1.3 Pengertian Model Snowball Throwing

Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

(11)

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Metode mengajar merupakan sasaran interaksi antara guru dengan siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah ketepatan sebuah metode mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis dan sifat materi pengajaran, serta kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan desain pembelajaran. Guru hendaknya menentukan model pembelajaran yang akan digunakan sebelum memulai pelajaran agar tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai dengan baik. Guru dalam memilih model pembelajaran harus mempertimbangkan banyak hal diantaranya tujuan pembelajaran, jenis dan sifat materi pembelajaran, kebutuhan siswa, waktu yang digunakan serta kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran. Dengan adanya beberapa pengertian dan faktor yang mempengaruhi metode, setiap materi pelajaran memiliki metode yang berbeda karena setiap materi memiliki karakteristik sendiri.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, dan menyenangkan adalah

menggunakan model “ Snowball Throwing”. Snowball artinya bola salju

sedangkan throwing artinya melempar. Jadi Snowball Throwing adalah

“pelemparan bola salju”. (Asrori, 2010 : 1).

Snowball Throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) (Depdiknas, 2001:5).

Menurut Saminanto (2010:37) “Model Pembelajaran Snowball Throwing

disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju”. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

Model pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat

(12)

pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6).

Model Pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu tipe model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi

kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju (Komalasari: 2010)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Snowball Throwing merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan kepada sesama teman. Model yang dikemas dalam sebuah permainan ini membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajarinya.

Prinsip pembelajaran dengan model Snowball Throwing termuat di dalam prinsip pendekatan kooperatif yang didasarkan pada lima prinsip yaitu :

1. Prinsip belajar siswa aktif (student active learning). 2. Belajar kerjasama (cooperative learning).

3. Pembelajaran partisipatorik.

4. Mengajar reaktif (reactive teaching), dan

5. Pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning)

Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stick akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya (Widodo, 2009: 1).

(13)

Di dalam model pembelajaran Snowball Throwing strategi memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut ( Tunggal, 2011 : 17).

Kesimpulan dari uraian diatas mengenai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model Snowball Throwing adalah untuk meningkatkan keberanian siswa dalam menyusun pertanyaan dan bertanya dengan tuntunan pertanyaan yang diberikan oleh teman ataupun guru.

2.1.3.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing

Menurut Suprijono (2009:128) langkah-langkah pembelajaran model snowball throwing adalah:

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,

2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing

ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,

3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya,

4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk

menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit,

6) Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

7) Guru memberikan kesimpulan,

8) Evaluasi,

9) Penutup.

Untuk melaksanakan model pembelajaran dengan menggunakan Snowball

Throwing, pendidik perlu melakukan beberapa persiapan. Persiapan / langkah yang harus dilakukan adalah:

(14)

1) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan minimal 25 pertanyaan singkat, lebih banyak lebih baik.

2) Guru menyiapkan bola kecil (bisa bola karet atau bola kain), yang akan di gunakan sebagai alat lempar.

3) Guru menerangkan cara bermain Snowball Throwing kepada siswa.

Menurut (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010:6) langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing

ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok

5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada

siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7. Evaluasi

8. Penutup

Sedangkan langkah-langkah model Snowball Throwing menurut

Saminanto (2010:37), langkah-langkah pembelajaran metode snowball throwing adalah:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing

(15)

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya,

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk

menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit,

6. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

7. Guru memberikan kesimpulan,

8. Evaluasi,

9. Penutup.

Jadi kesimpulan langkah-langkah model Snowball Throwing yaitu:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pengantar materi yang akan disajikan.

2. Guru membentuk kelompok-kelompok, dan memanggil masing-masing

ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

6. Setelah waktu melempar habis, setiap siswa akan mendapat satu bola kertas

(16)

pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7. Guru mengadakan evaluasi tentang materi yang baru saja dijelaskan.

8. Guru menutup pelajaran.

2.1.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Kelebihan pembelajaran dengan model Snowball Throwing sebagai berikut : 1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber

pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi

pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan

kepada teman lain maupun guru.

4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang

sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan

suatu masalah.

8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,

budaya, bakat dan intelegensi.

(17)

2.1.3.3 Kelemahan Model Snowball Throwing

Kelemahan pembelajaran dengan model Snowball Throwing antara lain : 1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan yang diketahui

oleh siswa, hal tersebut terjadi karena pertanyaan yang diajukan siswa tidak jauh dari materi yang diberikan oleh guru.

2) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif .

3) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain dalam kelompoknya,

pembelajaran berjalan tidak efektif.

4) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi

penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran.

5) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat

berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tetapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok.

6) Memerlukan waktu yang panjang.

7) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.

8) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.

Kelemahan dalam penggunaan model tersebut juga dapat tertutupi dengan cara:

1) Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya.

2) Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan kelompok dan pembuatan pertanyaan.

3) Guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa diatasi.

4) Memisahkan kelompok anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam

kelompok yang berbeda.

5) Tapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok.

(18)

2.1.4 Hasil belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Anni (2004:4) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah siswa mengalami aktivitas pembelajaran. Perolehan aspek–aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang ditunjukkan dengan bertambahnya kemampuan baru yang dimiliki siswa melalui pengalaman belajar yang diperoleh dari aktivitas belajar dan proses pelaksanaannnya dapat diukur dengan menggunakan teknik tes yang diberikan oleh guru.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan

Hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Munawan (2009:1-2) adalah sebagai berikut :

1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual 2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai

(19)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah. Untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan alat penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu tes evaluasi. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Pada penelitian tindakan kelas ini, menggunakan referensi dari laporan penelitian tindakan kelas oleh Untari pada tahun 2011 dengan judul : “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Pokok Bahasan Energi Melalui Model Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa yang nilainya memenuhi KKM = 60 terdapat 13 siswa (36,11%) dan yang belum

(20)

memenuhi KKM terdapat 23 siswa (63,89%). Siklus 1 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu terdapat 26 siswa (72,22%) memenuhi KKM dan 10 siswa (27,78%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian pada siklus 2 terjadi peningkatan sangat signifikan yaitu 34 siswa (94,44%) yang sudah memenuhi KKM dan hanya ada 2 siswa (5,56%) yang belum memenuhi KKM. Keunggulan dari penelitian tersebut adalah mendorong siswa giat belajar dan bekerja sama antar anggota kelompok serta berpikir kritis. Kelemahan dalam penelitian ini masih banyak siswa yang pandai mendominasi dalam kelompok sehingga dipilih tindak lanjut presentasi setiap anggota kelompok untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa.

Joko Susilo, pada tahun 2012 judul : ” Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa mata Pelajaran IPA Kelas 4 SD N 01 Ngunut Jumantolo Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil analisis data menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA Siswa Kelas 4 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terbukti rata-rata hasil belajar siswa pada pra tindakan 70,45 ada sebanyak 10 siswa mencapai KKM, pada siklus 1 71,96, pada siklus 2 76,51 sebanyak 30 siswa atau 85%. Keunggulan dari penelitian tersebut adalah meningkatkan keaktifan siswa dalam mencari dan menemukan sendiri materi yang dipelajari. Kelemahan dalam penelitian ini suasana kelas terkesan gaduh tau ramai sendiri sehingga dipilih tindak lanjut pengelolaan kelas dan perhatian dan bimbingan guru pada setiap pelaksanaan kerja kelompok.

Rendy Hermawan pada tahun 2012 dengan judul : “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 06 Metro Barat. Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 berada pada kategori sedang yaitu 40,74% dan mengalami peningkatan pada siklus 2 sebesar 44,74% menjadi 88,9% berada pada kategori sangat tinggi. Keunggulan dari penelitian tersebut adalah mendorong siswa giat belajar dan lebih aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), sedangkan kelemahan dari

(21)

penelitian tersebut adalah membutuhkan waktu yang cukup lama agar dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka tindak lanjutnya yaitu dengan menambah waktu dalam proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien.Selain itu guru juga dituntut lebih pintar dalam manajemen waktu sehingga model pembelajaran tersebut dapat diterapkan semaksimal mungkin di kelas.

Diyan Tunggal Safitri pada tahun 2011 dengan judul :”Penerapan Model Cooperative Learning Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Cahaya Dan Sifat-Sifatnya Siswa Kelas V SDN Leuwiranji 04 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa dari jumlah 29 siswa yang tuntas dengan KKM : 60 pada siklus 1 PTK sebanyak 23, kemudian setelah diadakan siklus 2 PTK ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 28 siswa (96 %). Keunggulan dari penelitian ini yaitu meningkatkan ketrampilan dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, sedangkan kelemahannya yaitu peningkatan keterampilan tidak sesuai karena dengan Cooperative Learning Snowball Throwing masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa dalam kelompoknya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dipilih tindak lanjut untuk melakukan penelitian pada pokok bahasan cahaya dan sifat-sifatnya dengan menggunakan model Cooperative Learning Snowball Throwing untuk memancing keaktifan siswa dan meningkatkan hasil belajar.

Sutiyono pada tahun 2011 dengan judul :”Meningkatkan Hasil Belajar IPA melalui Cooperative Learning Snowball Throwing tentang energi dan perubahnya Siswa Kelas 4 SD 2 Besito Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus yang pertama, sebanyak 45,5% siswa berhasil memperoleh nilai rata-rata 59,5.Pada siklus yang kedua 72,7% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata 69,1. Sedangkan pada siklus yang ketiga 90,9% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata 80,9. Keunggulan dari penelitian

tersebut yaitu penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat

meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar siswa. Kelemahan dari penelitian tersebut yaitu sulit untuk mengaktifkan siswa dalam hal bertanya dan menjawab pertanyaan, ketika melakukan kerja kelompok siswa juga terlibat ribut

(22)

dan bingung karena tidak mengerti tugas yang harus dikerjakan, guru juga belum

memahami betul langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing

sehingga kegiatan tidak terarah dan tidak sesuai skenario pembelajaran. Maka diambil tindak lanjut sebelum menerapkan model pembelajaran tersebut guru

harus betul-betul memahami langkah-langkah penerapan model Cooperative

Learning dan menerapkannya dalam pembelajaran IPA karena mampu

memotivasi , mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.

2.3 Kerangka Berfikir

Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran IPA di kelas 4 SD Negeri 1 Kramat Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan yang dilakukan oleh guru masih bersifat konvensional yaitu hanya menggunakan ceramah dan sedikit tanya

jawab (teacher centered). Guru jarang menggunakan media dalam proses

pembelajaran di kelas sehingga siswa kurang terlibatkan secara langsung dalam belajar. Kurang terlibatnya siswa secara aktif dalam pembelajaran sangat bertentangan dalam hakekat belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh dari pengalaman dan mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diadakan tindakan yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

group investigation dengan kolaborasi snowball throwing. Perbaikan

pembelajaran ini diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan dan siswa menjadi lebih kooperatif dalam bekerjasama dan bertanggung jawab satu kelompok untuk menemukan sendiri mengenai materi pembelajaran sehingga siswa mendapat pengalaman belajar secara langsung. Dalam penelitian ini, akan mengetahui seberapa besar peninggakatan hasil belajar IPA dengan model pembelajaran group investigation yang berkolaborasi dengan snowball throwing. Dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan maka diharapkan tujuan yang telah ditentukan akan tercapai yaitu meningkatkan hasil belajar IPA.

(23)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir Model Group Investigation Berkolaborasi dengan Model Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar IPA.

Skor Sikap lembar observasi

diskusi penyebab dan cara mengatasi perubahan lingkungan fisik

Siswa mepresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

Siswa membuat pertanyaan dalam kertas kemudian digulung-gulung lalu dilempar

Siswa menjawab

pertanyaan dari kertas yang diterima. Siswa menarik kesimpulan lembar observasi menjawab pertanyaan lembar observasi membuat pertanyaan lembar observasi menarik kesimpulan Penilaian Proses

Tes Tertulis Penilaian

Hasil Hasil Belajar ≥

KKM (70) Model Pembelajaran Konvensional

Guru ceramah tanpa alat peraga

Membentuk siswa menjadi 4 kelompok siswa mengamati video tentang perubahan

lingkungan meliputi abrasi, erosi, tanah longsor dan banjir Model Pembelajaran Group Investigation berkolaborasi Snowball Throwing Hasil Belajar ≤ KKM (70) Siswa berdiskusi mengenai abrasi, erosi, banjir, dan tanah longsor.

lembar observasi presentasi siswa

(24)

Kerangka pikir di atas menggambarkan tentang alur penelitian yang dilakukan. yang didasarkan pada kondisi awal pembelajaran yang menggunakan mentode konvensional (ceramah) yang berpengaruh pada hasil siswa rendah ≤

KKM. setelah diberikan tindakan dengan cara menggunakan Model Group

Investigation berkolaborasi dengan Model Snowball Throwing kepada siswa dalam proses belajar mengajar di kelas maka diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah diungkapkan dikajian teori, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “ Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berkolaborasi dengan model snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan serta cara-cara pencegahannya pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Kramat Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.

Referensi

Dokumen terkait

a) Ungkapan mengenai disapproval, criticism, contempt or ridicule, complaints and reprimands, accusations, insults (“ketidaksetujuan, kritik, tindakan merendahkan

3. Walaupun dalam fiqih Islam tidak ditemukan secara tegas hukum penggunaan daging qurban untuk walimatul ‘urusy , akan tetapi berdasarkan hasil.. penelitian yang dilakukan

Dengan adanya pengaruh dynamic capability yang terdiri adaptive capabilities, absorptive capabilities, dan innovative capabilities secara serentak maupun parsial

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran

Berdasarkan temuan alat-alat batu yang ada menunJukkan bahwa penghuni Gua Macan memiliki keahlian teknologi yang baik, hal tersebut dibuktikan dengan kondisi

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menjelaskan tentang upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Badan Pengurus Gereja Kemah Injil Indonesia Daerah Sintang di

biota kecuali nitrat dan laju sedimen berpengaruh negatif terhadap tutupan karang 5 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa Joni, Irawan

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat