HUBUNGAN ANTARA
PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL
DENGAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Freddy Hesli Sampeliling
NIM : 999114134
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA
PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DENGAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Oleh :
Freddy Hesli Sampeliling NIM : 999114134
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing :
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA
PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DENGAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Freddy Hesli Sampeliling NIM : 999114134
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 5 Maret 2007
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si. ………
Sekretaris : Minta Istono, S. Psi., M. Si ………
Anggota : P. Henrietta PDADS., S. Psi. ………
Yogyakarta, ………. Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Dekan,
“Seorang pemenang bukanlah seseorang yang tidak pernah kalah tetapi
seorang pemenang adalah seseorang yang tidak mau menyerah begitu saja
Tugas akhir ini kupersembahkan kepada :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu hadir dalam setiap langkah kehidupanku, yang
selalu memberikan pertolongan di saat – saat yang tepat dan tak terduga, yang
selalu setia menerima kelemahanku. Tanpa Engkau hidupku tidak akan ada
artinya.
Almarhum papa (dr. Aris) yang sekarang sudah berada bersama Bapa di Sorga,
terimakasih untuk didikan dan kasih sayang yang papa berikan walaupun
semuanya itu baru aku sadari ketika papa sudah tidak berada di sisiku lagi…
Mama dan kedua adikku yang aku sayangi. Terimakasih atas doa, dukungan,
dan kepercayaan yang kalian berikan selama ini. Sembah baktiku untuk kalian
semua…
Tanteku, dr. Persis yang memberikan dukungan dan semangat yang tiada putus
– putusnya. Terimakasih untuk kepercayaan yang masih tante berikan.
Almamaterku Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya-karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 27 Februari 2007 Penulis,
ABSTRAK
Freddy Hesli Sampeliling (2007). Hubungan antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja Karyawan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja karyawan.
Subyek dalam penelitian ini adalah 74 orang karyawan CV. Prima Karya Teknik Makassar yang berpendidikan minimal SMU dan telah bekerja pada perusahaan minimal satu tahun. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan skala yang terdiri dari dua buah skala, yaitu skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan skala kepuasan kerja karyawan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan. Koefisien reliabilitas dari skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,970. Sedangkan untuk skala kepuasan kerja karyawan sebesar 0,957. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kedua skala tersebut reliabel.
ABSTRACT
Freddy Hesli Sampeliling (2007). Correlation between Perceptions of Transformational Leadership Style with Employee’s Job Satisfaction. Yogyakarta : Psychology Faculty, Psychology Department, Psychology Program, Sanata Dharma University.
The purpose of this research was to find the correlation between perceptions of transformational leadership style with employee’s job satisfaction. The raised hypothesis is there is positive correlation between perceptions of transformational leadership style with employee’s job satisfaction.
The subjects of the research were 74 employees of CV. Prima Karya Teknik Makassar which minimally graduated from Senior High School and had work for minimally one year. The data collection method of this research included perceptions of transformational leadership style scale and employee’s job satisfaction scale which was organized by the summated rating method. The reliability coefficient of perceptions of transformational leadership style was 0, 970. While for employee’s job satisfaction was 0,957. Based on the values of two coefficients, both scales were reliable.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan bimbingan, pertolongan, kekuatan, dan kesabaran dalam menjalani proses belajar, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja Karyawan”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini banyak menerima bimbingan dan petunjuk yang sangat berharga dari berbagai pihak yang membantu saya. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan saya dengan kerendahan hati mengucapkan banyak terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada :
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing skripsi saya yang memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini dan yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk dengan sabar membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih pula atas saran dan masukan yang diberikan dalam revisi skripsi ini.
2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S. Psi., M. Si., selaku Ketua Prodi Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu A. Tanti Arini, S. Psi., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Minta Istono, S. Psi., M. Si. dan Ibu P. Henrietta PDADS., S. Psi. yang
telah memberikan saran dan masukan dalam revisi skripsi ini.
6. Mas Gandung, Mbak Nanik, dan Pak Giyono di sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu kelancaran urusan administrasi. Mas Muji dan Mas Doni di Lab. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu pelaksanaan praktikum. Terimakasih atas kebersamaannya.
7. Ibu Meyrisa E. Lamban, ST. yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian di CV. Prima Karya Teknik Makassar.
8. Karyawan/i CV. Prima Karya Teknik Makassar yang telah meluangkan waktunya untuk mengikuti proses penelitian sebagai subyek penelitian.
9. Almarhum papa yang selalu aku cintai. Terimakasih atas didikan dan teguran yang semuanya itu justru baru aku rasakan dikala papa sudah dipanggil Tuhan. Cinta dan sayangmu akan selalu ada dalam hatiku.
10. Mama yang aku sayangi, terimakasih atas air mata, doa, dukungan, dan kepercayaan yang terus mama berikan, semuanya itu telah membuahkan hasil dan hasil itu kini aku persembahkan buat mama.
11. Kedua adikku yang aku hormati, David Henry Sampeliling, S. Ked., dan Anrew Harrison Sampeliling. Terimakasih atas doa, dukungan dan kepercayaan kalian. Kalian adalah inspirasiku.
12. Tanteku dr. Persis Sampeliling yang terus mendukung aku sampai saat ini. Terimakasih atas dukungan doa dan dananya sehingga saya boleh menyelesaikan skripsi ini. Semuanya ini saya persembahkan buat tante.
13. Bapak Yerahmel Bulung, S. Th., selaku pembimbing rohaniku, terimakasih atas bimbingan, doa yang tiada henti – hentinya, dan dukungan serta nasehat – nasehat yang terus memperbaharui dan membangun rohani serta memberikan semangat bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Saudara – saudaraku di Pos Pi Gereja KIBAID Yogyakarta yang selalu memberikan dukungan doa sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Khususnya kepada Eben Haezer Palobo yang dengan setia memberikan motivasi dan nasehat sehingga saya menjadi terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini.
16. Saudara – saudaraku di kontrakan “Cah Pitu”, terimakasih atas kebersamaannya. Khususnya buat Anto yang sudah berlelah menjaga saya waktu sakit. Berkat kalian saya termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 17. Saudara – saudaraku seangkatan Psikologi ’99 (Vidi, Obet, Cahyo, Bemo,
Adi, Toni, Gogon, Andi Hermawan, Zey, Nanik, Gamet, Galih, dan semua yang belum aku sebutkan), terimakasih atas kebersamaan selama 8 tahun. 18. Antonius Gatot Priyono, S. Psi., terimakasih atas bantuannya. Hal itu sangat
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
19. Saudaraku Niko, terimakasih atas persaudaraan yang telah kita jalin bersama, dan bantuannya yang dapat memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 20. Saudara – saudaraku ex-penghuni Narada 6b Gejayan. Terimakasih atas
keceriaan yang selalu kita tebarkan satu sama lain. Teman – teman Band Randevu dan ex-manajerku Rosa, terimakasih atas motivasi yang selalu diberikan.
21. Buat seseorang yang sampai saat ini masih aku nantikan, terimakasih atas kebersamaannya dulu, sedikit banyak telah menginspirasi dan memotivasi aku untuk bisa jadi lebih baik lagi.
22. Dan untuk semua saudara, keluarga, dan siapa saja yang belum sempat saya sebutkan di sini yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan baik berupa doa dan dana dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Saya merasa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saya mohon maaf atas kesalahan dan kelalaian yang saya lakukan saat melakukan penelitian, baik sikap, tutur kata, maupun tulisan. Saya juga menerima kritik dan saran yang membangun demi peningkatan dalam penelitian selanjutnya. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih. Tuhan Yesus memberkati.
Yogyakarta, 27 Februari 2007 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.…...………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……...……… iii
HALAMAN MOTTO ………...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi
ABSTRAK ………vii
ABSTRACT ……….viii
KATA PENGANTAR ……….. .ix
DAFTAR ISI ……….xii
DAFTAR TABEL ………xvi
BAB I. PENDAHULUAN ………..1
A. Latar Belakang Masalah ………..1
B. Rumusan Masalah ………...8
C. Tujuan Penelitian ……… 9
D. Manfaat Penelitian ……….. 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………..11
A. Kepuasan Kerja Karyawan ………11
1. Pengertian Kerja ………...11
2. Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan ……….12
4. Pentingnya Kepuasan Kerja Karyawan ………17
B. Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional ……….. 19
1. Pengertian Persepsi ……….. 19
2. Pengertian Kepemimpinan secara umum ……….20
3. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ……… 23
4. Ciri – ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional ………. 26
a. Karismatik ……… 26
b. Motivasi Inspirasional ……….. 27
c. Stimulasi Intelektual ………. 29
d. Perhatian Individual ……….. 30
5. Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional ………..32
C. Hubungan Antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja Karyawan ………..34
D. Hipotesis ………37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….39
A. Jenis Penelitian ………..39
B. Identifikasi Variabel Penelitian ……….39
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………..40
D. Subyek dan Tempat Penelitian ………..41
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 41
2. Skala Kepuasan Kerja Karyawan ……….44
F. Validitas dan Reliabilitas ……….. 46
1. Validitas ……….. 46
2. Reliabilitas ……….. 47
3. Seleksi Aitem ……….. 48
G. Metode Analisis Data ………... 48
BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 49
A. Persiapan Penelitian ……….. 49
1. Perijinan ……… 49
2. Pelaksanaan Uji-coba ………49
3. Hasil Uji-coba Alat Penelitian ……….. 49
a. Validitas ………. 50
b. Seleksi Aitem ………. 51
c. Reliabilitas ………. 54
B. Pelaksanaan Penelitian ………..55
C. Deskripsi Data Penelitian ………..55
D. Analisis Hasil Penelitian ………... 59
1. Uji Asumsi ……… 59
a. Uji Normalitas ………59
b. Uji Linieritas ……….. 60
2. Uji Hipotesis ………....…. 61
E. Pembahasan ……….………. 61
A. Kesimpulan ………... 67
B. Saran ……….….67
DAFTAR PUSTAKA ………... 69
LAMPIRAN 1. Kuesioner Uji Coba ………...73
2. Data Uji Coba ………... 91
3. Reliabilitas Aitem Uji Coba ………108
4. Kuesioner Penelitian ………... 113
5. Data Penelitian ……… 125
6. Data Deskriptif Penelitian ………...135
7. Data Uji Asumsi ………..136
8. Data Kategorisasi Skor Penelitian ………...139
9. Data Uji Hipotesis ………...140
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Karakteristik Gaya Kepemimpinan
Transformasional ……….. 32
Tabel 2. Spesifikasi Skala Persepsi terhadap Gaya
Kepemimpinan Transformasional Sebelum
Uji-coba………..44
Tabel 3. Spesifikasi Skala Kepuasan Kerja Karyawan
Sebelum Uji-coba ………. 45
Tabel 4. Spesifikasi Skala Kepuasan Kerja Karyawan
Setelah Uji-coba ………... 52
Tabel 5. Spesifikasi Skala Persepsi terhadap Gaya
Kepemimpinan Transformasional Setelah
Uji-coba ……….54
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian ………..56
Tabel 7. Kategorisasi Skor ……….. 56
Tabel 8. Kategorisasi Skor Persepsi terhadap Gaya
Kepemimpinan Transformasional ……….57
Tabel 9. Kategorisasi Skor Kepuasan Kerja
Karyawan ……….. 58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahirnya era globalisasi yang semakin bertumbuh pesat dewasa
ini membuka peluang bagi masyarakat untuk meraih suatu harapan,
kesempatan, dengan tantangan yang lebih besar. Kehidupan menawarkan
harapan untuk perbaikan nasib, memberikan kesempatan untuk berkarya dan
sebagai tantangannya individu harus berjuang keras untuk meraihnya.
Era globalisasi dalam dunia bisnis memicu perusahaan –
perusahaan untuk saling bersaing dalam memperoleh profit (keuntungan) yang lebih banyak. Persaingan kemudian menjadi ketat karena banyaknya
perusahaan – perusahaan baru yang ikut berlomba untuk meraih peluang dan
kesempatan yang semakin banyak ditawarkan. Persaingan yang ketat ini
menyebabkan peluang dan kesempatan itu menjadi suatu hal yang tidak
mudah untuk diraih. Untuk itu setiap perusahaan harus melakukan persiapan
untuk bersaing meraih peluang dan kesempatan yang tersedia.
Sumber daya manusia merupakan hal yang penting untuk
dipersiapkan. Karyawan sebagai sumber daya manusia yang ada dalam
perusahaan merupakan salah satu elemen yang perlu untuk diperhatikan oleh
perusahaan. Menurut As’ad (2004), setiap pimpinan dalam perusahaan
bertanggung jawab untuk memajukan atau mengembangkan kecakapan
Adanya permasalahan pada karyawan menjadi hal yang perlu
diwaspadai oleh perusahaan. Permasalahan tersebut dapat berupa penurunan
produktifitas kerja karyawan. Produktifitas kerja karyawan yang menurun
tentu saja dapat merugikan perusahaan. Menurut Nuszep
(www.psikologi.binadarma.ac.id), produktivitas kerja seorang karyawan yang
cenderung menurun akan berpengaruh pada merosotnya suatu perusahaan.
Bila tidak diatasi dengan baik maka perusahaan tersebut akan cenderung
mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini menjadi kendala bagi
perusahaan untuk berkompetisi dalam era globalisasi.
Para peneliti telah melakukan beberapa penelitian untuk
mengetahui faktor apakah yang berhubungan dengan produktifitas kerja
karyawan. Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara kepuasan
kerja dan produktifitas kerja karyawan. Wicaksono (dalam As’ad, 2004),
menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan
kerja dan produktifitas kerja karyawan. Semakin tinggi kepuasan kerja
karyawan, maka semakin tinggi pula produktifitas kerjanya. Hal ini
mendukung pendapat Milton (1981) yang menyatakan bahwa ketika seorang
pekerja sudah merasa puas terhadap pekerjaannya maka produktivitas kerja
pun semakin meningkat. Schultz dan Schultz (1994), mengemukakan bahwa
kepuasan kerja dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
meminimalisir ketidakhadiran kerja karyawan, menurunkan turn-over, menurunkan tingkat stress kerja karyawan, serta konflik di tempat kerja dapat
pada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, ditemukan adanya hubungan yang
positif antara kepuasan kerja karyawan dan produktifitas kerja karyawan.
Penelitian yang lebih lanjut oleh beberapa ahli seperti yang di
rangkum oleh Kreitner dan Kinicki (2004), menemukan bahwa kepuasan kerja
karyawan berhubungan positif dengan motivasi karyawan untuk bekerja
secara optimal, performansi kerja, dan antusias karyawan dalam pekerjaan.
Selain itu ditemukan pula hubungan yang negatif antara kepuasan kerja
dengan kemangkiran (absenteisme), witdrawal cognition, turn-over, dan stres kerja.
Dampak positif dari kepuasan kerja dapat dirasakan oleh banyak
pihak terutama oleh perusahaan. Schultz dan Schultz (1994), mengemukakan
bahwa bila kepuasan kerja tercapai, maka pada umumnya tercermin pada
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam
sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang
dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya di lingkungan kerjanya. Dengan
demikian perusahaan dapat lebih mudah untuk mengatur dan mengarahkan
karyawan untuk mencapai tujuan yang dicita – citakan.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat dilihat betapa
pentingnya peranan kepuasan kerja bagi karyawan dan perusahaan. Kepuasan
kerja dapat meningkatkan produktifitas karyawan sehingga kemungkinan
besar tujuan dan target perusahaan akan tercapai. Oleh karena itu kepuasan
kerja merupakan suatu hal yang perlu untuk dimaksimalkan dalam diri
Kepuasan kerja merupakan sesuatu hal yang bersifat kompleks dan
pencapaiannya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Robbins (1998)
mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, diantaranya adalah faktor pekerjaan, faktor fasilitas, faktor rekan
sekerja dan faktor kondisi kerja yang mendukung. As’ad (1986) menyatakan
faktor – faktor seperti uang, pujian, perhatian, persaingan, kebanggaan dan
pelimpahan tanggung jawab juga dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi
para karyawan. Judge dan Locke (1993), mengemukakan bahwa kepuasan
kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah gaya kepemimpinan.
Hal senada dikemukakan oleh Kartono (1994), mengemukakan bahwa
kepuasan kerja karyawan juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh atasan kepada bawahan.
Kepuasan kerja karyawan tidak lepas dari pengaruh seorang
pemimpin. Hal ini disebabkan karena pemimpin merupakan pemegang kendali
dalam mengarahkan karyawan. Menurut Locke (dalam Milton, 1981)
kepuasan kerja pada karyawan dapat dicapai dengan menyediakan agents
(pemimpin) yang dapat membantu karyawan dalam mencapai nilai – nilai
kerja seperti ketertarikan terhadap kerja, upah dan promosi yang seimbang
serta dapat meminimalisir konflik peran dan kebingungan. Pemimpin jugalah
yang menyediakan kondisi – kondisi yang memungkinkan karyawan mencapai
kepuasan dalam bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2001,
negara Hunggaria merupakan negara yang memiliki persentase kepuasan kerja
penerapan manajemen karyawan yang buruk dari para pemimpin (M. Boyle,
dalam Kreitner dan Kinicki, 2004).
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pencapaian kepuasan kerja karyawan tidak lepas
dari peranan seorang pemimpin termasuk juga gaya kepemimpinan yang
diterapkannya kepada bawahan.
Bass (1990) mengemukakan dua model gaya kepemimpinan yaitu
gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional.
Masing – masing gaya memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lainnya.
Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas
dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan.
Menurut Bass (1990), gaya kepemimpinan transformasional lebih
berpusat pada kegiatan memotivasi karyawan untuk meningkatkan
performansi kerja dengan cara mengembangkan kesadaran karyawan akan
nilai dan tujuan karyawan tersebut bekerja. Dalam gaya kepemimpinan
transformasional terjadi proses perubahan atau transformasi pola pikir,
pemahaman akan nilai kerja dan motivasi kerja dari para karyawan untuk
mencapai suatu hasil kerja yang lebih baik. Lain halnya dengan gaya
kepemimpinan transaksional dimana seorang pemimpin menfokuskan
perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan
yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada
penghargaan. Pemimpinan transaksional mengembangkan pemberian
penghargaan (rewards) dengan adanya suatu kondisi. Artinya karyawan akan
diberikan penghargaan apabila karyawan tersebut memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan sebelumnya antara pemimpin dan karyawan. Prestasi yang
dicapai karyawan akan ditukarkan dengan penghargaan dari pemimpin.
Bass (1998), mengemukakan bahwa seorang pemimpin dapat
dikatakan sebagai pemimpin transformasional apabila dalam
kepemimpinannya dapat memotivasi bawahan melalui tiga cara, yaitu ;
mendorong bawahan untuk menyadari pentingnya hasil suatu pekerjaan,
mendorong bawahan untuk lebih mementingkan organisasi daripada
kepentingan individu, meningkatkan kebutuhan – kebutuhan bawahan pada
tingkat yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. Inti utama dari
gaya kepemimpinan transformasional adalah adanya kemampuan pemimpin
dalam mengubah kondisi lingkungan kerja, motivasi kerja, pola kerja dan nilai
– nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu
mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan
kepemimpinan manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan
pentingnya nilai kerja, serta memperluas dan meningkatkan kebutuhan
melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah
kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi.
Ott (1989) berpendapat bahwa pemimpin yang bergaya
pengembangan. Hal ini memungkinkan para bawahan untuk lebih leluasa
memberdayakan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk
berprestasi dalam pekerjaannya.
Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhadap perilaku karyawan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Avolio
(1990) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
berhubungan positif dengan efektivitas pemimpin, besarnya usaha bawahan
dalam bekerja, kepuasan bawahan terhadap pemimpin dan peningkatan
performansi kerja karyawan di berbagai organisasi publik. Lebih lanjut
Podsakoff (1996) menambahkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku
karyawan dimana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin,
motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang
sering terjadi dalam suatu organisasi. Penelitian lainnya oleh Keller (1992),
mengemukakan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih tinggi, seperti harga
diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya
kepemimpinan transformasional.
Dari beberapa uraian tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan gaya kepemimpinan transformasional dalam memimpin
karyawan lebih memungkinkan karyawan untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan diri untuk berkarya. Adanya pemimpin yang memotivasi
karyawan melalui penanaman nilai kerja, peningkatan kebutuhan yang lebih
Pada kenyataannya, kepuasan kerja karyawan tidak semata – mata
disebabkan oleh kepemimpinan atasannya tetapi hal yang paling penting
adalah bagaimana karyawan menerima dan merasakan kepemimpinan
atasannya tersebut. Dengan demikian dapat terbentuk persepsi dari para
karyawan mengenai kepemimpinan atasannya, yang pada gilirannya
menumbuhkan kepuasan bagi para karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa puas atau tidaknya seorang
bawahan dalam bekerja tergantung dari hasil persepsi mereka terhadap
perilaku atasannya. Untuk itu dapatlah dimaklumi bahwa gaya kepemimpinan
atasan sangat penting dalam organisasi apapun, karena hal tersebut akan
dipersepsi oleh bawahan dan dapat mempengaruhi sikap bawahan.
Dari berbagai uraian tersebut diatas maka dapat diasumsikan
bahwa persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional yang
diterapkan atasan berkaitan dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan. Hal
ini kemudian menjadi sumber ketertarikan peneliti untuk meneliti apakah ada
hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional
dengan kepuasan kerja karyawan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penulis merumuskan yaitu apakah ada hubungan antara persepsi
terhadap gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan atasan dengan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan
atasan dengan kepuasan kerja karyawan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis :
a. Memberikan pemahaman dan sebagai informasi kepada pembaca
tentang hubungan persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transformasional dengan kepuasan kerja karyawan.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan
kepuasan kerja karyawan.
2. Manfaat praktis :
a. Memberikan gambaran mengenai kondisi perusahaan terutama
dalam hal penerapan gaya kepemimpinan transformasional dan
kondisi kepuasan kerja karyawan.
b. Sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi pimpinan perusahaan
tentang pentingnya persepsi karyawan terhadap gaya
kepemimpinan transformasional yang diterapkan atasan kepada
c. Sebagai masukan kepada para karyawan untuk mengetahui bahwa
kepuasan kerja mereka dapat dipengaruhi oleh persepsi mereka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja Karyawan
1. Pengertian Kerja
Manusia hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk itu
manusia memerlukan kerja. Kerja merupakan suatu hal yang dilakukan
manusia dalam hampir sepanjang waktu kehidupannya. Hal ini disebabkan
karena kebutuhan hidup manusia selalu berkembang yang menyebabkan
manusia juga semakin giat melakukan kerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang selalu berkembang itu.
Pada awalnya manusia menjadikan pemenuhan kebutuhan berupa
alat tukar atau uang sebagai perangsang utama dalam kerja dikarenakan
hal tersebut merupakan sarana untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya.
Namun dewasa ini kebutuhan tersebut berkembang sehingga uang bukan
lagi semata – mata menjadi perangsang yang utama. Miller dan Form
(dalam Anaroga, 1980) mengatakan bahwa motivasi untuk kerja tidak
dapat dikaitkan hanya pada kebutuhan – kebutuhan ekonomis belaka,
tetapi juga itu dilakukan karena adanya imbalan sosial seperti pengakuan
dan penghargaan dari rekan sekerja maupun pemimpin mereka.
Menurut Magnis (1978), tidak semua aktivitas dapat dikatakan
kerja. Kerja membutuhkan perencanaan dan di dalamnya ada unsur
apabila aktivitas itu menghasilkan sesuatu yang dapat berdiri sendiri yang
merupakan imbalan atas kegiatan yang telah dilakukan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa suatu aktivitas yang tidak menghasilkan suatu
imbalan, tidak dapat dikatakan sebagai kerja.
Hegel (dalam Anaroga, 1980) menambahkan bahwa dengan kerja
manusia dapat menyatakan diri secara objektif di dunia, sehingga manusia
bisa memahami keberadaan diri. Hal ini berarti bahwa manusia memahami
keberadaan dirinya sebagai makhluk yang memiliki kodrat untuk bekerja.
Manusia juga membentuk status akan dirinya melalui kegiatan
kerja yang mereka lakukan. Menurut Brown (dalam Jaya, 2004) kerja
merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena dengan
kerja manusia memiliki status dalam masyarakat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerja adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang melibatkan perencanaan dan
pemikiran yang menghasilkan imbalan untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan hidup manusia.
2. Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Milton (1981), secara umum kepuasan kerja berhubungan
dengan opini karyawan tentang pekerjaan dan ketenagakerjaan mereka.
Kepuasan kerja merefleksikan tentang seberapa besarnya seorang individu
menyukai pekerjaan yang dikerjakannya. Hal ini didukung oleh Devis dan
Newstrom (dalam Muhaimin, www.psikologi.binadarma.ac.id) yang
terhadap pekerjaannya. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan pendapat
Herzberg (dalam Muhaimin, www.psikologi.binadarma.ac.id) yang
mengemukakan bahwa ciri seseorang mengalami kepuasan kerja adalah
memiliki perasaan yang senang untuk melakukan pekerjaan serta memiliki
motivasi kerja yang tinggi.
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai definisi kepuasan
kerja. Waxley dan Yukl (1977) mengemukakan kepuasan kerja sebagai
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja secara umum
merupakan sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi
terhadap aspek-aspek yang berbeda bagi pekerja. Sikap seseorang terhadap
pekerjaannya tersebut menggambarkan pengalaman – pengalaman
menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan –
harapan mengenai pengalaman mendatang. Pengalaman – pengalaman itu
dapat berasal dari pekerjaan itu sendiri, lingkungan kerja, rekan kerja dan
pemimpin. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa secara tidak
langsung kepuasan kerja pada karyawan juga ditentukan oleh bagaimana
pemimpin berperilaku atau membimbing karyawannya dalam melakukan
suatu pekerjaan.
Milton (1981) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan
senang atau pernyataan emosi positif seseorang terhadap pekerjaan. Lebih
lanjut Milton menyebutkan bahwa emosi positif tersebut muncul karena
adanya penghargaan terhadap pengalaman kerja yang dialami selama
kebutuhan fisik dan psikis dalam hubungannya dengan kesejahteraan
karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar seseorang
menghargai pekerjaannya maka kepuasan melaksanakan pekerjaan itupun
semakin besar.
Luthans (1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah
ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat
memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang
diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting.
Pendapat lain oleh Osborn (dalam Muhaimin,
www.psikologi.binadarma.ac.id) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
derajat positif atau negatif perasaan seseorang mengenai segi tugas – tugas
pekerjaannya, tatanan kerja serta hubungan antar sesama pekerja. Dalam
hal ini kepuasan kerja ditentukan oleh adanya unsur – unsur yang
mendukung pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Unsur – unsur itu
sebagian dapat berupa perlakuan pemimpin yang baik dan mendukung
terhadap karyawan.
Berdasarkan uraian definisi tentang kepuasan kerja di atas maka
pada penelitian ini pengertian kepuasan kerja karyawan disimpulkan
sebagai suatu bentuk respon emosional seorang karyawan yang
ditunjukkan melalui perasaan senang terhadap pekerjaan yang dilakukan.
3. Faktor – faktor Kepuasan Kerja Karyawan
Herzberg (dalam Waxley & Yukl, 1988) mengemukakan faktor –
a. Pekerjaan.
Pekerjaan merupakan tugas sehari – hari yang dilakukan oleh individu
dalam suatu lingkungan kerja. Pekerjaan memiliki tingkat kesulitan
yang berbeda – beda, dan dalam melaksanakan tugas – tugas tersebut
individu bisa saja diperhadapkan pada permasalahan kerja. Pekerjaan
secara tidak langsung dapat memberi dampak pada perilaku bekerja
seorang karyawan.
b. Rekan kerja.
Rekan kerja adalah pekerja – pekerja lainnya yang membantu dan
bekerja sama dalam melaksanakan tugas – tugas pekerjaan.
Bagaimana seorang rekan berperilaku terhadap individu juga dapat
memberi pengaruh bagi perilaku bekerja individu.
c. Gaji dan kesejahteraan karyawan.
Gaji dan kesejahteraan karyawan merupakan upah berupa uang yang
sesuai dengan pekerjaan, dan fasilitas – fasilitas pendukung
kesejahteraan yang diberikan pada karyawan. Seberapa jumlah upah
yang diterima dan seberapa mendukungnya fasilitas yang disediakan
dapat memberi dampak pada perilaku bekerja individu.
d. Promosi.
Promosi merupakan kesempatan yang diberikan kepada karyawan
untuk mengembangkan karir dalam pekerjaan yang dapat berupa
pemindahan jabatan dan tanggung – jawab ke tingkat yang lebih
e. Pemimpin.
Pemimpin merupakan atasan atau pengawas yang memimpin dan
mengarahkan karyawan dalam melaksanakan tugas – tugas pekerjaan.
Perilaku pimpinan dalam memimpin juga mempengaruhi perilaku
karyawan dalam bekerja.
Robbins (1998) mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah faktor
pekerjaan, faktor fasilitas, faktor rekan sekerja dan faktor kondisi kerja
yang mendukung.
As’ad (1986) menyatakan faktor – faktor seperti uang, pujian,
perhatian, persaingan, kebanggaan dan pelimpahan tanggung jawab juga
dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi para karyawan.
Burt (dalam As’ad, 2004) mengemukakan beberapa faktor yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja yaitu; faktor hubungan antar
karyawan, faktor individual, dan faktor – faktor luar yang berhubungan
dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, dan pendidikan.
Ghiselli dan Brown (dalam As’ad, 2004), menyatakan bahwa
faktor – faktor seperti kedudukan, pangkat, umur, jaminan finansial dan
mutu pengawasan juga mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja pada
karyawan.
Pendapat lain oleh Judge dan Locke (1993), mengemukakan bahwa
kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah gaya
mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan juga dipengaruhi oleh
gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan kepada bawahan.
4. Pentingnya Kepuasan Kerja Karyawan
Kreitner dan Kinicki (2004) mengemukakan beberapa hal yang
dapat dirasakan dari adanya pencapaian kepuasan kerja pada karyawan :
a. Motivasi.
Pencapaian kepuasan kerja pada karyawan dapat meningkatkan
motivasi karyawan untuk bekerja seoptimal mungkin. Peningkatan
motivasi kerja ini berdampak pada performa dan produktifitas
karyawan yaitu karyawan semakin giat untuk melakukan pekerjaan
dan memberikan hasil pekerjaan yang semakin baik.
b. Sikap dan perilaku warga organisasi (karyawan).
Tercapainya kepuasan kerja pada karyawan juga membawa
dampak yang baik pada sikap dan perilaku karyawan dalam suatu
organisasi. Beberapa dampak yang dapat diamati pada karyawan
adalah antusiasme karyawan untuk membangun departemen
semakin meningkat, adanya respek terhadap pekerjaan rekan
sejawat, karyawan semakin memprioritaskan kepentingan
organisasi dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas serta
kehadiran kerja karyawan semakin meningkat.
c. Kemangkiran (Absenteisme).
Meningkatnya kemangkiran dalam suatu perusahaan merupakan
pada menurunnya ketepatan pencapaian target perusahaan.
Perusahaan berupaya menurunkan kemangkiran dengan cara
meningkatkan kepuasan kerja pada karyawannya.
d. Withdrawal Cognitions.
Withdrawal cognitions merupakan timbulnya pemikiran karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya. Salah satu penyebab munculnya
pemikiran seperti itu adalah karena adanya ketidak puasan
karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
e. Turn over.
Turn over merupakan dampak lanjutan dari withdrawal cognitions.
Turn over adalah perpindahan karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain akibat ketidak puasan terhadap suatu
perusahaan. Turn over bisa di minimalkan dengan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. Porter dan Sterrs (dalam Milton,
1981) mengungkapkan salah satu penyebab tingginya turn over
pada perusahaan adalah rendahnya kepuasan kerja pada karyawan.
f. Stress.
Stress pada karyawan dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan. Dikatakan demikian karena stress pada karyawan dapat mengakibatkan peningkatan kemangkiran, turn over, penyakit jantung koroner dan infeksi pernapasan. Hal ini tentu saja
dapat menurunkan performansi kerja pada karyawan yang pada
kepuasan kerja pada karyawan diyakini dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya stress pada karyawan. g. Performansi kerja.
Harter, Schmidt dan Hayes (dalam Kreitner dan Kinicki, 2004)
melakukan penelitian di 7939 unit bisnis pada 36 perusahaan di
Amerika dan menemukan hubungan yang positif antara kepuasan
kerja dan performansi kerja pada karyawan.
B. Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional.
1. Pengertian Persepsi
Menurut Brawn dan Linder (1979), persepsi merupakan
kesadaran individu terhadap objek dan kejadian disekitarnya. Pendapat
ini didukung oleh Davidoff (1987), yang mengatakan bahwa persepsi
adalah proses mengorganisasikan dan menginterpretasikan data
sensoris yang berupa stimulus untuk membangun kesadaran individu
akan diri dan lingkungan sekitarnya.
Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 1994) mengatakan
bahwa persepsi merupakan suatu proses yang bersifat integrated.
Artinya bahwa seluruh hal yang ada dalam diri individu seperti
perasaan, interpretasi, pengalaman, keyakinan, kemampuan berfikir
dan aspek – aspek lain yang ada dalam diri individu ikut berpengaruh
saat seseorang mempersepsi orang lain. Walaupun dalam persepsi
berbeda – beda maka hasil persepsi antara individu satu dengan yang
lain dapat berbeda pula. Hal ini menyebabkan proses persepsi bersifat
subjektif.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan kesadaran individu terhadap objek/individu lain
dan kejadian disekitarnya yang dipengaruhi oleh perasaan, interpretasi,
pengalaman, keyakinan, kemampuan berfikir dan aspek – aspek lain
yang ada dalam diri individu yang sifatnya subjektif sehingga dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
2. Pengertian Kepemimpinan secara umum.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin
(atasan) untuk mempengaruhi pengikut (bawahan) dalam sebuah
kelompok, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan kelompok
(Harsiwi, 2003).
Locke (dalam Harsiwi, 2003) menjelaskan kepemimpinan
mencakup tiga elemen berikut :
a. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept).
Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain
(para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada
pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para
pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana
membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut
b. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin,
pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh
John Gardner (1986-1988) kepemimpinan lebih dari sekedar
menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan
mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar
menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi
pemimpin.
c. Kepemimpinan harus membujuk orang – orang lain untuk
mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui
berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi,
menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi
imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan
mengkomunikasikan visi.
Ada banyak ahli yang mencoba memberikan definisi
kepemimpinan, Robert dan Massarik (dalam Sutarto, 1989)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai cara mempengaruhi orang lain,
melalui proses komunikasi sehingga mitra kerja memiliki kemauan keras
dan semangat tinggi dalam mencapai tujuan bersama. Whaite, dkk (dalam
Honorus, 2003) menambahkan bahwa kemampuan mempengaruhi orang
lain bukan dengan paksaan melainkan secara persuasif. Timpe (dalam
Honorus, 2003) berpendapat bahwa kepemimpinan mencakup upaya
mempengaruhi dan memotivasi orang lain dalam rangka pencapaian tujuan
menuntut kemampuan untuk menyelaraskan keinginan atau ekspektasi
pengikut dan pemimpin.
Ada beberapa ahli yang mengutarakan proses lainnya yang dapat
terjadi dalam kepemimpinan. Effendi (dalam Jaya, 2004) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses kegiatan seseorang dalam membimbing
pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. Sujak (1990) mengutarakan
bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk menggerakkan, dan
mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Bass (1990)
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah interaksi antara dua orang atau
lebih dalam suatu kelompok yang sering melibatkan struktur dan
restruktur situasi dan persepsi serta harapan anggotanya.
Dalam lingkupan organisasi, kepemimpinan diartikan sebagai
kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah
organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Hal ini didasarkan pada pendapat Stogdill (dalam Harsiwi, 2003) yang
mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses atau tindakan untuk
mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usaha mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga diartikan sebagai suatu
proses pengaruh sosial yang dilakukan oleh para pemimpin secara sukarela
untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dari beberapa uraian definisi tentang kepemimpinan di atas maka
yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi,
membimbing, dan mengarahkan orang lain dalam suatu kelompok dengan
menggunakan gaya tertentu guna menyelaraskan persepsi untuk mencapai
tujuan bersama dalam situasi – situasi tertentu pada suatu organisasi.
3. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional.
Dalam kaitannya dengan kegiatan mempengaruhi, Glassman
(dalam Arnila, 2002) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah
karakteristik khusus yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi
bawahan dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian gaya
kepemimpinan menjadi suatu hal yang penting dimiliki oleh seorang
pemimpin. Dengan mengacu pada suatu gaya tertentu pemimpin dapat
menerapkan cara – cara atau strategi yang tepat dalam menyampaikan
keinginannya kepada para karyawan secara jelas dan konsisten.
Menurut Walte (dalam Jaya, 2004), gaya kepemimpinan adalah
pola – pola perilaku yang diterapkan dalam bekerja dengan orang lain dan
hal itu akan dipersepsi oleh orang lain tersebut. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa gaya kepemimpinan berbicara mengenai pola perilaku
seseorang yang akan dipersepsi oleh orang lain. Gaya kepemimpinan
seseorang dapat diketahui dengan melihat bagaimana persepsi orang lain
terhadap perilaku kepemimpinan seseorang.
Kepemimpinan transformasional sebagaimana dikatakan oleh
Harsiwi (2003) adalah kepemimpinan yang sungguh – sungguh diartikan
bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada
suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya.
Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan transformasional
sebagai suatu proses menaikkan moral dan motivasi pemimpin dan
bawahan ketingkat yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional berusaha
meningkatkan kesadaran bawahan, dengan mendorong idealisme dan nilai
– nilai moral yang lebih tinggi, seperti kebebasan, kedamaian,
keseimbangan manusiawi dan bukan berdasarkan emosional seperti
ketakutan, ketamakan, kecemburuan atau kebencian.
Harsiwi (2003) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam
organisasi. Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan
yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia
bekerja demi sasaran – sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui
kepentingan pribadinya pada saat itu.
Rouch (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengartikan
kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi nilai – nilai, sikap, kepercayaan, dan perilaku pemimpin
lainnya dengan maksud untuk menyelesaikan misi organisasi.
Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin
transformasional, Bass (1998) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat
diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan
pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
mendorong bawahan untuk menyadari pentingnya hasil suatu pekerjaan,
mendorong bawahan untuk lebih mementingkan organisasi daripada
kepentingan individu, meningkatkan kebutuhan – kebutuhan bawahan
pada tingkat yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Menurut Bass (1990), gaya kepemimpinan transformasional lebih
berpusat pada kegiatan memotivasi karyawan untuk meningkatkan
performansi kerja dengan cara mengembangkan kesadaran karyawan akan
nilai dan tujuan karyawan tersebut bekerja. Dalam gaya kepemimpinan
transformasional terjadi proses perubahan atau transformasi pola pikir,
pemahaman akan nilai kerja dan motivasi kerja dari para karyawan untuk
mencapai suatu hasil kerja yang lebih baik. Berarti, sebuah proses
transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala
pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja,
serta memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi
serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama
termasuk kepentingan organisasi.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional merupakan karakteristik khusus yang
dimiliki seorang pemimpin yang ditunjukkan melalui kemampuannya
dalam memotivasi bawahannya dengan cara menumbuhkan kesadaran
bawahan akan pentingnya hasil dan prestasi kerja, menyadarkan bawahan
serta meningkatkan kebutuhan – kebutuhan para bawahan pada tingkat
yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri sehingga tercapai
kualitas hidup yang lebih baik.
4. Ciri – ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional.
Bass (1998) merumuskan empat ciri karakter yang dimiliki seorang
pemimpin sehingga memiliki kualitas transformasional, yaitu : karismatik,
motivasi inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian secara
individual.
a. Karismatik.
Menurut Yukl (dalam Bass, 1998), kepemimpinan karismatik
merupakan proses pemimpin mempengaruhi bawahan dengan
menimbulkan emosi – emosi yang kuat. Kepemimpinan karismatik
berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin dan pada pemimpin.
Pemimpin dijadikan sebagai panutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati
dan mempunyai misi dan visi yang jelas yang menurut persepsi bawahan
dapat diwujudkan. Pemimpin mendapatkan standard yang tinggi dan
sasaran yang menantang bagi bawahan. Hal ini bukan berarti untuk
membebani bawahan tetapi semata – mata dilakukan untuk memotivasi
bawahannya untuk mencapai prestasi yang tinggi.
House (dalam Purwanto, 2000) berpendapat bahwa pemimpin
karismatik berdampak besar bagi para pengikutnya. Para pengikut merasa
bahwa keyakinan pemimpin benar, sehingga meningkatkan ketaatan pada
kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi, pendirian yang kuat, rasa percaya
diri yang tinggi, dan keyakinan terhadap nilai – nilai yang dianut,
kesemuanya ini akhirnya berdampak pada peningkatan kepercayaan para
pengikut terhadap apa yang dikemukakan oleh pemimpin tersebut.
Menurut Bass (1998), karisma merupakan kekuatan pemimpin
yang besar untuk memotivasi bawahannya dalam melaksanakan tugas.
Bawahan mempercayai atasan karena mempunyai pandangan, nilai, dan
tujuan yang dianggap lebih benar, oleh karena itu pemimpin yang
mempunyai karisma lebih besar akan lebih mudah mempengaruhi dan
mengarahkan bawahannya agar bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh pemimpinnya.
b. Motivasi Inspirasional.
Pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional berarti mampu
mengkomunikasikan harapan – harapan yang tinggi dari bawahannya,
menggunakan simbol – simbol untuk memfokuskan pada kerja keras,
mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana (Bass, 1998).
Menurut Bass (1998), pemimpin yang memiliki motivasi
inspirasional mampu mendorong bawahan untuk menetapkan suatu tujuan
yang menantang dengan standar yang tinggi. Adanya tujuan yang
menantang ini diharapkan akan mampu mendorong bawahan untuk
memfokuskan pada usaha yang keras dalam mencapai target tersebut.
Pemimpin inspirasional mengembangkan sutu pemecahan masalah dengan
masalah. Selain itu dalam upaya pemecahan masalah, seorang pemimpin
harus menunjukkan kesan sebagai pemimpin yang pandai.
Pemimpin inspirasional mampu memberikan arti yang jelas
terhadap tindakan yang direncanakan, bersikap tenang dalam menghadapi
krisis, memberi penghargaan terhadap tindakan bawahan yang berprestasi,
menekankan pada persaingan yang sehat, memberikan gambaran
mengenai masa depan yang menarik dan dapat dicapai, dan menjelaskan
mengenai langkah – langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut (Bass, 1998).
Pemimpin yang inspirasional oleh Bass dan Avolio (dalam Yukl,
1989) diartikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin mampu
mengkomunikasikan suatu visi yang menarik, mampu menggunakan
simbol – simbol untuk memfokuskan usaha – usaha bawahan, dan
memodelkan perilaku yang sesuai.
Perilaku pemimpin yang inspirasional menurut Yukl dan Fleet
(dalam Bass, 1985) dapat merangsang antusiasme bawahan terhadap tugas
kelompok dan mengatakan hal – hal yang dapat menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan
mencapai tujuan kelompok. Menurut Yukl (1989), membangun
kepercayan diri bawahan seperti itu merupakan elemen utama dari
pemimpin yang inspirasional. Keyakinan diri yang besar terhadap apa
yang dilakukan akan menimbulkan rasa senang dalam bekerja serta
c. Stimulasi Intelektual.
Menurut Bass (1998), stimulasi intelektual berarti mengenalkan
cara pemecahan masalah secara cerdik, rasional dan hati – hati sehingga
anggota mampu berpikir tentang masalah dengan cara baru dan
menghasilkan pemecahan masalah yang kreatif. Hal ini berarti bahwa
pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin yang cerdas
sehingga ide – idenya atau analisanya mampu membuat pencerahan
intelektual pada bawahannya.
Dalam hal ini dibutuhkan pemimpin yang dengan sendirinya terus
– menerus menjadi manusia pembelajar. Schein (dalam Riyono, 2001)
mengatakan pemimpin dengan sendirinya adalah peceptual learner atau pembelajar yang terus – menerus tanpa kenal lelah. Hal ini membuat
pemimpin tersebut harus tanggap terhadap persoalan, mampu memotivasi,
memiliki kekuatan emosional dalam mengatasi kecemasan, mengubah
asumsi budaya (mampu menjual visi dan konsep baru) dan mampu
menciptakan keterlibatan dan partisipasi serta mempelajari budaya baru.
Seltzer dan Bass (1990) mengatakan bahwa dalam stimulasi
intelektual ini pemimpin merangsang kreatifitas bawahan dan mendorong
bawahan untuk menemukan pendekatan – pendekatan baru terhadap
masalah lama. Melalui pendekatan ini bawahan didorong untuk berpikir
mengenai relevansi rasa, sistim nilai, kepercayaan, harapan dan bentuk
organisasi yang ada saat ini. Bawahan juga didorong untuk melakukan
mengembangkan kemampuan diri, serta didorong untuk menetapkan
tujuan atau sasarannya yang menantang.
Pendapat lain oleh Yukl (1989), mengatakan bahwa rangsangan
intelektual adalah upaya pemimpin meningkatkan kesadaran bawahan
terhadap persoalan – persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat
persoalan tersebut melalui perspektif baru.
Ukuran dan efektifitas pemimpin yang memberikan stimulasi
intelektual pada bawahannya adalah seberapa banyak kemampuan
bawahan dalam menyelesaikan tugas tanpa kehadiran pemimpin (Bass,
1998). Bawahan belajar memecahkan masalah dengan cara sendiri secara
kreatif dan inovatif. Melalui praktek intelektual ini, bawahan diberi
kesempatan seluas – luasnya oleh pemimpin untuk bertindak secara kreatif
dan inovatif dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain bawahan
diberi kesempatan oleh pemimpinnya untuk berekspresi dan
mengembangkan potensi dirinya.
d. Perhatian Individual.
Bass (1998) mengemukakan perhatian individual berarti
memberikan perhatian secara personal, memperlakukan bawahan secara
individu, memberi saran dan memberikan bimbingan. Pemimpin
melakukan hubungan dengan bawahan secara individual,
mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan serta aspirasi individu,
mendengarkan dengan penuh perhatian, mengembangkan tujuan jangka
Avolio (dalam Purwanto, 2000) berpendapat bahwa pendelegasian
wewenang merupakan fokus dari perhatian individual. Pendelegasian
sebagian tugas untuk diselesaikan bawahan merupakan tantangan kerja
bagi bawahan dan sekaligus memberi kesempatan kepada bawahan untuk
belajar.
Pendelegasian sebagian wewenang kepada bawahan menurut Bass
(1990) dapat melalui orientasi terhadap pengembangan bawahan, orientasi
terhadap individu dan mentoring. Perhatian yang berorientasi pada pengembangan bawahan ditunjukkan melalui pendelegasian sebagian
tugas kepada bawahan. Perhatian yang berorientasi pada individu
ditunjukkan dengan memberi dukungan dan memperlakukan bawahan
secara individu. Dengan demikian pemimpin dapat melihat adanya
perbedaan yang terdapat pada bawahannya. Hal ini akan mempermudah
pemimpin dalam memberikan perlakuan terhadap masing – masing
bawahannya. Sedangkan mentoring merupakan bentuk perhatian yang individual yang ditunjukkan melalui konsultasi antara pimpinan dan
bawahan.
Pada tabel berikut dapat dilihat rangkuman karakter yang
Tabel 1
Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Karismatik Memberi misi dan visi, menumbuhkan
kebanggaan, mampu mendapatkan
kepercayaan dan rasa hormat.
Motivasi Inspirasional Mampu mengkomunikasikan harapan –
harapan yang tinggi, menggunakan
simbol – simbol untuk memfokuskan
kerja keras, mengekspresikan tujuan –
tujun penting dengan cara yang
sederhana.
Stimulasi Intelektual Menghargai kecerdasan,
mengembangkan rasionalitas dan
pemecahan masalah secara teliti. Perhatian Individual Memberi perhatian secara personal,
memperlakukan setiap bawahan secara
individual, memberikan bimbingan dan
saran.
5. Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional.
Kepemimpinan merupakan proses kegiatan yang melibatkan
interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin (Locke dalam Harsiwi,
2003). Dalam mewujudkan suatu keberhasilan yang dicita – citakan
dibutuhkan interaksi dan hubungan yang baik antara pemimpin dan yang
Harris (1984) mengemukakan bahwa hal yang tidak kalah
pentingnya dalam proses kepemimpinan adalah persepsi para bawahan
terhadap atasannya. Hal ini memperlihatkan bahwa keberhasilan seorang
pemimpin dalam kepemimpinannya tidak semata – mata ditentukan oleh
kualitas kepribadiannya saja, akan tetapi persepsi bawahan terhadap
kepemimpinannya juga menentukan.
Copey (dalam Riyono, 2001) menegaskan bahwa dalam hubungan
antar manusia yang menentukan bukanlah apa yang kita lakukan tetapi
bagaimana orang lain melihat dan merasakan apa yang kita lakukan.
Berdasarkan teori ini maka dapat dikatakan bahwa besar kecilnya
pengaruh seorang pemimpin tergantung dari bagaimana seorang bawahan
mempersepsikan pengaruh tersebut atau dengan kata lain sifat
transformasional pada pemimpin tidak hanya tergantung pada penerapan
gaya transformasional itu secara objektif namun juga ditentukan oleh
bagaimana penerapan gaya transformasional itu dipersepsikan dan
dirasakan oleh bawahannya.
Persepsi bawahan terhadap pola kepemimpinan transformasional
menjadi sesuatu hal yang penting karena hal itu dapat mempengaruhi
pembentukan kepuasan kerja pada karyawan sehingga akan memperlancar
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi
terhadap gaya kepemimpinan transformasional adalah proses penginderaan
pemimpin yang bercirikan karismatik, motivasi inspirasional, stimulasi
intelektual dan perhatian individual, yang berdasarkan pada pengalaman
subyektif karyawan.
C. Hubungan antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan
Transformasional dengan Kepuasan Kerja karyawan.
Gaya kepemimpinan transformasional yang bercirikan kharismatik,
inspirasional, memberikan stimulasi intelektual dan perhatian individual yang
apabila dipersepsikan oleh karyawan diharapkan dapat membentuk kepuasan
kerja pada karyawan. Dikatakan demikian karena pemimpin yang memiliki
kharisma mempengaruhi karyawan dengan menyatakan kebenaran pemikiran
dan potensi keberhasilan dari rencananya secara emosional. Bass (1998)
mengemukakan bahwa seorang pemimpin yang memiliki kharisma lebih
mudah mendapatkan kepercayaan dari bawahannya. Adanya kepercayaan
tersebut memudahkan pemimpin untuk mendapatkan dukungan dari bawahan
atas rencana – rencana yang dikemukakannya. Hal ini mengakibatkan
pemikiran pemimpin dapat diterima dengan mudah oleh bawahan. Dengan
kata lain bahwa pemimpin yang menggunakan pendekatan kharismatik lebih
mudah membentuk perilaku kerja serta nilai kerja yang baik pada karyawan
yang pada akhirnya akan mendatangkan kepuasan kerja.
Pemimpin merupakan teladan bagi karyawan. Untuk itu pemimpin
hendaknya memiliki kemampuan untuk menginspirasi karyawannya dalam
karyawannya dalam melakukan tugas – tugas pekerjaan. Dalam hal ini
pemimpin berperan sebagai sumber inspirasi bagi karyawan. Dengan adanya
inspirasi dari pemimpin, karyawan memperoleh masukan untuk
menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam pekerjaan maupun untuk
membuat suatu keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas
pekerjaan. Dengan demikian karyawan mampu bertahan dalam tekanan
emosional yang bisa saja muncul pada saat karyawan melakukan tugas – tugas
pekerjaannya. Dengan kata lain adanya inspirasi dari pemimpin juga dapat
membentuk emosi – emosi yang positif pada karyawan yang pada akhirnya
akan mendatangkan kepuasan kerja bagi karyawan.
Dalam kepemimpinannya, pemimpin transformasional selalu
merangsang daya berpikir karyawan dalam menghadapi permasalahan
pekerjaan dengan memberikan stimulasi intelektual kepada karyawannya.
Karyawan dilatih untuk berpikir secara cerdik, rasional, hati – hati, namun
tetap kreatif (Bass, 1998). Dengan demikian karyawan mendapatkan
pencerahan pola berpikir dan kreatifitas karyawan juga dapat terangsang
dalam menemukan pendekatan – pendekatan baru terhadap permasalahan
yang muncul. Dalam menghadapi masalah kerja, karyawan terlatih untuk tidak
perlu lagi merasa bingung dan kehilangan arah. Dengan demikian pekerjaan
akan semakin mudah untuk dipahami dan disenangi oleh karyawan. Pada
akhirnya karyawan menjadi percaya diri untuk melaksanakan tugas – tugas
pekerjaan lainnya. Stimulasi intelektual dari pemimpin dapat membantu
Selain itu, pemimpin yang transformasional selalu memberikan
perhatian dan dukungan secara individual yang sifatnya pribadi kepada
bawahannya. Dalam hal ini pemimpin akan lebih banyak menggunakan
kemampuan berempati terhadap permasalahan yang dihadapi bawahan.
Menurut Bass (1998), pemimpin berperan sebagai pelatih yang membimbing
dengan tulus melalui pendekatan – pendekatan personal dan bersifat pribadi.
Pemimpin juga memberikan perhatian dengan cara mendelegasikan
wewenang kepada bawahan, memberikan dukungan – dukungan kepada
bawahan dan melakukan mentoring atau konsultasi pekerjaan bagi karyawan
(Bass, 1990). Bentuk – bentuk perhatian individual tersebut dapat mendukung
terciptanya perasaan puas bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian, usaha mewujudkan kepuasan kerja bagi
bawahan menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin.
Pada kesempatan ini, akan dilihat usaha pemimpin yang transformasional
dalam rangka membantu bawahannya menemukan kepuasan kerja melalui
usahanya yang bercirikan kharismatik, motivasi inspirasional, stimulasi
intelektual dan perhatian individual dalam kegiatan kepemimpinannya.
Dalam penelitian ini, persepsi karyawan terhadap keempat ciri
kepemimpinan transformasional tersebut menjadi hal yang penting. Dikatakan
demikian karena persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan
transformasional akan berimplikasi terhadap pembentukan kepuasan kerja
pada diri karyawan. Dalam interaksinya dengan pemimpin, karyawan selalu