BAB VIII
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DIKABUPATEN/KOTA
RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan
sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan
dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial,
analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan
sosial yang dibutuhkan.
8.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah
sebagai berikut :
1) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup :
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara
lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3) Peraturan Presiden No. 5/208 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 208-2014 :
laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4) Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis :
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5) Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,
UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau
disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan
UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan
iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis
yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam JM adalah karena
RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program.
Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan
pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi
terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat
mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan. Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPI2-JM.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam
RPI2-JM per sektor dengan mempertimbang- kan isu-isu pokok seperti
(1) perubahan iklim,
(2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
(3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
(4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
(5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
(6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
(7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut
menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan
resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun table :
Tabel 8.1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Kesimpulan:
Pertimbangan* (Signifikan/Tidak)
(1) (2) (3) (4)
1. Perubahan Iklim
Tidak Mempengaruhi
Iklim Tidak
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati
Tidak Mempengaruhi
Tidak
3.
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
Tidak Mempengaruhi
Tidak
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
Tidak Mempengaruhi
Tidak
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
Tidak Mempengaruhi
Tidak
6.
Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat
Mengurangi Jumlah Penduduk Miakin
Tidak
7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
Mengurangi Resiko
Kesehatan Signifikan
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak
teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman
Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat
Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas
RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap
kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD)
dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut :
1)Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut :
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi
masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 8.2
Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan danMasyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
(1) (2)
Pembuat keputusan a. Bupati/Walikota
b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana
dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya
Instansi a. BPLHD
Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
b. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup c. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
d. Perorangan/tokoh
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Organisasi masyarakat
d. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani dll)
b.Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 8.3
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Penjelasan Singkat
(1) (2)
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Kota Tojo Unauna mempunyai
Kekeringan, menurunnya kualitas air sumberair baku dari sungai Bongka
yang belum tercemar
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak
berfungsi maksimal
Pembangunan TPA yang sudah
tidak berfungsi secara optimal
pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran
badan air oleh air limbah permukiman
Masih Open Damping
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Meluasnya Kawasan Kumuh akibat
kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan
urbanisasi & Lambatnya Penataan
Lingkungan
Ekonomi
Isu 1: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Meningkatnya data luasan kawasan
pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir kumuh terutama di daerah pesisir
pantai
Isu 2: Bertambahnya jumlah Penganguran Kurang minatnya pencari kerja
Kurangnya lapangan kerja rawan bertambahnya angka
kriminal
pada sektor perikanan dan pertanian di karenakan
infrastruktur yang belum tercukupi
Sosial
Isu 1: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah
penyakit
Belum semua masyarakat memiliki
MCK secara permanen, sebagian
Menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh masih BAB Sembarang
Isu 2: Berkurangnya interaksi antar publik Kurangnya akses ruang publik
Kurangnya ruang publik menyebabkan individual masyarakat sehingga interaksi antar
masyarakat berkurang
No. Komponen kebijakan /
rencana / program Kegiatan
Lokasi (Kecamatan / Kelurahan (jika ada))
(1) (2) (3) (4)
I Pengembangan Permukiman
1 Pengurangan Kawasan Kumuh Kota
Peningkatan & Pembangunan
Sarana Infratruktur Kec. Buolbiromaru
2 Peningkatan Kwasan
Agropilitan
Peningkatan Sarana Infratruktur Pertanian
Kec. Pipikoro Kec. Kulawi Selatan Kec. Kulawi
Kec. Lindu Kec. Nokolalaki Kec. Gumbasa Kec. Palolo Kec. Dolo
Kec. Dolo Selatan Kec. Dolo Barat Kec. Tanabulava Kec. Marawola
Kec Marawola Selatan Kec. Kinovaro
Kec. Buolbiromaru II Penataan Bangunan dan Lingku ngan
1 Penataan Kawasan
Perda BG Kabupaten
Revitalisasi Kawasan Kwsn Khusus &
Perkotaan Bora III Pengembangan Air Minum
1 Pemenuhan Air Minum Penyehatan PDAM Kota Bora
Penyediaan SPAM Seluruh Kabupaten
IV Pengembangan Penyehatan Ling kungan Permukiman
1 Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Pembangunan TPA Kota Bora
Pembangunan IPLT Kota Bora
Pembangunan Drainase Kabupaten
d. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel 8.5
Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup diSuatu Wilayah
No
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan**
Pengembangan Permukiman
P enataan Bangunan & Lingkungan
2
P engembangan Air minum
P engembangan Penyehatan Li ngkungan Permukiman
**) ditentukan melalui diskusi antar pemangku kepentingan, dengan melihat data dan
kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll.
Penilaian pembobotan untuk setiap kolom agar dilakukan per kegiatan untuk kemudian
dijumlahkan keseluruhan per sektor, untuk dapat melihat secara detil kondisi saling
mempengaruhi dari setiap kegiatan. Agar diusahakan setiap kolom penilaian per kegiatan dapat
1. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau
program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan
berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan
atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk
menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 8.6
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No.
Komponen kebijakan, rencana dan/atau program
Alternatif Penyempurnaan KRP
(1) (2) (3)
1.
Pengembangan Permukiman
2 Pembangunan PSD Kwsn Kumuh
3 Pembangunan PSD Kwsn Agropolitan
Pembuatan Master Plan Kawasan Pembuatan Master Plan Kawasan
4 Pembangunan PSD Kwsn
Minapolitan
Pembuatan Master Plan Kawasan
2.
Penataan Bangunan & Lingkungan 1
Revitalisasi Kawasan Perbatasan
Pembuatan Master Plan Kawasan
2 Revitalisasi ruang Terbuka Kawasan
Publik
3.
Pengembangan Air minum
1 Penyehatan PDAM
3 Penyediaan SPAM Kwsn
Perdesaan
Penyehatan PDAM Optimalisasi SPAM
4.
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Penyediaan Infrastruktur Persampahan 1
Pembuatan Master Plan Persampahan
Penyediaan Infrastruktur Air Limbah 2 Pembuatan Master Plan Air Limbah
3
Pengurangan Daerah Genangan di
Permukiman
Pembuatan Master Plan Drainase
Tabel 8.7
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman Koordinasi dengan Instansi terkait
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan Koordinasi dengan Instansi terkait
3. Pengembangan Air minum Koordinasi dengan Instansi terkait
4. Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman Koordinasi dengan Instansi terkait
sedangkan pengintegrasian hasil KLHS dilakukan dengan cara menguraikan bentuk integrasi
rekomendasi ke dalam program/kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya. Untuk rekomendasi
yang tidak dapat dimasukkan ke dalam program/kegiatan seperti bentuk-bentuk
koordinasi/kerjasama/bersifat menghimbau terhadap pihak lain, antara lain SKPD terkait, pihak
swasta, ataupun masyarakat tetap harus dicantumkan. Untuk Kabupaten/Kota yang telah
menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam
KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah
Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 8.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan
AMDAL.
8.1.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8
Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
B a b V I I I - 1 7 6 Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya
Tabel 8.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum
KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ii. Permen PPU 8/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib
UKL UPL
B a b V I I I - 1
b) Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi lingkungan dengan:
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL
B a b V I I I - 1 7 8 Tabel 8.9 Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan,
rencana, dan/atau program; dan
iii.rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
B a b V I I I - 1
f) Muatan Studi Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu
strategis terkait pembangunan berkelanjutan iii.Alternatif rekomendasi untuk
rencana/program
i. Kerangka acuan; ii. Andal; dan iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
267
B a b V I I I - 1 8 0
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk
melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
ii.segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
iii.Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam
RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL) didanai
oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai
B a b V I I I - 1
k) Atribut Lainnya:
a. Posisi
Hulu siklus pengambilan keputusan
Akhir sklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak
kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat
telaahan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi
dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci j) Partisipasi
Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak; ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
B a b V I I I - 1 8 2
h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP
merupakan proses iteratif dan kontinu
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir
i. Fokus pengendalia dan dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan
penilaian dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL
Sumber: - hasil analisa
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen
AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 8.10 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem
Control landfill/sanitary landfill:
-luas kawasan TPA, atau
-Kapasitas Total
> 8 ha > 80.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
-luas landfill, atau
-Kapasitas Total
semua kapasitas/ besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas > 25 ha
b. Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 80 ha
d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha
C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
> 2 ha
> 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas
penunjangnya:
Bab VIII - 184
- Luas, atau
- Kapasitasnya
> 3 ha > 2,4 ton/hari
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah: - Luas layanan, atau
- Debit air limbah
> 500 ha
> 16.000 m3/hari
D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km
b. Kota sedang, panjang: > 8 km
E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 8 km
Sumber : Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak
wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKLUPL. Jenis
kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL
tercermin dalam tabel 8.10
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapiWajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a.Persampahan
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system controll ed landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
 Luas kawasan, atau < 8 Ha
 Kapasitas total < 8.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
 Luas landfill, atau < 5 Ha
 Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station
 Kapasitas < 1.000 ton/hari ii. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
 Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator  Kapasitas < 500 ton/hari iii. Pembangunan Instansi
Pembuatan Kompos
 Kapasitas > 50 s.d. < 80 ton/ha termasuk fasilitas penunjang
 Luas < 2 ha
 Atau kapasitas < 11 m3/hari ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
 Luas < 3 ha
 Atau bahan organik < 2,4 ton/hari iii. Pembangunan system Perpipaan air limbah
(sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman
 Luas < 500 ha
 Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
c.Drainase Permukaan Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder
 Panjang < 5 km ii. Pembangunan kolam retensi / polder diarea / kawasan pemukiman
Bab VIII - 186 d.Air Minum
i. Pembangunan jaringan distribusi:
luas layanan : 80 ha s.d. < 500 ha
r
,
n n
,
k ,
g ,
n
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
 Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <8 km  Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 8 km
 Pedesaan, Panjang : -
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau permukaan
lainnya (debit)
 Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps  Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
 Debit : > 50 lps s.d. < 80 lps v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
sumber ai
 Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara lps - < 50 lps
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedu ng pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahana dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapka
oleh menteri.Semua bangunan yang
tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi.
prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian,
2) perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2 3) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
5) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan
untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasu mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedun pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
Bab VIII - 188
ta
n/
,
h n
at h
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib
dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH).
Tabel 8.12
Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
f. Pengembangan kawasan
permukiman baru
1) Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS,
TNI/POLRI, buruh/pekerja;
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 8 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Ko Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 8 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru deng an pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangu
Lingkungan Siap Bangun)
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah; pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar ( basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
 Luas kawasan: < 8 ha ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
 Luas kawasan: < 8 ha iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
 Luas kawasan: < 8 ha di perkotaan metropolitan yang dilakukan denga pendekatan peremajaan kota (urban renewal), dise rtai dengan pemindahan penduduk, dan dap
dikombinasikan dengan penyediaan bangunan ruma susun.
Bab VIII - 190
2 Pembangunan PSD Kwsn Agropolitan
Kwsn :
Pe nataan Bangunan & Lingkungan
1 Revitalisasi Kawasan Wisata Danau Lindu X X X
2 Revitalisasi ruang Terbuka Kawasan
Publik
Kota Bora
X X X
3.
Pe ngembangan Air minum
2 Penyediaan SPAM Kwsn Wisata Danau Lindu X X X
3 Optimalisasi SPAM Kwsn Perdesaan Kab. Buol X X X
4.
Pe ngembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
1 Penyediaan Infrastruktur
Persampahan
Kota Bora
√ √ √
2 Penyediaan Infrastruktur Air Limbah Kota Bora √ √ √
3 Pengurangan Daerah Genangan di
Permukiman
Kota Bora
√ √ √
Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH
8.2 Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengaruh gender. Sedangkan
pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan
proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun
permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu
diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek
sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan JangkaPanjang Nasional :
1. Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
2. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak
di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
1. Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 :
1. Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
2. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
Bab VIII - 192
1. Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil,
serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional :
1. Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi,
serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat :
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk
bidang Cipta Karya.
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat
provinsi.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota :
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dikabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan
sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil,
serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat
kabupaten/kota.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota
berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
Bab VIII - 194
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu
ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs
dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah
kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, hingga kebutuhan penanganannya, seperti tertuang pada tabel 8.13
Tabel 8.13
Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten
No.
Lokasi
Jumlah Penduduk
Miskin
Kondisi
Umum
Perma- salahan
Bentuk
Penanganan yang Sudah Dilakukan
Kebutu- han Pena- nganan
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
Bab VIII - 196
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD / hanya
SD.
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah
tangga miskin.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan
bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang
Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project
(NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to
PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan
Masyarakat bidang Cipta Karya.
Bagian ini berisikan pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari
masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai
pembelajaran di masa datang di daerah. Hal ini dijabarkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 8.14
Bab VIII - 198
A Penyusun an RTBL
2013 - - - - -
2014 - - - - -
8.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan BidangCipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti
konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta
permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program
bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah
yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih
dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang
diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali
kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
Jika ada usulan kegiatan dalam RPI2-JM yang memerlukan upaya pengadaan lahan atau
permukiman kembali penduduk (resettlement) maka tindak lanjut tahapan
pemindahannya perlu diidentifikasi untuk memastikan pembangunan infrastruktur
permukiman yang berkeadilan, seperti tabel dibawah ini.
Tabel 8.15
Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi, Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali
Bab VIII - 200 8.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata
dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan
akses pelayanan tersebut. Tim perumus RPI2-JM perlu menganalisis potensi kemanfaatan
infrastruktur Cipta Karya yang terbangun untuk berdasarkan sektor dan program, seperti
tabel 8.16.
Tabel 8.16
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca
Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
No. Sektor Program/ Kegiatan Lokasi Tahun
Jumlah
Pembangunan PSD Kwsn
Kumuh Kota Bora 2015
Perlu
Penangan Khusus
Pembangunan PSD Kwsn
Agropolitan
Terbuka Kawasan Publik Kota Bora 2015
Perlu
3.
Pengemb
angan Air
Minum
Penyehatan PDAM Kota Bora 2015
Perlu
Penangan
Khusus
Penyediaan SPAM Kwsn
Wisata Danau Lindu 2015
Perlu
Penangan
Khusus
Optimalisasi SPAM Kwsn
Perdesaan Kab. Buol 2015
Perlu
Penangan
Khusus
4.
Penyehat an
Lingkunga n
Permukim
an
Penyediaan Infrastruktur
Persampahan Kota Bora 2015
Perlu
Penangan
Khusus
Penyediaan Infrastruktur
Air Limbah Kota Bora 2015
Perlu
Penangan
Khusus
Pengurangan Daerah
Genangan di Permukiman
Kota Bora 2015
Perlu
Penangan Khusus