dan
dan
T
T
eknologi
eknologi
P
P
engomposan
engomposan
Diyan Herdiyantoro, SP., MSi.
Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2010
MIKROORGANISME PEROMBAK BAHAN
ORGANIK
• Aktivator biologis: tumbuh alami/sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos.
• Proses dekomposisi tidak dilakukan oleh satu jenis mikroorganisme tapi berupa konsorsium mikroorganisme.
– Bakteri – Fungi
– Aktinomisetes.
Konsorsium mikroba dalam tumpukan sampah.
BAKTERI PEROMBAK BAHAN ORGANIK
• Biasanya hidup bebas di luar
organisme lain tapi ada juga
yang hidup dalam saluran
pencernaan hewan (mamalia,
rayap dll).
• Cepat memutus ikatan rantai C
penyusun
senyawa
lignin
(pada
bahan
berkayu),
selulosa
(pada
bahan
berserat), hemiselulosa (pada
bahan organik sisa tanaman).
Bacillus sp. – bakteri dekomposer Bakteri dalam tubuh rayap.
FUNGI PEROMBAK BAHAN ORGANIK
• Kemampuan
fungi
lebih
tinggi dibandingkan bakteri.
– Pertumbuhan hifa lebih mudah menembus dinding sel-sel tubular penyusun utama jaringan kayu --- tekanan fisik. – Pertumbuhan pucuk hifa
menyebabkan tekanan fisik dibarengi pengeluaran enzim yang melarutkan dinding sel jaringan kayu.
• Enzim ekstraseluler dalam
melarutkan polimer selulosa
dan lignin:
β
-glukosidase,
lignin
peroksidase
(LiP),
manganese
peroksidase
(MnP) dan lakase.
AKTIFITAS ENZIM DALAM
PENGOMPOSAN
• Mikroba tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak larut.
• Mikroba memproduksi 2 sistem enzim ekstraselular:
– Sistem hidrolitik: memproduksi hidrolase dan berfungsi untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa.
– Sistem oksidatif: bersifat ligninolitik dan berfungsi mendegradasi lignin. • Mikroba menghasilkan enzim ekstraselular untuk mendegradasi
bahan organik berukuran besar menjadi lebih kecil dan larut dalam air (substrat bagi mikroba).
• Mikroba mentransfer substrat tsb ke dalam sel melalui membran sitoplasma untuk menyelesaikan dekomposisi bahan organik.
AKTIFITAS ENZIM DALAM
PENGOMPOSAN
• Aktifitas enzim selulase mampu
menurunkan jumlah selulosa
25% dalam waktu 3 minggu.
• Aktivitas enzim meningkat dan
menurun
selama
proses
pengomposan.
– Selama tahapan termofilik menurun tajam.
– Denaturasi enzim karena panas sehingga mikroba mati.
– Langkah antisipasi: inokulasi ulang melalui pembalikan bahan kompos agar mikroba yang hidup di bagian luar bahan tumpukan kompos (lebih dingin) mengintroduksi ke bagian dalam bahan kompos.
MENILAI AKTIVITAS ENZIM
• Mikroba ditumbuhkan pada media selektif.
– Media carboxymethyl cellulose (CMC) agar: mikroba selulolitik ---aktifitas CMC-ase menghasilkan zona bening di sekitar/di bawah koloni. – Media lignin guaicol benomyl (LGB) agar: mikroba lignolitik --- aktifitas
perombakan menunjukkan zona warna merah di sekitar/di bawah koloni --- zat quinon produk oksidasi guaicol karena aktifitas enzim LiP atau MnP.
• Kualitatif melihat intensitas warna merah.
• Semikuantitatif menghitung rasio diameter zona merah atau bening terhadap diameter koloni fungi dibandingkan dengan mikroba reference.
Fungi perombak selulosa,
Chaetomiumsp.
Fungi perombak lignin,
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK
• Dekomposisi/pengomposan:
proses
biologi
untuk
menguraikan
bahan
organik
menjadi
bahan
humus
oleh
mikroorganisme.
• Mikroorganisme
menggunakan
komponen residu sisa tanaman
sebagai
substrat
untuk
memperoleh
energi
yang
dibentuk
melalui
oksidasi
senyawa organik dengan produk
utama CO
2(lepas ke alam) dan
karbon (untuk sintesis sel baru).
Serasah terdekomposisi.PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK
• Dapat berlangsung pada kondisi
aerob atau anaerob.
• Pengomposan
aerob:
pengomposan
bahan
organik
dengan menggunakan O
2. Hasil
akhir pengomposan secara aerob
merupakan produk metabolisme
biologi berupa CO
2, H
2O, panas,
unsur hara dan humus.
• Pengomposan
anaerob:
pengomposan
bahan
organik
tanpa menggunakan O
2. Hasil
akhir dari pengomposan anaerob
berupa CH
4dan CO
2dan hasil
antara berupa H
2S dan sulfur
organik
(merkaptan)
yang
menimbulkan bau busuk.
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK AEROB
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK ANAEROB
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK
• Proses pengomposan terdiri dari 3 tahapan dalam kaitannya dengan suhu: mesofilik, termofilik dan pendinginan.
• Mesofilik
– Tahap awal mesofilik suhu proses naik di sekitar 40 °C karena adanya bakteri dan fungi pembentuk asam.
• Termofilik
– Proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. – Bakteri termofilik, aktinomisetes dan fungi termofilik.
• Pendinginan
– Terjadi penurunan aktifitas mikroba.
– Penggantian mikroba termofilik ke mesofilik.
– Sel mikroba yang mati merupakan sumber substrat bagi mikroba yang hidup. Dinding sel fungi terdiri dari selulosa, kitin dan chitosan. Dinding sel bakteri terdiri dari N-acetylglucosamin dan N-acetylmuramic yang terkandung dalam peptidoglikan yang merupakan substrat yang baik bagi mikroba lainnya.
– Perombakan dalam penyusunan asam humat dan stabilisasi pH masih terus berlangsung.
PERUBAHAN SUHU, JENIS DAN JUMLAH
MIKROBA SELAMA PROSES PENGOMPOSAN
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK
• Perombakan secara
alami relatif lama 3 –
4 bulan.
• Dihadapkan kepada
masa tanam yang
mendesak
untuk
menghasilkan
produksi
tinggi
---kurang ekonomis dan
tidak efisien.
PROSES PEROMBAKAN BAHAN
ORGANIK
• Bahan dasar serasah tanaman secara alami adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin.
• Sebagian besar limbah organik Gymnospermae dan Angiospermae adalah lignoselulosa.
– Hampir setengahnya senyawa selulosa. – 15 - 36% merupakan senyawa lignin.
– 25 - 30% senyawa hemiselulosa dari total berat kering kayu.
• Lignin merupakan pembatas kecepatan proses dekomposisi:
– Lignin berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa membentuk segel fisik diantara keduanya dan membentuk barrier penetrasi larutan dan enzim selulolitik pada bahan berligno-selulosa.
– Kompleksitas struktur, bobot molekul yang tinggi dan sifat hidrofobik membuat lignin sulit didegradasi.
• Inokulasi mikroba-mikroba lignoselulotik.
P
R
O
D
U
KS
I D
E
K
O
MP
O
S
ER
M IKR O B IO L OG I K OBAHAN-BAHAN KOMPOS
• Semua bahan-bahan organik padat
dapat dikomposkan.
• Misalnya:
limbah
organik
rumah
tangga,
sampah-sampah
organik
pasar/kota,
kertas,
kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian,
limbah-limbah
agroindustri,
limbah
pabrik kertas, limbah pabrik gula,
limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Dedaunan (30-80:1) Jerami (40-100:1) Kertas (150-200:1)
Serbuk gergaji (100-500:1)
C/N rasio tinggi
Sisa sayuran (12-20:1)
Rerumputan (12-25:1)
Kotoran
–
Sapi (20:1)
–
Kuda (25:1)
C/N rasio rendah
Coklat
•
Dekomposisi lambat.
•
Mengikat N tanah jika
diaplikasikan
belum
matang.
Hijau
•
Dekomposisi cepat.
•
Dicampur dengan bahan
berwarna coklat sangat
baik sebagai sumber N.
Jerami Padi
Jerami Padi
• Panen padi di Indonesia pada tahun 2006 (Badan Pusat
Statistik, 2007).
– Luas mencapai 11.786.430 Ha.
– Hasil rata-rata 4,62 ton/Ha dan total produksi 54.454.937 ton. – Dihasilkan limbah jerami dua kali lipat berat gabah kering giling
(GKG).
• Jerami padi adalah batang dan daun padi kering yang
merupakan sisa-sisa padi setelah dituai.
• Penanganan limbah jerami padi sebagian besar dibakar
dan abunya digunakan untuk pupuk.
– Hilangnya hara tertentu.
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS)
(TKKS)
• Pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas
produksi 60 ton tandan buah segar (TBS)/jam
beroperasi selama 20 jam dengan TBS diolah
perhari sebanyak 1 000 ton
– Jumlah TKKS yang dihasilkan 220 ton/hari.
– Jumlah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) 650
m
3/hari.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENGOMPOSAN
• Rasio C/N
• Ukuran partikel
• Aerasi
• Kandungan air
• Suhu
• pH
RASIO C/N
• Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan 30:1 - 40:1.
• Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein.
• Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
– Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
– Tambahkan bahan yang mengandung N: kotoran ternak atau bahan hijauan.
Kotoran sapi dapat ditambahkan ke bahan kompos untuk mempercepat dekomposisi.
UKURAN PARTIKEL
• Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
– Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
• Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
• Peningkatan luas permukaan dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut dengan mencacah bahan kompos, misal jerami dicacah 5 -10 cm.
Pencacahan bahan kompos mempercepat dekomposisi.
AERASI
• Pengomposan yang cepat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).
• Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
• Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
• Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan:
– Pembalikan bahan kompos.
– Mengalirkan udara ke dalam tumpukan kompos dengan aerator atau dengan memberikan pipa berlubang.
Pipa berlubang pada bahan kompos memberikan cukup oksigen.
KELEMBABAN
• Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
• Kelembaban 40 - 60% optimum untuk metabolisme mikroba.
• < 40% aktivitas mikroba akan mengalami penurunan drastis.
• > 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Kelembaban merupakan salah satu faktor penting dalam pengomposan dalam melarutkan bahan organik sampai ke sel mikroba.
TEMPERATUR
• Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
• Hubungan antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen.
– Semakin tinggi suhu akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
• Temperatur antara 30 - 60 °C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
– Suhu > 60 °C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup.
– Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
30
30
60
60
68
68
pH
• pH optimum untuk proses
pengomposan
berkisar
antara 6,5 - 7,5.
• Proses
pengomposan
menyebabkan
perubahan
pH.
– Proses pelepasan asam menyebabkan penurunan pH (pengasaman).
– Produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan.
• pH kompos yang sudah
matang biasanya mendekati
netral.
BERAPA LAMA?
• Lama waktu pengomposan
tergantung kepada:
– Karakteristik bahan yang dikomposkan.
– Metode pengomposan yang dipergunakan.
– Dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan.
• Secara alami pengomposan
akan
berlangsung
dalam
waktu
beberapa
minggu
sampai
2
tahun
hingga
ADAKAH CARA MEMPERCEPAT?
• Strategi untuk mempercepat
proses
pengomposan
dikelompokan menjadi dua:
– Memanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
– Menambahkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
MEMANIPULASI KONDISI
PENGOMPOSAN
• Kondisi atau faktor-faktor pengomposan
dibuat seoptimal mungkin.
• Contoh:
– Rasio C/N yang optimum 25 - 35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang
mengandung rasio C/N tinggi dicampur
dengan bahan yang mengandung rasio C/N
rendah seperti kotoran ternak.
– Ukuran bahan yang besar-besar dicacah
sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal
untuk proses pengomposan.
– Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air
atau bahan yang terlalu basah dikeringkan
sebelum proses pengomposan.
MENGGUNAKAN AKTIVATOR
PENGOMPOSAN
• Organisme yang sudah banyak
dimanfaatkan
adalah
cacing
tanah dan mikroorganisme.
– Proses pengomposan dengan menggunakan cacing disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing.
– Proses pengomposan dengan menggunakan bakteri, aktinomicetes dan fungi. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan seperti OrgaDec, SuperDec, EM4, Stardec, Starbio dll.
TEKNOLOGI PENGOMPOSAN
• Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology) • Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology) • Pengomposan dengan teknologi tinggi (High – Technology)
PENGOMPOSAN DENGAN TEKNOLOGI
RENDAH
• Teknik
pengomposan
yang
termasuk kelompok ini
Windrow
Composting
.
– Kompos ditumpuk dalam barisan tumpukan yang disusun sejajar.
– Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan suhu apabila suhu terlalu tinggi dan menurunkan kelembaban kompos.
– Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala besar.
– Lama pengomposan 3 - 6 bulan.
PENGOMPOSAN DENGAN TEKNOLOGI
SEDANG
• Aerated static pile
– Gundukan kompos diaerasi statis.
– Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi aerasi dengan menggunakan blower mekanik.
– Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik.
– Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan hingga 3 – 5 minggu.
• Aerated compost bins
– Bak/kotak kompos dengan aerasi.
– Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya diberi aerasi.
– Aerasi juga dilakukan dengan menggunakan blower/pompa udara. – Seringkali ditambahkan cacing (vermikompos).
– Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.
PENGOMPOSAN DENGAN TEKNOLOGI
TINGGI
• Peralatan yang dibuat khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis.
• Rotary Drum Composters
– Dilakukan di dalam drum berputar. Bahan kompos dihaluskan dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aerasi pada kompos.
• Box/Tunnel Composting System
– Dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan kompos akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang.
– Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer. Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan.
• Mechanical Compost Bins
INDIKATOR KEMATANGAN KOMPOS
• Dicium/dibaui - Berbau seperti tanah.
• Warna kompos - Coklat kehitam-hitaman.
• Penyusutan - Terjadi penyusutan volume/bobot kompos 20 – 40%.
• Suhu - Mendekati suhu awal pengomposan.
• Kandungan air kompos - Kandungan air 55-65%. • Tes perkecambahan
– Contoh kompos diletakkan di dalam pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Pada hari ke-5/7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
Indikator kematangan kompos.
KOMPOS DIPERKAYA
• Permasalahan yang sering muncul adalah kebutuhan kompos yang cukup banyak untuk mencukupi seluruh kebutuhan hara tanaman.
– Dibandingkan dengan pupuk kimia, kebutuhan kompos 10 – 20 kali lipat lebih banyak dari pada pupuk kimia.
• Salah satu solusi adalah memperkaya kompos. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperkaya kompos antara lain:
– Pupuk kimia konvensional; untuk meningkatkan kandungan P dipergunakan fosfat alam.
– Bahan-bahan organik lain yang memiliki kandungan hara tinggi; untuk meningkatkan kandungan N menggunakan biomassa Azolla, untuk meningkatkan kandungan K dipergunakan abu sisa pembakaran bahan organik seperti TKKS.
– Mikroba-mikroba bermanfaat; Mikroba yang sering ditambahkan adalah:
• Mikroba penambat nitrogen: Azotobacter sp., Azosprilium sp., Rhizobium sp., dll.
• Mikroba pelarut P dan K: Aspergillus sp., Aeromonas sp. • Mikroba agensia hayati: Metharhizium sp., Trichoderma sp.
• Mikroba perangsang pertumbuhan tanaman: Trichoderma sp., Pseudomonas sp. dan Azosprilium sp.
MANFAAT KOMPOS
• Aspek Ekonomi:
– Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah. – Mengurangi volume/ukuran limbah.
– Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. • Aspek Lingkungan:
– Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah. – Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
• Aspek bagi tanah/tanaman:
– Meningkatkan kesuburan tanah.
– Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah. – Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
– Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.
– Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen). – Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
– Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman. – Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
• Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menggunakan mikroba lignoselulolitk di Sukamandang, Kalimantan Tengah (Herdiyantoro, 2008).
• Bahan kompos yang telah dicacah disusun menjadi tumpukan memanjang p = 50 m, l = 3 m dan t = 1-1,5 m dan diberi mikroba lignoselulolitik. • Selama proses pengomposan,
tumpukan dibalik dengan mesin pembalik dan disiram dengan LCPKS segar --- zero waste.
• Proses pengomposan yang berjalan dengan baik ditandai dengan terjadinya kenaikan suhu sampai rata-rata mencapai 65° C selama dua minggu pertama. • Kompos TKKS sumber K yang
• Evaluation of Vitadegra Decomposer – Unpad & PT. Vitafarm Indonesia (Herdiyantoro, 2009).
• Isolasi mikroba selulolitik pada pengomposan jerami padi di Ciparay, Jabar (Herdiyantoro, 2010).
SAVE OUR
SAVE OUR EARTHEARTH
http://herdiyantoro.wordpress.com