• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1 J enis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data sekunder yang berasal dari BPS antara lain jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, Rata-rata lama sekolah, PDRB menurut sektor, jumlah tenaga kerja menurut sektor, garis kemiskinan, Indeks Gini, jumlah dan persentase penduduk miskin, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Konsumsi Panel. Data sekunder yang berasal dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Periode waktu yang digunakan dalam penelitian yaitu periode pelaksanaan RPJM Tahun 2005 sampai dengan 2009, yang dikenal dengan program pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor.

Data utama yaitu konsumsi rumahtangga yang dikumpulkan oleh BPS melalui Susenas Konsumsi Panel digunakan untuk penghitungan pendapatan. Pendekatan untuk menghitung pendapatan rumahtangga ini menggunakan nilai besarnya pengeluaran, karena dianggap lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, meskipun ada juga kelemahan-kelemahan dari pendekatan ini. Menurut Nunez and Espinosa (2005) pendekatan pengeluaran akan lebih baik dijadikan ukuran standar hidup yang layak dikarenakan dalam survei rumah tangga responden cenderung lebih rendah melaporkan pendapatan sedangkan untuk pengeluarannya lebih valid. Rumah tangga pun cenderung menyesuaikan pengeluaran mereka melalui transfer atau sumbangan ketika pendapatannya turun. 3.2 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif dan Metode Kuantitatif berupa Metode Dekomposisi Kemiskinan Shapley, metode Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR) dan Model Regresi Data Panel. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang dinamika pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan melalui penyajian tabulasi dan gambar, serta analisis kuadran. Metode dekomposisi kemiskinan Shapley digunakan untuk menganalisis perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan dan efek distribusi.

(2)

PEGR digunakan untuk menganalisis apakah pertumbuhan ekonomi lebih banyak memberikan manfaat bagi penduduk miskin (pro poor growth) atau tidak miskin (anti poor). Metode regresi data panel digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat manfaat pertumbuhan bagi penduduk miskin (pro poor growth). Pengolahan data menggunakan software SPSS 13, STATA 10, dan Distribution Analysis of Stata Package (DASP) 2.0.

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif merupakan analisis sederhana dari suatu sebaran data dengan penyajian dalam bentuk tabulasi dan gambar. Analisis kuadran ditambahkan ke dalam analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang dinamika pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan di tingkat provinsi selama periode penelitian. Adapun ukuran statistik yang digunakan dalam analisis deskriptif ini adalah nilai rata-rata sebaran data (mean) dan deviasi standar (standard deviation). Karakteristik dari sebaran data persentase penduduk miskin (P0) di tingkat Provinsi dapat dianalisis dengan bantuan berbagai ukuran statistik tersebut. Analisis Kuadran

Analisis kuadran merupakan salah satu bentuk analisis deskriptif yang dapat digunakan untuk membagi sebaran data ke dalam kuadran-kuadran seperti dalam Diagram Kartesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik titik (X,Y), dimana X merupakan nilai rata-rata variabel X dan Y merupakan nilai rata-rata variabel Y.

Berikut bagian-bagian dalam analisis kuadran.

Kuadran I. Merupakan pengamatan-pengamatan yang memiliki karakteristik berada di atas rata-rata nilai variabel X dan variabel Y nya.

Kuadran II. Merupakan pengamatan-pengamatan yang memiliki karakteristik berada di bawah rata nilai variabel X tetapi berada di atas rata-rata nilai variabel Y nya.

Kuadran III. Merupakan pengamatan-pengamatan yang memiliki karakteristik berada di bawah rata-rata nilai variabel X dan variabel Y nya.

(3)

Kuadran IV. Merupakan pengamatan-pengamatan yang memiliki karakteristik berada di atas rata nilai variabel X tetapi berada di bawah rata-rata nilai variabel Y nya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka analisis kuadran dengan Diagram Kartesius pada dasarnya bisa digunakan untuk berbagai sebaran data, khususnya untuk membagi sebaran data menjadi empat bagian seperti dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan variabel persentase penduduk miskin (P0), pertumbuhan ekonomi (Growth) dan indeks gini (Gini Index) di setiap provinsi untuk membagi provinsi ke dalam empat bagian. Penjelasan kuadran lebih lengkap di Lampiran 9.

3.2.2 Dekomposisi Kemiskinan Shapley

Perubahan kemiskinan diantara dua periode, dapat didekomposisi karena efek pertumbuhan dan efek redistribusi pendapatan. Dekomposisi kemiskinan Shapley digunakan untuk menjelaskan perubahan kemiskinan tersebut. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendekomposisi kemiskinan, diantaranya dengan pendekatan Datt dan Ravallion (1992) serta pendekatan Shapley Value yang dilakukan Shorrocks (1999). Penelitian ini menggunakan dekomposisi kemiskinan dengan pendekatan Shapley Value karena hasil yang diperoleh sudah tidak mengandung unsur residual yang merupakan interaksi efek pertumbuhan dan efek distribusi. Perubahan kemiskinan yang ada sepenuhnya dapat didekomposisi ke dalam efek pertumbuhan dan efek distribusi dengan Dekomposisi Kemiskinan Shapley.

Model dekomposisi kemiskinan Shapley bila dirumuskan dalam bentuk normalisasi FGT (Foster-Greer-Thorbecke) dapat dituliskan sebagai berikut:

) , ( ) , ( 1 2 z α P z α P P= − ∆       − + − +       − + − = ∆ ( ( , ) ( , )) ( ( , ) ( , )) 2 1 )) , ( ) , ( ( )) , ( ) , ( ( 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1 µ α µ α α α µ µ α µ µ α α α µ µ z P z P z P z P z P z P z P z P P --- --- -1- -2- -1- = efek pertumbuhan -2- = efek distribusi P

∆ = perubahan kemiskinan diantara dua periode )

, ( 1 z α

(4)

) , ( 2 z α

P = bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT pada akhir periode ) , ( α µ µ s t i z

P = bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT bila terjadi perubahan rata-rata pendapatan dari periode ke-t terhadap periode ke-s, untuk t≠s dan t,s = 1,2.

3.2.3 Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR)

Pertumbuhan ekonomi seharusnya memberikan manfaat ke semua pihak, baik penduduk miskin (pro poor growth) atau tidak miskin (anti poor). Manfaat pertumbuhan ini bisa dihitung dengan menggunakan metode PEGR yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin. Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode sebelumnya, seperti Poverty Bias of Growth (PBG) yang dikembangkan oleh Kakwani (2000) dan Pro-Poor Growth Index (PPGI) oleh Kakwani dan Pernia (2000). Metode PEGR tidak hanya mampu menjelaskan besarnya pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tetapi juga derajat manfaat yang diperoleh penduduk miskin dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai.

Metode PEGR ini memiliki keunggulan dengan dapat diterapkannya untuk menghitung semua manfaat pertumbuhan ke penduduk miskin dengan berbagai ukuran kemiskinan FGT. Seperti rasio penduduk miskin (headcount ratio), rasio kedalaman kemiskinan (poverty gap ratio), dan Indeks keparahan kemiskinan (Severity of poverty index) serta metode pengukuran kemiskinan Watts.

1.

Adapun kelebihan PEGR sebagai berikut (Kakwani dan Son, 2006): Definisi yang ketat tentang pro poor growth

Definisi pro poor growth menurut Bank Dunia bersifat umum dan agak lemah, yaitu pertumbuhan akan bersifat pro poor jika terjadi pengurangan kemiskinan (Ravallion, 2004). Berdasarkan definisi ini, masyarakat miskin hanya menerima sebagian kecil dari manfaat pertumbuhan, walaupun pertumbuhan tersebut disebut bersifat pro poor seperti halnya pembangunan dengan proses trickle down effects.

PEGR merupakan salah satu ukuran dari pro poor growth yang menggunakan batasan relatif dan absolut. Konsep relatif muncul ketika

(5)

manfaat pertumbuhan ekonomi yang diterima penduduk miskin secara proporsional lebih banyak daripada mereka yang tidak miskin. Implikasinya adalah ketika pertumbuhan mengurangi kemiskinan, juga akan memperbaiki ketidakmerataan secara relatif. Sedangkan konsep

2. Penggunaan pendekatan penuh

absolut terjadi ketika penduduk miskin menerima manfaat pertumbuhan secara absolut sama atau lebih dari manfaat yang diterima oleh tidak miskin. Berdasarkan definisi ini, ketidakmerataan absolut akan menurun selama proses pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan persyaratan yang ketat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro poor growth.

Pendekatan parsial mengklasifikasikan pertumbuhan bersifat pro poor atau anti poor tanpa mensyaratkan adanya garis kemiskinan atau ukuran kemiskinan tertentu. Pengukuran yang dilakukan Ravallion dan Chen (2001) serta Son(2003) mengunakan pendekatan parsial dengan mendasarkan pada first order stochastic dominance condition dan second order stochastic dominance curves yang memiliki keterbatasan jika syarat kondisi dominan tidak terpenuhi maka tidak dapat menilai apakah pertumbuhan itu termasuk pro poor atau anti poor, dan juga tidak dapat mengukur mengenai derajat pro poor growth.

Pendekatan penuh memberikan hasil yang lengkap tentang proses pertumbuhan apakah bersifat pro poor atau anti poor, berdasarkan rate atau indeks dari pro poor growth, tidak dari kurva. Penentuan garis kemiskinan serta metode pengukuran kemiskinan yang digunakan sangat diperlukan dengan pendekatan penuh ini. Penghitungan PEGR menggunakan pendekatan penuh.

3. Memenuhi Aksioma Monotonicity

Pengurangan kemiskinan, tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan antara rakyat miskin dan tidak miskin. Memaksimalkan pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu, tapi belum cukup untuk pengurangan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pro poor growth menunjukkan hubungan langsung dengan pengurangan kemiskinan (hubungan monoton), yang mengindikasikan bahwa pengurangan kemiskinan

(6)

tidak hanya memperhitungkan pertumbuhan saja, akan tetapi juga manfaat pertumbuhan tersebut bagi seluruh masyarakat.

Aksioma monotonicity mengimplikasikan bahwa tingkat penurunan kemiskinan seharusnya merupakan fungsi naik secara monotonically dari pro poor growth rate. Jika nilai fungsi pro poor growth rate meningkat berarti tingkat penurunan kemiskinan juga semakin besar, demikian juga sebaliknya semakin kecil nilai fungsinya semakin kecil pula penurunan kemiskinan yang terjadi. Metode PEGR memenuhi kriteria aksioma monotonicity, karena semakin besar nilai PEGR menunjukkan semakin besar pengurangan kemiskinan yang terjadi. Jika nilai PEGR negatif menunjukkan tidak terjadi penurunan kemiskinan.

Penghitungan PEGR

Tingkat kemiskinan penduduk dapat diukur berdasarkan rata-rata depresiasi yang dialami oleh penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (z), yang dirumuskan sebagai berikut

= z dx x f x z P P 0 ) ( ) , ( (3.1)

Menurut Foster, Greer dan Thorbecke (1984), persamaan (3.1) tersebut dapat dituliskan menjadi

= − = q i i z x z N P 0 ) ( 1 α α (3.2)

dimana: x = variabel acak pendapatan (pengeluaran) dari individu dengan fungsi distribusi f(x)

f(x) = probabilitas fungsi kepadatan x z = garis kemiskinan

q = jumlah penduduk miskin

α = parameter dengan nilai 0,1,2

Pendiferensialan persamaan (3.1) terhadap P akan menghasilkan sebagai berikut

= z d x f x dx x P P P dP 0 ) ( ) ( 1 (3.3)

(7)

Asumsi yang digunakan yaitu P(z,z) = 0, artinya jika pendapatan (pengeluaran) individu sama dengan garis kemiskinan, maka seseorang tidak termasuk penduduk miskin.

Misalkan x(p) didefinisikan sebagai level pendapatan (pengeluaran) penduduk pada percentile ke-p, maka persamaan (3.3) dapat dituliskan sebagai:

= z dp p g p x x P P P dLn 0 ) ( ) ( 1 ) ( (3.4)

dimana g(p)=dLn(x(p)) merupakan tingkat pertumbuhan pendapatan (pengeluaran) penduduk pada persentil ke-p.

Misalkan L(p) adalah fungsi kurva Lorenz, yang menggambarkan persentase share dari total pendapatan (pengeluaran) yang dinikmati oleh p persen penduduk, ketika pendapatan (pengeluaran) perseorangan dari penduduk diurutkan dari yang terkecil. Maka kita dapat menuliskan x(p) sebagai berikut:

) ( ' ) (p L p x =µ (3.5)

dimanaμadalah rata-rata pendapatan (pengeluaran) dari keseluruhan penduduk dan L'(p) adalah turunan pertama dari fungsi Lorenz. Logaritma dari persamaan (3.5) dan turunan pertamanya akan menghasilkan rumusan sebagai berikut:

)) ( ' ( ) ( )) ( (x p dLn dLn L p dLn = µ + (3.6)

atau dapat juga dituliskan sebagai berikut:

)) ( ' ( ) (p dLn L p g =γ + (3.7)

dimana γ = dLn(μ) yaitu tingkat pertumbuhan rata-rata pendapatan (pengeluaran) dari keseluruhan penduduk. Kemudian persamaan (3.7) disubtitusikan ke persamaan (3.4) akan menghasilkan persamaan sebagai berikut:

+ = z dp p L dLn p x x P P P dLn 0 )) ( ' ( ) ( 1 ) ( γη (3.8) dimana

∂ ∂ = z x p dp x P P 0 ( ) 1

η yaitu elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan (growth elasticity of poverty) yang diturunkan oleh Kakwani (1993). Nilai ini mempunyai arti besarnya persentase perubahan kemiskinan apabila ada 1 persen pertumbuhan rata-rata pendapatan penduduk, dengan asumsi proses pertumbuhan tidak mengubah ketidakmerataan (ketika semua penduduk menerima manfaat dari

(8)

pertumbuhan yang sama secara proporsional). Nilai elastisitas pertumbuhan ini selalu bernilai negatif apabila terjadi peningkatan rata-rata pendapatan atau terjadi pertumbuhan yang positif.

Jika persamaan (3.8) dibagi dengan γ maka akan diperoleh

ζ η δ = + (3.9) dimana γ η= dLn(P) dan

∂ ∂ = z x p dLn L p dp x P P 0 ( ) ( '( )) 1 γ ζ .

Masing-masing adalah elastisitas total terhadap kemiskinan (total poverty elasticity) atau η, dan elastisitas distribusi terhadap pengurangan kemiskinan atau

ζ. Elastisitas distribusi (ζ) mempunyai arti berapa persen perubahan kemiskinan yang disebabkan 1 persen perubahan ketidakmerataan yang menyertai proses pertumbuhan.

Pertumbuhan dikatakan pro poor jika perubahan dalam ketidakmerataan yang menyertai pertumbuhan mengurangi jumlah total kemiskinan, atau jika

elastisitas total kemiskinan (δ) lebih besar dibandingkan dengan elastisitas

pertumbuhan terhadap kemiskinan (η). Demikian juga sebaliknya, Pertumbuhan dikatakan anti poor jika perubahan dalam ketidakmerataan yang menyertai pertumbuhan meningkatkan jumlah total kemiskinan, atau jika elastisitas total

kemiskinan (δ) lebih kecil dibandingkan dengan elastisitas pertumbuhan terhadap

kemiskinan (η).

Berdasarkan uraian tersebut, maka PEGR dirumuskan sebagai berikut:

φγ γ η δ γ* =( ) = (3.10) dimana η δ

φ = merupakan Pro Poor Index yang dikembangkan oleh Kakwani dan Pernia (2000). Jika PEGR ini dituliskan dalam bentuk persamaan awal, maka dapat dituliskan sebagai berikut:

∂ ∂ ∂ ∂ = z z dp p x x P dp p g p x x P 0 0 * ) ( ) ( ) ( γ (3.11)

(9)

Nilai γ*merupakan rata-rata tertimbang pertumbuhan pendapatan pada tiap persentil dengan penimbang tergantung pada ukuran kemiskinan yang digunakan. Jika ukuran kemiskinan yang digunakan dalam persamaan (3.11) adalah FGT, maka akan diperoleh γ*sebagai berikut:

− − − − = z z dp p x z p x z dp p g p x z p x z 0 1 0 1 * ) ( ) ) ( ( ) ( ) ( ) ) ( ( α α γ (3.12)

Metode penghitungan PEGR yang dijelaskan tersebut merupakan metode penghitungan perubahan kemiskinan dengan menggunakan teknik analisis secara ex-ante. Metode ini menggunakan asumsi bahwa perubahan ketidakmerataan pendapatan hanya berlangsung dengan cara terjadi pergeseran secara proporsional dan konstan di semua titik pada kurva Lorenz. Padahal pergeseran kurva Lorenz dapat disebabkan banyak hal, sehingga metode penghitungan PEGR secara ex-ante ini tidak mungkin untuk dilakukan.

Metode penghitungan PEGR dengan menggunakan teknik analisis ex-post dilakukan untuk mengatasi permasalahan penghitungan secara ex-ante, yaitu dengan cara membandingkan keadaan kemiskinan, distribusi pendapatan (kurva Lorenz) dan rata-rata pendapatan penduduk pada awal periode dengan keadaan pada akhir periode. Misalkan ukuran kemiskinan merupakan fungsi dari garis kemiskinan z, rata-rata pendapatan μ, dan kurva Lorenz L(p), yang dituliskan sebagai berikut: )) ( , , (z L p P P = µ (3.13)

Jika ukuran kemiskinan yang digunakan adalah FGT sebagai berikut

P

n

z

y

z

i i q α α

=





=

1

1 (3.14)

dimana α = 0, 1, 2 dan yi = pendapatan penduduk ke-i dan q = jumlah penduduk

miskin. Maka perubahan persentase penduduk miskin pada periode 1 dan periode 2 dapat dituliskan sebagai berikut:

[

( , 2, 2( )

]

[

( , 1, 1( ))

]

1 2

12 P P Ln P z L p LnP z L p

(10)

Nilai P12ini masih mengandung komponen pertumbuhan dan komponen distribusi.

Misalkan µ1 dan µ2merupakan rata-rata pendapatan penduduk pada periode 1 dan periode 2, maka pertumbuhan pendapatan penduduk (

∧ γ ) dapat dirumuskan sebagai berikut: ) ( ) (µ2 µ1 γ =LnLn ∧ (3.16)

Total elastisitas kemiskinan (δ) dapat didekomposisi menjadi elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan pertumbuhan (η) dan elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakmerataan (ζ). Persamaan untuk total elastisitas (δ) sebagai berikut:

[

µ

]

[

µ

]

γ

δˆ=(Ln P(z, 2,L2(p) −LnP(z, 1,L1(p))/ ˆ (3.17)

dan δˆ=ηˆ+ζˆ (3.18)

dimana elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan dirumuskan sebagai berikut

[ ( ( , , ( )) ( ( , , ( )) ( ( , , ( )) ( ( , , ( ))] 2 1 ˆ Ln P zµ2 L1 p Ln P zµ1 L1 p Ln P z µ2 L2 p Ln P z µ1 L2 p γ η= − + − (3.19)

dan elastisitas distribusi terhadap kemiskinan dirumuskan sebagai berikut

[ ( ( , , ( )) ( ( , , ( )) ( ( , , ( )) ( ( , , ( ))] 2 1 ˆ 1 2 2 2 1 1 2 1 L p Ln Pz L p LnP z L p Ln Pz L p z P Ln µ µ µ µ γ ζ = − + − (3.20)

Berdasarkan rumusan (3.17) hingga rumusan (3.20) tersebut, maka nilai PEGR dapat dirumuskan sebagai berikut

γ η δ γˆ* =(ˆ/ ˆ)ˆ = PEGR (3.21)

dimana nilai δˆ/ηˆmerupakan nilai Pro poor growth Index (PPGI). Nilai PEGR dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. γˆ* =γˆ

berarti pertumbuhan bersifat netral, setiap orang menerima manfaat yang sama secara proporsional dari pertumbuhan.

2. γˆ* >γˆ

berarti pertumbuhan bersifat pro poor growth, penduduk miskin lebih banyak menerima manfaat dari pertumbuhan.

3. 0<γˆ* <γˆ berarti pertumbuhan belum bersifat pro poor growth, manfaat pertumbuhan lebih banyak diterima penduduk tidak miskin (ketidakmerataan meningkat) tetapi masih terjadi pengurangan Kemiskinan.

(11)

4. γˆ* <0

berarti pertumbuhan bersifat anti pro poor growth atau manfaat pertumbuhan yang dinikmati penduduk tidak miskin, kemiskinan meningkat.

Gagasan PEGR didasari kondisi ketika tingkat pertumbuhan (γ*) menghasilkan pengurangan tingkat kemiskinan yang sama dengan laju pertumbuhannya (γ). Kondisi ini menggambarkan bahwa ketika setiap orang dalam masyarakat menerima manfaat dari pertumbuhan secara proporsional yang berarti pula proses pertumbuhan tidak memberikan dampak pada perubahan distribusi pendapatan. Padahal kenyatannya tingkat proporsional pengurangan kemiskinan sebesar δγ , dimana δ adalah elastisitas total kemiskinan. Jika pertumbuhan didistribusikan secara netral (tidak terjadi perubahan distribusi), maka tingkat pertumbuhan γ*

akan diikuti dengan pengurangan tingkat kemiskinan sebesar ηγ*, yang seharusnya sama dengan δγ . Sehingga PEGR dapat dituliskan menjadi ηγ*= δγ , atau γ* =

(

δ/η

)

γ .

Contoh ilustrasi jika elastisitas total kemiskinan sebesar 3/4 dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan. Jika laju pertumbuhan aktual sebesar 8 persen, maka akan ekuivalen dengan nilai PEGR sebesar 3/4*8 = 6 persen. Nilai ini mempunyai arti bahwa efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan 2 persen lebih rendah dari laju pertumbuhan aktual, karena kebijakan yang diterapkan tidak pro poor. Hal sebaliknya terjadi jika elastisitas total kemiskinan lebih besar 10 persen dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan, sehingga nilai PEGR sebesar 1,1*9 = 9,9 persen. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang pro poor, karena efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan 0,9 persen lebih besar dari laju pertumbuhan aktual.

3.2.4 Analisis Regresi Data Panel

Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu (Gujarati, 2004). Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section

(12)

maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.

Keunggulan penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan menurut Baltagi (2005), diantaranya sebagai berikut:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

2. Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana

tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. 5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih kompleks

dibandingkan data cross section atau time series murni.

Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya di antaranya yaitu:

1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors

umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.

3. Masalah selektivitas (selectivity) yang mencakup hal-hal berikut:

a. Self-selectivity : permasalahan yang muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Nonresponse : permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sampel rumahtangga).

(13)

c. Attrition : jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi

4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference).

Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut:

yit = Xitβ +εit

'

(3.22)

dimana: yit : nilai dependent variable untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i = 1, …, N dan t = 1, …, T

it

X : nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel Gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut:

it i it =α +u

ε (3.23)

dan untuk two way error component model, komponen error diasumsikan mengikuti model berikut: it t i it =α +µ +u ε (3.24)

dimana: αi : efek individu (time invariant)

uit : disturbance yang besifat acak (uit ~N(0,σu2))

t

µ : efek waktu (individual invariant)

Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (αi). Pada two way telah memasukkan

efek dari waktu (µt) ke dalam komponen error, uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan X . Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya it korelasi antara αidan µtdengan X . it

(14)

Fixed Effect Model (FEM)

Model data panel dengan Fixed Effects Model (FEM) yaitu jika

i

α diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antar i = 1, 2, …, N. FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan

it

X atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept. FEM pada umumnya terjadi ketika N relatif kecil dan T relatif besar.

Untuk one way komponen error:

it it i

it a X u

y = + 'β+ (3.25)

Sedangkan untuk two way komponen error:

it it t i it a X u y = +µ + 'β+ (3.26)

Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.

Random Effect Model (REM)

Model data panel dengan Random Effects Model (REM) yaitu jika αi diperlakukan sebagai parameter yang bersifat random. REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola

yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. REM pada umumnya digunakan pada data yang memiliki N relatif besar dan T relatif kecil.

Model REM secara umum dituliskan sebagai berikut:

i it it

it a X u

y = + 'β + +τ (3.27)

dengan σi =α +τi dan memiliki rata-rata nol. τi merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Asumsi yang digunakan dalam REM adalah

(

uit | i

)

=0 E τ (3.28)

(

2

)

2 | i u it u E τ =σ (3.29)

(15)

(

i |xit

)

=0

Eτ untuk semua i dan t (3.30)

(

2

)

2

| στ

τi xit =

E untuk semua i dan t (3.31)

( )

uit j =0

E τ untuk semua i, t, dan j (3.32)

(

uitujs

)

=0

E untuk ij dan ts (3.33)

( )

i j =0

Eττ untuk ij (3.34)

Berdasarkan semua asumsi pada REM, yang paling penting adalah

(

i |xit

)

=0

Eτ . Nilai ini menjadi penting karena berguna untuk menentukan apakah akan digunakan FEM atau REM. Penduga REM biasanya dihitung dengan metode Generalized Least Square (GLS).

Pengujian asumsi ini menggunakan HAUSMAN test, dengan uji hipotesis sebagai berikut:

H0 : E

(

τi|xit

)

=0 Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah

bebas

H1 : E

(

τi|xit

)

≠0 Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas

Nilai statistic hausman dirumuskan sebagai berikut:

(

)

(

M M

)

(

)

( )

k

H = βˆREM −βˆFEM ' FEMREM −1 βˆREM −βˆFEM ~χ2 (3.35) dimana M : matriks kovarians untuk parameter β

k : derajat bebas

Jika H > χtabel2 maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas, sehingga tolak Ho dan model yang digunakan adalah FEM.

Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu (FEM atau REM) berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model.

Uji Heteroskedastisitas

Nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan),

(16)

dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas (Greene, 2002).

Uji Autokorelasi

Model regresi mengasumsikan tidak terjadi autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Autokorelasi yang terjadi dalam model regresi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan Wooldridge Test. Metode Wooldrigde menggunakan residual dari model regresi pada first differences. Model regresi terbebas dari masalah autokorelasi jika korelasi residual dari model regresi pada first differences terhadap lag-nya adalah -0,05 (Drukker, 2003).

Spesifikasi Model dalam Penelitian

Berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth dengan proksi pengurangan penduduk miskin, sebagaimana telah dijelaskan di sub bab 2.6, berikut beberapa faktor yang mempengaruhi pro poor growth yang berarti pula mempengaruhi poverty reduction, yaitu diantaranya produktifitas sektor pertanian, pengeluaran pemerintah untuk investasi publik, pendidikan bagi kaum perempuan, tingkat pendidikan, ketimpangan pendapatan dan jumlah penduduk. Pada penelitian ini, variabel tak bebas yang digunakan yaitu jumlah penduduk miskin di masing-masing provinsi (MISKIN).

Faktor peningkatan produktifitas sektor pertanian didekati dengan data produktifitas sektor pertanian per tenaga kerja (TANI). Data belanja modal (investasi) pemerintah digunakan sebagai pendekatan untuk pengeluaran pemerintah untuk investasi publik (INV_PEM). Rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan menunjukkan tingkat pendidikan bagi kaum perempuan (RLSP).

(17)

Rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan menunjukkan tingkat pendidikan bagi kaum laki-laki (RLSL). Rata-rata lama sekolah menunjukkan rata-rata lama sekolah tiap penduduk (RLS). Data indeks gini menunjukkan ketimpangan pendapatan (GINI). Data jumlah penduduk sebagai variabel bebas terakhir yang diduga berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin (PDDK).

Berdasarkan penjelasan variabel yang digunakan, terdapat tiga variabel yaitu variabel RLSP, RLSL dan RLS, dimana rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan dan laki-laki sudah termasuk dalam penghitungan rata-rata lama sekolah. Sehingga apabila ketiga variabel digunakan dalam satu model, akan menimbulkan permasalahan endogenity. Untuk menghindari permasalahan tersebut, dibangun tiga persamaan dengan masing-masing menggunakan variabel RLS, RLSP dan RLSL.

Adapun model yang digunakan sebagai berikut:

it it

it t

i

it LnTANI LnINV PEM LnRLS

LnMISKIN =(β0 +α +µ )+β1 +β2 _ +β3 it it it LnPDDK u LnGINI + + +β4 β5 (3.36) it it it t i

it LnTANI LnINV PEM LnRLSP

LnMISKIN =(β0 +α +µ )+β12 _ +β3 it it it LnPDDK u LnGINI + + +β4 β5 (3.37) it it it t i

it LnTANI LnINV PEM LnRLSL LnMISKIN =(β0 +α +µ )+β1 +β2 _ +β3 it it it LnPDDK u LnGINI + + +β4 β5 (3.38) Dimana MISKINit TANI

= Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi i tahun t.

it

INV_PEM

= Produktifitas sektor Pertanian di Provinsi i Tahun t.

it

RLSP

= Pengeluaran investasi Pemerintah di Provinsi i Tahun t.

it

RLS

= rata-rata lama sekolah kaum perempuan di Provinsi i Tahun t

it

GINI

= rata-rata lama sekolah tiap penduduk di Provinsi i Tahun t

it

PDDK

= nilai indeks Gini di Provinsi i Tahun t.

it

β

= jumlah penduduk di Provinsi i Tahun t.

j = parameter yang diestimasi, j = 0, 1, 2, 3, 4, 5.

α

i

µ

= efek individu Provinsi i

t

u

= efek waktu tahun t

(18)

Model yang dibangun tersebut merupakan pengembangan dari model yang digunakan oleh Suparno (2010). Berdasarkan model tersebut, diharapkan koefisien dari tiga variabel bebas yang pertama di kedua model mempunyai nilai yang negatif. Variabel bebas tersebut yaitu produktifitas sektor pertanian, investasi pemerintah, rata-rata lama sekolah di model pertama, rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan di model kedua dan rata-rata lama sekolah bagi kaum laki-laki di model ketiga. Peningkatan dari ketiga variabel di masing-masing model diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Sedangkan koefisien dari variabel bebas indeks gini dan jumlah penduduk diharapkan bernilai positif. Selain itu, model yang digunakan dituliskan dalam bentuk logaritma natural sehingga nilai koefisien variabel bebas menunjukkan elastisitasnya terhadap jumlah penduduk miskin.

3.3 Definisi Oper asional

Pada bab 2 telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya ukuran kemiskinan, ukuran pertumbuhan ekonomi, ukuran ketimpangan pendapatan dan faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut, maka dapat didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan definisi operasional sebagai berikut (BPS, 2007).

1 Head Count Index (P0), yaitu persentase penduduk miskin terhadap total jumpah penduduk. Satuan yang digunakan dalam P0 adalah persen (%).

2 Pertumbuhan Ekonomi (Growth) yaitu peningkatan pendapatan dari sutau periode ke periode tertentu, yang dihitung berdasarkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan PDB sendiri merupakan suatu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Satuan yang digunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah persen (%).

3 Indeks Gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Indeks Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu), dimana nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan sempurna. Nilai Indeks Gini ini digunakan sebagai proksi ukuran ketimpangan pendapatan.

(19)

4 Produktifitas Sektor Pertanian merupakan ukuran besarnya output di sektor pertanian yang dihasilkan oleh tiap pekerja di sektor tersebut. Produktifitas sektor pertanian dihitung dengan menggunakan satuan ribu rupiah per tenaga kerja.

5 Belanja Modal Pemerintah adalah pengeluaran untuk sarana dan prasarana ekonomi, seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; jalan, jembatan dan konstruksi lainnya; mesin dan peralatan; kendaranaan; perbaikan besar pada modal; tanah dan ternak. Belanja Modal Pemerintah ini digunakan sebagai proksi Pengeluaran Pemerintah untuk Investasi Publik. Investasi pemerintah dihitung dengan menggunakan satuan juta rupiah.

6 Rata-rata lama sekolah bagi perempuan adalah nilai rata-rata lamanya kaum perempuan usia lebih dari 15 tahun menempuh pendidikan di sekolah. Rata-rata lama sekolah bagi perempuan ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan bagi perempuan. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah bagi perempuan adalah tahun.

7 Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk usia lebih dari 15 tahun dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah adalah tahun.

8 Rata-rata lama sekolah bagi laki-laki adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk laki-laki usia lebih dari 15 tahun dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah bagi laki-laki ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan bagi laki-laki. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah bagi laki-laki adalah tahun.

9 Jumlah penduduk menyatakan semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk dihitung dengan satuan ribu orang.

(20)

Berikut Tabel yang berisi tentang variabel dan keterangannya.

Tabel 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian dan keterangannya

No Nama Variabel Keterangan Satuan

1. MISKIN Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

Ribu orang 2. P0 Persentase Penduduk Miskin Persen 3. GROWTH Pertumbuhan Ekonomi Persen

4. GINI Nilai Indeks Gini Tanpa satuan

5. PERTANIAN Produktifitas pekerja di sektor pertanian

Ribu rupiah per tenaga kerja

6. INV_PEM Belanja modal pemerintah Juta rupiah 7. RLSP Rata-rata lama sekolah kaum

perempuan

Tahun 8. RLS Rata-rata lama sekolah Tahun 9. RLSL Rata-rata lama sekolah kaum

laki-laki

Tahun

Gambar

Tabel 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian dan keterangannya

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuat objek pada WebGL, yang pertama kali dilakukan adalah dengan menentukan vertex dari objek dan disimpan pada sebuah array. Lalu dengan menggunakan

Untuk mengetahui perbedaan manajemen pada komunitas pengelola sampah rumah tangga berbasis masyarakat di dua tempat yang memiliki latar belakang inisiasi berbeda

Terakhir peserta disajikan Pos-Test tentang materi akuntansi secara umum untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman akuntansi masing-masing pelaku IKM KUB RRT

Kemudian secara terminologis yang berdasarkan pada pendapat para ahli bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan

Hasil uji korelasi Spearman antara pendidikan formal responden dengan sikap yang terbentuk terhadap RTH pekarangan. Non

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disumpulkan mengenai bentuk konflik sosial oleh Coser yang dialami oleh

Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelatihan kerja dan produktivitas meliputi

Guru sebagai insan akademik memiliki peranan untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Dalam kegiatan penyampain materi pembelajaran, bahasa merupakan