• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kerja Keras - PENINGKATAN SIKAP KERJA KERAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE OUTSIDE CIRCLE (IOC) PADA MATERI MASALAH SOSIAL DI KELAS IV SD NEGERI 1 BESUKI - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kerja Keras - PENINGKATAN SIKAP KERJA KERAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE INSIDE OUTSIDE CIRCLE (IOC) PADA MATERI MASALAH SOSIAL DI KELAS IV SD NEGERI 1 BESUKI - repository perpustakaan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kerja Keras

a. Pengertian Sikap Kerja Keras

Sikap kerja keras merupakan salah satu nilai dari 18 nilai karakter bangsa Indonesia. Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 23) mengatakan bahwa kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menghadapi dan mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas atau yang lainnya dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah. Sependapat dengan Kemendiknas, Mustari (2014: 43) juga menjelaskan bahwa kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

(2)

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dilansir oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)

(2013: 1), disebutkan “The fact that large proportions of students in

most countries consistently believe that student achievement is mainly

a product of hard work, rather than inheritted intelligence...”. Prestasi

belajar siswa didapat yang terpenting dan utama berasal dari kerja keras dibandingkan kecerdasan yang didapat secara hereditas atau keturunan. Siswa akan berprestasi dengan kerja keras dan kemauan yang tinggi. Usaha yang tinggi berbanding lurus dengan hasil yang dicapai.

Penanaman sikap kerja keras tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi penanaman di rumah juga diperlukan. Penanaman kerja keras di rumah dapat dilakukan dengan memberikan kesadaran akan pentingnya sebuah proses. Keinginan harus dicapai melalui suatu usaha, dengan begitu anak memahami arti dari kerja keras. Lebih baik lagi jika ditanamkan kepada anak sejak dini, misalnya dengan menceritakan dongeng pengantar tidur. Salah satu kisah Nabi Allah SWT dapat menjadi tauladan bagi anak-anak, kisah Nabi Nuh misalnya. Zaid Husein (1995: 53) menceritakan tentang kisah Nabi Nuh dan kerja kerasnya sebagai berikut

(3)

dilakukan akhirnya membuahkan hasil. Tibalah hari datangnya air bah yang sangat besar. Kapal tersebut akhirnya dapat menolong Nabi dan banyak orang yang terkena air bah tersebut.

Berdasarkan paparan tentang kerja keras di atas, dapat disimpulkan bahwa kerja keras adalah upaya sungguh-sungguh dan pantang menyerah dalam menyelesaikan tugas secara maksimal serta menghadapi segala tantangan dan hambatan yang menghadang agar tujuan besarnya dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan. Upaya yang dilakukan oleh pekerja keras merupakan upaya dengan jalan yang baik dan untuk tujuan yang baik pula. Kerja keras dapat ditanamkan kepada anak sejak dini sehingga nantinya ia dapat terjun di masyarakat dengan kompetisi persaingan yang semakin ketat. b. Karakteristik Sikap Kerja Keras

Masing-masing karakter memiliki kekhasan atau karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula dengan sikap kerja keras, seperti yang disebutkan oleh Kesuma (2012: 17) bahwa karakteristik sikap kerja keras adalah perilaku seseorang yang dicirikan oleh kecenderungan berikut:

1) Merasa risau jika pekerjaannya belum terselesaikan sampai tuntas.

2) Mengecek terhadap apa yang harus menjadi tanggungjawabnya.

3) Mampu mengelola waktu yang dimilikinya.

(4)

Orang yang memiliki sikap kerja keras tidak akan bermalas-malasan. Siswa akan mengerjakan tugas-tugasnya secara maksimal tanpa berkeluh kesah. Bahkan ia akan khawatir apabila pekerjaannya belum juga terselesaikan. Mustari (2014: 44) juga menjelaskan tanda-tanda seseorang yang memiliki sikap kerja keras, antara lain:

1) Menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang ditargetkan. 2) Menggunakan segala kemampuan/daya untuk mencapai sasaran. 3) Berusaha mencari berbagai alternatif pemecahan ketika

menemui hambatan. c. Indikator Sikap Kerja Keras

Setiap karakter memiliki indikasi-indikasi tertentu. Indikasi tersebut yang menjadi tanda sikap pada diri seseorang, begitu pula pada sikap kerja keras yang memiliki indikator tersendiri. Fitri (2012: 41) menyebutkan 4 (empat) indikator keberhasilan pendidikan karakter dalam sikap kerja keras, diantaranya:

1) Pengelolaan pembelajaran yang menantang

2) Mendorong semua warga sekolah untuk berprestasi 3) Berkompetisi secara fair

4) Memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi.

(5)

1) Indikator kerja keras untuk kelas I – III yaitu:

a) Mengerjakan semua tugas kelas dengan sungguh-sungguh.

b) Mencari informasi dar sumber di luar buku pelajaran. c) Menyelesaikan PR tepat pada waktunya.

d) Meggunakan sebagian waktu di kelas untuk belajar. e) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang

ditugaskan guru.

2) Indikator kerja keras untuk kelas IV – VI antara lain: a) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi.

b) Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah. c) Fokus pada tugas-tugas yang diberikan guru di kelas. d) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang

dibaca, diamati dan didengar untuk kegiatan di kelas.

Menurut indikator yang dipaparkan oleh Kemendiknas di atas, penelitian yang akan digunakan dilakukan di kelas IV. Peneliti menggunakan indikator sikap kerja keras untuk jenjang kelas tinggi yaitu kelas IV sampai kelas VI. Indikator tersebut akan digunakan untuk membuat skala sikap kerja keras. Indikator dalam skala sikap yang telah dibuat berdasarkan landasan teori di atas yaitu:

1) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi

2) Mencari informasi dari berbagai sumber di luar sekolah 3) Mengerjakan tugas-tugas dari guru tepat pada waktunya 4) Fokus pada tugas yang diberikan guru di kelas

5) Mencatat dengan sungguh-sungguh yang dibaca, diamati, dan didengar.

(6)

Erickson (Suryabrata, 2003: 46), bahwa anak pada usia sekolah atau disebut Industry versus Inferiority (kerajinan vs inferioritas) yang terjadi pada 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini yaitu dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras mereka.

Berdasarkan teori perkembangan psikososial, pada masa kanak-kanak tengah dan akhir yaitu di usia SD, 6 tahun, dan remaja mereka mengalami masa perkembangan kerja keras dan rasa inferior atau rendah diri. Guru harus peka dan dapat mengembangkan kerja keras siswa di dalam pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai. Rasa rendah diri tersebut sedikit demi sedikit juga harus dikurangi agar tidak berkembang lebih jauh, yaitu dengan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Siswa dapat menepis rasa kurang dari teman-temannya atau rasa rendah diri dengan cara mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Pada masa ini, anak juga lebih dapat bekerja sama dengan teman sebayanya.

(7)

tersebut. Masing-masing siswa dapat menerima pengetahuan dari teman dengan maksimal melalui bekerja keras atau bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas tersebut.

2. Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar

Sikap kerja keras berbanding lurus dengan prestasi belajar siswa. Siswa harus dapat berusaha untuk belajar dengan giat agar prestasi yang dicapai tinggi. Slameto (2010: 2) mengatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut, hakikat dari belajar menurut Sudjana (2009: 28) menyebutkan:

Belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita bebicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.

Belajar bukan kegiatan menulis, mencatat, dan menghafal. Belajar merupakan sebuah proses perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang dimaksud dapat berupa perubahan pengetahuan, mindset, kecakapan, sikap atau tingkah laku, daya penerimaan, atau

(8)

faktor yang mempengaruhi proses perubahan tersebut. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Sagala (2010: 13) bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang secara aktif didapat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya dan pengalaman yang telah ia dapatkan. Perubahan ini akan membekas dan menjadi pembiasaan bagi anak. Perubahan yang terjadi dan input yang didapat berupa aspek pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang menjadikannya insan yang lebih baik. Keberhasilan proses perubahan tingkah laku dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Setiap orang tua memiliki harapan yang tinggi terhadap anaknya dengan prestasi yang maksimal. Prestasi belajar memiliki dua kata yang berbeda yaitu prestasi dan belajar. Prestasi menurut Hamdani 2011: 137) adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan.

(9)

menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha. Istilah “prestasi belajar”

(achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek kognitif atau pengetahuan.

Prestasi tidak akan tercapai dengan baik tanpa adanya usaha. Winkel (dalam Hamdani, 2011: 138) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar sehingga siswa dapat mencapai prestasi yang lebih memuaskan.

Setiap siswa menginginkan prestasi belajar yang baik untuk bekal melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Arifin (2011: 12-13) menyebutkan fungsi utama dari prestasi belajar, diantaranya:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai

“tendensi keingintahuan (couriousity) dan merupakan

kebutuhan umum manusia”.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.

(10)

melalui kesungguhan atau kerja keras dalam belajar. Artinya, prestasi belajar berbanding lurus terhadap sikap kerja keras siswa. Prestasi belajar ini lebih mengarah kepada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Sementara itu, pembentukan watak seseorang termasuk dalam hasil belajar sehingga tolak ukur prestasi belajar dapat dilakukan dari tes prestasi dengan melakukan evaluasi belajar.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Baik tidaknya prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri siswa itu sendiri (internal) maupun dari luar siswa (ekternal). Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa untuk mencapai prestasi yang baik. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2013: 138-139), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dibagi menjadi dua golongan.

Beberapa faktor yang termasuk dalam faktor internal, yaitu:

1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. 2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh terdiri atas:

(a) Faktor intelektif yang meliputi:

(1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat

(2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki

(b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

3) Faktor kematangan fisik maupun psikis

Beberapa faktor yang tergolong faktor eksternal, ialah: 1) Faktor sosial yang terdiri atas

(11)

(d) Lingkungan kelompok

2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dapat berupa suasana sekolah yang mendukung proses pembelajaran, kurikulum sekolah, atau pun kegiatan pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran yang dikemas dengan mengarah pada student centre, efektif dan inovatif akan menjadikan prestasi belajar yang baik pula bagi siswa. Peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

(12)

membenarkan konsepnya apabila ada siswa yang salah pemahaman dalam memahami materi yang dipelajari.

Teori konstruktivisme tersebut sejalan dengan model belajar PAIKEM yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan teori konstruktivisme, peran guru dalam mengemas pembelajaran yang AIKEM sangat penting. Siswa mempelajari dan membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan tersebut. Penelitian ini yang menggunakan model IOC, dimodifikasi dengan musik dan permainan kartu. Teori tersebut mendukung penelitian ini, karena melalui pembelajaran tersebut siswa membangun pengetahuannya sendiri, berperan aktif sebagai student center dalam pembelajarannya, dan guru hanya sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator saja. Oleh sebab itu, model kooperatif tipe IOC yang telah diinovasi tersebut sangat sesuai untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Model Kooperatif

a. Pengertian Model Kooperatif

Model pembelajaran yang dikemas guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Pernyataan tersebut didukung oleh Elvis M.G. (2013: 29) “To

(13)

appropriate teaching methods that best suit specific objectives and

level exit outcomes.” Guru harus mengetahui cara mendesain

pembelajaran yang produktif dan melibatkan siswa di dalam pembelajaran, karena motivasi dan keterlibatan memiliki pengaruh penting dalam belajar siswa (Saeed & Zyngier, 2012).

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa yaitu model pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning. Kooperatif menurut Isjoni (2010: 15) berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Lebih lanjut lagi, model Cooperative Learning menurut Solihatin dan Raharjo (2009: 4) diartikan sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu.

(14)

sebagai pembelajaran gotong royong, seperti yang disebutkan oleh Lie (2008: 19) mengenai pembelajaran gotong royong ini yaitu:

Metode-metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.

Masing-masing siswa memiliki tanggung jawab masing-masing. Setiap usaha yang dilakukan setiap individu akan mendapatkan penghargaan. Tanggung jawab pribadinya tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kelompoknya. Individu dituntut untuk dapat memaksimalkan tanggung jawab yang diemban sehingga dapat menguntungkan diri sendiri dan kelompok.

Model kooperatif ini, seperti yang telah disebutkan ia bekerja secara berkelompok. Kegiatan secara berkelompok pasti ada kompetisi antar individu atau kelompok. Slavin (2009: 8) mengemukakan inilah inti dari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif ini menuntut para siswa untuk duduk bersama dalam kelompok beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif ini adalah apabila para siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya.

(15)

secara berkelompok yang terdiri dari dua atau lebih siswa untuk saling bekerja sama dan berkoordinasi menyelesaikan tugas yang memiliki tanggung jawab masing-masing demi keberhasilan bersama. Model ini mengacu pada student centre siswa akan aktif dan mengerjakan tugas yang diberikan tanpa harus mengandalkan jerih payah temannya. Model pembelajaran ini sangat baik untuk bekerja sama dan saling peduli satu sama lain, tetapi masing-masing siswa juga melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing dan akan diberi penghargaan terhadap usaha baik yang ia lakukan. Tidak hanya individu saja, setiap kelompok pun akan mendapatkan penghargaan (reward) jika mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

b. Karakteristik Model Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sangat cocok untuk digunakan pada berbagai jenjang pendidikan. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dengan karakteristik yang berbeda dari model pembelajaran lainnya. Karli (2002: 71) menjelaskan beberapa karakteristik pembelajaran kooperatif, antara lain:

1) Individual Accountability, yaitu bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.

2) Social Skills, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan diri demi kepentingan kelompok.

(16)

kelompok secara positif. Jadi siswa berkolaboasi bukan berkompetisi.

4) Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.

c. Unsur-Unsur Model Kooperatif

Setiap model pembelajaran tidak bisa dikatakan sebagai model pembelajaran apabila dalam pelaksanaannya tidak terpenuhi unsur-unsur penting bagi model pembelajaran itu sendiri. Unsur-unsur-unsur tersebut sangat penting agar pembelajaran dengan menggunakan model tersebut dapat terlaksana dan tercapai dengan baik. Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2008: 31-36) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, diantaranya:

1) Saling ketergantungan positif 2) Tanggung jawab perseorangan 3) Tatap muka

4) Komunikasi antaranggota 5) Evaluasi proses kelompok

(17)

Unsur kedua yaitu tanggung jawab perseorangan. Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Unsur ketiga adalah tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja (Lie, 2008: 33).

Unsur yang ke empat yaitu komunikasi antar anggota. Siswa harus saling mengenal dan mempercayai, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif untuk dapat mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan (Suprijono, 2012: 61). Kepercayaan dalam unsur ini sangat diperlukan agar interaksi antar anggota dapat berjalan lancar. Siswa akan dapat saling membantu satu sama lain demi keberhasilan kelompoknya.

Unsur yang ke lima ialah evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning (Lie, 2008: 35).

(18)

d. Langkah-Langkah Model Kooperatif

Model kooperatif memiliki beberapa langkah atau fase dalam pelaksanaannya. Trianto (2009: 66-67) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dalam bentuk tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar. Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok

mepresentasikan hasil karyanya. Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Sumber: Trianto (2009: 66-67)

(19)

4. Model Kooperatif Tipe Inside Outside Circle (IOC)

Pembelajaran Kooperatif tipe Inside Outside Circle atau lingkaran kecil lingkaran besar dikembangkan oleh Spencer Kagan. Kagan dalam Crandall dan Miller (2011) menerangkan tentang Inside Outside Circle sebagai berikut:

Inside/Outside Circle is an activity that involves all students in the class. Inside/Outside Circles are particularly useful for: differentiation, kinesthetic learners, conversation practice, and community-building in the classroom. This activity can be a great warm up as well as a useful way to change things up and get students moving during a long class.

Model kooperatif tipe Inside Outside Circle merupakan kegiatan yang melibatkan semua siswa di kelas. Model kooperatif tipe ini sangat berguna untuk diferensiasi, pelajar kinestetik, praktek percakapan, dan pembangunan komunitas di dalam kelas. Diferensiasi atau pembedaan dalam pembelajaran kooperatif ini individu mendapatkan tanggung jawab masing-masing namun harus tetap bekerja sama di suatu kelompok yang heterogen. Seluruh siswa bergotong royong untuk memberikan hasil yang maksimal sehingga siswa lainnya dapat menerima dengan maksimal pula. Kegiatan saling bekerja sama inilah yang akan membangun pembelajaran yang interaktif, sehingga dapat mengaktifkan seluruh siswa dan tercipta pembelajaran yang lebih hangat.

(20)

bergotong royong untuk memberikan informasinya kepada seluruh temannya di kelompok lain.

Salah satu keunggulan dari teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Langkah model kooperatif tipe Inside Outside Circle sesuai dengan penelitian ini namun mengacu pada Lie (2008: 65-66) sebagai berikut:

Lingkaran Individu

a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap keluar.

b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang pertama. Dengan kata lain, mereka berdiri menghadap ke dalam dan berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran dalam.

c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran besar berbagi informasi.

d. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi.

e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar membagikan informasi. Demikian seterusnya.

Lingkaran Kelompok

a. Satu kelompok berdiri di lingkaran kecil menghadap ke luar. Kelompok yang lain berdiri di lingkaran besar.

(21)

Mengacu pada langkah-langkah model kooperatif tipe IOC di atas, penelitian ini dilakukan dengan masing-masing kelompok dibagi menjadi dua kelompok besar. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 siswa yang dibuat secara heterogen. Materi yang digunakan yaitu mengenai masalah sosial di lingkungan setempat. Inovasi penelitian ini yaitu ditambahkan musik dalam proses perpindahan tempat di langkah ke empat dan diberikan permainan kartu seusai berbagi informasi.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Inside Outside Circle merupakan model pembelajaran secara berkelompok yang berguna mengaktifkan seluruh siswa dengan memberikan tanggung jawab masing-masing untuk bertukar informasi bersama temannya secara interaktif dan teratur. Model IOC sangat membantu siswa untuk mengasah keterampilan berbicara, mendengarkan dan bertanya. Interaksi dilakukan secara teratur dan komunikatif. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini dipengaruhi oleh salah satunya kesungguhan temannya dalam menyampaikan informasi. Pencapaian penangkapan materi juga akan berkurang jika temannya tidak sungguh-sungguh dalam menyampaikan pengetahuan kepada temannya. Kerja keras antar anggota sangat diperlukan.

Siswa diharapkan akan dapat meningkatkan sikap kerja keras hingga menjadikan prestasi belajarnya meningkat. Model kooperatif tipe Inside Outside Circle dalam penelitian ini digunakan di kelas IV materi

(22)

5. Ilmu Pengetahuan Sosial

Marsh (dalam Solihatin, 2009: 14) menyebutkan bahwa istilah IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari Social Studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Social Studies yang mengembangkan kurikulum di AS. Sapriya (2008: 4) mengatakan bahwa:

Salah satu karakteristik dari definisi social studies adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Di Amerika serikat, misalnya the National Council for the Social Studies (NCSS), organisasi para ahli pendidikan studi sosial yang cukup handal sebelum tahun 1978 merumuskan social studies sebagai program yang dibangun oleh sejumlah disiplin ilmu sosial, yakni “sejarah, ekonomi, sosiologi, kewarganegaraan, geografi, dan semua modifikasi atau kombinasi mata pelajaran-mata pelajaran terutama yang memiliki materi dan tujuan yang berhubungan dengan masalah-masalah kemasyarakatan.

Lebih lanjut Martorella (dalam Solihatin, 2008: 14) mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran

(23)

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu ilmu pendidikan yang mempelajari tentang manusia dan lingkungan sosialnya secara dinamis dengan mengikuti perkembangan zaman. IPS mempelajari tentang beberapa disiplin ilmu seperti sejarah, ekonomi, sosiologi dan bidang ilmu lainnya yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan. Pembelajaran IPS lebih menekankan kepada nilai, moral, sikap, dan keterampilan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Materi IPS yang dijadikan obyek penelitian pada penelitian tindakan kelas di SD Negeri 1 Besuki yaitu pada materi Masalah Sosial. Materi tersebut diajarkan pada kelas IV semester II dengan Standar Kompetensi 3 yaitu mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi. Kompetensi Dasar yang diajarkan yaitu 2.4 tentang mengenal permasalahan sosial di daerahnya. Sub materi yang dipelajari di setiap pertemuan dalam dua siklus ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Rincian Sub Materi Masalah Sosial No Siklus /

Pertemuan ke-

Sub Materi 1 Siklus I

Pertemuan ke-1

1. Pengertian masalah pribadi dan masalah sosial 2. Perbedaan masalah pribadi dan masalah sosial Pertemuan ke-2 1. Macam-macam masalah sosial

a. Masalah kependudukan

1) Persebaran penduduk yang tidak merata. 2) Jumlah penduduk yang besar.

(24)

6) Tingginya tingkat ketergantungan c. Penyebab perilaku tidak disiplin d. Penyebab pencemaran lingkungan 3. Cara mengatasi masalah sosial

a. Cara mengatasi masalah kependudukan b. Cara mengatasi tindak kejahatan c. Cara mengatasi perilaku tidak disiplin d. Cara mengatasi pencemaran lingkungan 2 Siklus II

Pertemuan ke-1 1. Macam-macam masalah sosial a. Peristiwa kebakaran

c. Penyebab buruknya/rusaknya fasilitas umum 3. Cara mengatasi masalah sosial

a. Cara mengatasi peristiwa kebakaran b. Cara mengatasi masalah sampah

c. Cara mengatasi buruknya/rusaknya fasilitas umum

Pertemuan ke-2

1. Macam-macam masalah sosial

a. Penyalahgunaan narkoba dan alkohol b. Pemborosoan energi

c. Kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok 2. Penyebab masalah sosial

a. Penyebab penyalahgunaan narkoba dan alkohol b. Penyebab pemborosoan energi

c. Penyebab kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok

3. Cara mengatasi masalah sosial

a. Cara mengatasi penyalahgunaan narkoba dan alkohol

b. Cara mengatasi pemborosoan energi

(25)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain terkait dengan penelitian ini yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah Rahmawati, dkk dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside Outside Circle

Untuk Meningkatkan Pemahaman Kegiatan Ekonomi Masyarakat”,

yang menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar. Hasil analisis pada siklus 1 terjadi peningkatan nilai tes pemahaman kegiatan ekonomi masyarakat dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle jika dibandingkan pada pratindakan. Dari 25 siswa terdapat 13 siswa atau 52 % yang memperoleh nilai di atas KKM dengan rata-rata kelas 71,56 dari sebelumnya saat prapenelitian memiliki rata-rata 54,6. Sedangkan pada siklus II terdapat 21 siswa atau 84 % yang memperoleh nilai di atas 70 (KKM) dengan rata-rata kelas 86,42 dan masih terdapat 4 siswa atau 16 % yang memperoleh nilai di bawah KKM. Maka dapat dikatakan, penelitian tersebut telah berhasil meningkatkan pemahaman kegiatan ekonomi masyarakat dan dapat berhasil mencapai melebihi indikator ketuntasan yang ditentukan yaitu 80% sehingga penelitian dihentikan pada siklus II.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Andhika dkk dengan judul

(26)

(IOC) Berbasis Media Audio Visual Animation Terhadap Hasil Belajar

Siswa”. Diketahui bahwa hasil uji perbedaan dua rata-rata pada tdata

post test diperoleh ℎ� �� = , > �� = , dan uji perbedaan dua rata-rata pada data N-Gain Ternormalisasi diperoleh ℎ� �� =

, > ��= , pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya Ho

ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe IOC berpengaruh signifikan pada hasil belajar IPS. Adanya penelitian lainnya yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe IOC menjadi landasan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran tersebut. Perbedaan dalam melakukan penelitian yaitu dalam penelitian Azizah Rahmawati diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC dengan meningkatkan pemahaman materi kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC untuk meningkatkan sikap kerja keras dan prestasi belajar siswa pada materi masalah sosial.

C. Kerangka Berpikir

(27)

Belum menggunakan

Tindakan Menggunakan model

kooperatif tipe IOC SIKLUS I

Menggunakan model dapat meningkatkan sikap kerja keras dan prestasi belajar siswa

materi pelajaran. Kurangnya sikap kerja keras ini berpengaruh terhadap rendahnya prestasi belajar siswa.

Atas dasar masalah yang telah ditemukan mengenai kurangnya sikap kerja keras dan prestasi belajar IPS, peneliti bersama dengan guru menentukan tindakan yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut. Akhirnya peneliti bersama dengan guru bersepakat untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle (IOC) dalam pembelajaran IPS di Kelas IV SD Negeri 1 Besuki. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC untuk memperoleh peningkatan sikap kerja keras dan prestasi belajar siswa pada materi masalah sosial mata pelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 1 Besuki.

(28)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teritik di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian tersebut adalah:

1. Model kooperatif tipe Inside Outside Circle (IOC) dapat meningkatkan sikap kerja keras siswa pada pelajaran IPS materi masalah sosial kelas IV SD Negeri 1 Besuki.

Gambar

Tabel 2.1  Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.2 Rincian Sub Materi Masalah Sosial
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan merupakan suatu yang tidak luput dari manusia karena manusia sendiri itu termasuk dalam lingkungan, dengan lingkungan manusia memenuhi kebutuhan

Pengukuran untuk mengetahui pola grafik hubungan antara taraf intensitas bunyi terhadap jarak dilakukan variasi jarak 50 cm sampai 150 cm dengan interval 25 cm yang diplot

Tidak dibenarkan mengeluar ulang mana-mana bahagian artikel, ilustrasi dan isi kandungan buku ini dalam apa juga bentuk dan dengan cara apa jua sama ada secara elektronik,

Peserta diklat dapat melakukan penelusuran dengan menggunakan sumber-sumber informasi ilmiah, baik secara manual maupun elektronik, dan menemukan informasi ilmiah

• Hasil penelitian menunjukkan bahwa rancang bangun ini dapat dipergunakan untuk mengatur keluaran tegangan yang diperlukan oleh sumber elektron dengan kenaikan tegangan tiap

Survei perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN, survei dilakukan minimal dua kali. Sehingga survei dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan program kerja

nilai lebih besar dari 51 sampai dengan 63, sehingga dapat dikatakan bahwa mahasiswa Manajemen memiliki motivasi tinggi untuk menjadi pengusaha. Secara berkelompok

Gurewitch and Kronenberger’s theories of nonsense, Saussure and Derrida’s theories of binary opposition, Bakhtin’s theory of carnivalization and Derrida’s theory