• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH POLITIK DAN BIROKRASI P-SDA : Kerusakan Hutan Gorontalo vs Perjalanan Pengadilan Rahman Dako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASALAH POLITIK DAN BIROKRASI P-SDA : Kerusakan Hutan Gorontalo vs Perjalanan Pengadilan Rahman Dako"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH POLITIK DAN BIROKRASI P-SDA :

Kerusakan Hutan Gorontalo vs Perjalanan Pengadilan Rahman Dako

Hariadi Kartodihardjo

utan dan sumberdaya alam (SDA) pada

umumnya, terus mengalami kerusakan. Tidak menjadi persoalan seandainya kerusakan tersebut sebagai akibat dari suatu rencana yang disepakati publik, dan akumulasi kapital yang diperoleh dari eksploitasi SDA tersebut menjadi modal bagi pengembangan kebutuhan masyarakat secara

keseluruhan. Jika kesepakatannya seperti itu, Indonesia masa depan akan berangsur-ansur melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap anugerah alam.

Kemandirian masyarakat, kuatnya modal sosial dan sumberdaya manusia dapat menjadi tumpuan untuk mewujudkan efisiensi pengelolaan(P) SDA dan memulihkan rusaknya SDA yang kini sudah terjadi. Dengan demikian benar-benar terjadi keseimbangan baru dari proses transformasi modal SDA (natural capital) menjadi modal sosial (social capital).

Tetapi realitasnya tidak demikian. Kerusakan hutan dan SDA yang dilandasi oleh eksploitasi dengan dasar legal, ilegal, atau ilegal yang dilegalkan, tidak menghasilkan modal yang secara nyata dibutuhkan untuk

pengembangan masyarakat. Eksploitasi hutan dan SDA, secara umum, terus memicu pertentangan diametral antar kelompok masyarakat (misal pengusaha dan masyarakat lokal), pusat-daerah, antar wilayah (hulu dan hilir aliran sungai), dan antar sektor (misal

pertambangan dan kehutanan). Efek ganda pemanfaatan SDA bagi daerah hanya bersifat jangka pendek. Daerah-daerah yang telah habis hutan dan SDAnya terbukti terus menurun kegiatan ekonominya. Selain itu harus senantiasa siap menerima ‘kemarahan alam’ berupa banjir, longsor, asap tebal, berkurangnya hasil pertanian dan tangkapan ikan, serta pencemaran air minum. Implikasinya, apa yang telah tertanam sebagai modal ekonomi dan berbagai bentuk bangunan sosial hancur dan kembali merenggut kesejahteraan masyarakat yang telah lama didambakan.

Masyarakat umumnya berharap adanya perbaikan sistem pengelolaan SDA secara mendasar. Namun perbaikan tersebut belum kunjung tiba. Lalu secara keseluruhan -- politikus, birokrat, pengusaha, juga masyarakat pada umumnya -- jatuh pada alasan yang sepertinya sangat masuk akal. Semua itu tergantung pada fokus penyelesaian masalah-masalah politik dan

ekonomi, yang kini menjadi perhatian hampir semua orang.

Hal tersebut antara lain terjadi karena dampak buruk akibat kerusakan SDA masih selalu dikaitkan dengan

terjadinya musibah, dengan menempatkan kejadian itu sebagai kehendak Tuhan dan melepas tanggungjawab para pengelola SDA.

Maka dari itu, putusan hukuman yang telah dijatuhkan Pengadilan Negeri Limboto terhadap Rahman Dako, sebagai salah seorang yang dapat memperjuangkan kepentingan publik adalah bagian dari politik P-SDA yang perlu ditanggapi secara serius.

Berani menafikan hukum alam ?

Sumberdaya alam berperilaku menurut hukumnya sendiri. Sifat daya-daya alam bahkan mengatur hubungan antar individu dan kelompok masyarakat. Aliran sungai yang membentang dari hulu hingga ke hilir membuat ketergantungan kelompok masyarakat di hilir terhadap kelompok masyarakat di hulu. Adanya bentang alam dan pemandangan indah meskipun jasanya dapat dikonsumsi masyarakat sebebas-bebasnya, namun masyarakat harus mempunyai lembaga publik untuk mempertahankan bentang alam tersebut, jika fungsinya ingin dipertahankan. Demikian pula berbagai urusan yang menyangkut pemanfaatan laut, udara, hutan, lahan basah, ruang hidup perkotaan, maupun berbagai kegiatan ekonomi jika dikehendaki masih tetap bisa dipertahankan dalam jangka panjang.

Hukum alam juga menciptakan sumberdaya yang tidak mungkin menjadi hak perorangan. Oleh karena itu masyarakat selalu akan mengandalkan adanya lembaga publik atau perorangan yang dapat memperjuangkan pelestarian SDA.

Hukum alam juga mengatur cash flow. Ia tidak hanya menawarkan “aktiva lancar” misalnya berbentuk air bersih sebagai kebutuhan dasar manusia, tetapi juga memberikan wujud bentang alam berupa hutan lindung, danau, air-terjun sebagai “aktiva tetap”. Namun tatanan pemerintahan sering naif. Misalnya Departemen-Departemen dan Dinas-Dinas hanya bertumpu pada komoditas, aktiva lancar, dan konsumsi jangka pendek. Pelestarian SDA sebagai stock, aktiva tetap, dan

pelestarian bentang alam, setelah sekian puluh tahun pemerintah berjalan, masih saja berupa wacana. Munculnya ratusan ijin 100 Ha-an penebangan hutan tanpa kontrol adalah contoh nyata dari realitas tersebut. Selama dunia ini belum kiamat, hukum alam itu ada. Ia sangat arif karena tidak pernah menawarkan diri untuk dipentingkan. Namun jangan lupa, dalam kearifannya itu ia tetap berjalan secara konsisten, tidak pernah

(2)

berhenti, impersonal, dan tanpa kompromi. Ia bahkan juga tidak mengenal keadilan dan tatanan ekonomi-politik bikinan manusia.

Kebijakan ekonomi nasional dan daerah yang secara umum sepakat untuk menguras SDA, tanpa

memperhatikan daya dukungnya, telah dan terus akan diadili oleh hukum alam. Ironinya hukum alam berlaku pula bagi masyarakat yang justru tidak pernah

menerima keadilan bikinan manusia. Perusahaan-perusahaan pengusahaan hutan, di banyak tempat telah menghilangkan tatanan kehidupan masyarakat sekitar hutan akibat hak-haknya diabaikan. Kelompok masyarakat ini secara struktural telah menjadi miskin, juga selalu sebagai korban banjir, longsor dan kebakaran hutan. Sementara itu para pemilik perusahaan telah menjadi orang penting karena mampu mendukung langkah-langkah politik elit dari milyaran keuntungan yang diperolehnya. Dan iapun, karena tinggalnya di kota jauh dari hutan, dapat terbebas dari ‘kejinya’ hukum alam, yang memang impersonal.

Kebanyakan orang politik beranggapan pengetahuan mengenai hutan dan SDA tidaklah penting. Pengetahuan seperti itu hanyalah pengetahuan teknis yang letaknya di bawah pengetahuan politik. Pembicaraan mengenai hutan dan SDA harus diletakkan di nomor kesekian, setelah orang politik bicara. Dalam suatu kesempatan, sekelompok anggota DPRD dari partai tertentu mengatakan bahwa dukungan jutaan orang

dibelakangnya menjadi sumber legitimasi apa yang mereka perjuangkan, meskipun yang mereka perjuangkan itu meningkatkan kerusakan hutan dan SDA secara besar-besaran. Demikian pula yang pernah dikatakan oleh beberapa orang politikus kawakan, dan juga beberapa pejabat yang menjadi andalan partai-partai politik.

Pendeknya, kepentingan pelestarian hutan dan SDA tidak pernah mungkin menjadi kenyataan apabila tidak sinkron dengan kepentingan politik. Ia harus menunggu setelah masyarakat politik menganggapnya penting, tidak peduli sampai kapan mereka menyadari semua itu dan bersedia mendukungnya.

Sumberdaya hutan di Gorontalo

Dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan dan lingkungan hidup, propinsi Gorontalo tidak dapat dipisahkan dengan propinsi Sulawesi Utara. Menurut data Tata Guna Hutan dari DepHut (1998), kedua propinsi ini mempunyai kawasan hutan sebagai fungsi perlindungan seluas 1,4 juta Ha lebih (55%), sedangkan kawasan hutan untuk fungsi produksi seluas 1,1 juta Ha lebih (45%). Dari kedua propinsi ini, propinsi Gorontalo lebih memiliki karakteristik wilayah sebagai kawasan lindung, karena dalam propinsi ini, hutan lindung, hutan suaka alam dan hutan produksi terbatas sekitar 85% dari kawasan hutan yang ada, yaitu seluas 800 ribu Ha lebih. (Lihat Tabel 1 dan Lampiran 1).

Tabel 1. Data Kawasan Hutan Propinsi Gorontalo (Ha) WILAYAH Lindung Hutan

Hutan Suaka Alam - Wisata Hutan Produksi Terbatas PROSEN HL+HAS +HPT Hutan Produksi Hutan Prods.

Konv. Total Luas

Kabupaten Boalemo 98.587,75 85.224,37 240.638,38 86 53.248,17 13.243 490.941,89 Kabupaten & Kota Gorontalo 66.900,92 112.362,48 101.811,18 84 47,436,28 6.925 335.436,24 Provinsi Gorontalo 165.488,67 197.586.85 342.449,56 85 100.684,45 20.168 826.378,13 PROSENTASE THD TOTAL LUAS HUTAN 20 24 41 85 12 3 100

Sumber : Diolah dari Buku Profil Propinsi Gorontalo, Pemerintah Propinsi Gorontalo, 2001.

Kondisi lingkungan kota Gorontalo dan Limboto – terutama di lihat dari ketersediaan/kelimpahan air, sangat tergantung dari kondisi penutupan hutan di wilayah sebelah barat maupun timurnya. Maka dari itu, kehati-hatian pengelolaan wilayah di sebelah timur yang kini statusnya justru sebagai kawasan hutan yang dapat dikonversi menjadi sangat menentukan.

Data DepHut (2002) menyatakan bahwa kawasan hutan yang perlu direhabilitasi mencapai 367.800 Ha.

Sedangkan wilayah di luar kawasan hutan yang juga perlu direhabilitasi seluas 328.400 Ha. Sehingga seluruh

wilayah propinsi Gorontalo yang perlu direhabilitasi seluas 696.200 Ha (Tabel 2 dan Lampiran 2). Meskipun data tersebut masih merupakan informasi arahan, namun dari besaran luas yang ditampilkan

menunjukkan bahwa propinsi ini sudah seharusnya melakukan penghentian penebangan kayu, dan sejalan dengan itu, rehabilitasi hutan dan lahan harus segera dilakukan. Apabila tidak, banjir dan kemungkinan terjadinya longsor akan rutin terjadi. Dan kenyataan seperti ini pastilah akan terus merusak berbagai bentuk aset ekonomi yang menjadi tumpuan masyarakat.

(3)

Tabel 2. Luas Hutan dan Lahan yang Perlu di Rehabilitasi di Propinsi Gorontalo (Dephut, 2002) KAWASAN HUTAN TETAP

PENUTUPAN LAHAN

HL KSA-KPA HP HPT JUMLAH KOVERSI HP

LUAS KAWASAN

HUTAN JUMLAH TOTAL

I 15.1 6.8 17.7 25.1 64.7 4.8 178.8 248.3 II 45.8 65.1 34.9 149.9 295.7 10.6 65.4 371.7 III 1.4 1.3 1.7 3.1 7.5 0.4 68.4 76.3

Total 62.3 73.1 54.3 178.1 367.8 15.8 312.6 696.2

Keterangan :

Kelompok Penutupan lahan

Kelompok I : Semak Belukar, tanah terbuka, pertanian lahan kering bercampur semak Kelompok II : Hutan Lahan Kering sekunder, Hutan Mangrove Sekunder

Kelompok III : Pertanian Lahan Kering, Sawah Pertambangan, Pemukiman

Kawasan Hutan

HL : Hutan Lindung

KSA-KPA : Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam HP : Hutan Produksi Tetap

HPT : Hutan Produksi Terbatas

Politik hanya sebagai private need

Produk hukum, utamanya berupa undang-undang, adalah produk politik. Kebijakan yang menentukan alokasi kesempatan berusaha bagi kelompok masyarakat tertentu juga produk politik. Mobilisasi dana dan teknologi untuk mendukung tumbuhnya ekonomi di wilayah tertentu juga hasil kesepakatan politik. Jalan sebagai infrastruktur utama masyarakat terpencil juga dibangun, karena adanya janji politik. Pendeknya, tidak ada kesempatan yang terbuka bagi masyarakat untuk menemukan jalan menuju keadilan jika dukungan politik tidak berjalan kearahnya.

Maka tidak heran apabila politik dianggap sebagai panglima kehidupan. Secara inherent kehidupan politik menonjol dibandingkan dengan yang lain. Ia sentral dan menjadi istimewa karena fungsinya mencakup hak-hak dasar urusan kehidupan orang banyak. Maka juga seperti masuk akal apabila a-politik dijadikan alasan keterbelakangan individu dan masyarakat.

Tetapi apa sebenarnya yang bisa dilakukan oleh suatu kehendak politik ? Ketika ia hanyalah bentuk

kesepakatan dan kehendak, bagaimana legitimasi dan kekuasaan seperti itu berhadapan dengan alam dan hukumnya ? Bagaimana legitimasi politik yang sudah kadung dinyatakan sebagai panglima, sebagai pemimpin dalam bentuk nyata, harus rendah hati mengakui adanya hak alam yang juga menentukan bentuk representasi dan ketergantungan antar kelompok masyarakat, yang bentuknya abstrak ? Bagaimana kehendak politik bisa tepat waktu dengan

pemberontakan alam yang dieksploitasi sangat jauh melampaui daya dukungnya?

Bagaimana seseorang politikus yang sedang

memaksimumkan kepentingan diri dan kelompoknya (private need) dalam horizon waktu yang hanya lima tahunan, dapat terdorong untuk memikirkan soal keberlanjutan fungsi hutan dan SDA dengan horizon waktu sampai kapanpun ke depan (public need)? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa tidaklah mungkin politikus dan kelompoknya saat ini mampu menjadi representasi kepentingan publik seutuhnya, kecuali masyarakat juga mempunyai

representasi yang dapat diwujudkan untuk menghadangnya.

Birokrasi yang menafikan pengetahuan

Bagaimanapun pelaksanaan kesepakatan politik, yang dapat berupa pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, komitmen eksekutif dan legislatif, maupun langkah-langkah pelaksanaan hukum, hanya dapat dijalankan secara konsisten apabila birokrasi dapat berperan menjalankannya. Dalam banyak hal, harapan peran civil society dapat dihambat oleh kondisi birokrasi yang ada saat ini.

Dengan demikian sudah sangat jelas hubungannya. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik hanya akan terwujud, jika birokrasi dibenahi. Termasuk birokrasi pengadilan yang saat ini sedang berjalan. Dalam hal ini masalah yang paling nyata adalah adanya conflic of interest. Karena keuangan dan kekuasaan sebagai mesin politik antara lain bersumber dari birokrasi yang korup. Maka meskipun praktek-praktek birokrasi tidak merepresentasikan kepentingan publik, kenyataan seperti itu tidak menjadi ajang kritik bagi politikus untuk benar-benar ingin mengubahnya.

(4)

Seringkali adanya kritik, hanyalah sebagai simbol peran dan politisasi kondisi, untuk maksud membangun konspirasi dan kekuasaan berikutnya.

Dari sekian ciri, salah satu ciri birokrasi yang korup adalah menafikan berbagai pemikiran dari luarnya, termasuk pengetahuan umum maupun khusus yang dari hari-kehari terus berkembang. Mereka lebih patuh pada pasal-pasal aturan dan prosedur perkantoran, tanpa ada inovasi apapun. Itulah juga yang terjadi dalam proses pengadilan Rahman Dako.

Penutup

Kini sudah banyak kelompok-kelompok yang lelah dan frustasi melihat realitas rusaknya hutan dan SDA, karena tidak menjadi agenda politik maupun birokrasi untuk dapat menanggulanginya secara sungguh-sungguh. Lembaga-lembaga pemerintah pengelola SDA umumnya masih senantiasa memaksimumkan tujuan jangka pendeknya masing-masing, sehingga tujuan publik jangka panjang samasekali terbengkalai. Suaranya yang terpendam mengatakan :

“Yang penting bisa menguras SDA dan “membangun” sarana ekonomi saat ini, saat aku duduk di kursi ini. Lima sepuluh tahun lagi tertelan banjir dan longsor, toh tanggung jawab orang lain”.

Di tengah-tengah gelombang masalah politik dan ekonomi, serta kenaikan harga berbagai kebutuhan masyarakat yang tidak secara riil diikuti oleh daya belinya, kasus Rahman Dako bisa menjadi debu yang tidak berarti. Maka sewajarnya apabila langkah

perjalanannya bisa diikuti secara cermat. Bukan hanya soal mencari keadilan dalam perkara ini, melainkan memutuskan rantai yang puluhan tahun telah terikat kuat :

Sing ngerti ora biso, Sing biso ora kuoso, Sing kuoso ora ngerti -- yang “mengerti” tidak bisa berbuat, yang bisa berbuat tidak mempunyai kekuasaan untuk melakukannya, yang mempunyai kekuasaan untuk melakukannya tidak “mengerti” apa yang seharusnya dilakukannya (makna singkat) --.

Sebab, bagi kepentingan publik Gorontalo dan Indonesia pada umumnya, yang diperlukan sesungguhnya adalah bagaimana pemerintah dan pemerintah daerah segera melakukan perbaikan terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan SDA, serta melakukan perubahan

birokrasinya agar lebih berfungsi untuk menjalankan kebijakan tersebut. Dan perbaikan sesungguhnya yang diperlukan publik dapat dilakukan, hanya apabila para pemegang kekuasaan “mengerti”.

Demi hukum yang manapun, adalah suatu ironi yang luar biasa, ketika hutan dan lingkungan telah rusak, orang-orang yang peduli malah masuk bui ■

Penulis adalah staf pengajar

Fakultas Kehutanan dan Program Pascasarjana IPB.

(5)

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan Propinsi Gorontalo (Sumber : DepHut 2002)

Lampiran 2. Peta Lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di Propinsi Gorontalo menurut Kelompok Penutupan Lahan (Sumber : DepHut 2002)

Gambar

Tabel 1.  Data Kawasan Hutan Propinsi Gorontalo (Ha)
Tabel 2.  Luas Hutan dan Lahan yang Perlu di Rehabilitasi di Propinsi Gorontalo (Dephut, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

Langkah untuk menyelesaikan transaksi diatas ke dalam Zahir yaitu pilih Modul Pembelian > Pembayaran Hutang Usaha > Isi data sesuai dengan transaksi >

Penelitian yang dilakukan terhadap Public Relations (PR) bertujuan untuk mengetahui Strategi Komunikasi Humas Polda Metro Jaya Dalam Mensosialisasikan Program “Melarang

Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah

Kesimpulannya, penyusunan kurikulum KTSP di SMKN 8 Surabaya telah sesuai dengan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan 2006 (BSNP), sedangkan penyesuaian

Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan

Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh intellectual capital terhadap peningkatan kinerja penjualan yang

Suorakylvökoekentällä kynnetyn maan lämpötila jäi katekoekenttää alemmaksi, ja se saavutti sänkipeitteisen maan lämpötilan noin viikkoa myöhemmin kuin

Sebelum waktu pensiun itu, semuanya harus bekerja, tetapi sesudah pensiun malah semuanya terjamin, ya itu yang menyebabkan saya ingat bahwa orang lain tidak pernah makan roti