1 Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah,
konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang
Pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah salah
satunya dalam bentuk desentralisasi pengelolaan keuangan (Ritonga 2014)
guna membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan
dan/atau ditugaskan kepada daerah (UU 23/2014). Hal ini didukung dengan diterbitkannya beberapa regulasi terkait dengan pengelolaan keuangan yang
antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1
Tahun 2004, UU Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005, dan UU Nomor 23 Tahun 2014. Regulasi-regulasi tersebut
menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib mengelola keuangan
secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan
rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Ekonomis, efektif, dan efisien menjadi komponen utama dalam
konsep Value For Money (VFM) yang dikenal sebagai konsep 3 E’s yakni konsep yang populer dalam pengelolaan keuangan atau dana negara (Halim
2011). Ekonomi menunjuk pada penggunaan input yakni pemenuhan tujuan
yang mana merujuk pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai
suatu tujuan. Efisiensi mencangkup output dan input yaitu tercapainya suatu tujuan yang optimal dengan biaya yang memuaskan (Jones et al. 2000). Ketiga konsep dasar ini telah disepakati secara universal sebagai
komponen penting dalam penyampaian kondisi keuangan (Wang et al. 2007). Kondisi keuangan mengarah pada kemampuan pemerintah daerah
untuk memenuhi kewajiban yang salah satunya berupa pemenuhan kewajiban jangka pendek atau disebut solvabilitas jangka pendek.
Pengukuran solvabilitas tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga rasio
yaitu rasio lancar, rasio cepat, dan rasio kas yang diperoleh dari laporan keuangan (Ritonga 2014).
Berkaitan dengan solvabilitas jangka pendek, menurut laporan
keuangan tahunan tahun 2015 pada delapan kota di Australia menunjukkan
jumlah rasio kas, rasio cepat, rasio lancar masing-masing sebesar 2,14; 2,48;
2,51 kali kewajiban lancarnya. Selain itu, beberapa riset juga meneliti tentang kondisi keuangan yang didalamnya termasuk mengukur solvabilitas
jangka pendek pada pemerintah daerah dan negara bagian, baik di luar
negeri maupun dalam negeri.
Wang, Dennis, dan Tu (2007) menguji ukuran kondisi keuangan di 50 negara bagian Amerika Serikat dengan dasar pernyataan GASB nomor
34. Ukuran kondisi keuangan terdiri dari empat dimensi kondisi keuangan
dan sebelas indikator yang salah satu indikatornya ialah solvabilitas jangka pendek. Penelitian tersebut menunjukkan tingkat solvabilitas jangka pendek
yang meliputi rasio kas sebesar 1,50; rasio cepat sebesar 2,12; dan rasio
lancar sebesar 2,22 kali kewajiban lancarnya.
Analisis solvabilitas keuangan jangka pendek pemerintah daerah di pulau Jawa Indonesia pernah diteliti oleh Ritonga, Clark, dan
Wickremasingle (2012). Penelitian tersebut menemukan bahwa solvabilitas
jangka pendek tergolong kuat yang ditandai dengan jumlah rasio kas sebesar
29,41; rasio cepat sebesar 34,30; dan rasio lancar sebesar 38,55 kali kewajiban lancarnya, namun memiliki aktiva lancar berlebihan.
Penelitian Turley, Robbins, dan McNena (2015) tentang kerangka
kerja dalam mengukur kinerja pemerintah daerah dengan menggunakan 14
indikator yang salah satunya ialah rasio lancar pada 34 kota dan kabupaten di Irlandia untuk periode dua tahun penelitian. Penelitian tersebut
menunjukkan rasio lancar berada pada kisaran 2,6 pada tahun 2007 dan 1,7
pada tahun 2011.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat perbedaan signifikan
pada besarnya rasio-rasio dalam pengukuran solvabilitas jangka pendek pada pemerintah daerah di Indonesia apabila dibandingkan dengan Amerika
Serikat, Irlandia, dan Australia. Ketiga negara tersebut memiliki rasio yang
mendekati aturan praktis (the rule of thumb) rasio sektor industri yang salah satunya yakni rasio lancar. Perbedaan jumlah rasio yang cukup besar
tersebut mengindikasikan bahwa aktiva lancar yang dimiliki pemerintah
daerah di Indonesia dalam kondisi yang mengganggur berjumlah cukup banyak.
Kondisi aktiva lancar mengganggur tersebut lebih didominasi oleh
kas dengan jumlah yang cukup banyak dan terjadi pada sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia baik yang beropini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) maupun Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal ini
dapat dilihat pada tabel 1.1 perbandingan rasio lancar dan kompisisi kas terhadap total aktiva lancarnya pada beberapa pemerintah kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah dengan opini WTP dan WDP atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2014.
Tabel 1.1 Perbandingan rasio lancar dan komposisi kas Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah
No. Keterangan Rasio Lancar Komposisi kas
WTP 1 Kabupaten Banyumas 7,24 83,81% 2 Kabupaten Temanggung 8,41 84,99% 3 Kabupaten Jepara 9,62 80,55% 4 Kota Surakarta 11,76 74,86% 5 Kabupaten Karanganyar 63,61 81,44% 6 Kabupaten Kudus 70,07 90,52% 7 Kabupaten Banjarnegara 71,17 80,54% WDP 1 Kota Tegal 12,30 55,54% 2 Kabupaten Brebes 16,55 79,19% 3 Kota Pekalongan 20,94 78,11% 4 Kabupaten Pekalongan 27,38 64,96% 5 Kabupaten Pemalang 58,92 73,54% 6 Kabupaten Batang 69,65 78,37% 7 Kabupaten Tegal 78,60 76,55%
Sumber : Data diolah dari IHPS BPK RI Semester 1 Tahun 2015
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rasio lancar terendah tahun 2014 terdapat pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas sebesar
kali kewajiban lancarnya. Untuk komposisi kas tahun 2014 terbesar berada
pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus sebesar 90,52% dan terendah pada Pemerintah Daerah Kota Tegal sebesar 55,54% dari total aktiva
lancarnya, namun rata-rata komposisi kas berada di atas 70% dari total
aktiva lancarnya.
Berdasarkan aturan praktis (the rule of thumb), rasio lancar ideal pada sektor bisnis sebesar 2:1, artinya setiap 1 kewajiban lancar dijamin oleh 2 aktiva lancar (Subramanyam et al. 2014). Sehubungan dengan rasio lancar ideal tersebut, angka rasio lancar yang tinggi pada pemerintah daerah di
Indonesia disebabkan manajemen kas yang belum dikelola secara efektif dan efisien sehingga berdampak pada belum optimalnya pelayanan kepada
masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Dr Harry Azhar Aziz terkait perlunya mempertanyakan
apakah jumlah keuangan negara yang demikian besar telah dipergunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif, serta berdampak secara signifikan
terhadap kesejahteraan rakyat (www.antaranews.com, 2015). Oleh karena
itu, pengelolaan keuangan pemerintah daerah terkait manajemen kas yang belum efektif dan efisien, serta belum adanya the rule of thumb rasio lancar pada pemerintah daerah di Indonesia mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai penentuan rasio lancar ideal pemerintah daerah.
1.2 Konteks Penelitian
Penelitian terkait desain rasio lancar optimal pemerintah daerah
(pemda) ini tidak membutuhkan spesifikasi khusus karena hampir sebagian pemda memiliki permasalahan yang sama yaitu tingginya rasio lancar dan
kas menganggur yang cukup besar, namun hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasi untuk semua pemda karena perbedaan karakteristik sosial
ekonomi serta regulasi masing-masing pemda. Walaupun tidak dapat digeneralisasi untuk semua pemda, diharapkan penelitian ini dapat
digunakan untuk menentukan rule of thumb rasio lancar pemda di Indonesia. Pemilihan Pemerintah Kota Pekalongan sebagai entitas konteks riset salah satunya didasarkan atas pertimbangan kemudahan akses data
karena penelitian ini sangat sensitif terkait data.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan
dalam penelitian ini ialah tingginya rasio lancar pada pemda-pemda di Indonesia terutama Pemerintah Kota Pekalongan dibandingkan dengan
rata-rata rasio lancar pemerintah daerah di negara Amerika, Australia, dan
Irlandia yang mendekati rasio lancar ideal untuk sektor bisnis berdasarkan aturan praktis (The rule of thumb). Hal tesebut mengindikasikan bahwa pengelolaan aset lancar yang dimiliki oleh pemda belum dilaksanakan secara
efektif dan efisien sehingga perlu ditentukan jumlah rasio lancar yang optimal.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang tersebut di atas adalah berapakah
rasio lancar yang optimal pada Pemerintah Kota Pekalongan ?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain tingkat rasio lancar
optimal bagi Pemerintah Kota Pekalongan.
1.6 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
kepentingan akademis, pemerintah daerah, dan Kementerian Dalam Negeri
yang antara lain sebagai berikut. 1) Bagi kepentingan akademis
Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi keilmuan bidang
akuntansi sektor publik dan tambahan referensi bagi peneliti lain yang
tertarik dalam mengkaji lebih lanjut terkait metode untuk penentuan rasio lancar yang optimal pada pemerintah daerah.
2) Bagi Pemerintah Kota Pekalongan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan bagi pemerintah daerah pada umumnya dan khususnya Pemerintah
Kota Pekalongan dalam mengelola aktiva lancar terutama kas secara
3) Bagi Kementerian Dalam Negeri
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kementerian Dalam Negeri sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia terkait dengan
penentuan rasio lancar optimal pemerintah daerah guna memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang lebih efektif dan efisien.
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini secara garis besar dibagi ke dalam 5 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, konteks penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab II menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi referensi yang relevan dengan permasalahan penelitian dan
penelitian terdahulu.
BAB III : RANCANGAN PENELITIAN
Bab III menjelaskan rancangan penelitian yang digunakan
peneliti, diantaranya: gambaran umum obyek penelitian,
rasionalitas obyek penelitian, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
BAB IV : HASIL RISET DAN DISKUSI
Bab IV memaparkan tentang proses penelitian hingga memperoleh hasil riset serta diskusi hasil temuan dalam
penelitian.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang
relevan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian, serta