• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB-IPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air. Tahun 2001, para mahasiswa mulai diwajibkan untuk menetap di asrama TPB-IPB selama tahun pertama perkuliahan. Di dalam satu kamar asrama TPB-IPB dihuni oleh empat orang mahasiswa dengan fasilitas empat tempat tidur susun, meja belajar, rak handuk, gantungan pakaian, dan lemari. Berdekatan dengan asrama tersedia kantin, cafeteria, rumah makan, wartel, rental komputer, apotek dan toko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Asrama tidak sekedar untuk tempat tinggal, tetapi yang lebih penting adalah merupakan wahana program pembinaan akademik dan multibudaya. Program ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus, dunia kemahasiswaan dan mengasah kemampuan soft skill, seperti dalam berkomunikasi, berorgansiasi, dan memahami kemajemukan. Untuk tujuan itu, maka Asrama TPB-IPB dilengkapi dengan organisasi pembinaan yang disebut Badan Pengelola Program Akademik, Multi Budaya dan Asrama TPB-IPB, yang di dalamnya terdapat Kepala Asrama, Manajer Unit dan Kakak Asrama. Kakak Asrama (Senior Residence) adalah kakak kelas yang tinggal di Asrama TPB-IPB untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah-masalah akademik dan non-akademik.

Selain pendampingan terhadap mahasiswa baru dengan pendekatan program dan kepengurusan Asrama TPB-IPB, di IPB juga tersedia Tim Bimbingan Konseling (BK), yang terdiri dari dosen-dosen senior IPB. Para mahasiswa dapat berkonsultasi segala urusan dengan Tim BK ini. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan antara lain pengajian lorong, makan bersama, social gathering (soga) lorong, soga gedung ,dan sebagainya. Semua kegiatan wajib tersebut dilaksanakan dalam rangka membangun kebersamaan dan membina mental mahasiswa asrama TPB-IPB. Rasa kebersamaan yang dibangun di asrama TPB-IPB, ternyata merupakan suatu aset emosional yang

(2)

sulit dicari padanannya. Saling tolong-menolong dalam suka dan duka, secara tidak langsung sangat membantu dalam memperlancar studi. Umumnya, suasana emosional untuk saling membantu, terus dibawa setelah keluar dari Asrama TPB-IPB. Selain itu kegiatan terbesar yang dilaksanakan tiap tahun adalah LFAD (Let’s Fight Against Drug) dan diselenggarakan untuk semua mahasiswa TPB-IPB yang bertujuan untuk mengingatkan mahasiswa akan bahaya narkoba.

Karakteristik Responden Usia Responden

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (1997) menyatakan beberapa ciri masa remaja antara lain, masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik, dan ambang masa dewasa. Para ahli psikologi pada umumnya membagi masa remaja menjadi beberapa fase seperti diungkapkan oleh Monks et al. (1998) yaitu fase remaja awal (usia antara 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia antara 15-18 tahun) dan fase remaja akhir (usia antara 18-21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54,5%) usia responden adalah 19 tahun yang terkategori pada fase remaja akhir, baik anak sulung (57,6%), anak tengah (51,5%), dan anak bungsu (54,5%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi usia responden

Usia

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % 17 tahun 2 6,1 1 3,0 3 9,1 6 6,1 18 tahun 11 33,3 13 39,4 12 36,4 36 36,4 19 tahun 19 57,6 17 51,5 18 54,5 54 54,5 20 tahun 1 3,0 2 6,1 0 0 3 3,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata±SD 18,6±0,7 18,6±0,7 18,4±0,7 18,5±0,7 p-value 0,6 Asal Daerah

Tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997) salah satunya adalah merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang di kenalnya. Perbedaan asal daerah responden

(3)

menentukan penyesuaian diri mahasiswi karena jarak dan akses dari asrama ke rumah setiap mahasiswi berbeda-beda. Asal daerah responden cukup bervariasi, namun dalam penelitian ini hanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu responden yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (48,5%) yang berasal dari Jabodetabek adalah anak sulung, sedangkan yang berasal dari luar Jabodetabek adalah anak tengah (78,8%). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2003) anak kedua atau anak tengah biasanya tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Hal ini mungkin yang menyebabkan anak tengah memiliki persentase terbesar responden yang berasal dari luar Jabodetabek karena orang tua lebih memberikan kebebasan kepada anak tengah sehingga lebih banyak anak tengah yang diberikan kesempatan untuk kuliah di tempat yang agak jauh.

Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan kelahiran

Asal

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Jabodetabek 16 48,5 7 21,2 14 42,4 37 37,4 Luar Jabodetabek 17 51,5 26 78,8 19 57,6 62 62,6 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Menurut Guhardja et al. (1992), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, pernikahan atau adopsi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Menurut BKKBN (1997) besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan kelahiran, rata-rata dan standar deviasi responden

Besar Keluarga

Urutan kelahiran

Total Sulung (S) Tengah (T) Bungsu (B)

n % n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 16 48,5 1 3,0 15 45,4 32 32,3 Keluarga sedang (5-7 orang) 16 48,5 25 75,8 15 45,4 56 56,6 Keluarga besar (>7 orang) 1 3,0 7 21,2 3 9,1 11 11,1

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Rata-rata ± SD 4,9±1,1 6,6±1,5 5,1±1,7 5,54±1,64

(4)

Berdasarkan Tabel 5, besar keluarga responden berkisar antara 4 sampai 11 orang. Lebih dari setengah responden (56,6 %) berasal dari keluarga sedang dan sebagian kecil lainnya adalah keluarga besar. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada besar keluarga anak tengah yang lebih tinggi dibandingkan besar keluarga anak sulung dan anak bungsu.

Usia Orang Tua

Pembagian masa dewasa biasanya menunjuk pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Pembagian masa dewasa menurut Hurlock (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu masa dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (60 tahun ke atas), namun pembagian ini tidak mutlak dan tidak ketat.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ayah

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 1 3,0 1 3,0 0 0,0 2 2,0 Dewasa madya (41-60 tahun) 29 87,9 29 87,9 27 81,8 85 85,9 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 1 3,0 1 3,0 4 12,1 6 6,1 Total *) 31 100 31 100 31 100 99 100 Rata-rata±SD 45±12,5 49,1±10,3 51,0±14,1 48,4±12,5

p-value 0,137

Keterangan : *Anak sulung, tengah dan bungsu dengan ayah yang sudah meninggal Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden (85.9%) dan ibu responden (83.8%) berada pada kategori dewasa madya. Sementara itu sebagian kecil ayah (6,1%) dan ibu responden (1,0%) berusia dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ibu

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 10 30,3 1 3,0 1 3,0 12 12,1 Dewasa madya (41-60 tahun) 23 69,7 29 87,9 31 93,9 83 83,8 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0 Total *) 33 100 31 100 32 100 99 100 Rata-rata±SD 43,1±4,5 43,8±12,2 47,7±9,6 44,9±9,5

p-value 0,103

(5)

Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua cukup bervariasi. Persentase terbesar pendidikan ayah pada anak tengah (42,4%) dan anak bungsu (42,4%) berada dalam kelompok perguruan tinggi. Pada anak sulung persentase terbesar (51,5%) pendidikan ayah berada pada kelompok Sekolah Mengah Atas (SMA) dan sederajat. Sementara itu, persentase terbesar pendidikan ibu baik pada anak sulung (33,3%), tengah (45,4%), dan bungsu (36,4%) berada pada perguruan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua menurut

urutan kelahiran

Pendidikan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%) Tidak tamat SD 6,1 3,0 0,0 6,1 3,0 3,0 Tamat SD/sederajat 3,0 12,1 6,1 12,1 12, 9,1 Tamat SMP/sederajat 0,0 9,1 9,1 9,1 36,4 12,1 Tamat SMA/sederajat 51,5 33,3 42,4 4,3 21,2 33,3 Tamat perguruan tinggi 39,4 42,4 42,4 33,3 45,4 36,4

Total 100 100 100 100 100 100

p-value 0,685 0,909

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orang tua, ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pada anak sulung (33.3%) dan anak tengah (39,4). Pada anak bungsu persentase terbesar ayah responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebesar 27,3 persen. Sementara itu, persentase terbesar ibu responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga baik pada anak sulung (57,6%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6).

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan kelahiran

Pekerjaan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%) Pertanian 3,0 3,0 6,1 3,0 0,0 3,0 Wiraswasta 27,3 9,1 27,3 9,1 9,1 6,1 Tidak bekerja 0,0 3,0 3,0 57,6 45,4 57,6 PNS 33,3 39,4 24,2 24,2 36,4 21,2 Pensiunan 3,0 12,1 9,1 0,0 0,0 3,0 Buruh 9,1 9,1 6,1 0,0 0,0 0,0 Pegawai swasta 6,1 9,1 12,1 6,1 3,0 6,0 Pegawai BUMN 12,1 3,0 6,1 0,0 0,0 0,0 Rohaniawan 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Guru Honorer 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Total *) 100 100 100 100 100 100

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

(6)

Pendapatan Orang Tua

Kondisi ekonomi suatu keluarga akan berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga. Salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lain dalam kelompoknya dapat memengaruhi penerimaan remaja dalam anggota kelompoknya (Hurlock 1997).

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua dan urutan kelahiran

Pendapatan

Urutan Kelahiran

Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % <500.000 0 0,0 4 12,1 5 15,1 9 9,1 500.001-1.000.000 4 12,1 5 15,2 3 9,1 12 12,1 1.000.001-2.500.000 10 30,3 7 21,2 9 36,4 26 26,3 2.500.001-5000.000 12 36,4 11 33,3 7 21,2 30 30,3 ≥5.000.001 7 21,2 6 18,2 9 27,3 22 22,2 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,279

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua responden memiliki pendapatan yang cukup bervariasi, namun persentase terbesar berkisar antara Rp2.500.001-Rp5.000.000 pada anak sulung (36,4%) dan anak tengah (33,3%). Sementara untuk anak bungsu persentase terbesar untuk pendapatan orang tua berkisar antara Rp1.000.001-2.500.000 yaitu sebesar 36,4 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan orang tua responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Karakteristik Kelompok Teman Sebaya Jumlah Teman Sebaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (34,3%) memiliki teman sebaya di kelas rata-rata sejumlah 4-6 orang, serupa dengan anak sulung (42,4%). Anak tengah memiliki teman sebaya di kelas dengan persentase yang sama (27,3%) antara 1-3 orang, 4-6 orang dan lebih dari 10 orang. Persentase terbesar anak bungsu (36,4%) memiliki teman sebaya di kelas sebanyak lebih dari 10 orang.

Persentase terbesar anak sulung, anak tengah maupun anak bungsu memiliki jumlah teman sebaya lebih dari 10 orang baik di asrama dan di tempat lain. Jumlah dari hasil penelitian tersebut lebih besar dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1997) yang menyebutkan bahwa biasanya remaja memiliki

(7)

2-3 orang teman dekat. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata jumlah teman sebaya pada anak bungsu lebih tinggi daripada anak tengah dan jumlah teman sebaya anak sulung lebih tinggi daripada anak tengah.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan urutan kelahiran

Jumlah teman sebaya Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas 1-3 orang 3 9,1 9 27,3 6 18,2 18 18,2 4-6 orang 14 42,4 9 27,3 11 33,3 34 34,3 7-9 orang 6 18,2 6 18,2 4 12,1 16 16,2 >10 orang 10 30,3 9 27,3 12 36,4 31 31,3 Tidak ada 0 0,0 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,633 Di Asrama 1-3 orang 4 12,1 6 18,2 2 6,1 12 12,1 4-6 orang 11 33,3 6 18,2 7 21,2 24 24,2 7-9 orang 6 18,2 7 21,2 7 21,2 20 20,2 >10 orang 12 36,4 14 42,4 17 51,5 43 43,4 Tidak ada 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,304 Di Tempat lain 1-3 orang 1 3,0 5 15,1 1 3,0 7 7,1 4-6 orang 4 12,1 6 18,2 3 9,1 13 13,1 7-9 orang 3 9,1 3 9,1 2 6,1 8 8,1 >10 orang 25 75,8 19 57,6 27 81,8 71 71,7 Tidak ada 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,033

Usia Teman Sebaya

Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya responden yang tersebar di kelas, asrama, dan tempat lain dominan berusia sama (seusia) dan campuran. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki teman sebaya yang seusia dengan responden di kelas (79,8%) dan di asrama (74,7%). Sementara di tempat lain, responden memiliki teman sebaya yang usianya campuran (64,6%). Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas yang dilakukan mahasiswi di luar aktivitas akademis atau kampus, seperti organisasi, teman dari daerah asal, dan lain-lain.

(8)

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Usia teman sebaya Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas Lebih muda 0 0,0 0 0,0 1 3,0 1 1,0 Seusia 27 81,2 27 81,8 25 75,8 79 79,8 Lebih tua 1 3,0 1 3,0 1 3,0 4 4,0 Campuran 5 15,1 5 15,1 6 18,2 15 15,2 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Asrama Lebih muda 0 0,0 1 3,0 1 3,0 2 2,0 Seusia 27 81,8 23 69,7 24 72,7 74 74,7 Lebih tua 1 3,0 2 6,1 1 3,0 4 4,0 Campuran 5 15,1 7 21,2 7 21,2 19 19,2 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Tempat lain Lebih muda 1 3,0 1 3,0 1 3,0 3 3,0 Seusia 12 36,4 8 24,2 10 30,3 30 30,3 Lebih tua 0 0,0 2 6,1 0 0,0 2 2,0 Campuran 20 60,6 22 66,7 22 66,7 64 64,6 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Pola Hubungan Pertemanan dengan Kelompok Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan

Tabel 13 menunjukkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya baik di kelas, asrama, maupun di tempat lain. Persentase terbesar responden bertemu dengan teman sebayanya dikelas setiap 5-6 kali dalam seminggu, baik pada anak sulung (51,5%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6%). Frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di asrama terjadi hampir setiap hari dengan persentase pada anak sulung 63,6 persen, anak tengah 87,9 persen, dan anak bungsu 69,7 persen. Sedangkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di tempat lain cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali dalam seminggu baik untuk anak sulung (36,4%) dan anak bungsu (39,4%). Pada anak tengah pertemuan dengan teman sebaya adalah lain-lain (kurang dari seminggu sekali) dengan persentase sebesar 36,4 persen.

Pertemuan responden dengan teman di asrama yang terjadi hampir setiap hari disebabkan karena mahasiswi TPB-IPB memang diwajibkan tinggal di asrama pada tahun pertama perkuliahan. Hal ini juga yang menyebabkan frekuensi pertemuan dengan teman sebaya di tempat lain agak jarang, karena padatnya aktivitas kuliah dan tugas-tugas.

(9)

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pertemuan teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Frekuensi Pertemuan Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas 1-2 kali seminggu 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 3-4 kali seminggu 4 12,1 7 21,2 1 3,0 12 12,1 5-6 kali seminggu 17 51,5 15 45,4 19 57,6 51 51,5 Setiap hari 12 36,4 11 33,3 12 36,4 35 35,3 Lain-lain 0 0,0 0 0,00 1 3,0 1 1,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Asrama 1-2 kali seminggu 1 3,0 0 0,0 0 0,0 1 1,0 3-4 kali seminggu 4 12,1 0 0,0 4 12,1 8 8,1 5-6 kali seminggu 5 15,1 4 12,1 5 15,1 14 14,1 Setiap hari 21 63,6 29 87,9 23 69,7 73 73,7 Lain-lain 2 6,1 0 0,00 1 3,0 3 3,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Tempat lain 1-2 kali seminggu 12 36,4 9 27,3 13 39,4 34 34,3 3-4 kali seminggu 6 18,2 10 30,3 8 24,2 24 24,2 5-6 kali seminggu 3 9,0 1 3,0 0 0,0 4 4,0 Setiap hari 3 9,0 1 3,0 1 3,0 5 5,0 Lain-lain 9 27,3 12 36,4 11 33,3 32 32,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Berdasarkan lama usia pertemanan, baik teman di kelas maupun di asrama memiliki persentase terbesar pada rentang 6-12 bulan. Hal ini karena lama studi perkuliahan saat pengambilan data sudah berjalan sekitar 10 bulan. Berbeda dengan teman di tempat lain, persentase terbesar lama usia pertemanan lebih dari 12 bulan atau satu tahun.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Lama Usia Pertemanan Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Kelas <6 bulan 2 6,1 5 15,1 2 6,0 9 9,1 6-12 bulan 16 48,5 20 60,6 20 60,6 56 56,6 >12 bulan 15 45,4 8 24,2 11 33,3 34 34,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Asrama <6 bulan 2 6,1 2 6,0 1 3,0 5 5,0 6-12 bulan 18 54,5 20 60,6 22 66,7 60 60,6 >12 bulan 13 39,4 11 33,3 10 30,3 34 34,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Tempat lain <6 bulan 0 0,0 0 0,0 1 3,0 1 1,0 6-12 bulan 3 9,1 6 18,2 6 18,2 15 15,1 >12 bulan 30 90,9 26 78,8 26 78,8 82 82,8 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

(10)

Kualitas Hubungan Pertemanan Responden dengan Teman Sebaya Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997).

Tabel15 Sebaran jawaban kualitas hubungan teman sebaya

No Pernyataan Jawaban

1 2 3 4

1 Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan*

46,5 42,4 9,1 2,0 2 Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya

saya

7,1 21,2 51,5 20,2 3 Saya lebih nyaman menceritakan masalah saya kepada

kelompok teman sebaya daripada orang tua

10,1 48,5 33,3 8,1 4 Saya rela melakukan apa saja asalkan bisa dterima oleh

kelompok teman sebaya saya*

33,3 58,6 7,1 1,0 5 Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap diri saya 6,1 27,3 60,6 6,1 6 Sejak memiliki teman sebaya saya menjadi lebih ekspresif 3,0 17,2 65,7 14,1 7 Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari

kelompok teman sebaya saya (misalkan : memberikan dukungan saat saya sedih dan sedang ada masalah)

2,0 1,0 58,6 38,4

8 Jika teman dalam kelompok teman sebaya saya bertengkar, maka saya akan ikut bertengkar atas dasar solidaritas*

40,4 55,6 2,0 2,0 9 Kelompok teman sebaya sangat peduli dengan saya 0,0 3,0 73,7 23,2 10 Saya lebih memilih nasihat orang tua dibandingkan nasihat dari

teman sebaya*

1,0 21,2 46,5 31,3 11 Saya mau berteman dengan siapa saja, tanpa memandang suku,

ras, agama, status sosial ekonomi dan lain-lain

1,0 6,1 23,2 69,7 12 Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman

sebaya saya

3,0 31,3 53,5 12,1 13 Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri 2,0 18,2 69,7 10,1 14 Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat yang berbeda

dengan saya setelah bergaul dengan kelompok teman sebaya

1,0 6,1 71,7 21,2 15 Teman sebaya saya mendukung prestasi akademik saya 1,0 8,1 71,7 19,2 16 Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak

memerlukan teman yang lain*

45,5 50,5 2,0 2,0 Keterangan: 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju

*)pertanyaan negatif, skor dibalik

Pada Tabel 15 responden setuju bahwa kelompok teman sebaya dapat membuat responden menjadi lebih ekspresif (65,7%), lebih toleran (71,7%), dan lebih mandiri (69,7%). Responden juga mengaku setuju bahwa kelompok teman sebaya memberikan dorongan sosial-emosional (58,6%) dan dukungan prestasi akademik (71,7%). Responden menjawab setuju bahwa kelompok teman sebaya sangat peduli (73,7%) sehingga responden (53,5%) lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman sebayanya. Pengaruh kelompok teman sebaya

(11)

yang besar (60,6%) menyebabkan responden (51,5%) takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya. Namun, hampir seluruh contoh (46,5% sangat tidak setuju; 42,4% tidak setuju) responden sangat tidak bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan. Sebanyak 48,5 persen responden setuju bahwa lebih nyaman untuk menceritakan permasalahannya kepada orangtua dan 46,5 persen setuju untuk memilih nasehat orangtua dibandingkan dengan nasehat teman sebaya. Lebih dari separuh contoh (69,7%) sangat setuju untuk berteman dengan siapa saja. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 1 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama.

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi Kategori kualitas hubungan

pertemanan dengan teman sebaya

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<33) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0 Cukup (33-49) 17 51,5 28 84,8 25 75,7 70 70,7 Tinggi (>49) 16 48,5 4 12,1 8 24,2 28 28,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 49,1±3,9 47,1±4,6 47,9±3,2 48,0±3,9 p-value 0,127

Hasil penelitian menunjukkan hanya 1,0 persen responden yang memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori rendah dan hanya terlihat pada anak tengah. Sementara itu, 70,7 persen responden total memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori cukup, baik pada anak sulung, tengah, maupun bungsu. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Strategi Koping

Sebuah strategi koping diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). Lazarus dalam Santrock (2007) percaya bahwa penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form Coping Mechanism) dan koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism).

(12)

Tabel 17 Sebaran jawaban emotional focused coping

No Pernyataan emotional focused coping Jawaban

1 2 3 4 5

1 Memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah 7,1 10,1 46,5 19,2 17,2 2 Berdoa kepada Tuhan dan yakin akan doa yang

dipanjatkan

0,0 0,0 0,0 12,1 87,9 3 Berusaha menguatkan diri bahwa sudah sepantasnya

saya bersyukur dengan apa yang sekarang saya miliki

1,0 1,0 10,1 28,3 59,6 4 Mengungkapkan perasaan pribadi pada teman atau

keluarga

2,0 3,0 16,2 32,3 46,5 5 Mengkonsumsi makanan kesukaan 1,0 15,2 28,3 27,3 28,3 6 Merawat diri sendiri dengan baik 3,0 14,1 21,2 33,3 28,3 7 Tidak menahan diri untuk marah 18,2 23,2 26,3 21,2 11,1 8 Menangis atau meluapkan kekesalan 7,1 11,1 21,2 25,3 35,4 9 Menjelaskan kondisi diri kepada orang lain agar orang lain

memahami

6,1 14,1 41,4 26,3 12,1 10 Bertekad bahwa saya mampu mengatasi masalah sendiri 5,1 13,1 30,3 31,3 20,2 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres,

2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres

Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa responden mengaku bahwa berdoa kepada Tuhan (87,9%), berusaha menguatkan diri untuk selalu bersyukur (59,6%), menangis atau meluapkan kekesalan (35,4%) dan mengungkapkan perasaan pribadi kepada keluarga atau teman (46,5%) sangat membantu sekali dalam menghadapi stres. Namun dengan memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah (46,5%), menjelaskan kondisi diri agar bisa dipahami orang lain (41,4%), serta tidak menahan diri melawan amarah (26,3%) responden merasa hanya cukup terbantu dengan koping tersebut. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 2 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan capaian emosional focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian Emotional focused coping

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<24) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (24-37) 11 33,3 19 57,6 18 54,5 48 48,5 Tinggi (>37) 22 66,7 14 42,4 15 45,4 51 51,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 38,3±4,8 36,4±5,7 37,6±3,4 37,4±4,7 p-value 0,271

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar total responden berada pada kategori tinggi dalam capaian emotional focused coping, begitu juga pada anak sulung (66,7%). Sementara itu pada anak tengah (57,6%) dan bungsu (54,5%), capaian emotional focused coping persentase terbesarnya berada pada

(13)

kategori cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian Emotional focused coping pada urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 19 Sebaran jawaban problem focused coping

No Pernyataan problem focused coping Jawaban

1 2 3 4 5

1 Mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas-tugas

0,0 7,1 29,3 40,4 23,2 2 Melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman 0,0 3,0 12,1 34,3 50,5 3 Membangun kembali kedekatan hubungan dengan

keluarga dan teman

2,0 0,0 5,1 25,3 67,7 4 Tidur atau istirahat menjadikan saya lebih baik 1,0 6,1 19,2 32,3 41,4 5 Menjalani aktivitas seperti biasa 2,0 20,2 43,4 21,2 13,1 6 Menjalani hobi yang disenangi 1,0 8,1 19,2 41,4 30,3 7 Terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi 2,0 16,2 43,4 24,2 14,1 8 Pergi berjalan-jalan bersama teman 4,0 8,1 18,2 33,3 36,4 9 Ketika mengalami masalah, saya membaca dari media

mengenai cara mengatasi masalah yang dihadapi

9,1 33,3 40,4 12,1 5,1 10 Melakukan sesuatu untuk diri sendiri 8,1 16,2 31,3 22,2 22,2 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres,

2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres

Pada Tabel 19 menunjukkan responden mengaku bahwa melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman (50,5%), membangun kembali kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman (67,7%), dan tidur atau istirahat (41,4%) sangat membantu responden ketika menghadapi masalah. Namun responden merasa hanya cukup terbantu ketika menghadapi permasalahan saat menjalani aktivitas seperti biasa (43,4%), terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi (43,4%), membaca dari media mengenai cara mengatasi permasalahan (40,4%) serta melakukan sesuatu untuk diri sendiri (31,3%). Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 3 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama, kecuali pernyataan anak tengah (39,4%) yang mengaku hanya cukup terbantu ketika mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas.

Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan capaian problem focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian Problem focused coping

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<24) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (24-37) 13 39,4 23 69,7 13 39,4 49 49,5 Tinggi (>37) 20 60,6 10 30,3 20 60,6 50 50,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 38,5±4,5 35,4±5,4 37,6±4,1 37,2±4,8 p-value 0,027

(14)

Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian problem focused coping, dimana anak sulung 60,6 persen, dan anak bungsu 60,6 persen. Sementara pada anak tengah, persentase terbesar capaian problem focused coping berada pada kategori cukup (69,7%). Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian problem focused coping anak sulung yang lebih tinggi daripada anak tengah.

Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan capaian strategi koping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian Strategi koping total

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<47) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (47-73) 9 27,3 21 63,6 19 57,6 49 49,5 Tinggi (>73) 24 72,7 12 36,4 14 42,4 50 50,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 76,8±8,7 71,8±10,2 75,2±6,6 74,6±8,8 p-value 0,065

Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berada pada kategori tinggi dalam capaian strategi koping total, sama dengan anak sulung yaitu sebesar 72,7 persen. Persentase terbesar anak tengah (63,6%) dan anak bungsu (57,6%) memiliki capaian strategi koping total pada kategori cukup. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian strategi koping total anak sulung yang lebih tinggi daripada anak tengah.

Kesadaran Sosial

Dimensi pertama dari kecerdasan sosial adalah kesadaran sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi empati dasar (berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal), penyelarasan (kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang), ketepatan empatik (kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain), dan pengertian sosial (kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja).

Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 22 menunjukkan bahwa responden sangat suka untuk berteman dengan siapa saja (80,8%), sering merasa senang bisa menjadi tempat “curhat” teman (75,8%), dan dapat menyimpan rahasia

(15)

teman (68,7%). Sebagian besar responden mengaku mempunyai banyak teman (68,7%) dan memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda (73,7%). Responden juga sering merasa senang apabila mempunyai teman baru (61,6%) dan kebersamaaan dengan teman-teman merupakan saat-saat yang menyenangkan (61,6%). Namun responden masih suka melakukan hal yang disenangi seorang diri (45,5%). Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 4 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama, kecuali pada pernyataan ke-12. Anak tengah (30,3%) dan bungsu (54,5%) mengaku jarang menyendiri, berbeda dengan sebagian besar anak sulung yang mengaku pernah (30,3%) dan sering (21,2%) menyendiri dibandingkan berada di tengah orang banyak.

Tabel 22 Sebaran jawaban kesadaran sosial

No Pertanyaan 1 2 3 4

1. Sulit bagi saya menerima dan memahami pandangan teman

yang berbeda dengan saya* 8,1 49,5 40,4 2,0

2. Saya bersedia menerima suatu kesepakatan rapat bersama

teman, walaupun tidak sesuai dengan keinginan saya 3,0 18,2 61,6 17,2 3. Saya senang bisa menjadi tempat “curhat” teman 0,0 2,0 22,2 75,8 4. Saya dapat menyimpan rahasia teman 1,0 2,0 28,3 68,7 5. Saya suka berteman dengan siapa saja 0,0 1,0 18,2 80,8

6. Saya mempunyai banyak teman 0,0 2,0 29,3 68,7

7. Teman-teman terlihat nyaman bersama saya 0,0 5,1 44,4 50,5 8. Saya dapat berteman dengan siapa saja 0,0 1,0 40,4 58,6 9. Saya biasanya tidak mau mengorbankan kepentingan saya demi

orang lain* 8,1 56,6 35,4 0,0

10. Saya seringkali merasa gengsi untuk meminta maaf jika

melakukan kesalahan* 25,3 48,5 23,2 3,0

11. Saya akan merasa senang apabila mempunyai teman baru 0,0 2,0 36,4 61,6 12. Saya lebih suka menyendiri daripada berada di tengah orang

banyak* 14,1 38,4 30,3 17,2

13. Saya ingin teman-teman mengikuti keinginan saya* 25,3 41,4 26,3 7,1 14. Saya merasa senang jika melihat kegembiraan orang lain 1,0 1,0 35,4 62,6 15. Saya merasa senang terlibat dalam suatu hubungan sosial 0,0 2,0 46,5 51,5 16. Bersama teman adalah saat-saat yang menyenangkan bagi saya 0,0 4,0 34,3 61,6 17. Bagi saya yang terpenting adalah kenyamanan saya sendiri* 12,1 43,4 31,3 13,1 18. Saya suka melakukan hal-hal yang saya senangi sendiri* 4,0 34,3 45,5 16,2 19. Saya adalah orang yang tidak suka dibantah* 12,1 55,6 24,2 8,1 20. Saya memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang

berbeda-beda 0,0 1,0 25,3 73,7

Keterangan: 1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering *)pertanyaan negatif, skor dibalik

Lebih dari separuh responden (51,5%) memiliki kesadaran sosial tinggi. Persentase terbesar responden juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi, baik anak sulung (51,5%) dan anak tengah (63,6%). Lebih dari separuh responden anak bungsu (60,6%) memiliki capaian kesadaran sosial pada kategori cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian kesadaran sosial pada urutan kelahiran (p>0,05).

(16)

Tabel 23 Sebaran responden berdasarkan capaian kesadaran sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian kesadaran sosial

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<60%) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (60%-80%) 16 48,5 12 36,4 20 60,6 48 48,5 Tinggi (>80%) 17 51,5 21 63,6 13 39,4 51 51,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 63,9±5,3 64,2±5,6 62,9±4,9 63,7±5,3 p-value 0,548 Fasilitas Sosial

Dimensi kedua dari kecerdasan sosial adalah fasilitas sosial. Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, kemampuan berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal; presentasi diri, bagaimana seseorang mempresentasikan diri sendiri secara efektif; pengaruh, yang akan membentuk hasil interaksi sosial; dan kepedulian, kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai.

Tabel 24 Jawaban sebaran jawaban fasilitas sosial

No Pertanyaan 1 2 3 4

21 Saya bersedia mendengarkan keluh kesah teman 0,0 3,0 26,3 70,7 22 Saya berusaha membantu teman yang sedang mengalami

kesulitan 0,0 2,0 33,3 64,6

23 Saya seringkali tidak menyadari ketika teman saya mengalami

kesulitan* 3,0 36,4 49,5 11,1

24 Saya senang berada dalam situasi sosial 0,0 5,1 63,6 31,3 25 Saya mampu menyelesaikan perselisihan antar teman dengan

adil 1,0 23,2 64,6 11,1

26 Mudah bagi saya untuk memulai suatu pembicaraan dengan

orang dewasa 3,0 30,3 44,4 22,2

27 Di lingkungan baru, saya tidak dapat beradaptasi dengan cepat* 16,2 38,4 34,3 11,1 28 Bila teman saya murung, saya segera menanyakannya 0,0 13,1 43,4 43,4 29 Saya mengucapkan permisi ketika saya lewat didepan orang lain 1,0 8,1 32,3 58,6 30 Saya menyapa ketika bertemu dengan orang yang saya kenal di

jalan 0,0 4,0 27,3 68,7

31 Saya merasa mudah untuk bekerjasama dengan orang lain 0,0 13,1 57,6 29,3 32 Saya tersenyum ketika bertemu dengan orang yang saya kenal

atau orang yang tidak saya kenal 1,0 5,1 45,5 48,5 33 Saya sulit bersikap ramah dengan orang yang baru saya temui* 28,3 39,4 25,3 7,1 34 Saya sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang banyak* 16,2 39,4 35,4 9,1 35 Saya berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain 0,0 0,0 25,3 74,7 36 Saya sering mendamaikan teman yang sedang bermusuhan 0,0 22,2 59,6 18,2 37 Saya berupaya memahami orang lain 0,0 1,0 42,4 56,6 38 Saya biasa berbagi makanan dengan teman saya 1,0 2,0 44,4 52,5 39 Ketika teman membutuhkan bantuan, saya siap membantunnya 0,0 1,0 47,5 51,5 40 Saya selalu menjaga perasaan teman 0,0 3,0 40,4 56,6 41 Saya akan sangat merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain 0,0 2,0 35,4 62,6 42 Saya termasuk orang yang sulit untuk memulai pembicaraan

dengan orang yang baru saya kenal* 14,1 36,4 27,3 22,2 43 Saya adalah orang yang sulit meminta maaf* 30,3 43,4 21,2 5,1 Keterangan: 1=tidak pernah, 2=jarang/hampir tidak pernah, 3=pernah, 4=sering

(17)

Pada Tabel 24 lebih dari separuh responden mengaku sering mendengarkan keluh kesah teman (70,7%), berusaha membantu teman yang sedang mengalami kesulitan (64,6%), menyapa ketika bertemu dengan orang yang dikenal ketika di jalan (68,7%), sangat merasa bersalah jika menyakiti hati orang lain (62,6%), dan mengaku berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain (74,7%). Sebanyak 49,5 persen responden mengaku tidak menyadari ketika temannya mengalami kesulitan. Namun Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 5 menunjukkan anak bungsu (48,5%) jarang untuk tidak menyadari apabila ada teman yang sedang kesulitan. Anak tengah mengaku sering merasa sendiri di tengah kerumunan orang (45,4%). Selebihnya sebaran jawaban berdasarkan urutan kelahiran memiliki angka yang relatif sama.

Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan capaian fasilitas sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian fasilitas sosial

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<60%) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (60%-80%) 15 45,5 16 48,5 23 69,7 54 54,5 Tinggi (>80%) 18 54,5 17 51,5 10 30,3 45 45,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 75,3±6,9 74,3±7,8 70,9±6,4 73,5±7,2 p-value 0,037

Lebih dari separuh (54,5%) responden memiliki capaian fasilitas sosial yang cukup, begitu juga dengan anak bungsu (69,7%), sedangkan pada anak sulung (54,5%) dan anak tengah (51,5%) memiliki fasilitas sosial yang tinggi. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada capaian fasilitas sosial anak sulung lebih tinggi daripada responden anak bungsu.

Kecerdasan Sosial

Salah satu penelitian Johnson dan Medinnus (1976) dalam Hurlock (1997) yang meneliti tentang urutan kelahiran dapat memengaruhi perkembangan kepribadian serta pola tingkah laku seseorang, sehingga dalam hal ini diperkirakan juga bahwa urutan kelahiran seseorang dalam keluarga ikut mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang khususnya pada remaja.

(18)

Tabel 26 Sebaran responden berdasarkan capaian kecerdasan sosial dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Kategori kecerdasan sosial

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<60%) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (60%-80%) 13 39,4 17 51,5 25 75,7 55 55,6 Tinggi (>80%) 20 60,6 16 48,5 8 24,2 44 44,4 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 139,3±10,8 138,5±12,4 133,9±10,7 137,2±11,5 P-value 0,115

Lebih dari separuh responden memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup (55,6%). Persentase terbesar dari masing-masing urutan kelahiran pun memiliki kecerdasan sosial pada kategori cukup, kecuali pada anak sulung (60,6%) memiliki capaian kecerdasan sosial yang tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian kecerdasan sosial pada urutan kelahiran antara anak sulung tengah dan bungsu (p>0,05).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecerdasan Sosial

Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 5 menunjukkan bahwa urutan kelahiran berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial pada taraf 0,10 dengan koefisien korelasi 0,194. Hal ini menunjukkan bahwa anak sulung memiliki kecerdasan sosial yang lebih tinggi. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa jumlah teman sebaya di kelas (r=0,184, p<0,10), di asrama (r=0,198, p<0,05), dan di tempat lain (r=0,276, p<0,01) berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial. Maka, semakin banyak jumlah teman sebaya di kelas, di asrama, maupun di kelas maka akan semakin tinggi kecerdasan sosial mahasiswi TPB-IPB. Selain itu kualitas hubungan teman sebaya berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan sosial pada taraf 0,10 dengan koefisien korelasi 0,196. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas teman sebaya maka akan semakin tinggi pula kecerdasan sosial responden.

Tabel 27 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecerdasan sosial Variabel Kecerdasan sosial (r)

Urutan kelahiran 0,194 *

Jumlah teman sebaya di kelas 0,184 *

Jumlah teman sebaya di asrama 0,198 **

Jumlah teman sebaya di tempat lain 0,273 ***

Kualitas hubungan teman sebaya 0,196 *

Keterangan : *Signifikan pada selang kepercayaan 90% ** Signifikan pada selang kepercayaan 95% *** Signifikan pada selang kepercayaan 99%

(19)

Pembahasan Umum

Calhoun dan Acocella (1990) mengungkapkan bahwa setiap manusia dipengaruhi oleh manusia lain. Hasil penelitian menunjukkan kecerdasan sosial berhubungan dengan urutan kelahiran. Hal ini diperkuat dengan pendapat Adler dalam Hjelle dan Ziegler (1992) yang mengemukakan bahwa urutan kelahiran anak dalam keluarga sangat penting dan berpengaruh besar. Meskipun anak-anak memiliki orang tua yang sama dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki aturan hampir sama, namun mereka tidak memiliki lingkungan sosial yang sama atau identik (Hjelle & Ziegler 1992). Hurlock (1997) mengungkapkan selain kepribadian individu dan pola perilaku, urutan kelahiran juga memengaruhi individu tentang peran yang harus dilakukannya. Anak sulung memiliki karakteristik yang bertanggung jawab lebih daripada adik-adiknya. Oleh karena itu biasanya anak sulung berperilaku secara lebih matang karena berhubungan dengan orang dewasa dan karena tanggung jawab yang dipikulnya (Hurlock 1997). Anak tengah menurut Hurlock (1997) mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah yang mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik. Sedangkan anak bungsu biasanya lebih populer, tetapi karena kurangnya keinginan untuk memikul tanggung jawab lebih, maka biasanya jarang menjadi pemimpin (Hurlock 1997).

Jumlah teman sebaya baik di kelas, di asrama, dan di tempat lain juga berhubungan dengan kecerdasan sosial. Seseorang yang memiliki banyak teman biasanya juga memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ghozaly (2011) yang menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki peran yang besar bagi kehidupan di masa yang akan datang. Jumlah teman sebaya yang semakin banyak akan membantu remaja untuk lebih mengasah kecerdasan sosial agar dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya.

Jumlah teman sebaya di tempat lain yang memiliki hubungan paling kuat dengan kecerdasan sosial daripada jumlah teman sebaya di asrama dan di kelas, karena mahasiswi TPB-IPB masih beradaptasi dengan teman sebayanya di kampus. Lama pertemanan dengan kelompok teman sebaya di tempat lain yang lebih lama menyebabkan mahasiswi masih memiliki keterikatan yang kuat dengan teman sebayanya di tempat lain dibandingkan dengan teman sebaya di asrama dan di kelas walaupun frekuensi pertemuannya lebih sedikit dikarenakan aktivitas di kampus yang menyita cukup banyak waktu. Mahasiswi tetap menjaga

(20)

hubungan baik dengan kelompok teman sebaya di tempat lain dengan memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempermudah komunikasi meskipun tidak bertemu secara tatap muka.

Jumlah teman sebaya di asrama yang memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kecerdasan sosial dibandingkan jumlah teman sebaya di kelas dapat dilihat dari rata-rata jumlah teman sebaya di asrama yang lebih banyak. Walaupun memiliki lama usia pertemanan yang hampir sama, yaitu 6-12 bulan, tetapi dari sisi frekuensi pertemuan, kelompok teman sebaya di asrama lebih tinggi dibandingkan kelompok teman sebaya di kelas. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan di asrama secara tidak langsung membangun kebersamaan serta dapat memperluas jaringan dengan teman-teman yang ada di asrama. Interaksi yang dilakukan dengan teman sebaya di asrama pun lebih berkualitas dibandingkan kelompok teman sebaya di kelas. Asrama dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi mahasiswi, karena sebagian besar mahasiswi berasal dari luar Jabodetabek dan mereka tinggal, beraktivitas serta menghabiskan sebagian besar waktunya di asrama (di luar perkuliahan dan organisasi).

Jumlah teman sebaya di kelas memiliki hubungan dengan kecerdasan sosial yang tidak begitu erat jika dibandingkan dengan teman sebaya di tempat lain dan di asrama. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan di kelas tidak banyak yang menimbulkan interaksi. Interaksi yang timbul lebih banyak berkenaan dengan tugas-tugas kuliah dan kerja kelompok. Frekuensi pertemuan pun lebih sedikit dibandingkan dengan teman di asrama.

Kualitas teman sebaya berhubungan dengan kecerdasan sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Ghozaly (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara kualitas hubungan teman sebaya dengan kecerdasan sosial. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyebutkan remaja lanjut mulai mengembangkan kemampuan hubungan sosialnya baik dengan teman sebaya maupun dengan orang lain yang berbeda tingkat kematangan sosialnya. Pada masa remaja berkembang sifat conformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, opini, nilai, kebiasaan, dan kegemaran kelompok teman sebaya. Hal ini akan berdampak besar bagi kepribadian remaja apabila kelompok teman sebaya yang diikutinya menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan (Yusuf 2011).

Cronbach dalam Gunarsa dan Gunarsa (2003) menyebutkan bahwa remaja akan berusaha untuk mencapai sifat-sifat kelompok tersebut sehingga timbul

(21)

perasaan menjadi bagian dari kelompok. Remaja yang ditolak oleh teman sebaya cenderung memiliki masalah penyesuaian diri terbesar (Papalia et al. 2008). Hurlock (1997) berpendapat apabila remaja mendapatkan dukungan dari kelompok teman sebaya, maka akan memperluas kesempatan remaja untuk mempelajari pola perilaku sosial yang lebih matang. Hasil penelitan menunjukkan mahasiswi menjadi lebih ekspresif dan bisa menjadi lebih mandiri sejak memiliki kelompok teman sebaya, dan kelompok teman sebaya mendukung prestasi akademik. Mahasiswi juga menjadi lebih toleran terhadap pendapat yang berbeda dan mau berteman dengan siapa saja tanpa memandang suku, ras, agama, status ekonomi, dan lain-lain. Papalia et al.(2008) menyebutkan bahwa pertemanan dengan teman sebaya pada remaja menjadi lebih resiprokal. Pertemanan yang baik akan memicu penyesuaian sosial yang pada gilirannya akan mendorong pertemanan yang baik. Kepercayaan terhadap teman membantu remaja untuk mengenal identitas diri. Lingkungan pertemanan memberikan tempat untuk mengemukakan pendapat, pengakuan kelemahan, dan mendapatkan bantuan dari masalah.

Strategi koping tidak berhubungan dengan kecerdasan sosial. Smet (1994) mengungkapkan bahwa tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stres. Tidak ada strategi koping yang paling berhasil. Strategi koping yang paling efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi. Mencari keberhasilan koping yang paling baik lebih rumit daripada menggabungkan strategi koping yang sesuai dengan ciri masing-masing kejadian yang penuh stres. Strategi koping yang rata-rata diterapkan oleh mahasiswi adalah bersyukur dengan apa dimiliki dan berdoa kepada Tuhan ketika sedang dilanda stress. Menurut Hurlock (1997) remaja memiliki beberapa minat seperti minat sosial, minat rekreasi, minat pada agama, dan lain-lain. Minat-minat ini merupakan bagian strategi koping mahasiswi ketika menghadapi permasalahan, seperti melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman dan lebih memilih pergi berjalan-jalan bersama teman untuk membantu menghadapi masalah.

Strategi koping berbeda nyata dengan urutan kelahiran, dimana strategi koping anak sulung lebih baik daripada strategi koping anak tengah. Hal ini dapat disebabkan oleh besar keluarga anak tengah yang lebih besar daripada anak sulung maupun bungsu. Menurut Hurlock (1990) semakin besar jumlah keluarga maka akan semakin kompleks pula sistem interaksi didalamnya. Pembagian

(22)

sumberdaya dan perhatian orang tua pada keluarga besar, keluarga sedang, ataupun keluarga kecil tentu berbeda. Keluarga besar dengan anggota keluarga yang banyak memiliki pembagian yang lebih kecil daripada keluarga kecil dengan asumsi kedua keluarga tersebut memiliki sumberdaya yang sama. Dari item pertanyaan dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswi membangun kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman untuk membantu dalam menghadapi stres. Maka anak sulung dan bungsu dengan rata-rata jumlah keluarga lebih kecil memiliki strategi koping yang lebih baik daripada anak tengah dengan rata-rata jumlah keluarga yang lebih besar karena sumberdaya yang dimiliki anak sulung lebih tinggi dibandingkan anak tengah.

Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini tidak membatasi karakteristik pengelompokkan sosial remaja yang diukur.

2. Penelitian ini tidak mengukur tingkat stress dan penyebab stress secara spesifik.

Gambar

Tabel  9  Sebaran  responden  berdasarkan  pekerjaan  orang  tua  dan  urutan  kelahiran
Tabel  11  Sebaran  responden  berdasarkan  kategori  jumlah  teman  sebaya  dan  urutan kelahiran
Tabel  12  Sebaran  responden  berdasarkan  usia  teman  sebaya  menurut  lokasi  pertemanan dan urutan kelahiran
Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut lokasi  pertemanan dan urutan kelahiran
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan terhadap struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro maupun ukuran butir di daerah weld metal, HAZ, dan base metal sehingga dapat

Nasabah perseorangan, nasabah di sini tidak hanya pihak yang menggunakan jasa bank, tetapi termasuk pula pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan

h) Menu selanjutnya adalah Overview, dimana konfigurasi pada tahap sebelum-sebelumnya akan ditampilkan sebelum paket CMS Joomla di instalasi. Ada hal yang harus diperhatikan

Catatan: penghitungan nilai lihat contoh penilaian halaman lain 3. Tugas peserta didik menemukan dan menuliskan informasi tentang karakteristik bentang alam: pantai, dataran

Konsultan aktif menggali informasi mengenai perkembangan proyek CCDP-IFAD di Kabupaten Yapen, khususnya perkembangan seputar kelompok masyarakat (pokmas) dan

Efisiensi biaya produksi pada biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dengan cara membandingkan antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya yang

Seluruh data dari hasil pengamatan yang dikaitkan dengan Cobit khususnya pada 4 proses DS, maka usulan perbaikan TI dapat diberikan sesuai model standar Cobit.. Hasil

Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi