• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengkajian - FANDI AKHMAD BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengkajian - FANDI AKHMAD BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengkajian

Jumlah penduduk lansia berdasarkan data menurut profil kesehatan puskesmas Padamara tahun 2017 adalah berjumah 5906 orang. Riwayat kesehatan lansiayang memiliki penyakit tidak menular, jumlah kasus stroke di tahun 2017 yang terjaring ada sekitar 5 kasus penyakit stroke. Sebenarnya jumlah kasus stroke masih banyak yang belum terjaring secara menyeluruh, itu karena kebanyakan pasien dengan diagnosa stroke Puskesmas akan langsung merujuk ke rumah sakit. Sehingga perlu ditingkatkan lagi penjaringan dan pendataan pasien-pasien post stroke. Rata-rata penduduk lansia di kecamatan Padamara jika sakit berobat ke sarana pengobatan seperti Bidan desa, PKMD, Puskesmas. Rata-rata tingkat pendidikan lansia di kecamatan padamara bersekolah hingga tingkatan sekolah dasar (SD) sehingga pengetahuan tentang kesehatan sangat kurang.

a. Wawancara b. Riwayat kesehatan c. Pemeriksaan fisik d. Mengumpulkan data 1. Aktivitas/Istirahat

(2)

Tanda : takikardi, dispnea, nyeri, sesak nafas 2. Integritas ego

Gejala : faktor stress lama, masalah keuangan, tak ada harapan Tanda : ansietas, ketakutan, mudah terangsang

3. Makanan

Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna penurunan berat badan.

Tanda : turgor kulit buruk, kulit kering. 4. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : nyeri dada karena batuk berulang Tanda : perilaku distraksi, gelisah

5. Pernafasan

Gejala : batuk, nafas pendek

Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, sputum : hijau, kuning atau bercak darah

6. Interaksi sosial

Gejala : perasaan asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam bertanggung jawab.

B. Diagnosa

1. Gangguan mobilitas fisik (00085) Domain : 4

(3)

Definisi : Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstrimitas secara mandiri dan terarah (NANDA, 2015-2017).

Batasan Karakteristik : Dispnea setelah beraktifitas, gangguan sikap berjalan, gerakan lambat, gerakan spastik, gerakan tidak terkoordinasi, instabilitas postur, kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan rentang gerak, ketidaknyamanan, penurunan kemampuan melakukan motorik halus, penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar, penurunan waktu reaksi. Faktor yang berhubungan : Agen farmaseutikal, ansietas, depresi, disuse, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, gangguan fungsi kognitif, gangguan sensori perseptual, intoleran aktifitas, kaku sendi, keengganan melakukan pergerakan, penurunan kekuatan otot, penurunan massa ototpenurunan ketahanan tubuh.

C. Perencanaan

1. Gangguan mobilitas fisik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

(4)

Keterangan : 1. Sangat berat 2. Berat 3. Cukup 4. Sedang 5. Ringan

Intervensi : Ajarkan pasien ROM, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar secara mandiri, monitor vital sign, kaji tingkat gerak pasien

D. Pelaksanaan

Latihan ROM : melatih gerak bagian tubuh penderita yang mengalami kelemahan, untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian, massa otot dan tonus otot secara lengkap.

E. Evaluasi

Evaluasi yang dapat dilaporkan : Pasien mampu atau mau melakukan aktifitas ROM secara mandiri, pasien termotifasi untuk latihan ROM.

F. Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian

(5)

Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).

Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama. Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi yang sakit melalui rentang gerak penuh.

(6)

pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.

Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

2. Standar Oprasional Prosedure ROM a. Definisi

(7)

Sedangkan potongan transversaladalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah, contohgerakannya supinasi dan pronasi pada tangan, rotasi internal dan eksternal pada lutut, dandorsofleksi dan plantar fleksi pada kaki (potter & perry, 2006).

b. Tujuan

Adapun tujuan dari ROM (Range Of Motion), yaitu :

1) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot

2) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan 3) Mencegah kekakuan pada sendi

4) Merangsangsirkulasidarah

5) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur c. Jenis

Dikenal 2 jenis latihan ROM,yaitu latihan ROM aktif, dan latihan ROM pasif:

1) Latihan ROM Aktif

Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri. Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaandiri klien. 2) Latihan ROM Pasif

(8)

tepat dilakukan dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan range yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan bergerak dandapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat bisa membantunya untuk melakukan latihan (Rhoad &Meeker,2008).Latihan dapat dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran perawat dalam hal ini dimulai dengan melakukan pengkajian untuk menentukan bagian sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi latihan yang diperlukan.

3. Indikasi a. PROM

1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakanaktif akan menghambat proses penyembuhan.

2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total.

b. AROM

(9)

2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendiansepenuhnya, digunakan AROM. 4. Kontraindikasi

Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu prosespenyembuhan cedera. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan

5. Gerakan

a. Fleksi, yaitu gerakan menekuk persendian b. Ekstensi, yaitu gerakan meluruskan persendian c. Abduksi, yaitu gerakanmenjauhi sumbu tubuh d. Adduksi, yaitu gerakanmendekati sumbu tubuh

e. Rotasi, yaitu gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian melingkari aksis tubuh

f.Pronasi, yaitu gerakan memutar ke bawah/ menelungkupkan tangan g. Supinasi, yaitu gerakan memutar ke atas/ menengadahkan tangan h. Inversi, yaitu gerakan ke dalam

i.Eversi, yaitu gerakan ke luar

G. Stroke

1. Pengertian

(10)

mendapatkan pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan menyebabkan gejala stroke (Junaidi, 2011).

Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak (Crowin, 2011).

H. Etiologi

Brunner & Sudart, (2002) menjelaskan stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :

1. Trombosis

2. Embolisme serebral 3. Iskemia

4. Hemoragi serebral

Dari keempat penyebab tersebut menimbulkan masalah yang sama yaitu penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memory, bicara, sensasi atau sesuai pusat mana yang mengalami kerusakan.

(11)

Arterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral dan merupakan penyebab utama terjadinya serangan CVD (stroke). Adanya sumbatan atau oklusi akan menghambat aliran darah ke bagian distal, terjadinya hipoperfusi, hipoksia terganggunya nutrisi selular dan akhirnya menimbulkan infark.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala, pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan ada beberapa awitan yang tidak dapat dibedakan dengan hemoragi intraserbral atau embolisme. Ada beberapa gejala awal yang mendahului seperti kehilangan bicara, hemiplegia, parastesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari (Brunner dan Suddart, 2002).

b. Embolisme Serebral

Penyakit jantung, seperti endokkarditis, infektif, penyakit jantung reumatik, infark miokard serta infeksi pulmonal merupakantempat-tempat yang sering menjadi emboli. Pemasangan katup jantung prostetik juga diduga menjadi penyebab emboli karena setelah pemasangan alat ini terdapat peningkatan insiden.

(12)

Karakteristik emboli serebral adalah awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada klien dengan penyakit jantung atau paru.

c. Iskemia Serebral

Isufisiensi suplai darah ke otak, terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang mensuplai darah ke otak. Manifestasi paling umum adalah srangan iskemik sementara (Cholik, 2007).

d. Hemoragi Serebral

Letak hemoragi dapat di ekstradural atau hemoragi epidural, di bawah durameter, di ruang sub arachnoid, atau di dalam jaringan otak.

Hemoragi subarachnoid, dapat terjadi karena trauma atau hiperteni, penyebab tersering adalah kebocoran anurisma pada area Willisi dan malformasi arteri-vena kongenital. Gejala-gejala pada umumnya mendadak, peningkatan tekanan intra cranial, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala (mungkin hebat), vertigo, kacau mental, stupor sampai koma, gangguan ocular, hemiparesis atau hemiplegi, mual muntah, iritasi meningeal.

(13)

dan penggunaan obat tertentu seperti antikoagulen oral, amfetamin dan berbagai obat aditif juga menjadi penyebab perdarahan intraserebral (Brunner, 2002).

I. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi. Arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.

(14)

J. Gejala Klinis

Biasanya seseorang yang terkena stroke adalah yang mempunyai faktor resiko. Tetapi kadang seseorang tanpa faktor resiko apapun juga dapat mengalami stroke. 4 gejala umum yang paling umum :

1. Kesemutan tiba-tiba di wajah, lengan atau kaki, khususnya jika hanya pada sebagian badan.

2. Tiba-tiba kebingungan, kesulitan bicara (afasia), atau memahami pembicaraan.

(15)

K. Pathway

Faktor-faktor resiko stroke

Arterosklerosis Katup jantung rusak Aneurisma Hipokoagulasi infark miokard malformasi Artesis fibrilasi, endokarditis Arteriovenolus

Trombolis Penyumbatan pembuluh darah Perdarahan Serebral oleh bekuan darah, lemak, udara intraserebral

Pembuluh darah Emboli serebral Perembesan darah ke oklusi dalam parenkim otak

Iskemik jaringan otak STROKE penekanan jaringan otak edema dan kongesti infark, edema, dan herniasi

jaringan sekitar otak

Kehilangan kontrol otot volunter

Hemiplagia dan hemiparesis

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber:Price & Wilaon, 2005) Gambar 2.1

(16)

L. Manifestasi Klinis

Manifestasi klini stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut gejala klinis meliputi :

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul secara mendadak.

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Penurunan kesadaran ( konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma). 4. Afasia ( kesulitan dalam bicara)

5. Disatria ( bicara cadel atau pelo) 6. Gangguan penglihatan, diplopia 7. Ataksia

8. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala (Tarwoto, dkk, 2007).

M. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Jantung

Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus dikerjakan pada semua pasien stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan gangguan jantung akut harus segera ditanggulangi.

2. Pemeriksaan tekanan darah

(17)

3. Pemeriksaan Paru

Pemeriksaan klinis paru dan foto rontgen thorak. 4. Pemeriksaan laboratorium darah

Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, hemoglobin, angka eritrosit, angka leukosit, KED, waktu protombin, fungsi hepar dan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan apabila dicurigai terjadi hipoksia. Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid.

5. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG dilakukan apabila terjadi kejadi kejang, dan kejang pada penderita stroke adalah kontraindikasi pemberian rtPA.

N. Komplikasi

1. Hipotensi 2. Kejang

3. Peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial) 4. Kontraktur

5. Tonus otot abnormal 6. Trombosis vena 7. Malnutrisi 8. Aspirasi

(18)

O. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Umum a. Pada fase akut

1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator.

2) Monitor peningkatan tekanan intrakranial. 3) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah

4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG. 5) Evaluasi status cairan dan elektrolit

6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injury.

7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian makanan.

8) Cegah emboli paru dan trombo plebitis dengan antikoagulan. 9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,

keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervuskranial dan refleks.

b. Fase rehabilitasi

1) Pertahankan nutrisi yang adekuat

2) Program management bladder dan bowel

3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM).

(19)

5) Pertahankan komunikasi yang efektif. 6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 7) Persiapan pasien pulang.

2. Pembedahan

Dilakukan apabila perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritroneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.

a. Terapi obat-obatan

Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke. 1) Stroke Iskemia

• Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant

tissue-plasminogen).

• Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada

aritmia jantung atau alva beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.

2) Stroke Hemoragik

• Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.

• Diuretik : manitol 20%, furosemide

Gambar

Tabel 2.1Gangguan Mobilitas Fisik
Gambar 2.1Faktor-faktor resiko stroke

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan interior ruang kelas SD kelas 1-3 dan 4-6 menghasilkan karakter desain interior yang berbeda karena perbedaan karakter anak pada usia 0-6 tahun, 6-9 tahun yang

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan Judul Analisis Bauran Pemasaran

Dari keseluruhan dapat dilihat bahwa hasil volume yang didapat mendekati nilai set point yang diinginkan meskipun terdapat error rata-rata sebesar 0,08 cm

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Menurut Effendy (2004: 6-7), yang penting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak