• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada - DWI KURNIASIH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada - DWI KURNIASIH BAB II"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada Karangan Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Karangsalam Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara, Tahun Pelajaran 2003-2004 karya Marsinah dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2004 .

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur kohesi dan koherensi yang terdapat pada karangan siswa. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa 87,57% dari seluruh paragraf karangan siswa kelas VI SDN 3 Karangsalam yang diteliti memiliki hubungan yang kohesif. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan, meliputi; referensi, subsitusi, elipsis, dan konjung.0si. Penanda kohesi leksikal ditandai dengan repetisi, sinonim, antonim, hiponim, dan ekuivalensi. Penanda koherensi yang ditemukan meliputi, kausalitas, kontras, aditif, rincian, temporal, perian, posesif dan kronologis.

2. Penelitian dengan judul Kajian Morfologik Nomina Dalam Novel “Sampai Maut Memisahkan Kita” Karya Mira W. Penelitian ini cara pengambilan

datanya dari novel “Sampai Maut Memisahkan Kita” karya Mira W.

(2)

10

B. Kajian Teori 1. Kelas kata

a. Pengertian Kelas Kata

Hadiwidjoyo (1999:56) kelas kata adalah jenis atau golongan kata. Mengenai jenis kata memang dapat sangat memudahkan orang memilih kata yang akan digunakan dalam pengungkapan. Usaha menggolong-golongkan kata dalam bahasa indonesia bukanlah hal yang baru. Setiap pakar bahasa atau para ahli bahasa mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengani jenis kata yang dikelompokan dalam bahasa Indonesia. Sakri (dalam Hadiwidjoyo, 1999:57-58) membedakan delapan golongan kata, terbagi dalam dua gugus, yaitu gugus kata perkara (kata benda, kata cacah, kata kerja, dan kata sifat) dan kata sarana (kata depan, kata tokok, kata hubung, dan kata piah).

b. Kriteria Penggolongan/ Kelas Kata Nomina

Kelas kata dibagi menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata tugas. Dari keempat jenis penggolongan kata tersebut, yang dibahas dalam penelitian adalah kata Benda atau Nomina. Muslich (2008:110), nomina adalah kata dari semua benda dan segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya: tuhan, angin, meja, rumah, batu, mesin dan lain-lain. Disisi lain Alwi, dkk. (2003:213) dari segi semantis nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, meja, kucing, dan kebangsaan adalah nomina. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada nama benda atau yang dibendakan. Misalnya: meja, batu, mesin,

(3)

11

kebangsaan, pemikiran dan kerakyatan. Keraf (1980:65) kata ganti menurut sifat dan fungsinya debedakan atas:

1) Kata Ganti Orang atau Pronomina Personalia

Pronomina adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Bila diperhatikan dengan cermat ata benda yang terdapat dalam kalimat-kalimat biasanya digunakan untuk menggantikan kata ganti orang yang asli, selalu atau biasanya menggantikan kedudukan orang I dan orang II. Jarang terjadi pada orang III. Mudah dipahami, mengingat dalam hubungan percakapan atau percakapan sehari-hari. Orang pertama selalu berusaha untuk menghilangkan kehadiran orang II, terutama bila orang II itu kedudukannya lebih tinggi dari orang I. Pronomina berfungsi sebagai nominal yang menggantikan benda-benda atau orang. Djajasudarma (1993:36) pronomina dalam bahasa indonesia dibedakan menjadi:

a) Pronomina persona I : tunggal : aku, saya;

jamak : kami (ekslusif), kita (inklusif) b) Pronomina persona II : tunggal : engkau, kamu

jamak : kamu sekalian, kalian c) Pronominal persona III : tunggal : ia, dia

jamak : mereka

2) Kata Ganti Empunya atau Pronomina Possessiva

(4)

12

diterangkannya. Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata disebut bentuk enklitis. Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukan fungsi kata ganti orang, bila kata agnti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu kata depan. Contoh:

Bajuku = baju aku Bajumu = baju kamu

Bajunya = baju n + ia dan lain lain

3) Kata Ganti Penunjuk atau Pronomina Demonstrativa

Kata ganti penunjuk adalah kata-kata yang menunjuk dimana terdapat sesuatu benda (Keraf, 1980:68). Dalam Kata yang digunakan untuk penunjukan yaitu sana, sini, situ, di sana, di situ, di sini, ke sana, ke sini, ke situ. Kata sana, sini dan situ

termasuk golongan kata ganti tempat yang jauh dari pembicara dan lawan bicara. Kata

sini menggantikan tempat yang dekat dengan pembicara, dan kata situ menggantikan tempat yang dekat dengan lawan bicara. Di samping itu, juga menggantikan tempat yang tidak begitu jauh dari pembicara dan lawan bicara (Ramlan, 1993:22).

4) Kata Ganti Penghubung atau Pronomina Relativa

Djajasudarma (1993:38) menyatakan pronomina relatif adalah kata agnti yang menghubungkan unsur nomina (pronomina), di dalam bahasa Indonesia. Kata ganti penghubung ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat (Keraf, 1980:68). Kata ganti penghubung dalam bahasa Indonesia yang umum diterima adalah yang. Dalam bahasa Indonesia kata

(5)

13

yang hanya berfungsi sebagai penentu atau penunjuk. Lambat-laun fungsi itu sudah tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih dalam pemakaian sehari-hari Contoh:

Yang buta dipimpin

Yang lumpuh diusung

Ia berkata kepada sekalian yang hadir

Yang besar harus memberi contoh kepada yang kecil

Kata yang sebenarnya terjadi dari kata: ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai penentu. Ia sebenarnya adalah kata ganti orang III tunggal yang juga dipergunakan sebagai penunjuk. Dengan demikian fungsi yang sejak dari awal perkembangannya hingga sekarang dapat diurutkan menjadi tiga. Ketiga tersebut yaitu (i) sebagai penunjuk, (ii) sebagai penentu (penekan) dan, (iii) sebagai penghubung dan pengganti. Selain kata penghubung yang, terdapat lagi satu kata ganti penghubung yang lain, yang menggantikan suatu keterangan atau tempat ialah tempat (Keraf, 1980:69). Contoh:

Rumah tempat kami tinggal

Lemari tempat saya menyimpan buku Sumur tempat saya meninba air

5) Kata Ganti Penanya atau Pronomina Interrogativa

(6)

14

a) Siapa : untuk menanyakan orang atau jabatan, asal (keterangan tentang orang)

b) Apa : menanyakan benda, persitiwa, profesi

c) Mana : untuk menanyakan lokasi, biasanya bergabung dengan preposisi: dimana, ke mana, dari mana.

Kata ganti penanya digunakan untuk bertanya atau menanyakan orang, benda, sifat, keadaan, waktu atau tempat. Selain digunakan sebagai kata ganti penanya. Kata ganti penanya juga dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam penggabungan dengan kata depan (Keraf, 1980:70) antara lain sebagai berikut: mengapa, berapa,

buat apa, dengan siapa, untuk siapa, kepada siapa, dari mana, ke mana. Kata depan

merupakan kata yang menghubungkan kata benda dengan bagian kalimat. Selain itu dari kata-kata tersebut ada pula kata ganti penanya yang lain yang bukan menanyakan orang atau benda tetapi menanyakan keadaan, perintah dan sebagainya: mengapa, berapa, bagaimana, bilamana, kenapa(pengaruh bahasa jawa) dan betapa.

6) Kata Ganti Tak Tentu atau Pronomina Indeterminativa

Keraf (1980:70) Kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau menunjukan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Kata ganti tak tentu ini digunakan untuk menunjukan keadaan. Fungsi kata ganti tak tentu ini untuk memperoleh informasi dengan keadaan yang sebenarnya. Kata ganti ini sering digunakan dalam setiap paragraf untuk menanyakan atau menunjukan suatu keadaan. Keadaan tersebut didapatkan dari perorangan atau lebih.

Masing-masing siapa-siapa seseorang para

(7)

15

Kata barang dalam bahasa Melayu lama masih mempunyai peranan yang cukup penting; dalam bahasa Indonesia tidak terlalu produktif lagi;

Barang siapa melanggar peraturan itu harus ditindak dengan tegas. Barang siapa yang dikerjakannya pasti berhasil.

Berilah aku barang sedikit.

c. Penggolongan Nomina: Orang, Buah, Ekor

Alwi, dkk (2003:282-283) bahasa Indonesia memiliki sekelompok kata yang membagi-bagi nomina maujud dalam kategori tertentu. Mausia, misalnya disertai oleh penggolongan orang, binatang oleh penggolongan ekor, dan surat oleh penggolongan

pucuk. Penggolong seperti itu semata-mata didasarkan pada konvensi masyarakat yang memakai bahasa itu. Manusia dan Binatang memiliki kedudukan khusus dengan adanya pengolongan orang dan ekor. Berikut ini adalah beberapa kata penggolong dalam bahasa Indonesia.

Orang untuk manusia

Ekor untuk binatang

Buah untuk buah-buahan atau hal lain yang ada diluar golongan manusia dan binatang

Batang untuk pohon, rokok, atau barang lain yang berbentuk bulat panjang

Bentuk untuk cincin, gelang, atau barang lain yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan

Bidang untuk tanah, sawah, atau barang lain yang luas dan datar

Belah untuk mata, telinga, atau benda lain yang berpasangan

helai untuk kertas, rambut, kain, atau benda lain yang tipis dan halus

Bilah untuk pisau, pedang, atau benda lain yang tajam

Utas untuk benang, tali, atau benda lain yang kecil dan panjang

Potong untuk baju, celana, atau bagian/potongan suatu barang

Tangkai untuk Bunga, pena, atau benda lain yang bertangkai

Butir untuk kelereng, telur, atau benda lain yang bulat dan kecil

Pucuk untuk surat atau senapan

Carik untuk kertas

Rumpun untuk padi, bambu, atau tumbuhan lain yang berkelompok

Keping untuk uang logam

Biji untuk mata, jagung, kelereng, padi

Kuntum untuk bunga

Patah untuk kata

Laras untuk senapan

(8)

16

d. Subkategorisasi Nomina

Selain digunakan sebagai kata ganti. Nomina dalam jenisnya dibagi menjadi tiga. Ketiga jenis nomina tersebut dikelompokan sesuai dengan jenisnya masing-masing. Kridalaksana (1994:69-70) subkategorisasi nomina dilakukan dengan membedakan tiga macam. Pertama, nomina bernyawa dan tak bernyawa. Kedua, nomina terbilang dan tak terbilang. Ketiga, nomina kolektif dan bukan kolektif. Dibawah ini penjelasan mengenai ketiga subkategorisasi nomina tersebut.

1) Nomina bernyawa dan tak bernyawa

Nomina bernyawa adalah nomina yang menyatakan nama diri. Misalnya

Martha, Savitri, Hermin, Sis, dan sebagainya; nomina untuk kekerabatan, misalnya

nenek, kakek, ibu, bapak, adik; nomina yang menyatakan orang atau yang

diperlalukan seperti orang, misalnya tuan, nyonya, nona. Nomina tak bernyawa adalah nomina nomina yang tidak menyatakan nama diri. Misalnya nama lembaga seperti:

DPR, MPR, UUD. Nama yang menyatakan bahasa seperti: Bahasa Indonesia, Bahasa

Sunda, dan Bahasa Jawa. Menyatakan waktu seperti: Senin, Selasa, Januari, Oktober, 1983, pukul 8, sekarang, dulu, besok, kini. Nama konsep geografis (termasuk tempat), seperti: Bali, Jawa, utara, selatan, hilir, mudik, hulu.

2) Nomina terbilang dan tak terbilang

(9)

17

numeralia seperti udara, kebersihan, kesucian, kemanusiaan. Nomina terbilang jika terdapat dalam kalimat akan dengan mudah dipahami. Nomina tak terbilang jika dalam kalimat penggunaanya tidak dapat terlihat, tapi itu merupakan nomina.

3) Nomina kolektif dan bukan kolektif

Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubsitusikan dengan mereka atau dapat diperinci atas anggota atau atas bagian-bagian. Nomina kolektif dibagi menjadi dua yaitu nomina dasar dan nomina turunan. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar seperti: tentara, puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi-wangian,

tepung-tepungan, minuman. Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya

termasuk nomina bukan kolektif. Di bawah ini adalah contoh nomina kolektif. Asinan cairan hadirin keluarga

Aubade catatan Jemaah kepulauan

(10)

18

sesuai dengan jenisnnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mempermudah mengenai pembagian jenis nomina.

e. Aturan Penggunaan Kata Benda (Nomina)

Secara umum kata benda dapat digunakan sebagai subjek, objek atau keterangan di dalam kalimat. Tetapi secara khusus penggunaannya tergantung dari jenis kata kerja atau kata sifat yang menjadi predikat di dalam kalimat itu (Chaer, 2011:88-90). Nomina tersebut digunakan sesuai dengan tataran kalimat-kalimatnya. Nomina yang digunakan dalam setiap kalimat menduduki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi tersebut bisa berupa fungsi subjek maupun objek. Di bawah ini adalah aturan penggunaan kata benda (nomina).

1) kata benda orang dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Ayah membaca Koran.

- Penyakitnya sudah diperiksa dokter.

(b) sebagai sasaran perbuatan, baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Hasan dimarahi buguru karena sering terlambat.

- Polisi telah menangkap pencuri itu.

(c) sebagai penyerta atau yang berkepentingan dari suatu perbuatan dalam fungsi subjek atau objek.

Contoh: - Adik dibelikan ayah sepasang sepatu baru.

- Pak Hamid membacakan murid-murid cerita baru. 2) Kata benda yang menyatakan „hewan‟ dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Anjing itu menggonggong saya.

- Tanaman kami habis dimakan keong.

(b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Jangan kau pukuli saja kuda itu.

(11)

19

3) kata benda yang menyakan „tumbuhan‟ digunakan sebagai sasaran perbuatan

baik dalam fungsi subjek maupun objek.

Contoh: - Ibu membeli pepaya.

- Kangkung ditanam orang dirawa-rawa

4) kata benda yang menyatakan „alat atau perkakas‟ dapat digunakan: (a) sebagai alat perbuatan dalam fungsi keterangan.

Contoh: - Adik menulis dengan pensil.

- Dengan pisau dikupasnya manga itu.

(b) sebagai „tempat terjadinya perbuatan‟ dalam fungsi keterangan. Contoh: - Kami duduk di kursi.

- Buku-buku itu disimpan ayah di dalam lemari.

5) Kata benda yang menyatakan „benda alam‟ dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku keadaan dalam fungsi subjek. Contoh: - Matahari bersinar dengan terang.

- Kota kami terendam banjir sehari semalam.

(b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Sungai ini akan kami bendung.

- Para ahli akan meneliti pulau itu. (c) sebagai „tempat perbuatan‟ dalam fungsi keterangan.

Contoh: - Penduduk di desa mandi dan mencuci di sungai. - Dia berasal dari desa di kaki Gunung Galunggung.

6) Kata benda yang menyatakan „hal atau peristiwa‟ dapat digunakan sebagai:

(a) sasaran perbuatan dalam fungsi objek maupun subjek.

Contoh : - Polisi terus meneliti kasus kecelakaan lalu lintas itu. - Pengembangan bahasa sedang digiatkan pemerintah

(b) pelaku atau penyebab terjadinya perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

Contoh : - Peraturan baru itu menguntungkan pegawai baru - Kami dirugikan benar oleh pembongkaran itu. 7) Kata benda yang menyatakan „bahan‟ dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku perbuatan keadaan dalam fungsi subjek. Contoh: - Semen ini sudah mengeras.

(12)

20

(b) sebagai sasaran perbuatan keadaan dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Kakak membeli semen dua sak.

- Terigu ini dibeli ibu tadi pagi.

(c) sebagai „bahan perbuatan atau pekerjaan‟ dalam fungsi keterangan. Contoh: - Patung-patung ini terbuat dari semen putih.

- Ayah menambal ember yang bocor itu dengan dempul. 8) Kata benda yang menyatakan „zat‟ dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh: - Air telah menghanyutkan segala isi desa itu.

- Pohon besar itu roboh ditumbang angin. (b) sebagai „sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek.

Contoh: - Semua makhluk hidup memerlukan air.

- Kami ingin menghirup udara segar di daerah itu.

9) Kata benda yang menyatakan nama khas dapat digunakan sebagai tempat berlakunya perbuatan atau kejadian.

Contoh: - Dia dilahirkan di Jakarta.

- Minggu depan kami akan berangkat ke TimorTimur.

10) Kata benda yang menyatakan lembaga atau badan hukum dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek Contoh: - Pemertintah akan melebarkan jalan ini.

- Masalah itu sudah dibahas oleh kabinet.

(b) sebagai sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek.

Contoh: - Perusahaan itu diminta memberi ganti rugi kepada para korban.

- Gubernur telah banyak membantu yayasan itu.

f. Ciri-Ciri Pronomina

(13)

21

1) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat

pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan

dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.

2) Nomina tidak dapat diingkari dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan. Untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata bukan: Ayah saya bukan guru.

3) Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.

g. Nomina Sebagai Pembangun Kesinambungan Topik

(14)

22

h. Nomina sebagai pembangun kohesi dan koherensi

Kohesi dan koherensi merupakan cara untuk membangun kesinambungan topik. Kohesi selalu berhubungan dengan koherensi, sering juga tidak terlihat perbedaan nyata antara kohesi dan koherensi. Alwi dkk (2003:427) berpendapat bahwa Kohesi merupakan hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana. Kohesi dibagi menjadi dua yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002:29). Nomina dalam aspek kohesi dan koherensi berperan sebagai pembangun. Misalnya nomina sebagai kohesi leksikal subsitusi kata gelar dengan

titel. Satuan lingual nomina gelar yang telah disebut digantikan oleh satuan lingual nomina pula yaitu kata titel.

i. Nomina Sebagai pembangun Kohesi Leksikal

(15)

23

j. Nomina Sebagai Pembangun Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan salah satu kohesi dalam aspek keutuhan wacana. Kohesi gramatikal merupakan keterikatan antara bagian-bagian wacana secara gramatikal (Baryadi, 2002:17-18). Kohesi gramatikal mempunyai beberapa tiga macam sub di antaranya yaitu referensi, subsitusi, elipsis. salah satu pendukung kohesi gramatikal yaitu nomina. Nomina dalam hal ini berperan sebagai pembangun kohesi gramatikal. Pembangun nomina tersebut terdapat pada antar kalimat. Sebagai contoh Jika terdapat sebuah nomina dalam paragraf yang di dalamnya mengandung aspek gramatikal maka nomina tersebut sebagai pembangun. Pembangun nomina dalam kohesi gramatikal tersebut bisa berupa referensi yang berkaitan dengan kata ganti. Mulyana (2005:18) Kata ganti dapat berupa kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga. kata ganti orang (pronomina persona) pertama, yakni (saya, aku), kata ganti orang kedua (kamu, engkau, anda, kalian), dan kata ganti orang ketiga (dia, mereka).

2. Pengertian Wacana

Istilah “wacana” berasal dari bahasa sanskerta wac/wak/vak, artinya „berkata‟,

„berucap‟ Douglas (dalam Mulyana, 2005:3). Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna „membedakan‟ (nominalisasi). Jadi, kata

wacana dapat diartikan sebagai „perkataan‟ atau „tuturan‟. Kata wacana berasal dari vacana “bacaan” dalam bahasa sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, wacana atau wacana atau “wicara,

kata, ucapan”. Kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu kemudian diserap ke dalam

(16)

24

Chaer (2007:267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wacana adalah perkataan atau tuturan yang merupakan satuan bahasa yang lengkap dan tertinggi. Contoh:

(2) Dilarang merokok

Contoh kalimat (2) di atas berisi wacana “Dilarang merokok”. Wacana di atas bisa terdapat di SPBU dan Bus efisiensi. Jika wacana dilarang merokok terdapat pada area SPBU, itu menandakan pada semua orang yang berada di area tersebut untuk tidak merokok karena bisa menyebabkan kebakaran. Sebaliknya jika wacana tersebut berada di Bus efisiensi maka asap rokok yang berada di Bus tersebut akan mengkristal karena terkena pendingin ruangan (AC). Pengkristalan tersebut akan menyebabkan gangguan pernafasan pada penumpang.

3. Pengertian Paragraf

(17)

25

dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kalimat meskipun ada juga yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat yang sering hanya berupa kata terima kasih. Paragraf dapat dijelaskan sebagai bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan suatu informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Disisi lain, sakri (1992:1) menyatakan paragraf disebut juga sebagai alinea. Kata paragraf diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata Inggris paragraph, sedangkan kata alinea berasal dari bahasa Belanda dengan ejaan yang sama. Kata Belanda itu berasal dari kata latin

a linea, yang berarti „mulai dari baris baru‟. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan paragraf adalah kumpulan dari sejumlah kalimat yang saling berkaitan satu sama lain untuk mengungkapkan suatu informasi dengan satu ide pokok sebagai pengendali, jika kalimat-kalimat tidak saling berkaitan, maka pembaca akan sulit memahami isi atau informasi paragraf tersebut.

4. Macam-Macam paragraf

Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga. Paragraf tersebut yaitu paragraf pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah, 1995:145-146). Paragraf pembuka, penghubung, dan penutup mempunyai fungsi tersendiri. Fungsinya yaitu untuk memperoleh paragraf yang baik dalam merangkaikannya. Paragraf tersebut dibangun berdasarkan kalimat-kalimat. Menurut Keraf (2004:71-74) berdasarkan sifat dan tujuannya, alinea-alinea dapat dibedakan atas:

a. Paragraf Pembuka

(18)

26

perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan dikaruniakan. Paragraf pembuka ini jangan terlalu panjang supaya tidak membosankan. Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan tentang tujuan dari penulisan itu (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:71) berpendapat bahwa alinea pembuka merupakan alinea yang digunakan untuk mrmbuka atau menghantarkan karangan itu, atau menghantarkan pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Dalam alinea pembuka harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yang akan segera diuraikan. Kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa paragraf pembuka dan aliena pembuka yaitu sama, bahwa sebelum menulis sebuah paragraf harus mempunyai pokok bahasan supaya pembaca mengerti isi dari makna paragraf tersebut.

b. Paragraf Penghubung

(19)

27

akan kemukakan, persolan tersebut ditulis dengan pertanyaan sehingga memperoleh suatu paragaf yang saling berhubungan.

c. Paragraf Penutup

Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak boleh terlalu panjang (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:73) alinea penutup adalah alinea yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain alinea ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam alinea-alinea penghubung. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa paragraf penutup dan alinea penutup mempunyai arti yang sama yaitu paragraf atau alinea yang mengakhiri sebuah kalimat yang di dalamnya berisi rincian-rincian kalimat yang akhirnya sampai pada kesimpulan.

5. Syarat Paragraf Yang Baik

(20)

28

a. Kesatuan

Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan (Akhadiah, 1999:148). Sementara Sakri (1992:2) mengemukakan bahwa kesatuan artinya seluruh uraiannya terpusat pada satu gagasan saja. Dari pendapat di atas terbukti bahwa paragraf harus mempunyai kesatuan supaya mempunyai keruntutan dan tidak terlepas dari topik yang dibicarakan.

Contoh:

(3) Setiap Negara pada dasarnya harus mampu menghidupi keluarganya sendiri dari kondisi, posisi, dan potensi wilayahnya masing-masing. Tetapi tidak setiap wilayah kondisinya memungkinkan, posisinya menguntungkan, atau mempunyai potensi yang cukup untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat yang bermukim di wilayah itu, sehingga harus mencukupinya dari tempat lain yang hampir selalu menyangkut kepentingan negara lain. Untuk itu dibinalah hubungan internasional yang memungkinkan terbukanya peluang bagi setiap negara untuk mencukupi kebutuhannya dari negara lain melalui jalan damai. Namun, untuk mencukupi kebutuhan ini tidak jarang pula ditempuh jalan kekerasan. Oleh sebab itu, masalah utama setiap negara selain meningkatkan kesejahteraan negaranya, juga mempertahankan eksistensinya yang meliputi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan bangsa, dan keutuhan wilayahnya.

b. Kepaduan

Syarat paragraf yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau

(21)

masing-29

masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat (Akhadiah, 1999:150). Pendapat lain juga diungkapkan oleh Sakri (1992:2) bahwa paragraf harus mempunyai kesetalian, artinya kalimat di dalamnya berhubungan sesamanya dengan bermakna bagi pembaca. Dengan diperolehnya kalimat-kalimat yang saling berhubungan maka pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena loncatan pikiran yang membingungkan.

Contoh:

(4) Pengajaran bahasa sebagai proses belajar-mengajar di dalam lingkungan lembaga kependidikan formal, memiliki tiga peranan pokok yang berhubungan dengan pembinaan bahasa. Pertama, pengajaran bahasa merupakan proses yang memungkinkan pelajar memiliki kegairahan dan keterampilan menggunakan bahasa yang diajarkan. Kedua, pengajaran bahasa merupakan jalur penyebarluasan penggunaan bahasa dan sarana peningkatan mutu penggunaan bahasa yang diajarkan, tertutama dikalangan generasi muda. Ketiga, pengajaran bahasa merupakan salah satu jalur yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi pembinaan dan pengembangan bahasa dan sumber data tambahan bagi pembinaan dan pengembangan bahasa selanjutnya.

c. Kelengkapan

(22)

30

paragraf harus memiliki isi yang memadai yakni memiliki sejumlah rincian yang terpilih dengan patut sebagai pendukung gagasan utama paragraf. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf yang mengandung kelengkapan merupakan paragraf yang seluruh kalimat-kalimatnya mempunyai keselarasan untuk mendukung gagasan utama paragraf dan kejelasan topik. Paragraf yang mempunyai keselarasan maka pembaca mampu memahami isi paragraf tersebut.

Contoh:

(5) Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut, seperti halnya penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak ada penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis makhluk laut tertentu, tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Laut Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana dana diperoleh untuk melindungi semuanya ini?

6. Topik dan Kesinambungan Topik

Topik berasal dari bahasa Yunani topoi, yang artinya „tempat‟. Secara

(23)

kalimat-31

kalimat sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan kesinambungan topik. Dengan begitu yang dimaksud dengan kesinambungan topik adalah keterkaitan antara topik kalimat satu dengan topik kalimat yang lainnya dalam rangka mempertahanka topik utama paragraf. Tentang kesinambungan topik, itu dapat diuraikan terkait dengan penelitian ini, berikut ini diuraikan.

a. Cara Menciptakan Kesinambungan Topik

Cara menciptakan kesinambungan topik yaitu ada empat cara. Pertama kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina, pronomina sebagai konstituen yang terganti bersifat koreferensial, yaitu memiliki referen yang sama (Baryadi, 2002:63). Kedua yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan. Ketiga yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan ekuivalensi leksikal yaitu menulis kembali ungkapan yang dinilai sama. Keempat yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan pelesapan, yaitu melesapkan topik yang sudah disebut. Pelesapan menimbulkan konsituen zero (Ø), suatu konstituen yang tidak terwujud secara formatif, tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah disebut (Baryadi, 2002:63).

1) Kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina

(24)

32

siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Pronomina yang digunakan sebagai kata ganti orang atau partisipan wacana secara berganti-ganti pada sebuah wacana. Partisipan itu sebagai pembicara (persona pertama), pendengar (persona kedua), atau yang dibicarakan (persona ketiga). Kesinambungan topik yang diciptakan dengan pronomina untuk memperoleh suatu paragraf yang mempunyai keterkaitan antara topik satu dengan lainnya.

Contoh:

(6) Liliani mulai melibatkan diri ke dalam narkotika sejak masih duduk dikelas terakhir sekolah dasar. Sejak ia mulai meningkat remaja, tekanan batin yang dialaminya semakin terasa menyiksa. Dia dianggap tidak ada, diacuhkan, diajak bicarapun tidak, bahkan dimarahi pun tak pernah dia rasakan, apalagi sampai pukul.

Pada contoh paragraf (6) di atas tampak bahwa kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina. Paragraf tersebut, diciptakan dengan pronomina karena pada paragraf di atas terdapat kata liliani yang digantikan menjadi ia, dia, dan nya

yang menunjuk pada liliani. Kata liliani yang terdapat pada kalimat pertama. Ia, dia,

dan nya terdapat pada kalimat kedua dan ketiga. Dari penggunaan pronomina yang terdapat pada paragraf di atas akan memperoleh kesinambungan topik.

2) Kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan kata

(25)

33

Baryadi, Ramlan (1993:30) ialah adanya unsur pengulang yang mengulang unsur yang terdapat pada kalimat di depannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi atau pengulangan adalah pengulangan antarkalimat yang sudah disebutkan sebelumnya. Pengulangan tersebut digunakan untuk memperoleh suatu kesinambungan topik dalam paragraf.

Contoh:

(7) Latihan adalah salah satu aspek human capital. Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan di luar pekerjaan umumnya bersifat formal. Latihan yang dilakukan di luar pekerjaan dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai baik secara horizontal maupun vertical.

Pada contoh paragraf (7) di atas topik pada kalimat pertama diulang pada kalimat-kalimat berikutnya. Dalam contoh yang demikian kesinambungannya diciptakan dengan pengulangan. Kata yang diulang pada kalimat-kalimat di atas adalah kata Latihan yang terdapat pada kalimat pertama, kedua, dan ketiga. Pengulangan tersebut terletak pada awal kalimat disetiap kalimatnya. Pengulangan tersebut termasuk dalam pengulangan anafora yaitu pengulangan kata atau frasa pertama pada kalimat berikutnya yang terdapat pada kata latihan.

3) Kesinambungan topik diciptakan dengan ekuvalensi leksikal

(26)

34

sebuah paragraf. Kesinambungan topik yang diciptakan dengan ekuivalensi leksikal untuk memperoleh suatu paragraf yang didalamnya terdapat kata yang memiliki kesepadanan yang sama sehingga memperoleh suatu paragraf yang mempunyai kepaduan atau kesinambungan.

Contoh:

(8) Rudyard Joseph Kipling lahir dari orang tua berkebangsaan Inggris di Bombay, india, 3 Desember 1865. Selama lima tahun yang dihabiskan Kipling muda bersama orang tuanya, dua pengaruh menonjol sebagai pembentuk karirnya yang menyeluruh. Dari ayahnya Jhon Lockwood Kipling, seniman dan guru seni. Rudyard tak ragukan lagi menerima kehalusan perasaan dan minatnya dalam seni. Dari “ayah-ayah” penduduk asli yang merawati ia dan adiknya, Kipling muda memperoleh minatnya yang kekal pada negeri kelahirannya.

Pada contoh paragraf (8) di atas, terdapat cara menciptakan kesinambungan topik dengan ekuvalensi kelsikal. Pada paragraf pertama berhubungan dengan paragraf kedua, ketiga dan keempat. Topik pada kalimat pertama disebut dengan konstituen yang secara leksikal berekuivalen pada kalimat selanjutnya. Konstituen

Rudyard Joseph Kipling secara leksikal berekuivalen dengan Kipling muda pada kalimat kedua dan keempat serta Rudyard pada kalimat ketiga. Ketiga kata tersebut, memiliki nilai kebenaran yang sama satu dengan yang lain sehingga saling menggantikan.

4) Kesinambungan topik diciptakan dengan pelesapan

(27)

35

karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah disebut. Sementara Ramlan (1993:24) yang dimaksud dengan pelesapan ialah adanya unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat pada kalimat berikutnya. Dari kedua pendapat di atas disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelesapan adalah makna yang dinyatakan tersurat atau konstituen zero yang terletak pada kalimat berikutnya. Kesinambungan topik yang diciptakan dengan pelesapan akan tercipta makna yang tersurat. Tetapi dengan makna yang tersurat itu akan menjadikan paragraf yang berkesinambungan karena satu sama lain saling berkaitan. Pelesapan ini adalah pelesapan yang berbentuk nomina.

Contoh)

(9) ROAST BEEF Bahan:

i. 11/4 daging has dalam

ii. 1,4 kg lemak sapi yang dipotong kecil-kecil iii. 250 gram mentega/margarin

Cara pembuatannya:

a. Daging dikeringkan dengan kertas, kemudian bungkus Ø dengan daun papaya

b. Bubuhi Ø dengan garam agar bisa lunak c. Diamkan Ø semalam di lemari es

d. Lelehkan lemak sapi dalam penggorengan, lalu masukkan daging ke dalamnya

e. Jangan Ø dibolak balik dahulu, biarkan Ø sampai berwarna kecoklat-coklatan

f. Setelah itu angkatlan Ø

(28)

36

tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah disebut. Kata yang dilesapkan pada paragraf tersebut yaitu kata daging.

7. Kesinambungan Topik

Kesinambungan topik dapat diciptakan dengan pronomina, pengulangan kata, ekuivalensi leksikal dan pelepasan. Di atas sudah dijelaskan bagaimana cara menciptakan kesinambungan topik dengan pronomina, pengulangan kata, ekuivalensi leksikal, dan pelesapan. Keempat cara tersebut untuk memperoleh suatu topik dalam paragraf atau wacana yang berkesinambungan. Selain kesinambungan topik dapat diciptakan dengan empat cara. Kesinambungan topik juga berkaitan dengan kohesi dan koherensi. Tanpa kohesi dan koherensi wacana tersebut tidak berkesinambungan, karena dalam wacana harus dibangun unsur kohesi dan koherensi sebagai aspek keutuhan wacana. Kohesi dan koherensi merupakan penghubung bentuk dan makna bagian-bagian wacana sehingga membentuk wacana yang utuh (Baryadi, 2002:39). Di bawah ini adalah penjelasan dari kohesi dan koherensi.

8. Kohesi

(29)

37

yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif suatu unsur dalam wacana dapat diinterpretasikan. Alwi, dkk. (2003: 427) kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana. Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kohesi adalah kepaduan bentuk dalam sebuah kalimat-kalimat yang bersifat kohesif, artinya kalimat-kalimat yang disusun mempunyai keterkaitan satu sama lain sehingga membentuk suatu wacana yang padu.

Unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antar bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi gramatikal merupakan keterkaitan antara bagian-bagian wacana secara gramatikal. Unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi), substitution (subsitusi), ellipsis (elipsis), dan conjuction (konjungsi). Unsur kohesi leksikal terdiri atas sinonim (persamaan), antonim (lawan kata), hiponim (hubungan bagian atas isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (Mulyana, 2005:27-29).

a. Kohesi Gramatikal

(30)

38

secara gramatikal. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kohesi gramatikal adalah bagian dari kohesi untuk memperoleh suatu aspek keutuhan wacana atau keterkaitan secara gramatikal. Kohesi gramatikal dibagi menjadi tiga. Ketiga kohesi gramatikal tersebut yaitu referensi (penunjukan/ pengacuan), subsitusi (penyulihan) dan, elipsis (pelesapan). Piranti kohesi gramatikal digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat (Rani, 2004:97).

1) Referensi (penunjukan)

Referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (Ramlan dalam Mulyana, 2005:27). Referensi merupakan perilaku pembicara atau penulis. Jadi yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud oleh pembicara dalam ujarannya itu. Terkaan itu hanya bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah (Hamid Hasan Lubis, 1993:29). Baryadi (2002:18) berpendapat bahwa referensi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau mengikutinya. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan referensi (penunjukan) adalah bagian dari kohesi gramatikal sebagai penunjukan kelompok kata.

(31)

39

Referensi endoforik terbagi dalam dua pola, yaitu anafora dan katafora. Referensi eksoforik adalah interpretasi terhadap kata yang terletak diluar teks yaitu pada konteks situasi. Referensi ini membawa kita keluar teks, seperti, misalnya, tampak pada bentuk demonstratif itu di dalam kalimat itu bukan saya. Referensi yang eksoforik tidak berfungsi kohesif karena tidak memadukan dua elemen bersama-sama ke dalam teks. Ia mengacu kepada lingkungan, konteks situasi, yang menjadi lokasi berlangsungnya suatu percakapan. Sebagai pengacuan yang situasional, eksoforik tidak sama arti dengan referensial. Satuan-satuan leksikal memiliki arti referensial jika satuan satuan itu menamai sesuatu, entah objek, kelas objek, objek, proses, dan sebagainya. Sebaliknya, sebuah satuan eksoforik tidak menamai sesuatu, ia Cuma menandai bahwa pengacuan mesti dilakukan kepada konteks situasi (Kris Budiman, 1999:29).

(32)

40

a) Referensi persona (Kata Ganti)

Menurut Rani (2004: 100) referensi persona adalah diektis yang mengacu pada orang secara berganti-ganti. Kata ganti meliputi kata ganti diri I tunggal (saya, aku), kata ganti diri I jamak (kami, kita), kata ganti diri II tunggal (kamu, engkau, anda), kata ganti diri II jamak (kalian, kamu sekalian), kata ganti diri III tunggal (dia, ia, beliau), kata ganti diri III jamak (mereka). Disisi lain Alwi (2003:249) pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina itu, ada yang mengacu pada jumlah satu atau lebih dari satu. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa referensi persona adalah kata ganti yang menunjuk pada kata ganti pertama, kata ganti orang kedua, kata ganti orang ketiga. Contoh:

(10) Saya melihat bebek-bebek parjan berada di parit yang menuju ke sawah. Mereka berebutan ikan-ikan kecil dan cacing. Saya sangat senang melihat pemandangan itu (Esti, 2004: 4).

Contoh paragraf (10) di atas terdapat frasa bebek bebek parjan. Paragraf di atas menyatakan jumlah nomina lebih dari satu. Frasa bebek-bebek parjan digantikan menjadi kata mereka pada kalimat kedua. Dari contoh paragraf hubungan keduanya saling menggantikan tanpa menyulitkan hubungan antarkalimat. Hubungan itu diciptakan untuk memperoleh makna yang lain tapi acuannya tetap sama.

(33)

41

Rani (2004:102) referensi demonstratif merupakan kata deiktis yang dipakai untuk menunjuk (menggantikan) nomina. Lycos (dalam Rani, 2004:102) menjelaskan bahwa pronomina demonstratif, seperti juga dalam pronomina persona terdapat komponen ketertentuan, yaitu yang ini dan yang itu. Selain itu, dalam pronomina demonstratif tedapat juga komponen berjarak dan tidak berjarak dalam hal demonstratif, baik menuju sesuatu yang dekat maupun yang jauh. Mulyana (2005:18) bahwa referensi demonstratif ialah kata ganti penunjuk: ini, itu, di sana, di situ. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa referensi demonstratif adalah kata ganti yang digunakan sebagai penunjukan. Referensi demonstratif dibedakan menjadi dua, yaitu pengacuan demonstratif tempat dan pengacuan demonstratif waktu. Referensi demonstratif yang menyatakn tempat yaitu ini, itu, di sana, di sini, dan ke sana. Referensi demonstratif yang menyakatan waktu yaitu, setiap dan saat. Contoh:

(11) Jauh di seberang sana, saya lihat pegunungan dari timur ke barat. Benar-benar amat menyenangkan bila saya berada di sawah mengantar makanan dan minuman para pekerja (Esti, 2003).

Contoh paragraf (11) di atas penggunaan kohesi gramatikal referensi demonstratif dengan kata sana. Kata sana pada kalimat di atas mengacu pada tempat yang jauh dari pembicara. Dengan kata lain Esti berada di sawah yang jauh dari pegunungan Serayu ketika menuturkan kalimat itu. Kata sana yang terdapat pada kalimat pertama, dan kata di sawah yang terdapat pada kalimat kedua. Kedua kata tersebut merupakan pengganti untuk menunjukan tempat.

(34)

42

Referensi komparatif ialah deiktis yang menjadi bandingan bagi antesedennya. Kata yang termasuk katagori referensi demonstratif antara lain: sama, persis, identik, serupa, segitu, selain, berbeda, dan sebagainya (Rani, 2004:104). Disisi lain Mulyana (2005:18) referensi komparatif merupakan penggunaan kata yang bernuansa perbandingan. Sumarlam (2003:27) referensi komparatif (perbandingan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan. Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan referensi komparatif adalah bagian dari kohesi gramatikal yang digunakan untuk menunjukan perbandingan. Contoh:

(12) Ibu bangun pagi-pagi sekali. Setelah melakukan shalat subuh, ibu segera memasukan tempe yang telah jadi ke dalam karung plastic untuk dibawa ke pasar. Tidak berbeda dengan ibu yang bekerja sangat keras, saya menyiapkan makan pagi setelah sembayang. Aku telah terbiasa melakukannya sejak aku kelas lima (Priatin, 2003: 1).

Contoh paragraf (12) di atas terdapat pengacuan komparatif. Pengacuan komparatif ialah deiktis yang menjadi bandingan bagi antesedennya. Pengacuan komparatif tersebut terletak pada frasa tidak berbeda dengan pada kalimat kedua. Kata tidak berbeda dengan pada paragraf tersebut membandingkaan antara aktivitas Sang Ibu dengan Puji Priatin yang harus bekerja keras. Frasa tersebut merupakan frasa yang digunakan untuk membandingkan isi paragraf tersebut.

(35)

43

Subsitusi adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk lain yang lebih besar dari pada kata, seperti frase atau klausa Halliday, Hasan dan Quirk (dalam Rani, 2004:105). Subsitusi merupakan hubungan leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada level tata bahasa dan kosakata; dengan alat penyulihnya berupa kata, frase, atau kalusa yang maknanya berbeda dari unsur subsitusinya. Secara umum, pengganntian itu dapat berupa kata ganti orang, tempat dan sesuatu hal. Kridalaksana (dalam Tarigan, 2009:96) yang dimaksud dengan subsitusi yaitu proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu. Disisi lain, subsitusi (penyulihan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian kata/frasa tertentu (yang telah disebut) dengan kata/frasa lain dalam paragraf untuk memperoleh unsur pembeda (Tugiati, 2004:46). Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan subsitusi adalah penggantian unsur lain untuk memperoleh unsur pembeda tetapi acuannya tetap sama.

Di bawah ini contoh dari subsitusi:

(13) Setelah empat lima kali mendatangi desa, akhirnya dr. Rien merasa diterima oleh masyarakat setempat. Ia pun mulai berani sedikit-sedikit berbicara tentang kesehatan, kebersihan, dan keluarga berencana.

(36)

44

(13) berfungsi sebagi penanda hubungan penggantian, menggantikan dr. Rudi yang tercantum pada kalimat (2). Walaupun penggunaan subsitusi di atas menggunakan kata dan frasa tetapi keduanya saling berkesinambungan tanpa menyulitkan bacaan paragraf tersebut.

3) Elipsis (pelesapan)

Elipsis adalah adanya unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat pada kalimat berikutnya. Sekalipun tidak dinyatakan secara tersurat, kehadiran unsur kalimat itu dapat diperkirakan (Ramlan, 1993:24). Chaer (2007:270) Elipsis yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan elipsis, karena tidak diulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung atau kalimat di dalam wacana itu. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Tujuan pemakaian elipsis ini, salah satunya yang terpenting, ialah untuk mendapatkan kepraktisan bahasa, yaitu agar bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat, padat dan mudah dimengerti dengan cepat (Mulyana, 2005:28). Dari kedua pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ellipsis yaitu pelesapan atau penghilangan dengan sengaja pada kalimat dengan kalimat berikutnya agar bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.

(37)

45

(14) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari Yogyakarta. ø Yang duduk di ujung sana itu namanya Ahmad; dia berasal dari berasal dari Jakarta. Ø Teman saya yang duduk di sebelah gadis berbaju merah itu namanya Nurdin; dia berasal dari Medan.

Contoh paragraf (14) di atas kalimat-kalimatnya dibangun berdasarkan unsur gramatikal pelesapan (elipsis). Elipsis merupakan penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Kalimat (a) dilesapkan pada kalimat (b) dan kalimat (c). Pelesapan tersebut yaitu frasa teman saya. Dengan demikian kalimat tersebut berbunyi teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal dari Yogyakarta. Teman saya yang duduk di ujung sana itu namanya Ahmad; dia

berasal dari Jakarta. Temna saya yang duduk di sebelah gadis berbaju merah itu

namanya Burdin.

b. Kohesi Leksikal

(38)

46

wacana. Unsur kohesi leksikal terdiri dari: sinonim, antonim, hiponim, repetisi, kolokasi, dan ekuivalensi.

1) Sinonim (padan kata)

Sinonim (Ramlan, 1993:36) merupakan satuan bahasa, khususnya kata atau frase, yang bentuknya berbeda tetapi maknanya sama atau mirip. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Baryadi (2002:27) sinonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Sinonim merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonim juga berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Dari pendapat di atas terbukti bahwa sinonim merupakan salah satu kohesi leksikal yang mempunyai kesamaan makna agar mendukung kepaduan dalam wacana. Sinonim dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), sinonim kata dengan kata, sinonim kata dengan frasa atau sebaliknya, sinonim frasa dengan frasa, sinonim klausa kalimat dengan klausa/kalimat (Baryadi, 2003: 38).

a) Sinonim Morfem (bebas) dengan Morfem (terikat)

Morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain (Chaer, 2007:1479). Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan (Chaer, 2007:151). Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan

(39)

47

muncul dalam pertuturan. Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang harus dikemukakan, salah satunya yaitu klitika. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat yang kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Klitika -ku dalam konstruksi bukuku bisa dipisah menjadi buku baruku. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti -lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku (Chaer, 2007:151-153)

Contoh:

(15) Sudah tiga hari kamu tidak masuk sekolah. Padahal tidak memberi tahu kepada bapak dan ibu gurumu. Mengapa akhir-akhir ini kamu sering membols? (Sogono, 2001: 3).

Pada contoh pararaf (15) di atas terdapat sinonim morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas pada paragraf diatas terdapat pada kalimat pertama pada kata

kamu. Morfem terikat pada paragraf di atas terdapat pada kalimat kedua pada kata

mu. Jadi morfem bebas kamu bersinonim dengan morfem terikat mu. Sinonim tersebut mendapat bentuk klitika.

b) Sinonim Kata dengan Kata

(40)

48

konkret kata betul bersinonim dengan kata benar, kama kata benar itu pun bersinonim dengan kata betul. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor. pertama, faktor tempat atau wilayah. Misalnya, kata saya dan beta adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan di mana saja, sedangkan kata beta hanya cocok untuk wilayah Indonesia bagian timur, atau dalam konteks masyarakat yang berasal dari Indonesia bagian timur. Kedua, faktor sosial. Umpamanya, kata saya dan aku

adalah dua buah kata yang bersinonim. Tetapi, kata saya dapat digunakan oleh siapa saja dna kepada siapa saja; sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang yang sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya. Ketiga, faktor keformalan. Misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam formal dan tak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal (Chaer, 2007:297-298).

Contoh:

(16) (a) Aku sangat suka belajar dengan Karlina. (b) Dia siswa yang pandai di kelasku. (c) Dia pintar mengerjakan soal matematika. (d) Dia sering membantu aku mengerjakan PR matematika (Sukarsih, 2003: 5).

(41)

49

c) Sinonim Kata dengan Frasa atau Sebaliknya

Kata yaitu satuan bahasa yang memiliki satu pengertia; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer, 2007:162). Sinonim kata dengan frasa yang terjadi antarkalimat akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal. Misalnya terdapat frasa hujan dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. Selain itu, kepaduannya juga didukung adanya pemakaian kata musibah itu dengan realisasi peristiwa yang digambarkan secara rinci melalui ungkapan yang terdapat pada paragraf tersebut. Dalam sejarah studi linguistik istilah frase banyak digunakan dengan pengertian yang berbeda-beda. Tetapi frase itu pasti terdiri lebih dari sebuah kata. Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007:222).

Contoh:

(17) Hari minggu itu, orang-orang bekerja Bakti memperbaiki saluran air yang menuju ke sawah. Telah banyak rerumputan yang tumbuh di parit itu, ini mengganggu jalannya air (Mariah, 2003:2).

(42)

50

d) Sioninim Frasa dengan Frasa

Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007:222). Aspek leksikal sinonim frasa dengan frasa berperan dalam aspek keutuhan wacana. Sinonim frasa dengan frasa yang terjadi antarkalimat akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal. Kepaduannya didukung olek aspek leksikal sinonim misalnya dalam terdapat frasa

pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.

Contoh:

(18) Pak Martaji belajar membuat besek sejak masih anak-anak. Pekerjaan mengayam itu juga dia ajarkan kepada Karim, anaknya. Karena Karim pandai, dia bisa membuat anyaman lain yang lebih mahal kalau dijual (Wasis, 2003:2).

Pada contoh paragraf (18) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal sinonimi. Sinonim tersebut terdapat pada frasa membuat besek pada kalimat pertama dengan frasa pekerjaanmenganyam pada kalimat kedua. Kalimat pertama dan kedua mempunyai hubungan sinonim. Sinonim merupakan kata atau frasa yang bentuknya berbeda tetapi maknanya sama atau mirip. Sinonim tersebut merupakan sinonim frasa dengan frasa yang terjadi dalam paragraf.

(43)

51

Kalimat merupakan susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap (Chaer, 2007:240). Yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar atau intonasi final. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausal. Jadi, pada sebuah klausal diberi intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat itu. Kalusal adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan (Chaer, 2007:231). Sinonim klausal kalimat dengan klausal/kalimat yang terjadi antarkalimat akan membentuk kepaduan wacana yang didukung oleh aspek leksikal. Dari kepaduan wacana secara leksikal tersebut akan menjadikan paragraf lebih efisien.

Contoh:

(19) Bapak dan Ibuku berjualan di pasar desa. Bapakku menjual alat-alat rumah tangga. Ibuku menjual tempe yang dibuatnya. Mereka berdagang di tempat itu sejak aku belum lahir (Priatin, 2003: 6).

Pada contoh paragraf (19) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal sinonim. Sinonim pada paragraf di atas menunjukan ketidaksengajaan Priatin menulis paragrafnya dengan menggunakan hubungan sinonim klausa. Kalusal merupakan satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata . Hal tersebut terdapat pada kalimat pertama dengan berjualan di pasar desa dan pada kalimat terakhir dengan berdagang di tempat itu. Penggunaan sinonim klausal kalimat tersebut untuk mempertahankan hubungan sinonim klausal kalimat dalam paragraf.

(44)

52

Kata antonim berasal dari kata yunani kuno, yaitu onomayang artinya „nama

dan anti yang berarti melawan. Secara harfiah antonim berarti nama lain untuk benda yang lain. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonim disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja. Oposisi makna atau antonim juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan makna wacana secara semantis. Baryadi (2002:28) antonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Disisi lain Verhar (dalam Chaer, 2013:88) mendefinisikan antonim sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dapat dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa antonim adalah bagian dari kohesi leksikal yang maknanya berlawanan. Oposis dalam penelitian ini meliputi oposisi mutlak, oposisi hubungan, dan opisisi kutub.

Di bawah ini contoh dari antonim:

(20) Bapak dan Ibu Guru SD 3 Karangsalam sedang mengikuti rapat di kantor. Anak-anak semuanya dibubarkan (Karlina, 2003: 20).

Pada contoh paragraf (20) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal antonim. Antonim merupakan relasi makna yang bersifat kontras antara konstituen satu dengan konstituen yang lain. kata bapak berantonim dengan ibu. Kata bapak

(45)

53

oposisi hubungan. Oposisi hubungan adalah opisisi makna yang bersifat saling melengkapi.

3) Hiponim (hubungan bagian atau isi)

Baryadi (2002:26) hiponim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Relasi makna tersebut terlihat dari hubungan antara konstituen yang memiliki makna umum dengan konstituen yang memiliki makna khusus. Konstituen yang bermakna umum disebut superordinat dan konstituen yang bermakna khusus disebut hiponim. Disisi lain menurut Ramlan (1993:37) hiponim sama dengan sinonim, sebenarnya juga merupakan pengulangan, hanya dalam hiponim unsur pengulangan mempunyai makna yang mencakupi makna unsur terulang, atau sebaliknya makna unsur terulang mencakup makna unsur pengulang. Unsur hiponim yang mencakupi makna unsur yang lain disebut superordinate, dan unsur yang lain disebut subordinat. Hiponim adalah satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) maknanya dianggap merupakan bagian dari makna yang lain (Tugiati, 2004:53). Dari ketiga pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hiponim adalah pengulangan yang mencakupi makna unsur terulang yang dianggap merupakan bagian dari makna yang lain.

Di bawah ini contoh dari hiponim:

(46)

54

Pada contoh paragraf (21) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal hiponim. Dalam aspek hiponim ada yang menjadi hipernim atau superordinatnya. Hiponim merupakan bagian dari makna yang lain. Kalimat-kalimat di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah bunga. Sementara itu mawar, melati, kenikir, dan kenanga adalah hiponimnya.

4) Repetisi (pengulangan)

Repetisi atau pengulangan di sini bukanlah proses reduplikasi yang merupakan salah satu proses morfologis, misalnya rumah menjad rumah-rumah dan berjalan

(47)

55

a) Repetisi Epizeuksis

Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut (Sumarlam, 2003:34). Pengulangan ini digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang diulang pada kalimat secara berturut-turut. Tujuan pemakaian repetisi epizeuksis yaitu untuk mengulang kata atau frasa dalam paragraf. Pengulangan epizeuksis juga merupakan pengulangan yang sering digunakan dalam setiap kalimat-kalimat. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang dianggap penting sehingga mengalami pengulangan epizeuksis. Contoh:

(22) Nenek sangat memanjakan adikku. Apapun diperbolehkan bila yang meminta adikku. Adikku boleh banyak memakan gula kelapa, boleh bermain di parit, boleh meminta jajan, boleh tidak mandi, boleh tidak sembahyang. Nenek bilang aku tidak boleh seperti adik, karena aku sudah besar (Soiman, 2003:2).

Pada contoh paragraf (22) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi. Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi epizeuksis. Repetisi epizeuksis terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang dianggap penting dan diulang secara berturut-turut. Terlihat pada kata boleh diulang secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu dalam paragraf yang ditulis Soiman tersebut. Penggunaan pengulangan epizeuksis di atas menjadikan paragraf lebih padu.

b) Repetisi Tautotes

(48)

56

Tujuan pemakaian repetisi tautotes yaitu untuk mengulang beberapa kata atau frasa dalam paragraf. Pengulangan tautotes juga merupakan pengulangan yang sering dilibatkan dalam paragraf. Di dalam isi paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang sebagai pengulangan. Contoh:

(23) Pak Martaji seorang pengrajin bamboo. Membuat besek adalah pekerjaan setiap hari, dia juga mahir membuat kepang dan membuat tampah. Besek-beseknya dijual di Sokaraja untuk bungkus gethuk goreng (Wasis, 2003:1).

Pada contoh paragraf (23) di atas kepaduannya didukung oleh kohesi leksikal repetisi. Kohesi leksikal repetisi dalam paragraf ini yaitu repetisi tutotes. Repetisi tautotes terjadi bila dalam paragraf tersebut terdapat kata yang diulang beberapa kali dalam sebuah kontruksi. Terlihat pada kata membuat yang diulang beberapa kali dalam kontruksi yang ditulis wasis. Penggunaan pengulangan tautotes di atas menjadikan paragraf lebih efisien.

c) Repetisi Anafora

Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, 2003:35). Pengulangan ini digunakan untuk menyatakan kata atau frasa yang pengulangannya pada awal kalimat dilanjutkan pada kalimat berikutnya yang terletak pada awal kalimat. Tujuan pemakaian repetisi anafora yaitu untuk mengulang kata frasa dalam paragraf. Pengulangan tautotes juga merupakan pengulangan yang digunakan dalam kalimat-kalimat. Di dalam paragraf juga mempunyai kata atau frasa yang pengulangannya terletak diawal kalimat. Contoh:

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah desa harus mensosialisasikan kepada masyarakat melalui kepala dusun mengenai potensi yang dimiliki Desa Nyatnyono yang dikenal sebagai desa wisata religi dan

(2) Dalam hal pembiayaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 dinilai masih kurang setelah dikalkulasikan dengan

 bijih adalah endapan bahan galian yang dapat diekstrak ( galian yang dapat diekstrak (diambil) mineral berharganya diambil) mineral berharganya secara secara ekonomis, dan bijih

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini dilakukan dalam

Adım tipi yük için boyutsuz radyal yer değiştirmenin zamana göre değişimi..

Secara simultan faktor penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, lingkungan kerja, nilai-nilai sosial, pertimbangan pasar kerja dan personalitas

4. Menetapkan  jabatan  Wakil  Komisaris  Utama  dan  mengangkat  Bapak  Mudjiadi  selaku  Wakil  Komisaris  Utama,  dengan  masa  jabatan  terhitung  sejak 

4) Terlaksananya pengerasan permukaan jalan sebagai lokasi program Paket PNPM. Permasalahan dan Penyelesaian. 1) Harga lelang tanah kas desa sangat fluktuatif naik turun