• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II USWATUN HASANAH FARMASI'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II USWATUN HASANAH FARMASI'16"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Pelayanan

Menurut Dewantara dan Magetan (2013) Mutu atau kualitas

merupakan tingkat baik buruknya sesuatu. Dengan demikian jika suatu objek

dengan keadaan baik, maka dapat dikatakan bermutu tinggi, sebaliknya jika

objek tersebut dalam keadaan buruk maka dapat dikatakan bermutu rendah.

Objek tersebut dapat bersifat konkrit maupun abstrak.

Berikut ini disampaikan beberapa definisi lain tentang mutu yang

senada dengan pengertian menurut kamus sebagaimana dijelaskan diatas,

yaitu: 1) Kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, 2) Kecocokan untuk

pemakaian, 3) Perbaikan/penyempurnaan berkelanjutan, 4) Bebas dari

kerusakan/cacat, 5) Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan

setiap saat, 6) Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, 7)

Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan (Tjiptono,2005).

Banyak sekali subjek yang terlibat didalam pelayanan kesehatan,

misalnya; pasien, masyarakat, organisasi masyarakat, profesi pelayanan

kesehatan, dinas kesehatan, pemerintah daerah, dan lain-lain, yang dalam hal

ini mereka memiliki pandangan berbeda-beda tentang unsur apa saja yang

penting dalam pelayanan kesehatan. Mereka memiliki perbedaan pandangan,

karena mempunyai latar belakang yang berbeda diantaranya: tingkat

pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan, serta

kepentingan. Oleh karena itu, mutu pelayanan kesehatan dapat dinilai

berdasarkan standar dan/atau karakteristik yang berbeda-beda (Pohan, 2007).

Pohan (2007) mendefinisikan pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu:

“suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan

oleh profesi pelayanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh

pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli

(2)

Supranto (2011) menentukan lima dimensi mutu jasa yaitu:

1. Dimensi Bukti Langsung (tangible),

Termasuk didalam dimensi berwujud antara lain fasilitas fisik,

peralatan, sarana komunikasi, termasuk karyawan.

2. Dimensi Keandalan (reliability)

Keandalan yaitu kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan

pelayanan jasa yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Dimensi Daya Tanggap (responsiveness)

Daya tanggap mengandung arti apakah konsumen telah diberikan

pelayanan dengan segera.

4. Dimensi Jaminan

Jaminan mencakup pengetahuan, etika, kemampuan, serta sifat yang

dapat dipercaya dari para pegawai untuk membangkitkan kepercayaan

dan keyakinan pelanggan. Dalam hal ini pelanggan dijamin bebas dari

bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Dimensi Empati (empathy)

Empati yaitu kepedulian akan kemampuan pegawai dan perhatian

individu. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, serta memahami kebutuhan

pelanggan.

Menurut Kotler (2008) jika disusun berdasarkan tingkat

kepentingannya, maka urutan kelima dimensi tersebut adalah: 1) Kehandalan,

2) Daya Tanggap, 3) Jaminan, 4) Empati, 5) Benda Berwujud.

Kelima dimensi mutu jasa harus diperhatikan secara berimbang, agar

jasa pelayanan kesehatan dinilai bermutu tinggi oleh pelanggan. Terdapat

kemungkinan lembaga pelayanan lebih memperhatikan dimensi empathy

tetapi kurang memperhatikan dimensi lain misalnya assurance. Hal yang

lebih ekstrim adalah terlampau banyak mengeluarkan dana untuk membeli

sarana dan prasarana, sedangkan disisi lain kompetensi petugas kesehatan

(3)

Menurut Tjiptono (2005), pengertian kualitas jas ada 8 (delapan)

dimensi kualitas yaitu:

1. Kinerja (performance) karakteistik operasi pokok dari produk inti,

misalnya kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan.

2. Ciri-ciri atau keistimewahan tambahan (Features) yaitu karakteristik

sekunder atau pelengkap misalnya kelengkapan interior, AC dll.

3. Kehandalan (Reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami

kerusakan atau gagal dipakai.

4. Kesesuaian antara spesifikasi yaitu desain dan operasi memenuhi standar

yang telah ditetapkan.

5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat

terus digunakan.

6. Serviceability meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah

direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika yaitu daya tarik produk terhadap pancaindra.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi

produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

B. Pelayanana Kefarmasian (Pharmaceutical care)

Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab

langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Menurut PP nomor 51 tahun 2009

pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kehidupan pasien.

Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan

kefarmasian berfungsi sebagai (Bahfen, 2006):

1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan

lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil

(4)

dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional,

memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat.

2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.

3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang

berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk

modifikasi pengobatan.

4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada

pasien.

5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan

bagi pasien penyakit kronis.

6. Berpartisifasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat

darurat.

7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.

8. Partisifasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.

9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan.

Menurut Umar (2003) jenis pelayanan pada instalasi farmasi dibagi

menjadi 2 (dua), yang terdiri dari:

1. Pelayanan disaat penjualan (sales service)

Sales servise merupakan pelayanan yang diberikan oleh apotek

kepada konsumen yang sedang membeli obat di apotek. Jenis pelayanan

ini antara lain:

a. Keramahan (friendliness): petugas apotek disaat menyambut

kedatangan konsumen.

b. Keamanan (savetiness) dan kenyamanan (comfortness) ruang

tunggu: petugas apotek selalu menjaga keamanan dan kenyamanan

fasilitas konsumen yang berupa ruang tunggu, toilet, mushola,

halaman tempat parkir yang aman dan nyaman.

c. Kelengkapan (availability) perbekalan farmasi: petugas apotek harus

(5)

d. Kecepatan (speedliness) pelayanan: petugas apotek harus selalu

bekerja teliti dan cepat agar waktu tunggu memperoleh obat tidak

terlalu lama.

e. Harga (price) yang sesuai dengan kualitas barang dan pelayanannya:

petugas apotek harus dapat menjadi penasehat terhadap setiap kelas

konsumen yang datang.

f. Kecekatan dan keterampilan (empathy): petugas apotek selalu siap

untuk membantu dan memberikan jalan keluar bila ada hambatan

dengan harga maupun ketersediaan perbekalan obat.

g. Informasi (informative): petugas apotek baik diminta ataupun tidak

diminta harus selalu pro-aktif memberikan informasi tentang cara

dan waktu menggunakan obat.

h. Bertanggung jawab (responsible): petugas apotek selalu memberikan

nomer telpon apotek bila terjadi sesuatu dengan obat yang dibeli.

2. Pelayanan sesudah penjualan (after sales service)

After sales service merupakan pelayanan yang diberikan oleh

apotek kepada konsumen setelah konsumen membeli dan menggunakan

obat:

a. Penyediaan informasi data penggunaan obat konsumen (consumer

medication profile): petugas apotek menyediakan data-data

mengenai nama dan alamat, umur dan status, waktu membeli obat,

jenis obat yang dibeli, nama dan alamat dokter sebagai penulis resep.

b. Peduli (care) terhadap penggunaan obat oleh konsumen: setelah 3 –

4 hari petugas apotek menanyakan: efek obat terhadap penyakitnya,

cara dan waktu penggunaan obat yang dilakukan, jumlah obat yang

digunakan dalam 1 hari, cara penyimpanan obat di ruang, dan efek

samping yang dirasakan oleh konsumen.

c. Jaminan (guarantee): petugas apotek siap mengganti atau menukar

obat yang rusak, kurang atau tidak sesuai dengan permintaan

(6)

d. Diandalkan (reliable): petugas apotek memberikan bantuan atau

memberikan informasi jalan keluar terhadap keluhan mengenai

khasiat obat yang digunakan atau efek samping yang dialami oleh

konsumen.

C. Pentingnya Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan

kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Oliver dalam Supranto,

2011). Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja

yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka

pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan

puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

Harapan pelanggan bisa dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar

dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan

yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi

komentar yang baik tentang perusahaan.

Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau mereka tidak puas

akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing, hal ini akan

menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan

laba dan bahkan kerugian. Maka dari itu, pimpinan perusahaan harus

berusaha melakukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan agar segera

mengetahui atribut apa dari suatu produk yang bisa membuat pelanggan tidak

puas (Supranto,2011).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk

mengukur dan memantau kepuasan pelanggan dan pelanggan pesaing. Kotler

(2008) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan,

yatiu:

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)

(7)

keluhan pelanggan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang

ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering

dilewati pelanggan), kartu komentar (yang diisi langsung maupun yang

dikirim via pos kepada peruahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa,

websatie dan lain-lain.

2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan

adalah dengan memperkerjakan beberapa orang ghost shopper untuk

berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk

perusahaan pesaing. Mereka diminta beriteraksi dengan staf penyedia

jasa dan menggunakan produk/jasa perusahan.

3. Lost Customer Analysis

Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah

berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami

mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan

atau penyempurnaan selanjutnya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan

metode survei, baik survei melalui pos, telepon, email, website, maupun

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Untuk mendapatkan dudukan/penyangga modul surya yang mampu menyerap energi matahari maksimal, maka penulis membuatkan dudukan kemiringan modul surya yang dapat diatur sehingga

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

yang mengungkapkan bahwa konflik ditempat kerja yang berkepanjangan, pemberian beban kerja yang terlalu berlebihan terhadap karyawan dapat menimbulkan stress yaitu kondisi

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,