3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Periodontitis
Periodontitis adalah penyakit multifaktorial yang menyebabkan infeksi dan peradangan jaringan pendukung gigi, biasanya menyebabkan hilangnya tulang dan ligamen periodontal dan bisanya merupakan penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa dan edentulousness (Carranza, 2008). Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (= tulang yang menyangga
gigi) juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal (Adulgopar, 2009).
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis (Adulgopar, 2009).
Periodontitis merupakan suatu infeksi campuran dari mikroorganisme seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme Gram-positif, misalnya Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius
(Gafan, 2004).
Pengobatan periodontitis dilakukan dengan cara pemberian antibiotik. Antibiotik umum yang digunakan untuk pengobatan periodontitis adalah amoksisilin, amoksisilin-clavulanic acid, metronidazol, klindamisin,
4
B. Antibiotik
Antibiotika (L. anti =lawan, bios=hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menhambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat yang dibuat secara semi sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintesis dengan khasiat anti bakteri (Tjay & Raharja, 2007).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas yang selektif, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik terhadap hospes. Sifat selektif yang absolut belum atau mungkin tidak diperoleh (Anonim, 2008).
1. Amoksisilin
Amoksisilin adalah derivat hidroksi (1972) dengan aktivitas sama seperti ampisilin. Ampisilin merupakan prototif golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap kokus gram positif kurang
dari pada penisilin G. Semua penisilin golongan ini dirusak oleh betalaktamase yang diproduksi kuman gram positif maupun gram negatif (Anonim, 2008).
2. Eritromisin
Eritromisin masuk dalam antibiotik golongan makrolida. Makrolida merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan cirri suatu cincin lakton (biasanya terdiri atas 14 atau 16 atom) dimana terkait gula-gula deoxy.
5
Barnotella henselae, dan B quintana (agen-agen penyebab pada penyakit
catscratch dan angiomatosis basiler), beberapa spesies rickettisa, Trepponema pallidum, serta spesies campylobacter. Sekalipun demikian,
Haemophilus influenzae agak kurang rentan (Katzung, 2004). 3. Klindamisin
Klindamisin merupakan suatu turunan lincomycin dengan substitusi
chorine, antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces lincolnensis. Klindamisin sebesar 0,5-5 mg/ml dapat menghambat streptokokus, stafilokokus, dan pneumokokus. Namun, enterokokus dan organisme-organisme aerob gram negatif resisten terhadap clindamisin (sangat kontras dengan kerentanan mereka terhadap eritromisin) (Katzung, 2004).
4. Sefadroxil
Sefalosporin generasi pertama ini memiliki spektrum aktivitas yang luas dan secara relatif adalah non toksik. Obat ini sangat aktif terhadap kokkus gram positif, termasuk pneumokokkus, streptokokkus, dan stafilokokkus (Katzung, 2004). Antibiotik ini lebih unggul dari pada
penisilin yaitu bahwa antibiotika ini lebih resisten terhadap inaktivasi oleh penisilinase. Meskipun demikian, kelemahan utamanya adalah bahwa antibiotik ini tidak sekuat penisilin (Volk & Wheeler, 1988).
5. Siprofloksasin
Siprofloksasin efektif untuk mengatasi eksaserbasi cystic fibrosis
6
C. Resistensi
Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada strain bakteri Streptococcus pneumonia, Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis. Semakin tinggi penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieleminasi selama proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal (kematian) (Pratiwi, 2008).
Terjadinya resistensi mungkin disebabkan oleh kemampuan organisme untuk merusak antibiotika, oleh mutasi yang menyebabkan sel tidak dapat ditembus oleh antibiotik. Salah satu contoh tipe resistensi adalah sekresi enzim penisilinase (β-laktamase). Enzim ini merusak penisilin dengan hidrolisis satu ikatan pada molekul, walaupun organisme itu mungkin peka terhadap penisilin, penisilin ini dibuat tidak efektif sebelum antibiotika ini mengeluarkan efek
bakterisidanya. Walaupun ada beberapa marga yang memproduksi penisilinase marga yang utama untuk kepentingan pengobatan adalah staphylococcus (Volk & Wheeler, 1988).
D. Bakteri
Bakteri adalah domain yang terdiri dari makhluk hidup yang tidak memiliki membran inti (prokariota). Pada awalnya bakteri terbagi menjadi
Bacteria dan Archaebacteria, namun sekarang Archaebakteria memiliki domain sendiri yang disebut Archaea. Bakteri memiliki ciri-ciri antara lain tidak memiliki membran inti, tidak memiliki organel bermembran, memiliki dinding sel peptidoglikan, dan materi asam nukleatnya berupa plasmid (Postlethwait dan Hopson, 2006).
7
1. Ukuran Bakteri
Ukuran bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh bakteri dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000x atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah mikrometer atau mikron. Satu micron (μ) sama dengan 1/1000 milimeter (mm). Lebar tubuh umumnya antara 1-2 μ, sedangkan panjangnya antara 2-5 μ.
Bakteri berbentuk kokus mempunyai diameter 0,5 μ ada pula yang berdiameter 2,5 μ. Sedangkan bakteri berbentuk basil mempunyai diameter 0,2-2,0 μ. Ukuran-ukuran yang menyimpang dari ukuran tersebut diatas cukup banyak pula. Oleh karena itu, pengukuran besar kecilnya bakteri perlu didasarkan pada standar yang sama. Bekteri yang berumur 2-6 jam pada umumnya lebih besar dari pada bakteri yang berumur lebih dari 24 jam (Waluyo, 2004).
2. Bentuk Bakteri
Bakteri memiliki beragam variasi bentuk, seperti coccus, basil, dan spiral. Bakteri dapat hidup soliter maupun berkoloni dan berkembang biak
dengan cara membelah diri. Bakteri memiliki habitat yang bervariasi, dari air, tanah, udara, hingga dalam tubuh hewan, misalnya dalam usus manusia. Bakteri yang dapat hidup secara anaerob murni dan akan mati dengan adanya oksigen, ada yang bersifat aerob dan memerlukan oksigen untuk metabolismenya. Ada yang bersifat aerob fakultatif yaitu dapat hidup pada kondisi anaerob, tapi bila ada oksigen metabolismenya bersifat aerob (Besty dan Keogh, 2005).
E. Isolasi Bakteri
8
menjalankan prosedur ini adalah Bunsen dan laminar air flow. Bila dijalankan dengan tepat, ada kemungkinan kontaminasi oleh mikroorganisme lain sehingga akan mengganggu hasil yang diharapkan. Teknik aseptik juga melindungi laboran dari kontaminasi bakteri (Singleton dan Sainsbury, 2006).
Teknik kultur untuk mendapatkan biakan murni, terbagi menjadi 3 macam teknik, yaitu :
1. Cara Penuangan
Isolasi bakteri dengan penuangan bertujuan untuk menentukan jumlah bakteri yang hidup dalam suatu cairan. Hasil perhitungan jumlah bakteri pada cara penuangan dinyatakan dalam koloni (Irianto, 2006). 2. Cara Penggoresan
Isolasi bakteri dengan penggoresan bertujuan agar bakteri dapat tumbuh menyebar pada medium sehingga medium dapat dimanfaatkan lebih optimal. Cara penggoresan dilakukan dengan terlebih dahulu medium agar pada cawan petris steril. Jarum ose yang akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu hingga memijar, setelah itu sentuhkan pada koloni bakteri
yang akan diisolasi, kemudian di goreskan pada medium yang tersedia. Inkubasi biakan dilakukan selama 2x24 jam pada suhu ruang, lalu dilakukan pengamatan (Barraw & Feltham, 1993).
3. Cara Penyebaran
Tujuan isolasi bakteri dengan penyebaran serupa dengan isolasi bakteri cara penuangan. Hal yang membedakan kedua teknik tersebut adalah teknik penuangan suspensi sampel dan medium.
9
F. Identifikasi Bakteri
Identifikasi dan determinasi suatu biakan murni bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dapat dilakukan dengan cara pengamatan sifat morfologi koloni serta pengujian sifat-sifat fisiologi dan biokimianya. Bakteri dapat diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut. Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat suatu koloni bakteri. Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Waluyo, 2004).
Pertumbuhan bakteri di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor luar seperti substrat, pertumbuhan, pH, temperatur dan bahan kimia. Bakteri yang nampak dapat memiliki morfologi yang sama, namun keperluan nutrisi dan persyaratan ekologinya berbeda. Untuk pengamatan morfologi bakteri dengan jelas, perlu dilakukan pewarnaan yang disebut juga pengecatan bakteri (Irianto, 2006).
Ada 3 prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana (simple strain), pewarnaan diferensial (diferential stain), dan pewarnaan khusus (special strain) (Pratiwi, 2008).
1. Pewarnaan Sederhana
Hanya digunakan satu macam pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler dan struktur dasarnya terlihat. Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan kedalam larutan pewarna untuk mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan afinitas pewarna pada spesimen biologi.
2. Pewarnaan Diferensial
10
3. Pewarnaan Khusus
Digunakan untuk mewarnai dan mengisolasi bagian spesifik dari mikroorganisme, misalnya endospora, kapsul dan flagella. Endospora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana karena endospora memiliki selubung yang kompak.
G. Uji Antibiotika
Pada uji ini diukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Tujuan assay antimikroba (termasuk antibiotik dan substansi antimikroba nonantibiotik, misalnya fenol,bisfenol, aldehid) adalah untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba di pabrik, untuk menentukkan farmakokinetik obat pada hewan atau manusia dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut :
1. Metode Difusi
Metode disc diffusion (Tes Kirby & Baurer) untuk menentukan aktifitas agen antimikroba. Cawan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi tersebut. Area jernih mengidentifikasi adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
2. Metode Dilusi
11