BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian
Menurut Varcarolis (2006), halusinasi adalah sebagai tergantungnya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan. (dalam Yosep, 2010).
Menurut Farida (2010) Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, pengecapan perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Mukripah 2006 (dalam direja, 2010).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien salah satu terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek/rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan rangsang internal pikiran dan rangsang eksternal(dunia luar).
B. Etiologi
Menurut Yosep, ( 2009) faktor penyebab halusinasi yaitu: 1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mungkin menyebabkan gangguan sensori persepsi menurut Yosep (2009) meliputi :
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetycholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan laridalam alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orangtua skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari halusinasi adalah sebagai berikut: a. Biologis
b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang berinteraksi dengan respon lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan stimulasi yang sering menimbulkan episode baru dalam yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
Menurut Rawlings dan Heacokck, 1993 ( dalam yosep, 2010), penyebab halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:
1. Dimensi fisik
Halusinasi di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi emosional
3. Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menggangap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, saolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. 5. Dimensi spiritual
C. Rentang Respon
Rentang Respon Halusinasi menurut Stuart, 1998 (dalam Trimelia , 2011) adalah
Respon adaptif Respon maladaptif
- pikiran logis - pikiran kadang-kadang - Gangguan proses fikir/ - Persepsi akurat menyimpang waham
- Emosi konsisten – Ilusi - Ketidakmampuan dengan pengalaman - Reaksi emosional untuk mengalami
emosi
-Perilaku seksual - Perilaku yang tidak - Ketidakteraturan -Hubungan sosial biasa - Isolasi sosial
Hormonis - Menarik diri - Halusinasi
Gambar 14.1 Rentang Respon Halusinasi menurut Stuart, 1998 (dalam Trimelia, 2011)
Penjelasan dari gambar 14.1 menurut Stuart, 1998 (dalam Trimelia, 2011) 1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
b. Persepsi akurat, proses diterimanya rangsangan melalui panca indera yang didahuluhi oleh perhatian (attention) sehingga individu menjadi sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya. c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman dan konsisten yang tidak berlebihan dan berjalan sebagaimana mestinya.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. Perilaku sesuai, perilaku individu yang berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan suatu masalah yang dapat diterima oleh akal sehat dan norma-norma sosial yang berlaku.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan yang hubungan harmonis dan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya 2. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya danl ingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
D. Tanda dan gejala
Menurut Stuart & Sundeen (2005) dan Carpenito (2001, (dalam Trimelia, 2011). data subjektif dan data objektif klien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. b. Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara. c. Gerakan mata cepat.
d. Respon verbal lambat atau diam.
e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan. f. Terlihat bicara sendiri.
g. Menggerakan bola mata dengan cepat.
h. Bergerak atau membuang atau mengambil sesuatu.
i. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain. j. Disorentasi (waktu, tempat, orang).
k. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah. l. Perubahan perilaku dan pola komunikasi.
n. Peka rangsang.
o. Melaporkan adanya halusinasi
Tanda-tanda Halusninasi menurut Videbeck(2004) adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran : mendengar suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas, dimana kadang terdapat suara-suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memeritah klien untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan
c. Halusinasi penghidu : membau – bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada serangan stroke, kejang, atau dimensia.
d. Halusinasi pengecapan : merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses dan lainnya.
e. Halusinasi perabaan : meras mengalami nyeri, rasa tersetrum, atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
f. Halusinasi cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urien.
E. Proses Terjadinya Masalah Menurut Trimelia, (2011) a. Tahap I ( Comforting )
Disebut juga dengan fase comforting, yaitu fase menyenakan pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, atau bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenakan, cara ini menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
b. Tahap II ( Condemming )
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat atau halusinasi menjadi menjijihkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori yang menjijigkan dan menakutkan., kecemasa meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : tanda – tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan resalitas.
Adalah fase controling : atau asietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,menguasi dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan di kendalikan halusinasi, rentang perhatian lainnya beberapa menit dan detiik. Tanda – tanda fisik berupa klien berkeringatm tremor, dan tidak mampu mematuhi peritahnya.
d. Tahap IV ( Concuering )
Adalah fase concuering atau panik yaitu, klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dam memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, pontensi bunuh diri, perilaku kekeraan, agitasi, menarik diri, atau katatonik, tidak mampu mereson terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
F. Psikopatologi
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, mekanisme koping, dan rentang respon.
Faktor predisposisi
Bio psiko sosiokultural Stressor prepitasi
Sifat asal waktu jumlah Penilaian terhadap stressor
Kognitif afektif fisiologis perilaku Sosial Sumber – sumber koping
Kemampuan dukungan personal Aset materi Mekanisme koping
Regresi Proyeksi Menarik diri
Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif Sumber : Stuart & Sundeen, 2001( dalam Yosep, 2010).
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh melalui keluarga atau klien.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasiklien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana yang sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi
3. Perilaku Sosial
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah, dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak nyata.
4. Sumber koping
dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan upaya atau cara untuk yang diarahkan pada pengendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping terbagi menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif. Adapun mekanisme koping yang adaptif pada halusinasi yaitu :
a. Pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku.
b. Kekuatan dapat meliputi seperti modal inteligensia atau kreativitas yang tinggi
c. Dukungan keluarga
Adapun mekanisme koping yang maladaptif pada halusinasi yaitu : a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
G. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan atau bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus berkerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi. (Nasir dan Muhits, 2011) a. Terapi modalitas
Terapi modalitas adalah terapi yang utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. ( Kusuma & Hartono, 2010).
Terapi modalitas bertujuan agar pola perilaku atau kepribadian seperti keterampilan koping, gaya komunikasi dan tingkat harga diri secara bertahap dapat berkembang.
Jenis-jenis terapi modalitas 1. Psikoterapi
menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu, dan pengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif. Psikoterapi dilaksanakan agar klien memahami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pemahaman-pemahaman yang selam ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.
2. Psikoanalisis psikoterapi
Terapi ini di kembangkan oleh sigmund freud, seorang dokter yang mengembangkan “ talking care “. Perubahan perilaku terjadi jika klien dapat menemukan kejadian-kejadian yang disimpan dalam bawah sadarnya.
Tujuan terapi psikonalisis adalah sebagai berikut : 1. Menurunkan rasa takut klien
2. Mengembalikan proses fikir yang luhur 3. Membantu klien menghadapi realitas 4. Menurunkan kecemasan
5. Memperbaiki komunikasi interpersonal 3. Psikoterapi individu
dirinya sendiri, membuat perubahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit hati dan ketidakbahagiaan. ( videbeck shelia L, 2008) dalam Nasir dan muhits, (2011). Aspek terpenting dari psikoterapi individu adalah menjadikan individu mampu menilai dirinya sendiri tanpa merusak susasan psikologisnya.
4. Terapi modifikasi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada keyakinan bahwa perilaku dipelajari, dengan demikian perilaku yang tidak diinginkan atau maladaptif dapat diubah menjadi perilaku yang diinginkan atau adaptif. Proses mengubah perilaku terapi ini adalah dengan menggunakan teknik yang disebut conditioning yaitu suatu proses dimana klien belajar mengubah perilaku.
5. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Tetapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada sesorang, pemeliharaan dan penngkatan bertujuan untuk membentuk sesorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain.
Tujuan Terapi Okupasi :
1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
2. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar 3. Membantu menentukan kegiatan sesuai bakat dan
kondisinya
4. Membantu dalam mengumpulkan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot, dan koordinasi gerakan. c. Mengajarkan ADL seperti makanan, berpakaian, BAB,
BAK, dan lain sebagainya.
d. Membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan tugas rutin dirumah.
e. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan akat, kemampuan yang dimiliki.
f. Menyediaakn berbagai macam kegiatan agar di coba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya. g. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah
a. Pengumpulan Data
Meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosa, perilaku dan kepribadian klien.
b. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang telah di kaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga. c. Penentuan tujuan dan saran
Dari diagnosa yang di tegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d. Penentuan aktivitas
Jenis kegiatan yang ditentukan harus di sesuaikan dengan tujuan terapi.
Pelaksnaan Terapi Okupasi
Terapi akupasi dapat dilakukan secara individu dan kelompok tergantung kondisi klien dan tujuan terapi.
1. Metode a. Individual
Dilakukan klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu.
6. Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah suatu manipulasi ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk mengembangkan keterampilan emosional
Menurut Suliswati (dalam Yosep , 2005) terapi lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang ditata untuk menunjukkan proses terapi, baik fisik, mental maupun sosial agar dapat membantu penyembuhan dan pemulihan klien. Tujuan terapi lingkungan
Menurut Stuart dan Sandeen , (dalam Yosep, 2005) menyebutkan 2 tujuan yaitu:
a. Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif. b. Mengajarkan keterampilan psikososial.
7. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan pada klien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam perlakuan fisik.terapi somatik banyak dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa.
Restrai adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi mobolitas fisik klien. Alat tersebut menggunakan manset pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat.
b. Seklus
Seklus adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus. Klien dapat meninggalkan ruangan tersebut dengan bebas. Bentuk seklus dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan ruangan terkunci dengan kasur tanpa seprei, tergantung tingkat kegawatan klien.
c. Electro Convulsif Therapi ( ECT)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalihkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompik pasien bersama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau arahkan oleh seorang terapi atau petugas kesehatan jiwa yang telah dilatih. ( pedoman rehabilitasi pasien mental rumah sakit jiwa di indonesia ). ( Keliet , Budi Anna, ( dalam Yosep , 2004 ) Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara sekelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Akemat (dalam Yosep , 2004).
Tujuan terapi kelompok Tujuan umum
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan ( reality testing ).
2. Membentuk sosialisasi
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensif ( bertahan terhadap stress ) dan adaptasi.
4. Mengembangakan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikososial seperti kognitif dan efektif.
Tujuan khusus
3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4. Bersifat rehabilitatif : pasien-pasien rehabilitatif adalah mereka yang telah sembuh secara medis, tetapi perlu disiapkan fungsi dan kemampuan untuk persiapan mandiri dan sosial ditengah masyarakat.
H. Asuhan Keperawatan a. Asuhan keperawatan
Dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, Perencanaan/Intervensi, Pelaksanaa/Implementasi dan Evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan ketrampilan profesional tenaga keperawatan.
b. Pengumpulan data Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. d. Analisa data
Data Subjektif :
• Klien mengatakan waktu di rumah pernah jengkel dan ingin marah -
marah.
• Klien mengatakan bahwa ia mendengar suara-suara yang
mengejeknya. Data Objektif :
• Ekspresi wajah klien tampak tegang
• Klien marah-marah tanpa sebab dan melempar barang-barang
Masalah keperawatan: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Data Subjektif :
• Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya pergi
Data Objektif :
• Klien tampak melamun, bingun , kurang konsentrasi ,kadang bicara
sendiri.
Masalah keperawatan: Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
Data Subjektif :
• Klien mengatakan suka menyendiri
• Klien mengatakan malu dengan orang lain.
Data Objektif :
• Jika diajak bicara kontak suara klien mudah beralih dan tampak
menyendiri.
• Klien selalu berada ditempat tidur dan duduk dipojok sendiri
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
I. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan ...Akibat
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi ...Core problem
Isolasi sosial ……Penyebab
Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah Kronis
J. Masalah Keperawatan
1. Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 3. Isolasi sosial Harga diri Rendah
4. Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah K. Diagnosa
1. Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 3. Isolasi sosial Harga diri Rendah
4. Gangguan Konsep diri : Harga diri Rendah L. Rencana Intervensi
Menurut Keliat (dalam Yosep, 2005) rencana intervensi yang dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Gangguan sensori persepsi halusinasi
TUM 1:
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.Tindakan : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Hasil :
b. Menunjukan rasa sayang c. Ada kontak mata
d. Mau berjabat tangan e. Mau menjawab salam f. Mau menyebutkan nama
g. Mau berdampingan dengan perawat h. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapiutik.
2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. 3) Perkenalkan diri dengan sopan.
4) Tanyakan nama lengkap,nama panggilan yang disukai klien. 5) Jelaskan tujuan pertemuan,jujur dan menepati janji.
6) Tunjuk sikap empati dan menerima apa adanya.
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekurnsi, timblnya halusinasi
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah lakuklien dengan halusinasinya (dengar/ lihat/ penghidu/ raba/kecap).
2) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah mengalami sesuatu halusinasi. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya.
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
4) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. 5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
6) Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi.
7) Diskusikan dengan klien, isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi(pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang).
8) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria Hasil :
b. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi. c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya.
d. Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya. Tindakan Keperawatan
1) Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika muncul halusinasi.
2) Diskusikan cara yang digunakan klien.
3) Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang positif
4) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 5) Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi. 6) Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi. 7) Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar.
8) Diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah dilakukan. TUK 4 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat. b. Klien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Klien dapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat. d. Klien dapat menyebutkan prinsip lima prinsip benar obat dengan benar.
1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian minum obat, nama,warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan obat.
2) Pantau klien saat penggunaan obat.
3) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
4) Anjurkan klien untuk konsultasi ke dokter jika tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan
5) Diskusikan akibat berhenti minum obat.
6) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. 2. Resikio mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUM 2:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Hasil :
Klien mau membalas salam a. Klien mau berjabat tangan b. Klien mau menyebutkan nama c. Klien mau tersenyum
d. Klien mau kontak mata
e. Klien mau mengetahui nama perawat Tindakan Keperawatan
2) Sebutkan nama perawat
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi 4) Jelaskan akan kontrak yang dibuat 5) Beri rasa aman dan rasa empati 6) Lakukan kontak singkat tapi sering TUK 2:
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan kesal/jengkel. Tindakan Keperawatan :
1) Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan kesal TUK 3:
Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasaa. Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mengungkapkan perasaan kesal/jengkel
b. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya
Tindakan Keperawatan :
1) berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan kesal TUK 4 :
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasaan yang biasa dilakukan
b. Klien dapat berperan sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
c. Klien dapat mengetahui cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah
Tindakan Keperawatan :
1) Anjurkan klien untuk mengngkapkan 2) Apa yang di alami dirasakan saat marah
3) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasaan pada klien
4) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala kesal yang dialaminya. TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang dilakukan klien: Akibat pada diri sendiri
Akibat pada orang lain Akibat pada lingkunga Tindakan Keperawatan :
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya akan selesai.
TUK 6 :
Klien dapat mendemostrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik Tarik nafas dalam Pukul bantal dan kasur Dll. Kegiatan fisik Rencana Tindakan
a. Bicarakan akibat kerugian dengan cara yang dilakukan
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien
c. Tanyakan kepada klien mempelajari cara yang sehat TUK 7 :
Klien dapat mendemostrasikan cara sosial untuk untuk mencegah perilaku kekerasan.
Kriteria Hasil:
Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baikdalam mencegah perilaku kekerasaan
Meungungkapkan perasaan dengan baik Tindakan Keperawatan :
1) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien 2) Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa dilakukan 3) Diskusikan dua fisik yang paling mudah untuk
TUK 8 :
Klien dapat mendemostrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan ibadah yang dilakukan Tindakan keperawatan
1) Diskusikan cara berbicara yang baik 2) Beri contoh cara biacara yang baik 3) Minta klien untuk mengulahi sendiri 4) Beri pujian atas keberhasilan klien TUK 9 :
Klien mendemostrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria Hasil :
a. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat
b. diskusikan dengan klien tentang obat secara teratur
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah TUM 3 :
Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil :
a. klien dapat mengungkapkan perasaannya. b. Ekspresi wajah bersahabat.
c. Ada kotak mata.
d. Menunjukkan rasa senang e. Mau berjabat tangan. f. Klien mau menjawab salam g. Klien mau duduk berdampingan.
h. Klien mau mengutarakan masalah yang di hadap. Rencana Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya.
a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang dideritanya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan askpek positifyang dimiliki.
Ktiteria Hasil :
Klien mampu mempertahankan aspek yang positif. Rencana Tindakan
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dan beri pujian atau reinforcement atas kemampuan mengungkapkan perasaanya
b. saat bertemu klien hindarkan memberikan penilaian negatif. Utamakan memberikan pujian yang realitif.
TUK 3 :
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Kriteria Hasil :
1) Kebutuhan klien terpenuhi
a. diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit
b. diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti. TUK 4 :
Klien dapat menentukan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu beraktifitas sesuai kemampuan 2) Klien mengikuti terapi aktifitas kelompok Rencana Tindakan
a. rencanaka kegiatan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : Kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan minimal dan kegiatan dengan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c. beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
TUK 5 :
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Kriteria Hasil :
Klien mampu beraktifitasa sesuai kemampuan Rencana Tindakan :
a. beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang direncanakan b. beri pujian atas keberhasilan klien