• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FRAKSI HEKSAN, KLOROFORM DAN METANOL DARI DAUN E U P A T O R IU M T R IP L W E R V E VAHL TERHADAP PERTUMBUHAN PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH FRAKSI HEKSAN, KLOROFORM DAN METANOL DARI DAUN E U P A T O R IU M T R IP L W E R V E VAHL TERHADAP PERTUMBUHAN PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

H«s

SRI H A S T U T I

?

(os-9 0 i[ioi)

PENGARUH FRAKSI HEKSAN, KLOROFORM DAN M ETAN OL

DARI DAUN

E U P A T O R IU M T R IP L W E R V E

VAHL

TERHADAP PERTUM BUHAN

PLASM O D IU M FALC IPA R U M

IN V ITR O

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

S U R A B A Y A

(2)

M I L I K FERPUSTAKAAN

°VHZTERSI?AS A IR L A N O O V S U R A B A Y A

PENGARUH FRAKSI HEKSAN, KLOROFORM DAN METANOL DARI DAUN

Eupatorium triplinerve

V a h l . TERHADAP PERTUMBUHAN

Plasmodium falciparum

IN VITRO

S K R I P S I

D I B U A T U N T U K M E M E N U H I P E R S Y A R A T A N M E N C A P A I O E L A R

S A R J A N A F A R M A S I P A D A F A K U L T A S F A R M A S I

U N I V E R S I T A S A I R L A N O O A S U R A B A Y A

'<r

(3)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna meraenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas

Airlangga Surabaya. '

Selama pelaksanaan penelitian dan penyasunan skripsi ini ba ny ak hambatan yang harus dihadapi dan semua ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu dosen pembimbing.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bp. Prof.DR.Sutarjadi selaku Pembimbing Utama, Ibu Dra. Aty Widyawaruyanti dan dr.Anni Syafriah,MS. selaku Pembimbing Serta yang telah dengan sabar memberikan pengarahan dan saran-saran dalam menyelesaikan skripsi i n i .

2. Kepala Jurusan Biologi Farmasi, Kepala Lab. Fitokimia dan Kepala Lab. Botani Farmasi-Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga b es er ta seluruh Staff dan Karyawan yang lelah memberikan sarana dan prasarana serta membantu dalam pelaksanaan skripsi ini.

(4)

ii 3. Direktur Tropical Disease Recearch Center Surabaya b eserta Staff dan Karyawa ya ng telah memberikan

kesempatan dan fasilitas laboratorium.

4. K ep al a Jurusan Parasitologi dan Ke pa la Jurusan Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga be se r ta seluruh Staff dan Karyawan yang telah m emberikan bantuan fasilitas laboratorium.

5. Ke pal a Badan Penelitian dan Pengembangan Bagian Penyakit Menular Bersumber B in atang Departemen Kesehatan Jakarta Pusat beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan kesempatan dan bantuan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini.

6. Ibu Dra. Siti Masroerah-Broto Sutaryo dan keluarga yang telah memberikan kesempatan, bantuan fasilitas dan bi ay a serta dengan sabar membimbing kami selama pelaksanaan penelitian ini.

7. Ibu Drh. Suhintam Pusarawati, M.Kes. yang telah membimbing selama penyelesaian penelitian ini.

8. Bp. Drh. Chairul Anwar,MS, Staff pengajar dari Lab. Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Unair yang telah membantu dalam pengambilan foto-foto Flasmodium falciparum Welch.

(5)

10. Ibu dan saudara-saudaraku tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam belajar dan menyelesaikan

skripsi ini.

11. Rekan - rekan mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas kebaikan yang telah diberikan. Mengingat keterbatasan penulis maka kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata skripsi ini saya persembahkan u nt uk Almamater te rc in ta Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya semoga dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Surabaya, Januari 1995

(6)

DAFTAR ISI

KATA P E NG A NT AR ... ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR G AM B A R ... vii

DAFTAR TABEL ... •... viii

D AFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR L AM PI RA N ... x

RINGKASAN ... xi

BAB I PENDAH UL UA N ... ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... ... 1

2. Perumusan Masalah ... 6

3. Hipotesis ... 6

4. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II TI NJ AU AN PUSTAKA ... ... 7

1. Tinjauan tentang Tanaman Eupatorium triplinerve V a h l ... 7

1.1. Klasifikasi Tanaman ... 7

1.2. Penyebaran Tanaman ... ... 7

1.3. Morfologi Tanaman ... 3

1.4. Kandungan Tanaman ... ... 9

1.5. Khasiat Tanaman ... 10

2. Penelitian Tanaman Obat yang Mempunyai Aktivitas Antimalaria 11 3. Tinjauan tentang Plasmodium falciparum 14 3.1. Klasifikasi Plasmodium falciparum ... 14

3.2. Morfologi Plasmodium falciparum .... 15

3.3. Siklus Hidup Plasmodium falciparum .. 17

4. Klasifikasi Antimalaria ... 20

5. Tujuan Pengobatan ... 21

H A L A M A N

(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... .. 24

1. Bahan Penelitian ... .. 24

1.1. Daun Eupatorium triplinerve Vahl. ... 24

1.2. Plasmodium Falciparum ... .. 24

1.3. Bahan Pembanding ... .. 25

1.4. Pelarut ... .. 25

1.5. Bahan Untuk Uji In Vitro ... 26

2. A l a t ... .. 26

2.1. Alat yang Akan Digunakan Untuk Pembuatan Ekstrak Daun Eupatorium triplinerve Vahl .. 26

2.2. Alat yang Digunakan U nt uk Uji Aktivitas 26 3. Pembuatan Ekstrak Daun Eupatorium triplinerve V a h l .. 27

4. Prosedur Pembiakan Sinambung Plasmodium Falciparum .. 30

4.1. Sterilisasi Alat-alat ... .. 30

4.2. Pembuatan Medium Biak ... .. 31

4.3. Penyiapan Eritrosit U nt u k Mendukung Pembiakan .. 33

4.4. Penyiapan Sel Parasit Un tuk Pembiakan 33 4.5. Menghitung P arasitemia ... .. 35

4.6. Sub Kultur (Inokulasi Biakan) ... .. 35

4.7. Sinkronisasi ... .. 35

5. Teknik Uji Aktivitas Antimal ar ia .... 37

5.1. Penyiapan Suspensi Sel Parasit ... 37

5.2. Penyediaan Lempeng Sumur Mikro yang Mengandung Bahan Uji dan Kontrol .. 37

(8)

6. Evaluasi Hasil Pengujian Aktivitas

Antimalaria ... 40

6.1. Cara Pembuatan Sediaan Darah Tebal ... 40

6.2. Perhitungan Prosen Pe ng ha mb ata n .... 41

7. Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN AN AL ISI S DATA ... 49

1. Hasil Penghitungan Prosen Penghambatan Pertumbuhan Plasmodium falciparum ... 49

2. Analisis Data ... 50

2.1. Menentukan Ho dan Ha ... 51

2.2. Harga F Hitung ... 51

2.3. Perbandingan Harga F hitung dangan F tabel ... 55

2.4. Kesimpulan ... 55

2.5. Uji LSD ... 56

3. Kurva Log Kadar vs Log Prosen Penghambatan ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 61

BAB VI KESIMPULAN ... 70

BAB VII SARAN-SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Morfologi Plasmodium falciparum ... ... 16 Gambar 2 : Daur H idup Plasmodium falciparum .... 23 G amb ar 3 : Ekstraksi Serbuk Daun Eupatorium

triplinerve Vahl. ... ... 29 Gambar 4 : Gambaran Lempeng Sumur Mikro untuk

Uji Aktivitas Antimalaria ... ... 42 Gambar 5 : Kurva Log Konsentrasi vs Log Prosen

Penghambatan ... ... 45 Gambar 6 : Kurva Log Kadar vs Log % P enghambatan

Fraksi Heksan ... ... 59 Gambar 7 : Kurva Log Kadar vs Log % Penghambatan

Fraksi Kloroform ... 60 Gambar 3 : Kurva Log Kadar vs Log % Penghambatan

Fraksi Metanol ... ... 61 Gambar 9 : Tanaman Eupatorium triplinerve Vahl. .. 82 Gambar 10 : Hapusan Darah Tipis Plasmodium falciparum

sebelum sinkronisasi ... ... 83 Gambar 11 : Hapusan Darah Tipis Plasmodium falciparum

setelah sinkronisasi ... ... 83 Gambar 12 : Hapusan Darah Tebal Kontrol Negatif .... 84 G ambar 13 : Hapusan Darah Tebal Kontrol Positif .... 84 Gambar 14 : Hapusan Darah Tebal K^ Fraksi Heksan 85 Gambar 15 : Hapusan Darah Tebal Fraksi Kl oro fo rm 85 Gambar 16 : Hapusan Darah Tebal K 0 Fraksi Metanol 86

o

HAL. A M A N

(10)

DAFTAR TABEL

H A L A M A K

TABEL 1 : Tabel ANAVA untuk Rancangan Tersarang dengan jumlah Sub-sampling yang

Be rb ed a ... 41 TABEL 2 : Tabel Selisih H ar ga Rata-rata Tiap

Ke lo mp ok dengan Kontrol Positif (Yi*) .... 43 TABEL 3 : D at a Prosen Pe nghambatan Pertumbuhan

Plasmodium falciparum dari Berbagai F raksi

Daun Eupatorium triplinerve V a h l ... 50 TABEL 4 : Data Konversi Y ke Log (Y + 1) dari Berbagai

Fraksi Daun Eupatorium triplinerve Vahl. .. 51 TABEL 5 : Data Pengamatan untuk Rancangan T er sa ra ng . 51

TABEL 6 : Tabel ANAVA untuk Rancangan Tersarang

dengan Jumlah S ub-sampling yang B er be da .. 54 TABEL 7 : Tabel Selisih Ha rg a Rata-rata Tiap

Kelompok dengan Harga Rata-rata

Kontrol Positif ... 56 TABEL 8 : Tabel % Penghambatan Rata-rata dari

Berbagai Fraksi Daun Eupatorium

triplinerve V a h l ... 57 TABEL 9 : Hubungan Antara Log Kadar dengan Log

Prosen Penghambatan ... 58

(11)

DAFTAR S I N G K A T A N

GBHN R P M I RP-HS H E P E S

C P D A C D R B C P A B A S S S S A S S B S S E M S A M S B M S E df

= G aris-garis Besar Haluan Negara = Rosewell Parla Memorial Institute - RPMI - Human serum

= N-2-Hydroksi Ethyl Piperazin-N -2 -E th an e Sulfonic Acid

= Citrat Phosphas Dextrose = Acid Citric Dextrose = Red Blood Cells

= Para Amino Benzoic Acid = Sum Square

(12)

DAFTAR L A M P I R A N

LAMPIRAN I

LAMPIRAN II

LAMPIRAN III

LAMPIRAN IV LAMPIRAN V LAMPIRAN VI

LAMPIRAN VII LAMPIRAN VIII

H A L A M A N

Hasil Penghitungan % Penghambatan Pertumbuhan Plasmodium falciparum

dari Berbagai Fraksi Daun

Eupatorium triplinerve V a h l ... 77 Konversi % P e n g ha m ba ta n ( Y ) ke

Log ( Y + 1 ) dari Berbagai F r a k ­ si Daun Eupatorium triplinerve

V a h l ... 78 Penghitungan % Penghambat

Rata-rata dari Berbagai Fraksi Daun

Eupatorium triplinerve V a h l ... 79 Daftar Harga F tabel ... 33 Daftar Harga t tabel ... 31 Tanaman Eupatorium triplinerve

V a h l ... 82 Foto Plasmodium falciparum .... 33 Surat Keterangan Identifikasi

Tanaman ... 87

(13)

Pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan tumbuhan maupun binatang telah lama dikenal oleh m asyarakat kita dan umumnya d ir as a ka n manfaatnya secara empirik. D at a ilmiah terutama d a ta klinik masih langka padahal GBHN telah men gamanatkan untuk menggali, meneliti dan mengembangkan obat tradisional ini menjadi obat tradisional Indonesia yang dapat diperta ng gun g jawabkan pe makaiannya dalam u pa ya pelayanan kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan uji klinik obat-obat tradisional untuk memantapkan khasiatnya.

Telah dilakukan uji aktivitas be be ra pa fraksi dari daun Eupatorium triplinerve Vahl. terhadap pertumbuhan

Plasmodium falciparum . Sebagai pembanding adalah

klorokuin diphosphat yang berkhasiat antimalaria.

Pengamatuii dilakukan pada da ya hambat dari beberapa fraksi daun Eupatorium triplinerve Vahl. terhadap pertumbuhan Plasmodium falciparum in vitro dan hasilnya di bandingkan dengan kontrol.

Hasil uji aktivitas terhadap Plasmodium falciparum

galur 1-2300 menunjukkan kadar yang memberi efek pe nghambatan pertumbuhan Plasmodium falciparum secara b ermakna untuk fraksi heksan, kloroform dan metanol berkisar pada kadar 100 pg/ml - 10.000 Mg/ml.

(14)

Harga IC^q (kadar p en gh am ba tan pertumbuhan skizon 50 %) berkisar pada : u ntuk fraksi heksan = 236,175 ^2/ml, untuk fraksi kloroform = 639,398 /Jg/ml dan untuk fraksi metanol = 646,847 pg/ml.

Dari hasil pembuatan kurva log kadar vs log prosen pen gh am ba tan menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi fraksi daun Eupatorium triplinerve Vahl. menyebabkan pen in gk at an prosen p enghambatan pertumbuhan Plasmodium falciparum .

(15)

P E N D A H U L U A N

1. L a t a r B e l a k a n g M a s a i a h

Sebagai salah satu negara di d ae r a h tropik, Indonesia mempunyai wilayah yang kaya akan bermacam-macani tumbuhan

dan d i a n t ar a ny a banyak yang b er ma nf aa t bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber pangan maupun sebagai bahan pengobatan. Sebagai bahan pengobatan, penggunaan obat tradisional telah dikenal sebagian besar rakyat Indonesia

t

dan digunakan secara turun temurun b erdasarkan pengalaman hidup sehari-hari. Masalah yang di ha da pi da la m penggunaan obat tradisional ini adalah sebagian besar kebenaran khasiat bahan yang digunakan belum dapat dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian dan pe ng uj ia n yang sistematik. Karena itu pe me ri nt ah menghimbau se luruh rakyat Indonesia untuk terus melakukan penggalian, penelitian, pengujian serta p engembangan terhadap obat tradisional dan selanjutnya m em an faatkannya da la m rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara lebih luas dan merata, sekaligus memeli ha ra dan m en ge mba ng ka n warisan budaya bangsa [1,2].

(16)

2

dik et a hu i kandungan dan k hasiatnya secara pasti sebagai o b a t . Dari bermacam-macam kegunaan tumbuhan obat di Indonesia salah satu diantar an ya dapat berkhasiat sebagai antimalaria. Penggalian tumbuhan obat sebagai antimalaria masih terus ditingkatkan mengingat penyakit malaria di I ndo nesia sampai saat ini masih merupakan masalah bagi kesehatan masyarakat karena d ew as a ini telah ditemukan adanya Plasmodium falciparum y a n g resisten terhadap klorokuin [3].

(17)

disebabkan oleh parasit bersel tunggal yaitu protozoa yang termasuk dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini mempunyai 4 (empat) spesies yang bersifat p ar as i ti k bagi manusia, antara lain Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,

Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Dari keempat

spesis tersebut Plasmodium falciparum adalah spesies yang paling umum menginfeksi m an us ia di d ae r ah tropik dan sub tropik dan merupakan penyebab m alaria yang paling ber bahaya yaitu malaria tertiana m al ig na yang dapat menimbulkan kematian [7].

(18)

Artemisinin (Qinghaosu), suatu senyawa seskuiterpen lakton yang terdapat dalam Artemisia annua suku Compositae telah berhasil diisolasi oleh p ar a ilmuwan dari Cina dan ternyata berkhasiat sebagai obat m alaria [9]. Penemuan Qin gh ao su ini merangsang p e ne l it i- pen el it i lain u nt uk mencari bahan alam antimalaria yang lain, sampai akhirnya d ite mukan pula senyawa 4-fenil kumarin yang diisolasi dari tumbuhan suku Rubiaceae yaitu Cautarea latiflora dan

Exostema caribaeum yang ternyata juga mempunyai aktivitas anti Plasmodium falciparum in vitro CIO]. Dari tanaman

Diosma pilosa berhasil diisolasi s en ya wa antimalaria yaitu 5, 6, 7-trimetoksikumarin [11].

Sebagai negara Tropik, Indonesia merupakan daerah yang kaya akan sumber bahan alam y an g sangat potensial dan telah ba n ya k jenis tumbuhan yang d it el it i sebagai antimalaria. Tumbuhan tersebut antara lain Brucea javanica

yang mengand un g zat antimalaria kuasinoid [12]. Tanaman

Carica papaya dan Tinospora tuberculata juga telah

diteliti dan berkhasiat sebagai obat malaria [13,14],

Eupatorium triplinerve Vahl. atau dikenal sebagai

(19)

et er -t im ohidrokinon [17]. Ja ku po v ic h mengatakan bahwa genus Eupatorium kaya akan senyawa seskuiterpen lakton

Dengan menggunakan pendekatan etnofarmakologi di mana tanaman tersebut telah digunakan sebagai antimalaria di India dan p endekatan kemotaksonomi yaitu adanya zat kandungan kumarin dan seskuiterpen dalam tanaman

Eupatorium triplinerve Vahl. y an g d iperkirakan berkhasiat sebagai antim al ar ia seperti p a da penelitian sebelumnya d id u ga b a hw a tanaman Eupatorium triplinerve Vahl.

m emp unyai khasiat sebagai antimalaria. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dianggap perlu untuk meneliti tanaman Eupatorium triplinerve Vahl, untuk mencari alternatif antimalaria yang lain.

Karena senyawa seskuiterpen lakton dari Artemisia

annua dan senyawa kumarin dari Cautarea latiflora dan

Exostema caribaeum mempunyai aktivitas anti Plasmodium,

maka uji khasiat antimalaria dari tanaman Eupatorium

triplinerve Vahl. ini menggunakan Plasmodium falciparum

(20)

6

2. Per am us an Masalah

Apakah fraksi heksan, kloroform dan metanol dari daun

Eupatorium triplinerve Vahl. mempunyai aktivitas

antima la ri a dengan cara menghambat p er tu mb uh an Plasmodium falciparum in vitro.

3. Hipotesis

3.1. Fraksi heksan dari daun Eupatorium triplinerve Vahl. mempunyai aktivitas a n ti m al ar ia dengan cara menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum in v i t r o .

3.2. Fraksi kloroform dari daun Eupatorium triplinerve

Vahl. mempunyai aktivitas antimal ar ia dengan cara menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum in v i t r o .

3.3. Fraksi metanol dari daun Eupatorium triplinerve

Vahl. mempunyai aktivitas an ti mal ar ia dengan cara menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum in v i t r o .

4. T u j u a n Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi heksan, kloroform dan metanol dari daun Eupatorium

triplinerve Vahl. terhadap pe rt um bu han Plasmodium

(21)

1. T i n j a u a n tentang tanaman Eupatorium triplinerve Vahl. 1.1. Klasifikasi Tanaman

Divisio

Sub Divisio Class

Sub Class Ordo

Farailia Genus

Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Sympetalae Asterales

Asteraceae ( Compositae )

Eupatorium

Eupatorium triplinerve V a h l . [18] Species

Sin o n i m [19, 20] :

- Eupatorium ayapana Vent, ex Millin

- Eupatorium perfoliatum, Eupatorium aromaticus

Mama D a e r a h [15, 21] :

- Sumatera : Daun Prasman, Daun Panahan, Acerang - Sunda : Jukut Prasman

- J aw a : G od ong Prasman, Raja Pa na h

1.2. P e n y e b a r a n Tanaman Eupatorium triplinerve Vahl.

Eupatorium triplinerve Vahl. berasal dari daerah

Amerika tropik, dan ditemukan tumbuh liar di daerah Amazon [22], ba ny ak ditanam di India. Tanaman ini telah lama

(22)

di ba w a ke Jawa, tumbuh liar di daerah berbukit dan pegunungan rendah sampai dengan ketinggian 1.600 meter di atas permukaan air laut. Tanaman ini dapat tumbuh baik di terapat terbuka maupun ditempat terlindung dan sering d it an a m sebagai penutup tanah di perkebunan karet dan perkebunan teh karena mampu mencegah erosi. Selain itu juga sering ditanam sebagai tanaman obat [15].

1.3. Morfologl Tanaman

Merupakan tanaman terna (herba) menahun, b anyak bercabang, batang merayap (repens) atau condong (ascendens). Tanaman ini mempunyai tinggi 0,5 meter sampai dengan 1 meter. Memiliki akar tunggang, tidak dalam masuk ke tanah, pada nodus yang terletak di atas tanah sering tumbuh akar. Berbatang basah (herbaceus) kecil-kecil berbent.uk bulat, sedikit berkayu dan berwarna kemerahan. Pada batang tersebut terdapat ruas di mana pada tiap nodus terdapat dua daun. Batang yang m asih muda b ia sanya b e r b u l u .

Bentuk daun tunggal duduk berhadapan (folia opposita) b erb entuk lanset ( lanceolatus) atau sempit m em an ja ng ( o b l o n g u s ) . Tepi daun integer, pangkal dcun runcing (acutus) dan mempunyai ujung yang me ru ncing (a c u m i n a t u s ) . Daging daun becwarna hijau kemerahan dengan permukaan daun yang gundul (glaber) kadang sedikit berbulu.

(23)

Tanaman ini mempunyai tulang daun menyirip (penninervis) dengan pangkal ibu tulang daun pada permukaan bawah agak menonjol dan berwarna kemerahan. Helai da un mempunyai ukuran panjang 3 12 cm, lebar 0,5

-2,5 cm dengan tangkai daun yang pendek. Tangkai daun (petiole) mempunyai panjang 6 - 1 0 milimeter.

Menurut Backer (1963) tumbuhan ini di Pulau Jawa jarang d ap at berbunga. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk yang b e r j u m l a h 20 sampai 50 dan pa njang 6 - 7 milimeter. Kelopak bunga lepas berwarna hijau keunguan dan mempunyai bulu-bulu. Mahkota bunga berwarna putih kecil-kecil dengan panjang 3 , 5 - 5 milimeter, berbentuk jarum, mempunyai bulu putih dan pada bagian ujungnya b er warna coklat. Tanaman ini me mp unyai benang sari kecil, lepas dan kadang-kadang sebagian terikat. Bunga tersusun dalam bentuk malai yang rata. Adapun b uahnya mempunyai jenis kendaga [15,19].

1.4. K a n d u n g a n Tanaman 1. Minyak Atsiri

(24)

10

2. K um a ri n

Dalam tanaman ini terdapat beberapa senyawa kumarin [15,17,25] antara lain :

- Ayapanin

- Ayapin (daun)

- Herniarin (daun)

- Dafnetin (seluruh tumbuhan)

- Dimetil eter dafnetin ( se luruh tumbuhan) - 7-metil eter dafnetin ( s el ur u h tumbuhan) - Hidrangetin (seluruh tumbuhan)

- Umbelliferon (seluruh tumbuhan)

3. S en ya wa l ai n yaitu t i mo hi d ro ki n on d an dimetil eter timohid ro ki no n [17, 21]- .

1.5. Khasiat Ta na ma n

a. Minyak atsiri dari Eupatorium ayapana digunakan sebagai antifungi dan antibakteri [26],

(25)

c. Ekstrak dari daun yang telah dikeringkan digunakan untuk pengobatan tukak lambung [27].

d. Daun segar yang di re mas-remas ditempelkan pada luka dipakai untuk membersihkan luka dan raengobati luka karena gigitan reptil yang berbisa. Daun yang diremas dan ditempelkan pa da dahi untuk mengobati sakit kepala. Sebagai obat d al am juga diberikan terhadap gigitan ular. Untuk obat sariawan mulut menggunakan daun segar yang di ku n ya h tetapi airnya tidak ditelan [15].

Di kepulauan Bourbon d ib udidayakan dan dikeringkan untuk di kirim ke Perancis yang dipergunakan sebagai pengganti teh Cina [15].

2. Penelitian Tanaman Obat yang Mempunyai Aktivitas Antimalaria

Beberapa senyawa yang telah berhasil diisolasi dari tanaman obat yang mempunyai aktivitas antimalaria, antara lain :

a. Senyawa Golo n g a n Alkaloid

(26)

. M I I I K

; - VP»S ■- . ; 12

' ______* V k ■>*:■.£' A '

kinidina, sinkonina dan sinkonidina. Colin W. Wright juga telah berhasil mengisolasi senyawa febrifugin dari tanaman Dichroea febrifuga yang mempunyai aktivitas antimal ari a 64 - 100 kali lebih besar dari pada aktivitas kinina. Namun demikian sampai sekarang kinina masih dianggap sebagai a nt im al ar ia yang potensial [28]. b. Sen y a w a Golongan S e s k u iterpen l a k t o n

Seorang ilmuwan dari Ci na telah berhasil mengisolasi s enyawa artemisinin (Qinghaosu) dari tankman Artemisia annua dan senyawa yingzhaosu dari tanaman Artabotrys

uneinatus yang mempunyai aktivitas a ntimalaria dan

t oks isitasnya lebih keoil d i ba nd in gk an dengan klorokuin Ke du a senyawa tersebut t er masuk da la m golongan

seskuiterpen lakton [29]. c. Senyawa Golongan Kuasinoid

Senyawa kuasinoid yang mempunyai khasiat antimalaria berhasil diisolasi dari tanaman suku Simarubaceae yaitu

Bruoea javanica yang me ng an dun g bruseantin, brusatol, br useantinol dan brusein pada buahnya, juga akar dari

Euryooma longifolia yang me ng an d un g erikomanon,

erikomalakton dan erikomanol [12], d. Senyawa Golongan Triterpenoid

Khalid dkk. berhasil mengisolasi senyawa gedunin, yaitu suatu senyawa t etr an ortriterpenoid dari tanaman

(27)

senyawa nimbolid, suatu senyawa triterpen yang terdapat dalam daun dan biji

Azadirachta indica

var.

siaminensis

oleh Rochanankij dkk. Kedua senyawa tersebut mempunyai aktivitas antimalaria [31].

e. Senyawa Golo n g a n Kumarin

Noster berhasil mengisolasi senyawa 4-fenil kumarin dari tanaman

Cautarea latifflora

dan

Exostema caribaeum

yang berkhasiat sebagai antimalaria. Khalid juga berhasil mengisolasi senyawa antimalaria yang lain yaitu 5 ,6 ,7-trimetoksi kumarin dari tanaman

Diosma

pilosa

CI O, 11].

f. Senyawa G o l o n g a n Lignan

Dari tanaman

Haplophyllum

tuberculatum

berhasil diisolasi se nyawa justisidin, suatu arilnaftalen lignan yang berkhasiat sebagai antimalaria [11].

g. Senyawa Golo n g a n Flavon

Kuersetin adalah suatu senyawa flavon yang diisolasi dari tanaman

Diosma pilosa

y ang dilaporkan juga bersifat sebagai antimalaria. Menurut Divo, kuersetin mempunyai efek antimitokondria pada

Plasmodium

[11]. h. Senyawa Derivat Antrasena

Dari akar

Psorospernum febrifugum

berhasil diisolasi sat antimalaria antranoid, yaitu vismion D [32].

(28)

14

tanaman Thespesia populnea, ekhitamin dari tanaman

Alstonia scholaris dan ft c aesalpinin dari tanaman

Caesalpinia bonducella [9].

Penelitian untuk meneari obat m al ari a dari tanaman yang lain masih terus di kem ba ng ka n karena masih ada tumbuhan lain yang dapat d ik at ak an mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum yang juga terdapat di Indonesia, antara lain : Psidium guajava

(jambu biji), Lantana camara ( t e m b e l e k a n ) , Nyctanthes arbortristis <sri gading) dan Carica papaya L. [14,33].

3. Tinj a u a n Tentang Plasmodiun falciparum Welch. 3.1. Klasifikasi Plasmodium falciparum Welch.

Phylum : Protozoa Sub Phylum : Plasmodroma

Class Sporozoa

Ordo Haemosporida D anilewsky F amily Plasmodiidae Mesnil

Genus Plasmodium

Species : Plasmodium falciparum Welch. [34] Sino n i m [35, 36] :

Plasmodium tenue Stephens

(29)

3.2. Morfologi Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum merup ak an parasit penyebab malaria tertiana maligna. Parasit ini di dalam da ra h manusia mempunyai 2 (dua) bentuk, yaitu bentuk cincin dan g a m e t o s i t .

Bentuk ci n c i n :

Bentuk cincin dari Plasmodium ini lebih kecil dari

Plasmodium vivax., mempunyai d iam et er kurang lebih 1 fj, tipis dan j um la hn ya 2 - 6 . Bentuk ini mempunyai nucleus yang berbentuk batang atau terbagi menjadi 2 (dua) granul. Setelah 12 jam terserang, semua skizon akan menghilang dari peredaran darah tepi.

Gametosit :

Gametosit merupakan bentuk yang telah dewasa, be rb entuk seperti sosis dengan diameter 10 - 12 fj. Bentuk ini terdapat da la m peredaran darah tepi. Ada 2 (dua) macam g ametosit yaitu makrogametosit dan m i k r o g a m e t o s i t . Makrogametosit bernoda biru, m e ng an du ng kumpulan nucleus dan granul. Mikrogametosit bernoda biru lemah atau kemerahan, mengandung banyak nucleus yang mengkilat dan granul haemosoin yang lebih kecil dan tersebar.

(30)

16

ber bentuk cincin, gametosit b er bentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin dan balon merah di sisi luar gametosit. Pada sediaan darah tipis tropozoit muda berben tu k tanda seru atau koma dan cincin terbuka, gameto si t be rb entuk pisang dan terdapat bintik maurer pada sel d ar ah merah (gambar 1). Dengan pengecatan pewarna Giemsa, tampak inti berwarna merah, p la sm a berwarna biru, sel darah b er wa rn a merah muda dan pigmen berwarna kuning tengguli sampai hitam tengguli [34, 37].

Gambar 1 j Murfologi Plasmodium falciparum dengan perbesaran 1535 kali [37]

K etera n g a n :

a. Bentuk cincin Plasmodium falciparum dalam eritrosit

b. Psrtumbuhan s k i z o n d a l a m e r i t r o s i t dengan bintik mauref'8

c - f Pe r t u m b u h a n dan fase skizogonik g — h Bentuk rnerozoit

(31)

3.3. Siklus Hidup Plasmodium falciparum

Siklus hidup parasit malaria sebagian terjadi di d ala m sel hospes vertebrata, sebagian lagi di dalam nyamuk

A n o p heles. Sama seperti Plasmodium lainnya, siklus hidup

Plasmodium falciparum terdiri dari 2 (dua) fase yaitu fase aseksual (skizogoni) dalam hospes v e r t r eb ra t a dan fase seksual (sporogoni) dalam nyamuk Anopheles [38,39].

1. Fase aseksual (skizogoni)

Fase ini mempunyai 2 siklus yaitu daur dalam sel p are nk im hati (siklus jaringan/siklus ekso-eritrositik) dan siklus eritrositik dalam darah.

a. Siklus jaringan (siklus ek so-eritrositik)

Siklus jaringan dimulai setelah nyamuk Anopheles

(32)

b. Siklus eritrositik

Siklus eritrositik dimulai pada waktu rnerozoit masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyerang eritrosit. Siklus ini terjadi dalam waktu 48 jam. P ad a fase ini parasit mulai tampak sebagai kromatin kecil yang dikelilingi sedikit sitoplasma dan mempunyai bentuk bentuk cincin. Stadium ini disebut tropozoit. Pada saat tropozoit sedang tumbuh bentuknya menjadi tidak teratur dan mulai membentuk pigmen.

Tropozoit tumbuh menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon m atang dan selanj ut ny a membelah menjadi rnerozoit.

Eritrosit yang mengandung skizon ini kemudian pecah melepaskan rnerozoit, pigmen dan sisa sel selanjutnya masuk ke da la m plasma darah. Parasit y an g tidak mengalami fagisitosis m as u k ke dalam eritrosit yang lain, mengulangi siklus skizogoni. Penghancuran eritrosit ini menimbulkan g ej al a khas malaria yaitu demam yang diikuti menggigil. Sebagian rnerozoit yang memasuki eritrosit tersebut tidak membentuk skizon tetapi berdiferensiasi m em bentuk gametosit, memasuki fase seksual.

2. Fase seksual Csporogoni.3

(33)

berdiferensiasi menjadi gametosit akan berpindah ke dalam tubuh nyamuk pada saat n yamuk Anopheles betina menghisap darah penderita dan memulai siklus seksual. Berbeda dengan skizon , gameto si t tidak dicerna b ers am a eritrosit. Gametosit b erdiferensiasi menjadi mikrogametosit (gametosit jantan) dan makrogametosit (gametosit betina). Bentuk ini dapat ditemukan dalam d ara h tepi.

Pada mikrogametosit titik kromatin membagi diri menjadi 6 - 8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di sini mikrogamet berinti tunggal yaitu suatu filamen yang berbentuk seperti cambuk dan berge ra k aktif didesak keluar, lepas dari induknya. P roses ini disebut e k s f l a g e l a s i .

(34)

20

semula. Dalam ookista te rb entuk ribuan sporozoit, dan a pabila ookista pecah. sporozoit dilepas ke dalam rongga badan nyamuk dan be rg e ra k keseluruh jaringan tubuh nyamuk. Beberapa sporozoit menembus kelenjar ludah dan bila nyamuk m en us uk ma nu si a / menghisap darah manusia, sporozoit tersebut akan masuk ke dalam darah dan jaringan serta memulai siklus pra-eri tr os it ik kemudian memasuki siklus eritrositik. Siklus sporogoni dalam n yamuk memerlukan waktu 8 - 1 2 hari . Untuk mengetahui daur hidup Plasmodium falciparum dapat dilihat dalam gambar 2 pada halaman 23.

4. Klasifikasi Antimalaria

Berdasarkan kerjanya pada tahap perkembangan dari Pl as mo di um dapat dibedakan sebagai berikut [41] :

a. S k i z ontisida Jaringan

(35)

b. Skizontisida darah

Obat ini merupakan obat y an g menekan perbanyakan parasit dalam eritrosit untuk me nc e ga h timbulnya gejala klinik .

c. Garnet osi da

Obat yang termasuk dalam golongan gametosit bekerja pada bentuk seksual dengan cara mencegah penyebaran parasit dari manusia ke nyamuk (memusnahkan gametosit dalam darah).

d. Sporontislda

Obat ini bekerja dengan cara mence ga h terjadinya sporogoni dan perkembangan parasit apabila terbawa dalam tubuh nyamuk bersama darah.

5* Tu j u a n Pengobatan

Dengan adanya klasifikasi antimalaria seperti tersebut di depan, maka pemilihan obat malaria harus disesuaikan dengan tujuan pengobatannya. Untuk itu, ada b ebe ra pa tujuan pengobatan malaria, antara lain [42] : a* Pengendalian serangan klinik

(36)

b. Pengobatan supresi

Pengobatan ini ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dari tubuh penderita dengan cara memberi golongan s ki2ontisida darah dalam waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit.

c. Pencegahan kausal _

Penggunaan skizotisida jaringan yang bekerja pada skizon yang baru memasuki jaringan hari dapat mencegah tahap infeksi eritrosit dan menghambat transmisi lebih

lanjut.

-d. Pengobatan radikal

Pengobatan ini dimaksudkan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan e k s o - e r it r os it , karena itu digunakan kombinasi skizontisida darah dan jaringan. e. Garnetositosida

Pengobatan ini ditujukan untuk me mb un uh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga dapat menghambat transmisi ke dalam tubuh nyamuk.

(37)

, F «r t i U »»t i o n o l ( Z Y G O T£ 1 o «n * d )

(38)

BAB III

1. B a h a n Peneli t i a n

1.1. D a u n Eupatorium triplinerve Vahl.

Daun Eupatorium triplinerve Vahl. yang akan digunakan d a la & p en el it ia n ini diperoleh dari Dra. S.M. Broto Sutaryo yang diambil dari H e rb a ri um Bogoriense Badan Peneli ti an dan Pengembangan Botani, Puslitbang Biologi -LIPI, Bogor. Bagian daun yang di gu na ka n adalah seluruh bagian yang be ra da di atas tanah. Daun diambil secara acak kemudian dikumpulkan, dicuci dan d i k e ri n gk an dengan cara d ia n gi n- an gi nka n di udara terbuka. Setelah kering daun tersebut d ip ot on g kecil-kecil, kemudian di tu mb uk sampai halus, dan d i a y a k .

1.2. Plasmodium falciparum

Plasmodium yang digunakan adalah Plasmodium

falciparum I 2300 yaitu strain sensitif klorokuin yang berasal dari Irian Jaya dan d i pe r o l e h dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Bagian Penyakit Menular Bersumber Binatang, Departemen Kesehatan J ak ar ta yang dibiakkan in vitro dalam eritrosit dengan m ed iu m RPMI 1840 di ta mb a h dengan natrium

bikarbonat., HEPES buffer, gentamisin d an serum. METODE PENELITIAN

(39)

1.3. Bahan pembanding

Untuk m engeiahui adanya khasiat a ntimalaria dari fraksi daun Eupatorium triplinerve Vahl. maka digunakan pe mb an d in g Rlorokuin diphosphat.

1.4. Pel a rut.

Pelarut yang digunakan untuk pembuatan fraksi daun

Eupatorium triplinerve Vahl. adalah : - Heksan

- Kloroform - Metanol

1.5. Bahaii untuk uji in vitro

Bahan yang digunakan untuk membuat medium pembiakan

Plasmodium falciparum antara lain : - Aquabidest

- RPMX 1640 - Buffer HEPES

- G en ta mi si n sulfat - N at ri um bikarbonat

- Serum dan eritrosit manusia - M inyak Imersi

- C.P.D. : Asam sitrat, Natrium sitrat, N a 2H P 0 4 , Dextrose - P ew arna G iemsa

- Metanol

(40)

26

2. Alat

2.1* Alai, yang Akan Digunakan untuk Pembuatan Ekstrak Daun

Eupatorium triplinerve Vahl. : - Maserator

- C oro ng Buchner

- Rotary evaporator He id o lp h tipe WI - Gelas ukur

- Neraca analitik

2.2. Alat yang Digunakan untuk Uji Aktivitas Plasmodium falciparum :

- Laminar air flow - Inkubator

- Timbangan analitik - Autoklaf

- Lemari pendingin

- Desikator dengan tempat lilin - Penyaring membran milipor 0,22 m - Mikroskop

- Gelas beker yang steril - Labu Erlenmeyer

- Mikrotitreplate (lempeng sumur roikro) - Botol medium yang steril

- Alat dan tabung sentrifuse bertutup - Alat suntik yang steril

(41)

- Gelas obyek

- Lampu spiritus dan lilin

3. Pembuatan Elcstrak Daun Eupatorium triplinerve Valh. Bahan daun tumbuhan Eupatorium triplinerve Vahl. dikumpulkan dan segera dibersihkan, dikeringkan dengan cara d ia ng in -a ng in ka n di udara terbuka kemudian dihancurkan sampai halus dan diayak. Bahan tersebut di ti mb an g sebanyak 1 (satu) kilogram dan diekstraksi dengan metode maserasi ulang. Metode ini dikerjakan dengan cara merendam serbuk kering daun Eupatorium triplinerve

(42)

28

Pada setiap tahap tnaserasi, pelarut ditarabahkan secukupnya, keraudian campuran tersebut dibiarkan selama 24 jam sambil digojok-gojok. Masing-tnasing fraksi yang telah terkumpul tadi diuji daya hambatnya terhadap pertumbuhan

(43)

SERBUK DAUN K E R I N G

d « n g a n B • I amat

RESIDU FRAKSI HEKSAN

d i u a p k a n s a m p a i k # r i n g

d i m a s e r a s i u l a n g d o n g a n k l o r o f o r m t i g a k a l i s e -

l a m a * 2 4 j a m

RESIDU FRAKSI KLOROFORM

d i u a p k a n s a m p a i k e r i n g

d i m a s e r a s i u l a n g d e n g a n m e t a n o l t i g a Icali a e l a m a

• 2 -4 j a m

RESIDU FRAKSI METANOL

d i u a p k a n s a m p a i k e r i n r j

Gambar 3 : Fraksinasi serbuk daun Eupatorium triplinerve

(44)

30

4. Prosedur Pembi a k a n Sinambung Plasmodium falciparum

Semua pekerjaan yang b e rh ub un ga n dengan pembiakan

Plasmodium falciparum dilakukan secara aseptik dalam

laminar air flow dengan alat-alat y a n g telah disterilkan. 4.1. Sterilisasl Alat-alat

Alat-alat dan bahan kimia d is te r il is a si sesuai dengan ketentuan, yaitu [49] :

a. Di sterilisasi d al am oven suhu 150 °C selama 60 menit. Alat-alat gelas setelah dicuci bersih, dikeringkan. Pipet diisi kapas pada bagian p a n g k a l n y a dan dibungkus. Botol, Erlenmeyer, gelas beker, ditutap rapat dan •diikat dengan tali.

b. D is terilisasi dengan pemanasan d alam autoklaf pada 2

tekanan 1.5 kg/cm dan suhu 115-118 °C selama 80 menit. Alat-alat dari plastik dibungkus lebih dahulu.

Larutan bahan kimia yang tahan panas, volume tidak lebih dari 100ml dimasukkan d a l a m botol bertutup rapat. c. Alat-alat dari karet (tutup v ia l dsb.) disterilisasi dalam gelas beker yang d it ut up dengan gelas arloji dandirebus dengan aquadest b eb er ap a kali, setiap pendidihan air diganti.

(45)

e. Ruangan un tu k kerja asepti* disterilkan dengan penyinaran lampu UV selama 30 menit sebelum bekerja dan dilengkapi dengan penyalaan laminar air flow selama bekerja.

4.2. Pem bu at an M e d i u m Biak

Medium biak Plasmodium terdiri dari medium dasar, m edium komplit (lengkap) dan medium biak.

4.2.1. Me d i u m Dasar CRPMI 16403 Medium dasar terdiri dari :

- RPMI 1840 ... 10,4 gram - Bufer HEPES ... 5,49 gram

- Gentamisin Sulfat ... 1.00 ml (40 mg/ml) - Aquabidest steril ad 1000 ml.

Cara pembuatan :

- RPMI 640 dilarutkan dalam 900 ml aquabidest - Ditambah d engan buffer HEPES, diaduk ad larut - Ditambah gentamisin sulfat kemudian ditambah

dengan aquabidest ad 1000 ml.

Selanjuutnya larutan tersebut disterilkan melalui penyaring metabran milipore 0,22m kemudian disimpan dalam botol yang telah d isterilkan @ 100 ml.

4.2.2. Larutan N a t r i u m Bikarbonat SSi b/v

(46)

4.2.3. M e d i u m Lengkap Ctransport media)

Medium lengkap terdiri dari medium dasar dan NaHCOg 5% b/v.

N a H C 0 35% b/v sebanyak 4,2 ml ditambahkan ke dalam 100 ml medium dasar. Penambahan NaHCO^ yang dibuat segar akan memberikan p er ubahan warna me d iu m dasar dari kunung menjadi jingga. Medium lengkap ini digunakan mencuci sel darah segar yang belum terinfeksi dan untuk mencuci biakan.

4.2.4. S e r u m Segar

Untuk mendapatkan serum segar berasal dari darah vena yang diambil dengan alat suntik steril, kemudian dimasukkan ke d a la m tabung sentrifuse steril. Tabung didiamkan p a da suhu kamar atau pada suhu 37 °C selama 3 jam sehingga darah membeku. Selanjutnya disentrifuse p ad a 1800 putaran/menit selama 8 - 1 0 menit. D engan menggunakan pipet pasteur steril, serum dipisa hk an dan disimpan d alam botol yang steril pada suhu -20°C.

4.2.4. M e d i u m Biak CRP-HS a t a u RP-10HA3

Medium biak terdiri dari m ed i um lengkap dan serum ma nusia (Human Serum).

Ke da la m 104,2 ml medium lengkap ditambahkan serum homolog 11,5 ml.

Medium ini digunakan untuk pembiakan Plasmodium.

(47)

4.3. P e n y i a p a n Eritrosit Unluk Mendu k u n g Pembiakan

Da r ah diambil melalui vena, d i ta mpu ng dalam tabung steril yang mengandung an tikoagulan ACD atau CPD dan dis impan pada suhu 4 °C s elama 7 hari untuk m eningkatkan kemampuan m en du ku ng pembiakan parasit. Diambil 10 ml darah tersebut kemudian dimasukkan ke d al am tabung sentrifuse dengan kecepatan 1300 rpm s ela ma 10 menit. Plasma dan "buffy-coat" dibuang, kemudian “Packed c e l l ” yang tersisa dicuci dengan 10 ml m edium lengkap dan d i se n tr ifu se dengan kecepatan

1800 rpm selama 3 - 1 0 menit. Supernatan dibuang dan pencucian diulangi sampai 3 kali. "Packed cell" yang telah dicuci disuspensikan kembali ke dalam RP-HS volume sama. Suspensi ini me ng an d un g 50% eritrosit yang disebut RBC-50% hematokrit dan siap ditambahkan ke dalam biakan parasit.

4.4. P e n y i a p a n Sel Parasit Untuk P e m b iakan

E rit ro si t yang terinfeksi parasit malaria dapat diambil dari :

- bahan pembiak

- m an us ia atau kera yang terinfeksi - p enyimpanan beku

(48)

terapat kultur. Oleh karena itu sebaiknya digunakan sel parasit dari simpanan beku. Selain itu penyimpanan dalam keadaan beku dapat bertahan sampai bertahun - tahun.

Cara Pencairan (Thawing) :

- Biakan beku di go sok-gosok dengan tangan hingga seluruh isinya mencair.

- Cairan tersebut dipindahkan ke tabung sentrifuse dan disuspensikan dengan larutan NaCl 3.5% sampai terjadi hemolisis, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 7-10 menit, supernatan d i b u a n g .

- Proses pencucian di atas di ulang sekali lagi dengan medium komplit (transport media).

- Packed cell yang diperoleh disuspensikan ke dalam RP-HS (15% serum manusia) kemudian disentrifuse pada kecepatan dan waktu yang sama, supernatannya dibuang. Pencucian ini diulangi sebanyak 2 kali. - Packed cell disuspensikan kembvali dalam RP-HS dan

ditambah 5-10 tetes larutan RBC-50% hematokrit, kemudian diraasukkan cawan petri.

- Biakan dimasukkan dalam d es ik at or yang berisi lilin kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C Setiap 24 jam medium biak diganti dengan m edium yang segar.

- Kadar hematokrit selama kultur dibuat 1.2% .

(49)

4.5. Menghitung Parasitemia

Parasitemia ditentukan dengan cara menghitung jumlah parasit hidup tiap 10.000 eritrosit.

Cara penghitungan :

Dibuat hapusan darah tipis dari suspensi parasit. Diambil 35 lapangan pandang s ecara berurutan (''10.000 eritrosit). Selanjutnya dihitung jumlah parasit pada setiap lapangan pandang dan d ih itung jumlah parasit hidup tiap 10.000 eritrosit.

4.6. Sub Kultur CInokulasi Biakan)

- Biakan yang telah mencapai kadar parasitemia yang tinggi harus dipecah dan di pindahkan ke tempat yang

lain u nt uk dibiakkan lebih lanjut.

- Kadar parasitemia biakan asal harus diturunkan sampai 0.1 - 0.2 X dengan cara diencerkan dengan RBC-50% hematokrit.

- Setelah diencerkan dibuat hapusan darah tipis dan dihitung derajat p a r a s i t e m i a n y a .

- Biakan dimasukkan kembali ke da la m desikator yang berisi lilin dan diinkubasi pa da suhu 37 ° C .

4.7. Sinkronisasi

(50)

Cara sinkronisasi [44,45] :

- Dibuat larutan sorbitol 5% dalam aquabidest kemudian disterilkan melalui penyaring membran milipor 0,22 (J.

- Suspensi parasit dalam biakan (kadar parasitemia >10%) dipindahkan dalam tabung sentrifuse kemudian disentrifuse dengan kecepatan 1.800 putaran per menit selama 8 - 1 0 menit, supernatan dibuang.

- "Packed cell" disuspensikan dengan larutan sorbitol 5% sebanyak 3 - 4 kali volumenya, kemudian dibiarkan kontak dengan sorbitol selama 10 menit.

Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 1.800 putaran per menit selama 8 - 1 0 menit.

- "Packed cell" dicuci dengan medium komplit sebanyak 3-4 kali vo lu menya untuk m en ghilangkan sorbitol kemudian disentrifuse pada 1.800 putaran per menit, supernatan dibuang. Tahap ini dilakukan sebanyak 2 kali.

- "Packed cell" disuspensikan lagi dengan medium biak (RP-HS)sehingga diperoleh 50% suspensi, kemudian dibagi ke dalam cawan petri dengan diameter 60 mm masing-masing sebanyak 4 ml.

- Biakan dimasukkan ke da la m desikator dan diinkubasikan pada suhu 37 °C dalam inkubator selama 12 jam.

(51)

- Tahap 2-5 diulangi sekali lagi, kemudian dibuat hapusan darah tebal dan tipis untuk mengamati b ent uk dari parasit yang ada.

- Hasil sinkronisasi ini siap untuk digunakan uji in v i t r o .

5. Teknik Uji Aktivitas Antimalaria

Unt uk uji aktivitas a nt im ul ar ia in vitro diperlukan

Plasmodium de nga n satu stadium yang dapat diperoleh dengan cara sinkronisasi. Stadium yang diperlu ka n adalah stadium cincin atau tropozoid muda yang d a la m biakan s elanjutnya tumbuh menjadi skizon. Kriteria efek bahan uji terhadap

Plasmodium adalah % penghambatan pertumbuhan dari stadium cincin menjadi skizon yang d i b a nd i ng ka n dengan. kontrol. 5.1. P e n y i a p a n Suspeiisi Sel Parasit.

Kadar parasitemia suspensi sel parasit untuk pengujian efek anti.nalaria ad al ah 0,5 - 1 % . Sel parasit yang digunakan untuk pengujian adalah yang telah disinkronisasi dan m en ga nd u ng bentuk cincin tua/dewasa (umur 18-26 jam) cukup banyak.

5. 2. P e n y e d i a a n Lempeng Sumur M i k r o yang Mengandung Bahan Uji dan Kontrol

(52)

38

Adapun penyiapan bahan uji ini d i la kuk an secara aseptik. Cara pembuatan :

- Ditimbang 100 mg bahan uji, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dalam labu ukur 10 ml (Ki = 10.000 P g / m l ) .

- Dari larutan Ki dipipet 1 ml dengan pipet volume, dimasukkan ke d a la m labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan p el ar utn ya semula sampai garis tanda (Kz = 1.000

yg / m l ).

- Larutan K.2 dipipet 1 ml, masukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan p el a ru tn y a semula sampai tepat

10 ml (K.3 = 10 0 j^g/ml).

- Larutan K.3 dipipet 1 ml, d im as uk ka n ke dalam labu ukur

10 ml dan d iencerkan dengan p e l a r u t n y a semula sampai tepat 10 ml (K* = 10 £Jg/ml).

- Larutan K* dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur dan diencerkan dengan pelaru tn ya semula sampai tepat

10 ml <Rs = 1 jjg/ml).

- Larutan Ks dipipet 10 ml, d ie nc er ka n dengan pelarutnya sampai 10 ml dalam labu ukur (Kc* = 0 , 1 pg/ml).

Catatan :

- Untuk fraksi heksan menggunakan pelarut heksan.

(53)

Seb ag ai kontrol negatif di gu na ka n pelarut dari m asi n g- ma s in g fraksi.

Sebagai p em ba nd ing digunakan klorokuin diphosphat d engan konsentrasi 4 pmol/10 pi dengan pelarut aquabidest. Le mp e ng sumur mikro terdiri dari 96 sumur yang terbagi d al a m 8 baris ( A - H ) dan 12 kolom ( 1 - 12 ). - Kolom 1-4 diisi dengan fraksi heksan.

- Kolom 5-8 diisi dengan fraksi kloroform. - Kolom 9-12 diisi dengan fraksi metanol.

- Baris A sebagai kontrol negatif yang diberi pelarut dari ma si ng - ma si n g fraksi .

- Baris E sebagai kontrol positif yang diberi bahan p e m b a n d i n g .

- Baris B, C, D, F, G dan H diisi dengan ma si ng -m as in g fraksi R±, Kz, Ka, K*, Ks dan secara berurutan.

Un tu k lebih jelasnya pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Tiap sumur diisi dengan bahan uji, kontrol negatif dan kontrol positif sebanyal 10 a/1.

5.3. Prosedur Pengu j i a n Efek Anti malaria In Vitro

Ap abila lempeng sumur mikro yang akan digunakan untuk uji telah siap, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap

suspensi sel sebagai berikut :

(54)

40

- Lempeng sumur mikro yang telah berisi medium uji dimasukkan ke d al am desikator yang diberi lilin dan d iin ku ba si ka n p ad a suhu 37 °C se la ma 24 jam.

6. Evaluasi Hasil Pengujian Aktivitas Antimalaria

Untuk mengevaluasi hasil uji aktivitas an timalaria sebelumnya dibuat sediaan darah tebal yang n an ti n ya akan d ipe ri k sa dengan menggunakan mikroskop (perbesaran lensa obyektif 100 kali). Dari sediaan d a ra h tebal tersebut, d ihi tu ng jumlah skizon hidup yang mempunyai lebih dari 3

inti setiap 200 Plasmodium stadium aseksual. Setelah itu d ihitung prosen penghambatan p ertumbuhan Plasmodium

falciparum terhadap kontrol negatif. Dari prosen

penghambatan ini dibuat kurva garis regresi linier, (gambar 4) kemudian dicari prosen pe nghambatan 50% (IC 50) dari ekstrak daun Eupatorium triplinerve Vahl, yang mempunyai khasiat antimalaria.

6.1. Cara Pembuatan Sediaan Darah Tebal :

(55)

debu-- Sediaan darah tebal tadi di tetesi dengan pe wa rn a Giesnsa dalam bufer 7,2 sampai menutupi seluruh permukaan sediaan darah, kemudian didiamkarr selama 24- 48 j a m •Selanjutnya sediaan tadi dicuci d engan air yang mengalir se hi ng ga larutan G iemsa turut mengalir sampai habis dan seluruh eritrositnya

t e r h e m o l i s i s .

6.2. P e r h i t u n g a n Prosen Pen g h a m b a t a n :

Prosen pe nghambatan pertum bu ha n Plasmodium falciparum

dapat di hitung dengan rumus di bawah ini :

Xe

Pro s e n P e n g h ambatan = 1 0 0 X — --- x lOQSi Xk

Ket e r a n g a n :

Xe 3 jumlah skizon hidup pada aumur yang dib«ri bahan uji.

(56)

4 2

GAMB A R A N L E M P E N G SUMUR MI K R O UN T U K UJI ANTIMALARIA

1 2 3 4 5 6 7 8 g 10 li 12

A B C D E F G H

Gambar 4 : Gaaibaran Lempeng Sumur Mikro untuk Uji Aktivitas Antimalaria

Keterangan :

A r:

E =

B, C, D, F, G, H = K olom 1-3 -K o l o m 4-6 = K olom 7-9

-Diisi kontrol negatif Diisi kontrol posilif

Diisi b a h a n uji pad a berbagai koneentraei

(57)

Cara Pembuatan Kurva Kegresi Linier

Log P rosen P e n g h ambatan

C 5£ )

Log ICadar C }jg / ml )

Gambar

Gambar 1 j Murfologi
Gambar 2 : Daur Hidup Plasmodium falciparum Welch.[40]
Gambar 3 : Fraksinasi serbuk daun Vahl.
Gambar 4 : Gaaibaran Lempeng Sumur Mikro untuk Uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memang beberapa produsen prosesor telah membuat versi prosesor yang bertegangan rendah yang memiliki suhu kerja lebih dingin dari prosesor lain, tetapi untuk penggunaan dengan

Apabila terdapat informasi yang dianggap kurang jelas atau terdapat masalah yang terkait dengan proses pendaftaran, calon peserta USM dapat menghubungi Panitia Pelaksana

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh berejenis kelamin laki-laki memiliki nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar dari

Dalam aspek produksi yang lain terutama pengadaan bibit, perkebunan rakyat didukung oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, sehingga mutu kopi yang ditanam

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Ranomuut Kota Manado, maka dapat disimpulkan bahwa, Sebagian besar responden berada pada usia Elderly

Tekan (T) untuk menambah maklumat pusat bagi sekolah yang didaftarkan dan pengguna akan memperolehi skrin seperti pada Gambar rajah 10 di atas.. Pengguna boleh melihat

Pengaturan tersebut menggunakan konverter arus searah pensaklaran yang terhubung dengan kumparan medan dan kumparan jangkar yang dalam aplikasinya menggunakan MOSFET

Pernyataan di bawah ini yang berkaitan dengan gaya angkat pesawat terbang yang benar adalah …C. tekanan udara di atas sayap lebih besar dari pada tekanan udara di bawah sayap