• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2012) SKRIPSI Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2012) SKRIPSI Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPEREMPUAN

KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MENURUT UU NOMOR 23

TAHUN 2004 TENTANG KDRT

(Studi Kasus di Polres Salatiga

Tahun 2012)

SKRIPSI

Guna Memperoleh Gelar S1 Sarjana Syariah

Oleh

SALIM

212 09 014

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Muslim sejati adalah yang tidak pernah menggunakan lisan dan tangannya untuk

menyakiti sesamamuslim

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, skripsi yang amat sederhana ini penulis persembahkan kepada.

1. Guru Agama Islam yang pertama, Ayahandaku (Ruslan) dan Ibu ku tersayang (Kasti).

2. Istriku tercinta (Subariyah) anak-anakku M.Sava Ufuqil A’la, Ainan Fiha Tusamma Salsabila, Izza Jaza al Aufa yang terkasih, yang telah memberikan nasihat dan semangat ketika aku dalam kegundahan.

3. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dan mendoakan agar mencapai satu

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah, segala puji bagi-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat salam selalu tercurahkan pada pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan dan membimbing umat pada jalan yang diridhoi Allah, dengan semangat dalam menebarkan ilmunya dan nur kemulyaanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi Kasus di

Polres Salatiga Tahun 2012)”.

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bapak IllyaMuhsin, M.H.M.Si.selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAIN Salatiga.

3. Ibu LutfianaZahriyani, M.H.selaku dosen pembimbing akademik.

4. IbuHeniSatarNurhaida,SH.M.Siyang telah membimbing dam memberi pengarahan sampai selesai dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh bapak dan ibu dosen serta karyawan STAIN salatiga yang telah memberi bekal pengetahan dan pelayanan kepada penulis.

6. Bapak dan ibuku serta keluarga yang telah memberi motivasi dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua teman seperjuangan AS angkatan 2009.

(9)

Semoga amal dan budi baik yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi catatan amal kebaikan disisi Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi masyarakat pecinta ilmu dan Negara.

Salatiga, 07 Maret 2014

(10)

ABSTRAK

Salim.2013. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004

TENTANG KDRT (Studi Kasus Di Polres Salatiga Tahun 2012).

SkripsiJurusan Tarbiyah. Program StudiHukum Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. PembimbingHeniSatarNurhaida,SH.M.Si.

Kata kunci: Kekerasan KDRT, Perlindungan Hukum, UU KDRT.

Pada era transisi yang dialami masyarakat Indonesia saat ini dari masyarakat agraris menuju modern.Keindahan sebuah pernikahan sering kali ternodai dengan kekerasan yang dilakukan salah satu pihak kedua mempelai dan sering menjadikannya sebuah keluarga berantakan dan hingga terhadi perceraian.Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk dan motif kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang dilaporkan di Polres Salatiga?, (2) Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di polres Salatiga?, dan (3) Apakah perlindungan hukum yang diberikan pada korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga telah sesuai dengan UU KDRT No 23 Tahun 2004?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif. Peneliti melakukan penelitian sejak tanggal 17 Juni 2013 Polres Salatiga.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LOGO STAIN ... ii

HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN ABSTRAK ... x

HALAMAN DAFTAR ISI ... xi

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 4

C. Tujuandan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Penegasan istilah ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 6

F. Metode Penelitian... 8

1. Pendekatan dan jenis penelitian ... 8

(12)

3. Sumber data ... 9

4. Prosedur pengumpulan data ... 10

5. Analisis data ... 11

6. Pengecekan keabsahan data …… ... 11

7. Tahap-tahap penelitian... ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PerlindunganSementara…….. ... 17

B. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 18

C. Pelindungan Hukum Terhadap perempuan Korban KDRT Menurut UU No. 23 Tahun 2004 ... 22

D. Motif Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga ... 25

E. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah tangga ... 27

F. Pandangan UUKDRT Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 29

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sekilas tentang berdirinya Polres Salatiga ... 43

1. Sejarah Berdirinya Polres Salatiga ... 43

a. Asal-usul Polres Salatiga ... 43

(13)

c. Daftar nama Kapolres Salatiga ... 47

d. Visi dan Misi Polres Salatiga ... 59

e. Struktur Organisasi Polres Salatiga ... 51

f. Wilayah Hukum Polres Salatiga ... 53

B. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Polres Salatiga ... 55

C. Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT di Polres Salatiga ... 56

1. Kekerasan Fisik ... 56

2. Kekerasan Psikis ... 66

D. Perlindungan Hukum yang diberikan kepada Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Salatiga ... 67

1. Menerima laporan atau pengaduan ... 67

2. Penyidikan ... 68

3. Mencari barang bukti dengan visum ... 68

4. Pengamanan korban yang mendapat ancaman ... 68

5. Mediasi ... 69

6. Penangkapan ... 69

(14)

B. Analisis perlindungan hokum terhadap perempuan korban kekerasan rumah tangga di Polres Salatiga dan

kesesuaian dengan UUKDRT ... 74 C. Analisis efektivitas perlindungan hukum terhadap

perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

Polres Salatiga ... 83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 85 B. Saran-saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia. Perseorang-an maupun kelompok. DengPerseorang-an jalPerseorang-an perkawinPerseorang-an yPerseorang-ang sah, pergaulPerseorang-an laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia. Pergaulan hidup rumah tangga dibina dalam suasana aman. tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami istri (Basyir. 1995: 1).

Fenomena kadang berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah mawaddah warohmah harus kandas di tengah jalan karena seribu satu permasalahan yang timbul dalam keluarga. Islam menyikapinya dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Kekerasan dalam beberapa tahun belakangan ini telah menjadi kosakata paling aktual dan sangat populer di tengah-tengah peradaban global. la telah memasuki berbagai wilayah; politik, ekonomi, sosial budaya, seni, ideologi. pemikiran, keagamaan, bahkan dalam wilayah sosial yang paling eksklusif yang bernama keluarga (Ahmad, 1999: 203).

(16)

merupakan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (Ciciek, 1999:21).

Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Faqih, 1997: 17). Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa menimpa siapa saja, termasuk bapak, ibu, istri, anak atau pembantu rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) khususnya penganiayaan istri merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai temuan penelitian memastikan bahwa penganiayaan terhadap istri tidak berhenti pada penderitaan anak-anak saja. Rentetan penderitaan itu akan menular ke ruang lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat juga.

(17)

Di Indonesia, masyarakat lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah KDRT, hal ini disebabkan karena (Hasbiyanto, 1999: 190) KDRT memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup (pribadi) dan terjaga ketat privacy-nya karena terjadi di dalam keluarga. KDRT sering dianggap wajar karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak-hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga.

KDRT terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. Kultur yang menomorsatukan keutuhan dan keharmonisan keluarga juga merupakan alasan mengapa masyarakat lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Suatu tindakan disebut KDRT jika ada pihak yang merasa dirugikan karena telah terjadi kekerasan yang berupa pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang sehingga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan, maka dapat dilaporkan ke kantor polisi, untuk mendapatkan perlindungan hukum. Dalam hal ini peneliti mengambil tempat penelitian di Polres Salatiga yang menjadi tujuan utama tempat bagi para korban KDRT tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga mereka.

(18)

kekerasan dalam rumah tangga lebih pada kasus kekerasan dalam bentuk fisik.

Dengan banyaknya kasus kekerasan rumah tangga yang terjadi di Salatiga, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KDRT (Studi di Polres Salatiga Tahun 2012)".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang penulis dapatkan dalam materi latar belakang masalah maka untuk sampai pada masalah yang akan dibahas, perlu kiranya dikemukakan rumusan masalah secara singkat dalam berkas-berkas pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang dilaporkan di Polres Salatiga?

2. Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga?

(19)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian dalam skripsi ini pada intinya adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk dan motif kekerasan yang dilaporkan ke Polres Salatiga.

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada perempuan korban kekerasan di Polres Salatiga. c. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan

kepada korban kekerasan dalam rumah tangga di Pokes Salatiga sudah sesuai dengan UU No 23 Tahun 2004 Tentang KDRT.

2. Sedang kegunaan penelitian ini adalah:

a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagaimana perlindungan yang diberikan pada korban kekerasan dalam rumah tangga di Polres Salatiga.

b. Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan kontribusi kepada khasanah ilmu pengetahuan.

c. Untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar Sarjana Program Strata Satu (Si) dalam bidang Hukum Islam (Syariah).

D. Penegasan Istilah

1. Perlindungan Hukum

(20)

keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

2. Kekerasan dalam rumah tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

E. Tinjauan Pustaka

Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

(21)

Kekerasan mengingatkan kita pada suatu keadaan, situasi, apapun perlakuan yang berkonotasi rasa sakit, tidak nyaman dan berbagai bentuk kerugian baik fisik, seksual, psikologis.

Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang termasuk dalam perbuatan penganiayaan jelas-jelas dilarang oleh agama manapun dan ditetapkan sebagai perbuatan pelanggaran HAM.

Tindakan kekerasan dalam rumah tangga dapat dilaporkan pada polisi untuk mendapat perlindungan hukum bagi korban kekerasan baik untuk sendiri maupun keluarganya dari tindak kekerasan. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semula dianggap wajar oleh kaum perempuan, sekarang tindakan kekerasan dianggap sebagai tindakan kriminal yang harus dilaporkan pada polisi, untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Farha Ciciek dalam buku Ihtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga Belajar dari Kehidupan Rosulullah SAW, (Ciciek, 1999: 86) mengemukakan panjang lebar tentang kekerasan domestik yang menimpa kaum perempuan dengan bahasa yang singkat menuliskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah salah satu permasalahan yang menjadi tanggung jawab masyarakat membutuhkan peran negara.

(22)

mengemukakan secara berani tentang mitos dan fakta tentang kekerasan dalam rumah tangga, sebab-sebab KDRT dan dampak KDRT.

Masih dalam buku yang sama, Husain Muhammad Menulis tentang "Refleksi Teologi tentang kekerasan Terhadap Perempuan" (Hasbiyanto, 1999: 86-87) disitu dia berusaha mengungkapkan atas hukum mengapa kadang terjadi salah persepsi tentang sebuah ayat yang bermuatan hukum dan dijadikan alasan untuk membenarkan sebuah perbuatan yang salah. Dia juga mengemukakan tentang lima asas perlindungan hak atas dasar wacana Islam dikenal al-kulliyat al-khoms yaitu perlindungan atas agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta. Atas dasar inilah maka, seluruh pemikiran dan sistem apapun yang melegitimasi praktik diskriminasi, marginasi, dan penindasan oleh siapapun dan terhadap siapapun, harus ditindak demi agama dan kemanusiaan.

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan cara yang teratur dan berfikir secara kritis untuk mencapai suatu tujuan yang dimaksud. Metode ini diperlukan guna mencapai tujuan yang sempurna dan memperoleh hasil secara optimal.

1. Pendekatan dan jenis penelitian

(23)

mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit sosial tersebut. Dalam penelitian dengan metode field research ini, penulis mewawancarai empat responden dari pihak kepolisian, maupun korban.

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2009: 11).

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di lembaga kepolisian, yaitu di Polres Salatiga, karena Polres Salatiga menjadi salah satu tempat pengaduan masyarakat Salatiga, dalam hal ini berkenaan tentang kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat Salatiga terlebih khususnya di tahun 2012.

3. Sumber data

(24)

Secara umum data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder.

a. Data primer

Data primer dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan. Orang-orang tersebut adalah pihak kepolisian Polres Salatiga.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literatur yang berhubungan dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga, internet, dokumen pribadi, dan dokumen yang terkait dengan penelitian ini.

4. Prosedur pengumpulan data

(25)

a. Wawancara

Metode wawancara adalah komunikasi dua arah antara pewawancara dan terwawancara secara langsung (Yunus, 2010: 357). Wawancara mendalam digunakan dalam rangka untuk mengetahui hasil pelaporan tindak kekerasan dan penanganannya dari pihak kepolisian tentang kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di kota Salatiga. Dalam wawancara tersebut penulis rekam dan ditulis ulang pada transkip wawancara.

b. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk lisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiono, 2009: 240). Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang sudah tertulis dan terwujud dokumentasi.

5. Analisis data

Dalam analisis data, penulis menggunakan teknik analisis data dengan menguraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar dapat menyajikan hasil penelitian.

6. Pengecekan keabsahan data

(26)

kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moeloeng, 2009: 324).

a. Derajat kepercayaan (credibility)

Kriteria kredibilitas ini berfungsi untuk melaksanakan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam menentukan kredibilitas ini dapat dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti di lapangan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

b. Kebergantungan (dependability)

Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif. Reability tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu, rancangan penelitian terus berkembang. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan.

c. Kepastian (confirmability)

Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep

“objektivitas” pada penelitian kuantitatif, objektivitas itu diukur

(27)

disepakai oleh beberapa orang, maka pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi persoalan objektivitas dan subjektivitas dalam penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang.

7. Tahap-tahap penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berkenaan dengan proses pelaksanaan penelitian. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, penelitian kualitatif dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moeloeng, 2009: 127)

a. Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-penelitian adalah sebelum berada di lapangan. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti. Dalam tahap ini ditambah satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan antara lain: pertama, menyusun rancangan penelitian, kedua, memilih lapangan penelitian, ketiga, mengurus perizinan, keempat, menjajaki dan menilai lapangan, kelima, memilih dan memanfaatkan informan, keenam, menyiapkan perlengkapan penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

(28)

penelitian dan persiapan diri, kedua, memasuki lapangan, ketiga, berperanserta sambil mengumpulkan data.

c. Tahap Analisis Data

Analisis data adalah tahap kegiatan sesudah kembali ke lapangan. Pada tahap ini analisis data yang sudah tersedia dari sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi dan sebagainya.

Dalam analisis data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

1) Pengumpulan Data

Adalah kegiatan analisis yang mengantisipasi kegiatan atau dilakukan sebelum penelitian lapangan, ketika penelitian dirancang.

2) Reduksi Data

Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan bagian dari analisis.

3) Penyajian Data

(29)

menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

4) Kesimpulan atau Verifikasi Data

Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mencari makna, penjelasan, dan sebab akibat.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai dari tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pasca penelitian. Namun walau demikian, sifat dari kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahap tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini tersusun alas lima bab, masing-masing membahas persoalan tersendiri tetapi saling kait mengkait antara bab satu dengan bab yang lain. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(30)

ditinjau dengan hukum peraturan perundang-undangan.

BAB III : Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari sejarah singkat Polres Salatiga, struktur organisasi di Polres Salatiga, dan beberapa kasus permasalahan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang terjadi di Polres Salatiga serta peranan hukum di Polres Salatiga terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.

BAB IV : Pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan-temuan. BAB V : Bab ini merupakan bab penutup. Dalam bab ini penulis

(31)

31

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN

KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Perlindungan Sementara

Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan atau lembaga sosial, atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

Korban kekerasan tidak perlu takut untuk melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga karena dengan adanya UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dapat dijadikan sebagai alat hukum untuk melindungi korban kekerasan. Sebagaimana dalam UU No 23 tahun 2004 dari bab VI dari pasal 16-38 (UU No. 23 Th 2004, 2004: 2).

(32)

B. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Perempuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Perkembangan gerakan perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya tidak saja berkembang di banyak negara di dunia, namun juga di Indonesia. Para perempuan kian menyadari bahwa ketidakadilan yang diderita kaumnya akibat kultur masyarakat yang patriarkis (mengedepankan laki-laki) harus segera diakhiri sebab ketidakadilan tersebut antara lain menyebabkan kekerasan terhadap perempuan baik di lingkup domestik, maupun di lingkup publik (Venny, 2003: 1). Kekerasan dalam rumah tangga mengingatkan kita pada gambaran akan istri yang teraniaya atau istri yang terlanjur karena tindakan suami yang sewenang-wenang kepada mereka.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut Herkutanto (Herkutanto, 2000: 263):

1. Kekerasan Psikis bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya. Karena sensitifitas emosi seseorang sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosinya. Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang. Identifikasi akibat yang timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur dari pada kekerasan fisik.

(33)

3. Penelantaran perempuan, penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki ketergantungan pada pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah tangga.

4. Pelanggaran seksual adalah setiap aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa dan perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan atau tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan mengakibatkan perlukaan dan berkaitan trauma emosi yang dalam bagi perempuan.

Bentuk kekerasan menurut Adriana Venny ada 2 bentuk kekeraan yakni kekerasan fisik dan kekerasan non fisik kekerasan nonfisik biasanya justru memiliki kecenderungan memperkuat dan mengawali terjadinya kekerasan fisik. Kedua jenis kekerasan tersebut kemudian bertali temali mengukuhkan kekuasaan si pelaku kekuasaan (Venny, 2003: 5):.

1. Kekerasan non tisik disini berupa aktivitas-aktivitas seperti merayu, memaki, dengan kata-kata jorok, menyiul, menatap dan melontarkan lelucon berbau sex yang memiliki konotasi merendahkan perempuan. 2. Kekerasan fisik adalah semua bentuk kekerasan yang menimbulkan

penderitaan fisik bagi yang dikenai dan disini mengambil kegiatan seperti memukul, mengikat, membenturkan dan lainnya yang sejenis.

(34)

korban. Mansour Faqih mengatakan kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas (keutuhan) mental psikologis seseorang (Faqih, 1997: 17). Menurut Herkutanto kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun secara psikis (Herkutanto, 2000: 267).

Berdasarkan deklarasi Beijing kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perbuatan berdasarkan gender yang akibatnya berupa atau dapat berupa kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikis termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, seperti pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di tempat umum (publik) atau di dalam kehidupan pribadi seseorang.

Bila ditelusuri ke belakang kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh laki-laki bermula sejak manusia itu ada di muka bumi. Hal itu tetap terjadi pada masa kini dan mungkin sekali tetap berlangsung di masa mendatang.

Sampai saat ini mekanisme kontrol dengan kekerasan masih umum dilaksanakan untuk melegitimasikan kekuasaan. Selama patriarti "disepakati" sebagai keniscayaan alamiah sejauh itu kekerasan terhadap perempuan akan terus berlangsung.

(35)

otonom laki-laki berhak melakukan apa yang ia kehendaki dengan sedikit campur tangan pihak luar.

Lazimnya pelaku kekerasan mempunyai status kekuasaan yang lebih besar baik dari segi otonomi. kekuasaan fisik maupun status sosial dalam keluarga. Dan karena posisinya yang khusus itu berlaku kerap kali memaksakan kehendaknya untuk diikuti orang lain. Untuk mencapai keinginannya pelaku akan menggunakan berbagai cara kalau perlu cara kekerasan atau bersikap seenaknya.

Selain kekuasaan ketidak adilan gender juga berperan dalam bentuknya kekerasan, ketika perbedaan laki-laki dan perempuan dijadikan masalah dan ada pihak yang dirugikan maka lahirlah ketidak adilan, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Kekerasan berbasis gender adalah istilah yang merujuk kepada kekerasan yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Dan dimana biasanya yang menjadi korban adalah perempuan sebagai akibat adanya distribusi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Disebut kekerasan berbasis gender karena menuju pada dampak status gender perempuan yang subordinat dalam masyarakat.

(36)

KDRT Khususnya penganiayaan merupakan salah satu penyebabkekacauan dalam masyarakat. berbagai temuan penelitian memastikan bahwapenganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang istri atau anak raja. Rentetan penderitaan itu akan menular ke luar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat (Ciciek, 1999: 22).

Lembaga Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang mencatat selama 2005 telah terjadi 134 kasus KDRT yang terbesar di 33 kota atau kabupaten se-Jateng. Penyelesaian kasus yang ditempuh berbeda-beda ada yang menempuh jalur hukum, damai, cerai, atau mendiamkannya saia.

Persoalan kekerasan dalam rumah tangga dulu dianggapnya sebagai masalah yang biasa, dikarenakan tatanan sosial budaya masyarakat yang masih berpandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah konflik yang lumrah terjadi dalam berumah tangga bahkan itu dianggap sebagai bumbu rumah tangga. Sekarang kekerasan diatur dalam UU No 23 Tahun 2004 tersebut menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kriminal sehingga pelaku dapat diajukan ke kepolisian.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban KDRT menurut UU No 23 Tahun 2004

(37)

pada pertengkaran yang dahsyat dan dibarengi dengan ucapan-ucapan kotor sehingga terjadi pemukulan yang menyakitkan.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan (kekerasan berbasis gender) menurut UU No 23 Tahun 2004 meliputi pasal 5 (Yanti, 2006: 8): 1. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit, luka berat seperti dipukul, ditinju, dicakar, dibanting, digigit,didorong dengan kasar, ditendang, diinjak, ditampar, disundut rokok,disekap, diikat, dilempar benda keras.

2. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,hilangnya rasa kemampuan bertindak, rasa tidakberdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang seperti diancam akan diceraikan, diancam akan ditinggal pergi, dipisakan dari anak, tidak boleh menemui keluarganya, dilecehkan secara verbal (dikata-katai yang tidak menyenangkan), bentakan dan ancaman untuk memunculkan rasa takut. 3. Kekerasan ekonomi dan penelantaran adalah tindakan yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan melarang bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban dibawah kendalinya seperti tidak diberi nafkah, bekerja tidak dibayar, dibatasi secara ketat, tidak boleh bekerja.

(38)

Adapun kiranya bentuk-bentuk kekerasan mulai dari tindak kekerasan yang umum terjadi dan nyata dalam rumah tangga seperti, pemukulan, ucapan-ucapan kotor, pemaksaan seksual, penekanan ekonomi, perselingkuhan, menelantarkan dan lain sebagainya, sampai pada tindakan yang lebih tidak tampak nyata tetapi sangat jelas seperti memberi pembatasankesempatan berusaha, ketertutupan kesempatan untuk memperliuas pelayanan kesehatan dan pendidikan serta mengalami isolasi sosial. Dengan demikian selain kekerasan fisik yang menyebabkan penderitaan fisik, juga bisa dalam bentuk tekanan lain. Misalnya pemberian beban tanggung jawab yang berat bagi perempuan.

(39)

D. Motif Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga

Kekerasan terhadap istri sangat bervariasi bisa jadi dari hal -hal yang dianggap sepele, kemudian berkomulasi sehingga menjadi penyebab tindakan kekerasan. Farha Ciciek mengemukakan beberapa hal yang dijadikan motif tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diantaranya (Ciciek, 1999: 25-27):

1. Fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. Dalam rumah tangga suami punya hak penuh atas istri sehingga ia selalu ada dalam kontrol suami. Jika istri "keliru" menurut cara pandang suami, maka suami bisa berbuat apa saja agar istri "sadar". Termasuk di dalamnya melakukan tindakan kekerasan.

2. Masyarakat masih membesarkan anak lelaki dengan mendidiknya agar menjadi berani dan jantan. Sehingga setelah mereka tumbuh dewasa dan menikah ada dorongan untuk menaklukkan istri biar disebut jantan. Jika mereka gagal maka berkuranglah kejantanannya. Nilai inilah yang mendorong suami melakukan kekerasan terhadap istrinya . 3. Kebudayaan yang mendorong perempuan supaya bergantung kepada

suami khususnya secara ekonomi karena istri sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suami. Akibatnya perempuan seringkali diperlakukan semena-mena sesuai kehendak atau mood suami.

(40)

5. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama yang menganggap bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan, penafsiran semacam ini mengakibatkan pemahaman turunan bahwa agama juga membenarkan suami melakukan pemukulan terhadap istri dalam rangka mendidik.

Eli N. Hasbiyanto secara garis besar mengklarifikasikan faktor penyebab KDRT dan bisa dijadikan sebagai motif sebagai berikut (Hasbiyanto, 1999: 193-194):

1. Budaya patriarkat, budaya ini meyakini bahwa laki-laki adalah superior dan perempuan inverior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan.

2. Interpretasi yang keliru atas ajaran agama, sering ajaran agama ya ng menempatkan laki-laki sebagai pemimpin diinterpretasikan sebagai pembolehan mengontrol dan menguasai istrinya.

3. Pengaruh role model anak laki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang ayahnya suka memukul atau kasar kepada ibunya cenderung akan meniru cara tersebut kepada pasangannya.

4. Motif lainnya yaitu mitos yang tumbuh subur di masyarakat, diantaranya (Hasbiyanto, 1999: 191-192):

a. Istri dipukul karena membantah, melawan suami dan berbuat kesalahan besar,

b. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang melakukan perkawinan tanpa dasar saling cinta (dijodohkan),

(41)

d. KDRT terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya rendah,

e. KDRT terjadi karena suami mabuk, kalah judi, gagal dalam pekerjaan dan sebagainya,

f. KDRT hanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar, g. KDRT adalah persoalan perempuan barat,

h. KDRT terjadi semata-mata karena suami lepas kontrol atau march, dan

i. KDRT tidak akan terjadi bila suami dan istri beragama dengan baik dan taat.

Mitos-mitos di atas pada kenyataannya berbicara lain. Karena faktanya KDRT bisa muncul kapan saja dimanapun tempatnya serta menimpa siapa saja tidak mengenal status sosial atau pendidikannya .

E. Dampak kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga Dari berbagai bentuk kekerasan di atas kita akan melihat dampak-dampak kekerasan domestik, khususnya terhadap perempuan (Venny, 2003: 8-9).

1. Dampak secara medis dari kekerasan dalam Rumah Tangga (Kekerasan Domestik):

(42)

b. Keluarga yang mengalami kekerasan domestik akan menemui dokter 8 kali lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya.

c. Keluarga yang mengalami kekerasan domestik akan menggunakan resep dokter dan membeli 6 kali lebih banyak dibandingkan d engan mereka yang tidak mengalaminya.

d. Korban kekerasan domestik akan mengeluarkan biaya kesehatan tahunan yang lebih besar.

2. Dampak secara emosional dari kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik):

a. Depresi

b. Penyalahgunaan/pemakaian zat-zat tertentu (obat-obatan dan alkohol)

c. Kecemasan

d. Percobaan bunuh diri e. Keadaan stres pasta-trauma f. Rendahnya kepercayaan diri

3. Dampak secara personal (keluarga) dari kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik):

(43)

b. Peluang terjadinya perlakuan kejam terhadap anak-anak lebih tinggi dalam rumah yang mengalami kekerasan domestik dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya.

c. Anak-anak yang menyaksikan (sebagai saksi) kekerasan domestik akan mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya, termasuk di dalamnya perilaku anti sosial dan depresi.

4. Dampak secara Profesional dari kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik):

a. Kinerja yang buruk dalam kerja

b. Lebih banyak waktu yang digunakan untuk mengatasi persoalan, memerlukan pendampingan (counseling) dan mencari bantuan c. Ketakutan kehilangan pekerjaan

d. Sementara bekerja, korban masih terus meladeni gangguan dari pelaku kekerasan.

(44)

Untuk larangan kekerasan dalam lingkup rumah tangga dengan bentuk-bentuk sebagai berikut dan dijelaskan dalam pasal 5:

1. Kekerasan fisik 2. Kekerasan psikis 3. Kekerasan seksual

4. Penelantaran dalam rumah tangga.

Bentuk-bentuk kekerasan di atas pengertiannya dijelaskan dalam pasal 6 sampai pasal 9.

Pasal 6, kekerasan fisik sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Dalam pasal 7 kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan penderitaan psikis berat pada seseorang Pasa1 8 kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c meliputi:

1. Pemaksaan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga tersebut.

2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan tujuan tertentu.

Penelantaran rumah tangga pengertiannya dalam pasal 9:

(45)

karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2. Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian atau lembaga sosial atau pihak lain sebelum dikeluarkannya penetapan dari pengadilan.

Bentuk perlindungan menurut UU KDRT meliputi pasal 16 sampai pasal 38.

Pasal 16

1. Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban.

2. Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani.

(46)

Pasal 17

Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban . Pasal 18

Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.

Pasal 19

Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 20

Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang: 1. Identitas petugas untuk pengenalan kepada korban;

2. Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; dan

3. Kewajiban kepolisian untuk melindungi korban.

Pasal 21

1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus:

(47)

b. Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.

2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pasal 22

1. Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus:

a. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban:

b. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dan kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan

c. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif, dan

d. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.

(48)

Pasal 23

Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat:

1. Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping;

2. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara obyektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya;

3. mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping; dan

4. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

Pasal 24

Dalam memberikan pelaypun, pendamping rohani harus memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban.

Pasal 25

Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib:

1. Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;

(49)

secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau

3. Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya

Pasal 26

1. Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.

2. Korban dapat memberian kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.

Pasal 27

Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28

(50)

Pasal 29

Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh:

1. Korban atau keluarga korban; 2. Teman korban;

3. Kepolisian;

4. Relawan pendamping; atau 5. Pembimbing rohani

Pasal 30

1. Permohonan perintah perlindungan disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan

2. Dalam hal permohonan diajukan secara lisan, panitera peradilan negeri setempat wajib mencatat permohonan tersebut

3. Dalam hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pembimbing rohani maka korban harus memberikan persetujuannya . 4. Dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan tanpa

persetujuan korban. Pasal 31

1.Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk:

a. Menetapkan suatu kondisi khusus;

(51)

2.Pertimbangan sebagaimana dimaksud di ayat (1) dapat diajukan bersama sama dengan proses pengajuan perkara kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 32

1. Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun.

2. Perintah perlindungan dapat diperpanjang atas penetapan pengadilan 3. Permohonan perpanjangan perintah perlindungan diajukan 7 (tujuh)

hari sebelum berakhir masa berlakunya. Pasal 33

1. Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan perintah perlindungan.

2. Dalam pemberian tambahan perintah perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani Pasal 34

1. Berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan kondisi dalam perintah perlindungan.

2. Dalam pemberian tambahan kondisi dalam perintah perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dan korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani.

(52)

1. Kepolisian dapat menangkap untuk selanjutnya melakukan penahanan tanpa surat perintah terhadap pelaku yang diyakini telah melanggar perintah perlindungan, walaupun pelanggaran tersebut tidak dilakukan di tempat polisi itu bertugas.

2. Penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud di ayat (1) wajib diberikan surat perintah penangkapan dan penahanan setelah 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam.

3. Penangguhan belaku terhadap penahanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)

Pasal 36

1. Untuk memberikan perlindungan kepada korban, kepolisian dapat menangkap pelaku dengan bukti permulaan yang cukup karena telah melanggar perintah perlindungan.

2. Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilanjutkan dengan penahanan yang disertai surat perintah penahanan dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam.

Pasal 37

1. Korban, kepolisian atau relawan dapat mengajukan laporan secara tertulis tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap perintah perlindungan.

(53)

waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam guna dilakukan pemeriksaan.

3. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengadilan di tempat pelaku pernah tinggal bersama korban pada waktu pelanggaran diduga terjadi.

Pasal 38

1. Apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku melanggar perintah perlindungan dan diduga akan melakukan pelanggaran lebih lanjut, maka pengadilan dapat mewajibkan pelaku untuk membuat pernyataan tertulis yang isinya berupa kesanggupan untuk mematuhi perintah perlindungan

2. Apabila pelaku tetap tidak mengindahkan surat pernyataan tertulis tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan dapat menahan pelaku paling lama 30 hari.

3. Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat perintah penahanan.

(54)

Selain itu mereka juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, penanganan secara khusus, berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan korban oleh pekerja sosial dan bantuan hukum, serta pelayanan bimbingan rohani dalam 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan KDRT Polisi wajib segera memberi perlindungan 23

Orang yang berhak melindungi korban kekerasan sebagaimana dalam UU KDRT.

1. Keluarga sebagai orang yang paling dekat dengan korban

2. Kepolisian harus memberikan perlindungan sementara pada korban. a. Meminta surat penetapan dari pengadilan.

b. Kepolisian memberikan keterangan kepada korban tentang hak -hak korban untuk mendapatkan pelayanan dan memberikan ruang secara khusus untuk pelayanan.

c. Kepolisian harus melakukan penyidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

d. Melakukan penangkapan apabila terjadi pelanggaran penetapan perlindungan dari pengadilan.

3. Advokat dalam memberikan perlindungan dan pelayanan wajib. a. Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi

(55)

b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan.

c. Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial.

4. Pengadilan

a. Ketua pengadilan dalam waktu tujuh hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain.

b. Permohonan perlindungan harus dicatat oleh panitera peradilan . c. Perlindungan dari pengadilan paling lama satu tahun apabila ada

perpanjangan diajukan tujuh hari sebelum berakhir masa berlakunya.

5. Dalam memberikan-perlindungan, pekerja sosial harus:

a. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban.

b. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapat perlindungan dari kepolisian dan pengadilan.

c. Mengantar korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif. Memberikan pelayanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial yang dibutuhkan korban.

6. Relawan Pendamping.

(56)

b. Pendamping korban di tingkat penyidikan, pengadilan dengan membimbing secara obyektif dan memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.

c. Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehin gga korban merasa aman didampingi oleh pendamping.

d. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

7. Pembimbing Rohani

a. Memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajiban.

(57)

57 BAB III

KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLRES SALATIGA TAHUN 2012

A. Sekilas Tentang Berdirinya Polres Salatiga 1. Sejarah Berdirinya Polres Salatiga

a. Asal-usul Polres Salatiga

Pada abad XIX Kota Salatiga pernah menjadi ibu kota Kabupaten. Bupati bertempat tinggal di gedung Kabupaten yang sekarang digunakan untuk kantor utama Polres Salatiga. Bupati yang terkenal adalah Raden Tumenggung Prawiro Koesoemo yang dikenal dengan julukan Bupati Sedo Amuk.

(58)

menggunakan pusakanya yang ampuh yaitu "Sodok Palang Geni". Sedangkan putri Bupati bersembunyi di salah satu kamar selama berhari-hari sampai pengamuk itu dapat dibunuh oleh seorang wanita yang tidak berbusana (telanjang).

Itulah sekelumit cerita tentang Bupati Raden Tumenggung Prawiro Koesoemo yang diberi nama Bupati Sedo Amuk. Pendopo ini pada tahun 1945 juga pernah digunakan oleh BKR (Barisan Keamanan Rakyat) untuk membunuh Kepala Polisi Jepang yang kemudian dikuburkan di Kantor Reserse sekarang ini.

Gedung utama Polres Salatiga ini dulunya ditempati oleh Patih, maka namanva diganti Kepatihan dan alun-alun kepatihan yang berada di depan bangunan ini, sekarang dinamakan Lapangan Pancasila. Salatiga pada waktu itu mendapat julukan "Salatiga De Schoonste Stad Van Midden Java" yang artinya Kota Salatiga yang terindah/terbersih se Jawa Tengah.

(59)

Distrik yaitu Distrik Ambarawa dan Distrik Ungaran (setingkat Kawedanan) yang dipimpin oleh seorang Brigadir (setingkat Bintara).

Setelah berita Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diterima Detasemen Polisi pada tanggal 19 Agustus 1945 nama Detasemen Polisi diganti menjadi Komando Resort Kepolisian 932 Salatiga (Kores 932 Salatiga) yang berlokasi di Tuntang (Seweh), sekarang menjadi Sat Lantas Polres Salatiga Jl. Diponegoro Salatiga.

(60)

Dengan bergulirnya waktu, pada tahun 1965 Komando Resort 932 Salatiga (Kores 932 Salatiga) diganti menjadi Kepolisian Resort Salatiga (Polres Salatiga) dan sampai sekarang tetap bermarkas di JI. Kepatihan No. 1 yang saat ini jalan tersebut menjadi J1. Laksamana Muda Udara Adi Sucipto No. 1 Salatiga tepatnya di depan Lapangan Pancasila.

b. Sejarah Tiap-Tiap Bangunan Polres Salatiga

Adapun sejarah dan tiap-tiap bangunan Polres Salatiga adalah sebagai berikut:

1) Bangunan utama Polres Salatiga dulunya rumah seorang Patih kemudian menjadi rumah Bupati Salatiga dan ruang masuk sebelah kanan kirinya yang sekarang untuk Waka Polres Salatiga dan Puskodalops (sekarang Bag Ops) dulunya untuk Pos Penjagaan.

2) Pendopo dulunya juga merupakan Pendopo Kabupaten tempat untuk melangsungkan pertemuan Bupati hanya saja tidak berdinding tembok tetapi terdiri dari tiang-tiang kayu.

3) Bangunan/kantor Intel Pampol (sekarang Intelpam) sudah ada 4) sejak bangunan utarna didirikan dan pada tahun 1950 digunakan

(61)

5) Bangunan Kesehatan sekarang dulunya dihuni oleh Load Recherceur (Kepala Reserse)

c. Nama-Nama Kepala Kepolisian Resort Salatiga dari Jaman Jepang Sampai Sekarang

1) Inspektur Polisi Gasira ( orang Jepang )

2) Inspektur Polisi Sun A Kim ( orang Tiongkok ) 3) Inspektur Polisi De Groen ( orang Belanda ) 4) Inspektur Polisi Kelas I Suparlan

5) Inspektur Polisi Kelas I Suryo Prastowo ( 1945 – 1947 ) 6) Komisaris Muda Cokro

7) Inspektur Polisi kelas I Kasdim ( 1952 – 1953 ) 8) Inspektur Polisi Lenggono ( 1953 – 1956 ) 9) Inspektur Polisi Mulyo Utomo ( 1956 – 1959 ) 10)Inspektur Polisi Joko Pitoyo

11)Letnan Kolonel Polisi Soeharsono ( 1963 – 1967 )

12)Letnan Kolonel Polisi Soekirjo Sastro Sangojo ( 1967

– 1972 )

13)Letnan Kolonel Polisi Drs. Soetejo Mangun Sastro ( 1972 selama 11 bulan )

14)Letnan Kolonel Polisi Soehargo Djojo Loekito ( 1972

– 1977 )

(62)

17)Letnan Kolonel Polisi Drs. Soedadi ( 1983 selama 11 bulan ) 18)Letnan Kolonel Polisi Soegandhi, SH ( 1983 – 1984 )

19)Letnan Kolonel Polisi Drs. R. Haryono ( 1984 – 1986 ) 20)Letnan Kolonel Polisi Drs. Soekamto, SH ( 1986 selama 4

bulan )

21)Letnan Kolonel Polisi Drs. Tri Heru Wiyono ( 1986–1989 ) 22)Letnan Kolonel Polisi Idrus Wahid, BA ( 1989 – 1991 ) 23)Letnan Kolonel Polisi Drs. Alantin Sapta Mega

Simanjuntak (1991 – 1992 )

24)Letnan Kolonel Polisi Drs. Ignasius Hari Suprapto ( 1992 s/d 8-03-1996 )

25)Letnan Kolonel Polisi Drs. Nicodemus Alle ( 8-3-1996 s/d 1997) 26)Letnan Kolonel Polisi Drs. Beno Kilapong ( 1977 s/d

16-04-1999 )

27)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Antonius Sitanggang ( 16-4-1999 s/d 3-8-2000)

28)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Satria Firdaus Maseo ( 3-8-2000 s/d 18-4-2002 )

29)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Wanto Sumardi, SH ( 8-4-2002 s/d 18-1-2005 )

(63)

31)Ajun Komisaris Besar Polisi Rahardjo, SH ( 17-01-2005 s/d 19-07-2007 )

32)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Ahmad Haydar, MM ( 19-07-2007 s/d 11-11-2008 )

33)Ajun Komisaris Besar Polisi Agus Rohmat, SIK, SH M. Hum (11-11-2008 s/d 14-02-2010 )

34)Ajun Komisaris Besar Polisi Susetio Cahyadi, SIK, MH ( 14-02-2010 s/d 15-04-2011)

35)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Kusdiantoro, SH (15-04-2011 s/d 06-02-2012)

36)Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Asep Jenal Ahmadi, SH, MH (2012-2013)

37)Ajun Komisaris Besar Polisi DWI TUNGGAL JALADRI, SIK, SH, M. Hum (2013- sekarang)

D. VISI DAN MISI VISI

Polres Salatiga bertekad mewujudkan kota Salatiga yang kondusif melalui upaya penegakan hukum secara profesional, transparan dan akuntabel dengan bekerjasama dengan instansi samping, tni, tokoh agama dan tokoh masyarakat guna mewujudkan masyarakat yang tentram dan harmonis serta mengedepankan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

(64)

MISI

1. Mewujudkan personel Salatiga yang berakhlak mulia dan anti KKN 2. Menjalin kemitraan dengan masyarakat di segala bidang kehidupan

guna mendukung tugas-tugas kepolisian.

3. Memberikan pelayanan publik secara maksimal, murah dan transparan sesuai undang-undang untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada POLRI ( POLRES SALATIGA ). 4. Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat agar tercipta situasi

yang kondusif dan menjunjung tinggi ham dalam setiap pelaksanaan tugas.

5. Meningkatkan kualitas dan efektifitas sumber daya manusia Polres Salatiga agar dapat tampil sebagai sosok pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat yang disegani dan dicintai masyarakat.

6. Memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada masyarakat secara konsisten dan transparan.

(65)
(66)

KAPOLRES SALATIGA AKBP DWI TUNGGAL JALADRI, SIK, SH,M. Hum

WAKAPOLRES SALATIGA KOMPOL YUNALDI, S. Ag, SH

SIWAS IPTU HADIYONO

SIPROPAM IPDA SANTOSA

SIKEU IPDA TRI JALU W,SH

SIUM PENDA TK I SRI PRIYATINI

BAGOPS

KOMPOL I NENGAH WITIA, SH, MM

 AKP WARDIYONO

SAT INTELKAM AKP SUPARDJI, S. Pd

SAT RESKRIM IPTU ANDIE P. SH

SAT NARKOBA AKP ROCHADI P, SH

SAT BINMAS AKP I GEDE EKA P A

SAT SABHARA AKP HENDRO R, SH

SAT LANTAS AKP KEMAS INDRA

SAT TAHTI IPTU SUAEDI ASIKIN

SITIPOL AIPTU WIDODO YEKTI

KAPOLSEK TINGKIR KOMPOL WAWAN P, SH

KAPOLSEK SIDOREJO AKP KUSNANDAR

KAPOLSEK SIDOMUKTI KOMPOL ANT DIGDO K

(67)

f. Wilayah Hukum Polres Salatiga

Kata "kekuasaan" sering disebut dengan "kompensasi". yang berasal dari bahasa belanda competentie yang kadang diterjemahkan juga "kewenangan" sehingga kata tersebut dianggap semakna dengan wilayah hukum (Rosyid, 1998: 25), dan wilayah kekuasaan Polres Kota Salatiga meliputi 4 kecamatan.

1) Kecamatan Tingkir 2) Kecamatan Argomulyo 3) Kecamatan Sidomukti 4) Kecamatan Sidorejo

(68)
(69)

B. Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga di Polres Salatiga

Data Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga tahun 2012.

No Bulan 2012

1 Januari -

2 Februari 1

3 Maret 1

4 April 2

5 Mei 2

6 Juni 3

7 Juli 2

8 Agustus 5

9 September 3

10 Oktober 2

11 November 2

12 Desember -

Jumlah 23

1. Bentuk-bentuk kekerasan di Polres Salatiga.

a. Kekerasan Psikis adalah pemaksaan atau perbuatan kekerasan yang mengakibatkan terganggunya psikis korban pada rumah rumah tangga. Di Polres Salatiga hanya ada 2 kasus kekerasan Psikis. b. Kekerasan fisik adalah kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa

(70)

C. Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT di Polres Salatiga 1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik yang dilaporkan di Polres Salatiga dengan alasan sebagai berikut :

No Bulan Nama

Korban

Penyebab

1 Februari TK - Terlapor tidak setuju dengan istri (pelapor) karena bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk pemasukan tambahan, karena tidak terima istri bekerja terlapor marah-marah dan memukul beberapa kali hingga mengakibatkan memar pada bagian kepala

2 Maret TS - Dalam keadaan mabuk berat, secara tiba-tiba memukul istri beberapa kali hingga mengakibatkan memar di bawah bibir.

(71)

FP

sakit dibagian leher dan trauma akibat kejadian tersebut.

- Kejadian berawal pelapor melihat terlapor di TKP berboncengan dengan wanita lain. Pelapor menghentikan terlapor hingga terjadi adu mulut diantara mereka, setelah itu terlapor memukul pelapor beberapa kali pada bagian muka dan mulut. Akibatnya pelapor luka pada bagian bibir dan kepala pusing.

(72)

5 Juni St

OSH

- kejadian berawal ketika korban selesai kerja sebagai pemandu karaoke, kemudian menunggu uang tips yang diberikan oleh pemilik café di kasir. Akan tetapi terlapor yang menunggu korban di luar café merasa emosi karena kelamaan menunggu dan dikira korban masih bersama tamu, kemudian terlapor merasa cemburu. Dan ketika korban kembali ke kos, terlapor langsung memukul korban beberapa kali hingga mengakibatkan korban menderita rasa sakit dan luka memar di sekitar mata dan kepala.

(73)

WMH

jatuh, selanjutnya terlapor marah dan memukul kepala korban dan belakang hingga terjatuh. Atas kejadian tersebut korban mengalami rasa sakit di bagian kepala dan wajah.

- Kejadian bermula ketika terlapor melihat kendaraan bermotor jenis Honda Maestro yang biasa dipakai oleh terlapor lecet pada bagian depan. Kemudian terlapor menanyakan kepada korban, korban berusaha menjelaskan bahwa kbm tersebut mengalami kecelakaan dan korban sanggur menanggung biaya perbaikan namun terlapor tidak mau menerima penjelasam dari korban dan terlapor memukul korban dibagian telinga kanan korban menggunakan handuk hingga jatuh. Sehingga mengakibatkan korban menderita gangguan pendengaran.

(74)

Af

sekolah milik anaknya dan diketahui di rumah tersebut ada wanita lain. Setelah pelapor menyerahkan seragam tersebut kemudian pelapor keluar rumah sambil

berkata “dasar laki-laki gatel”, karena

tidak terima kemudian terlapor mencengkeram mulut pelapor dam memukul satu kali selanjutnya menarik rambut pelapor hingga terjatuh. Akibat kejadian tersebut kepala dan wajah pelapor terasa sakit

(75)

7 Agustus ES

Cy

- Ketika korban menanyakan keberadaan mobil kepada terlapor, malah terlapor emosi dan memukul korban di bagian mulut, telinga, dan mencekik leher korban. Akibat kejadian tersebut korban mengalami luka lebam di bagian leher.

- Kejadian berawal ketika pelapor melarang terlapor mengikuti kegiatan keagamaan yang kurang jelas seperti menyimpang dari ajaran agama. Akan tetapi terlapor merasa tidak terima dan langsung memukul korban dengan tangan kosong beberapa kali di bagian muka dan lengan korban. Akibatnya korban mengalami memar di pelipis dan bagian tangan.

(76)

OW

Akibatnya terasa sakit dan benjol pada kepala bagian belakang.

- Ketika korban sedang mengejar terlapor yang naik angkot, kemudian setelah di dalam angkot korban meminta terlapor untuk turun, setelah turun dari angkot korban di pukul oleh terlapor di bagian pipi kiri dengan menggunakan tangan kosong. Akibatnya terdapat luka memar di bagian pipi kiri.

(77)

rambut korban dijambak dan tangan korban juga disulut pakai rokok, atas kejadian tersebut korban mengalami rasa sakit dan luka sobek dibagian pelipis Kanan, kepala terasa pusing, luka bekas sulutan rokok di tangan dan memar di bagian mata sebelah kanan.

8 September EN

ET

- Ketika korban hendak berangkat kerja pamit kepada terlapor, namun terlapor meminta korban masuk kamar akan tetapi korban menolak, karena permintaannya ditolak, terlapor marah dan melempar helm hingga mengenai tangan korban, dan terlapor menekan kedua pipi korban yang mengakibatkan rasa sakit pada bagian tangan dan pipi korban.

(78)

Ss

seorang wanita. Selesai mandi terlapor ditanya pelapor tentang is isms tersebut tetapi terlapor malah marah-marah dan memukul kepala bagian kiri atas telinga pelapor sebanyak 3 (tiga) kali yang berakibat rasa sakit di kepala bagian kiri atas telinga.

- Kejadian berawal ketika korban meminta uang untuk kebutuhan keluarga sehari-hari dan menanyakan uang milik adik korban yang digunakan untuk mengurus surat persyaratan menikah, tetapi terlapor marah dan memukul korban dengan asbak kayu sebanyak 1 (satu) kali dan mengenai lengan tangan kiri korban yang mengakibatkan rasa sakit dan rasa takut.

(79)

DDP

memukul kepala korban sebanyak satu kali serta melempari korban dengan hp yang mengenai kening korban. Atas kejadian tersebut korban mnegalami rasa sakit pada pipi sebelah kanan, bagian kepala dan kening.

- Kejadian berawal ketika pelapor dan terlapor berada di kamar bersama anak-anak sedang mengobrol, kemudian pelapor dan terlapor terlibat adu mulut yang berawal pelapor meminta perhatian kepada terlapor akan tetapi berujung pemukulan yang dilakukan oleh terlapor dan yang dilakukan secara berulang-ulang pada bagian kepala, pipi dan badan yang mengakibatkan memar dan kepala pusing.

(80)

dagangan korban dan mengajak korban untuk pulang namun korban menolak dan ingin tetap berjualan, selanjutnya terlapor menyeret korban, kemudian mendorong korban hingga jatuh.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan Psikis yang dilaporkan di Polres Salatiga dengan alasan sebagai berikut :

No Bulan Nama

Pelapor

Penyebab

1 Mei SNh - Kejadian berawal sekitar bulan januari hingga sekarang yang mana terlapor tidak memberikan nafkah lahir maupun batin kepada korban yang sudah pisah ranjang, namun belum cerai dan masih tinggal dalam satu rumah, hampir setiap hari korban dikata-katai pelacur, lonte hingga mengakibatkan beban psikis. 2 Nopember MH - Kejadian berawal ketika pelapor dari

Gambar

Gambar urutan perlindungan hukum Polres Salatiga terhadap Korban KDRT

Referensi

Dokumen terkait