• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016/2017 - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016/2017 - Raden Intan Repository"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING

TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2016/2017

SKRIPSI

Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Oleh

HARUM YENI RACHMAH NPM : 1311050195

Jurusan : Pendidikan Matematika

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING

TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2016/2017

SKRIPSI

Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Oleh

HARUM YENI RACHMAH NPM : 1311050195

Jurusan : Pendidikan Matematika

Pembimbing I : Dr. Nanang Supriadi, M.Sc Pembimbing II : Sri Purwanti Nasution, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(3)

ABSTRAK

PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING

TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2016/2017 Oleh

Harum Yeni Rachmah

Salah satu faktor rendahnya hasil belajar matematika peserta didik adalah kemampuan self directed learning di SMP PGRI 6 Bandar Lampung masih kurang. Self directed learning adalah kemampuan mengambil tanggung jawab terhadap belajar sepenuhnya terletak pada diri peserta didik yang meliputi kesadaran strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi dan ketrampilan interpersonal. Rendahnya self directed learning dalam proses pembelajaran salah satunya adalah cara guru menyampaikan materi yang masih menerapkan model atau strategi pembelajaran yang kurang bervariasi, masalah ini berakibat pada rendahnya nilai peserta didik sehingga tidak dapat mencapai KKM yang ditentukan. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan strategi atau model pembelajaran yang tepat dan dapat mempermudah peserta didik aktif dalam proses pembelajaran. Salah satunya dengan menerapkan models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Ekxperimental Design dengan teknik acak kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes kemampuan self directed learning.

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji-t. Dari hasil penelitian uji statistik menunjukkan bahwa nilai dari berdasarkan perhitungan yang diperoleh 17.128, dan = 1.689 sehingga , dengan taraf nyata 0.05 dengan kata lain di tolak dan terima . Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar pada pokok bahasan bangun datar segitiga dan segi empat.

(4)

MOTTO



















(5)

PERSEMBAHAN

Do’a dan ucapan syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Kedua orang tua tercinta ayahanda Rumaidi dan Ibunda Soleha yang

senantiasa mendo’akan untuk setiap keberhasilanku.

2. Kakakku tersayang: Deta Handika dan Sugeng Prasetya yang senantiasa memotivasi dan menanti keberhasilanku.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Harum Yeni Rachmah, lahir di Lampung Selatan Provinsi Lampung pada tanggal 31 Januari 1995, putri ketiga dari Ayahanda Rumaidi dan Ibunda Soleha.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Pengaruh Models Eliciting Activities dengan Menggunakan Metode Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Self Directed Learning Peserta Didik Kelas VI SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun 2016/2017. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW dan semoga kita semua kelak akan mendapat syafaatnya di hari akhir. Aamiin.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya akan adanya kekurangan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.

(8)

3. Ibu Sri Purwanti Nasution, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

5. Bapak Riyanto, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP PGRI 6 Bandar Lampung. 6. Ibu Zulfa Mutia Sari, S.Tp., S.Pd selaku Guru Matematika. Serta Bapak/ Ibu

Guru dan Karyawan SMP PGRI 6 Bandar Lampung.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan atas semua bantuan dan partisipasi semua pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari keterbatasan kemampuan yang ada pada diri penulis. Untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya, semoga skripsi ini berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2017.

(9)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 15

1. Models Eliciting Activities ... 15

a. Pengertian Models Eliciting Activities ... 15

b. Prinsip-prinsip Models Eliciting Activities ... 17

c. Bagian Utama Models Eliciting Activities ... 20

d. Langkah-langkah Models Eliciting Activities ... 21

e. Kelebihan Models Eliciting Activities ... 22

f. Kelemahan Models Eliciting Activities ... 22

2. Metode Scaffolding... 23

(10)

b. Tahap-tahap Metode Scaffolding ... 25

c. Kelebihan Metode Scaffolding ... 26

d. Kelemahan Metode Scaffolding ... 26

3. Langkah-langkah Models Eliciting activities dengan Scaffolding ... 27

4. Self Directed Learning ... 28

B. Indikator Self Directed Learning ... 29

C. Kerangka Berpikir ... 30

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

3. Teknik pengambilan sampel ... 38

D. Teknik PengumpulanData ... 38

1. Teknik Wawancara ... 39

2. Teknik Dokumentasi ... 39

3. Tes ... 39

E. Instrumen Penelitian ... 40

1. Validitas ... 40

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Uji Coba Instrumen ... 50

1. Uji Validitas ... 50

2. Uji Reabilitas ... 51

3. Tingkat Kesukarana ... 52

(11)

5. Rekapitulasi Uji Coba Instrumen ... 54

B. Statistik Deskriptif Data Amatan ... 55

C. Uji Prasyarat ... 56

D. Uji Perbedaan ... 58

E. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A ( DOKUMEN DAN SURAT-SURAT)

Lampiran A.1 Foto-Foto ... 76

Lampiran A.2 Surat Keterangan Validasi ... 81

Lampiran A.2 Lembar Pengesahan Proposal ... 88

... ... Lampiran A.3 Surat Pelaksanaan Penelitian... 89

Lampiran A.4 Surat Telah Melaksanakan Penelitian... 90

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) Lampiran B.1 Pedoman Wawancara Observasi Awal ... 91

Lampiran B.2 Daftar Nama Peserta Didik Uji Coba ... 93

Lampiran B.3 Silabus Penelitian ... 94

Lampiran B.4 Kisi-Kisi Soal ... 98

Lampiran B.5 Soal Uji Coba Tes ... 99

Lampiran B.6 Soal Tes Sesudah Uji Coba ... 100

Lampiran B.7 Kunci Jawaban Soal ... 102

Lampiran B.8 Rpp Pertemuan Pertama ... 104

Lampiran B.9 Rpp Pertemuan Kedua ... 108

Lampiran B.10 Rpp Pertemuan Ketiga ... 112

Lampiran B.11 Rpp Pertemuan Keempat ... 116

(13)

Lampiran B.13 Lembar Kerja Kelompok 1 ... 125

Lampiran B.14 Lembar Kerja Kelompok 2 ... 126

Lampiran B.15 Lembar Kerja Kelompok 3 ... 127

Lampiran B.16 Lembar Kerja Kelompok 4 ... 128

LAMPIRAN C (HASIL OUT PUT ANALISIS INSTRUMEN) Lampiran C.1 Rekap Analisis Butir Hasil Uji Coba ... 130

Lampiran C.2 Perhitungan Manual Uji Validitas... 131

Lampiran C.3 Perhitungan Manual Uji Reabilitas ... 1

Lampiran C.4 Perhitungan Manual Daya Pembeda ... 1

Lampiran C.5 Perhitungan Manual Tingkat Kesukaran ... 1

LAMPIRAN D (OUT PUT HASIL PENELITIAN) Lampiran D.1 Daftar Nama Instrumen ... 1

Lampiran D.2 Daftar Nilai ... 1

Lampiran D.3 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 1

Lampiran D.4 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 1

Lampiran D.5 Uji Kesamaan Dua Varians ... 1

Lampiran D.6 Uji t ... 1

Lampiran D.7 Perhitungan Manual Uji Normalitas ... 1

Lampiran D.8 Perhitungan Manual Kesamaan Dua Varians ... 1

Lampiran D.9 Perhitungan Manual Uji t ... 1

Lampiran D.10 Nilai L Tabel ... 1

Lampiran D.11 Nilai F Tabel ... 1

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatam

mutu pendidikan yang dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan-perbaikan,

perubahan-perubahan dan pembaharuan terhadap aspek-aspek yang

mempengaruhi keberhasilan pendidikan meliputi kurikulum, saran dan prasarana,

guru, peserta didik, dan metode belajar mengajar. Contohnya Indonesia sebagai

Negara berkembang selalu melakukan upaya dalam perbaikan sumber daya

manusia, salah satunya adalah melalui jalur pendidikan.

Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi perkembangan diri

seseorang, terutama bagi Bangsa dan Negara. Pendidikan pada dasarnya

merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk sumber daya manusia

yang berkualitas dari suatu bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu

proses peningktan kualitas peserta didik. Pendidikan adalah suatu proses dalam

rangka mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik

mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan

dalam individu yang berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat.1

Oleh karena itu pendidikan perlu mendapatkan perhatian dan prioritas yang

utama dari pemerintah, masyarakat, maupun bagi orang tua. Pemerintah juga

(15)

harus mencanangkan wajib belajar dalam upaya mengembangkan diri supaya

berwawasan dan turut serta meningkatkan kecerdasan bangsa. Allah SWT

berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1-5:



Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahui”. (QS. Al Alaq 1-5).2

Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sumber ilmu

pengetahuan dapat diperoleh dengan membaca bermacam-macam obyek berupa

ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, seperti yang terdapat dalam

jagad raya beserta hukum yang terdapat di dalamnya. Dikatakan membaca dalam

arti dipahami, diobservasi, diidentifikasi, dibandingkan, dianalisa dan

disimpulkan yang dapat menghasilkan semua ilmu Allah yang ada di alam

semesta ini.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

(SISDIKNAS) yaitu :

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

(16)

kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.3

Berdasarkan uraian di atas telah diterangkan bahwa betapa pentingnya

pendidikan dalam kehidupan. Dalam pandangan Islam menuntut ilmu adalah

suatu kewajiban yang harus dimiliki setiap individu. Ilmu dapat diperoleh

dimana saja salah satunya melalui lembaga pendidikan sekolah. Sekolah

merupakan sarana dan prasarana untuk peserta didik dalam meningkatkan diri,

perkembangan pengetahuan yang ada pada dirinya, dan pengetahuan yang ada

dalam ruang lingkup kehidupan selama proses pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan diawali penyajian

suatu masalah untuk menghasilkan model yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah. Dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat

berpartisipasi secara penuh dan diberi runag yang cukup untuk mengasah

kemampuan yang mereka miliki. Bukan hanya peserta didik saja, tetapi guru juga

dituntut mampu untuk memberikan motivasi, menjadi fasilitator dalam

berlangsungnya pembelajaran, serta membawa kelas dalam kondisi yang

menyenangkan, nyaman bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi yang

mereka miliki. Pembelajaran akan lebih efektif dan dapat menunjang tercapainya

tujuan pembelajaran. Salah satunya dalam studi Matematika

Matematika adalah bahasa, artinya matematika merupakan cara

mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu, dalam hal ini yang

(17)

dipakai oleh bahasa matematika adalah dengan menggunakan simbol-simbol.4

Matematika juga merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu

pengetahuan. Namun, kebanyakan menujukkan hasil belajar matematika peserta

didik saat ini masih tergolong rendah, hal ini berkaitan erat dengan anggapan

bahwa matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang

dianggap sulit, sehingga pada umumnya peserta didik tidak menyenanginya5.

Tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih peserta didik agar

mempunyai kemampuan belajar secara mandiri (Self Directed Learning Skill),

bernalar, membuat aktivitas kreatif, mengembangkan pemecahan masalah serta

mengembangkan kemampuan penyampaian informasi melalui pembicaraan lisan,

cataan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan. Dengan demikian

peserta didik dapat menguasai materi sehingga dengan mudah mengaplikasikan

ke dalam soal-soal yang diberikan oleh guru.

Rendahnya kemampuan peserta didik belajar mandiri (Self Directed

Learning Skill) berdampak pada rendahnya pemahaman matematika dan hasil

belajar matematika peserta didik. Sehingga kemandirian belajar (Self Directed

Learning) dalam pembelajaran matematika sangat penting karena merupakan

upaya yang dilakukan untuk mengembangkan pemahaman, kemampuan, nilai,

sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang trampil dan

4 Heri Efendi,Skripsi: “Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Propting Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Komunikasi Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri 2 Way Tenong Tahun 2016/2017”. (IAIN Raden Intan Lampung.2017)

(18)

mandiri. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik konsep dan program

kurikulum KTSP.

Selain hal tersebut, fakta lain juga membuktikan masih rendahnya

kemampuan belajar mandiri dalam menyelesaikan pesmasalahan matematika

peserta didik di SMP PGRI 6 Bandar Lampung yaitu berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan tanggal 3 November 2016 pada guru matematika

SMP PGRI 6 Bandar Lampung yang bernama Zulfa Mutia Sari S.Pd beliau

memaparkan bahwa: “penyebab utama peserta didik mengalami kendala dalam

proses pembelajaran yaitu kurangnya minat belajar peserta didik dengan mandiri

dalam pemecahan masalah matematika masih rendah, sehingga hasil belajar

siswa tidak memuaskan ”.

Dilain pihak hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru

peserta didik SMP PGRI 6 Bandar Lampung bernama Lindawati, S.Pd

memaparkan bahwa: banyak peserta didik yang belum bisa memecahkan

masalah yang berkaitan dengan matematika. Dan juga kebanyakan peserta didik

tidak memperhatikan penjelasan yang diberikan guru sehingga peserta didik

kurang memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Tidak perhatian peserta

didik tentang penjelasan yang diberikan guru karena dengan alasan cara guru

menyampaikan materi masih diterapkannya metode ceramah, tidak mengertinya

(19)

tidak mengkombinasikan pembelajaran matematika yang berkaitan dengan

permasalahan yang nyata.

Data hasil wawancara yang menunjukkan hasil belajar peserta didik masih

rendah. Hal ini diperkuat dengan data dokumentasi hasil uljian tengah semester

pada tahun ajaran 2016/2017 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Nilai UTS Semester Ganjil Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2016/2017

Sumber. Data hasil ujian matematika kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung.

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa sebagian besar peserta hasil belajar

peserta didik masih rendah. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran

matematika di SMP PGRI 6 Bandar Lampung adalah 73. Peserta didik di

nyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika jika nilai yang di peroleh

minimal 73. Berdasarkan data nilai ulangan harian menunjukkan bahwa peserta

didik kelas VII A sampai kelas VII G SMP PGRI 6 Bandar Lampung

berjumalah 240, peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 73 berjumlah

(20)

26 siswa atau sebanyak 10.83% dan dinyatakan tuntas dari KKM. Hal ini diduga

karena pembelajaran dengan metode langsung guru sulit mengontrol kegiatan

dan keberhasilan seluruh peserta didik, dalam pembelajaran di kelas ada

beberapa peserta didik yang aktif berpikir, mengalisis masalah yang diajukan

dan ada juga peserta yang pasif.

Berdasarkan hasil nilai Ujian tengah Semester dapat disimpulkan bahwa

kemampuan daya belajar peserta didik dengan mandiri masih rendah. Untuk

mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang efektif,

antara lain dengan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta dapat menciptakan suasana

pembelajaran menjadi menyenangkan. Salah satu alternatif pembelajaran yang

mungkin dapat meningkatkan kemampuan kemandirian belajar (Self Directed Learning Skill) yaitu dengan pembelajaran Models eliciting Activities dengan metode Scaffolding. Karena disekolah belum pernah diterapkannya Models eliciting Activities metode Scaffolding. Hal ini dikuatkan dengan adanya penelitian Setiasih Alfiah yang berjudul ”Keefektifan Model Eliciting Activities terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X pada Materi trigonometri” mendapat kesimpulan: (1) Presentase banyaknya pesererta didik yang memperoleh nilai kemempuan pemecahan masalah sekurang-kurangnya 75

(21)

kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran model

ekspositori.

Models Eliciting Activities merupakan model pembelajaran matematika untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep

matematika yang terkandung dalam suatu sajian permasalahan melalui

pemodelan matematika. Dalam Models Eliciting Activities, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyajian suatu masalah matematika, dimana

peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil selama proses

pembelajaran.

Laitatul Munawaroh dalam skripsinya menjelaskan, kelebihan model

pembelajaran Models Eliciting Activities, yaitu pembelajaran bersifat nyata, yang tidak lepas dari konteks kehidupan sehari-hari, mengkontruksi pengetahuan dari

permasalahan realistik, menciptakan suatu pola dokumentasi dalam struktur

kognitifnya untuk memposisikan diri dalam pemecahan masalah, siswa dapat

mengidentifikasi, mengevaluasi, meninjau kembali pola pikir, serta dapat

meningkatkan keaktifan siswa dalam kelompok belajar.6 Kelebihan yang terdapat

pada Models Eliciting Activities, dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Guru dapat memberikan dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada

tahap awal untuk mendorong sisiwa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian

dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan

(22)

terjadinya peningkatan kemampuan siswa secara berangsur-angsur guru harus

mengurangi dan melesapaskan siswa belajar secara mandiri, cara ini disebut

dengan metode Scaffolding.

Metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata

dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.7 Scaffolding berarti

memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap

awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang

semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat

berupa petunjuk, peringatan dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah

langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga

memungkinkan siswa tumbuh mandiri.8 Dengan digunakannya metode Scaffolding maka akan terciptanya kemandirian siswa dalam menemukan pembelajarannya secara mandiri.

Dapat disimpulkan, bahwa semakin banyak pembelajaran yang disajikan

dalam permasalahan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga,

siswa dapata dengan mudah dalam menerjemahkan masalah. Dengan demikian

diharapkan dalam pembelajaran ini dapat melatih siswa dalam menumbuhkan

7 Akhmad Sudrajad, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model

Pembelajaran” (On-line), tersedia di : https:// Akhmad Sudrajad.wordpress.com/2008/09/12/ pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-model-pembelajaran/. htm. (15 desember 2016).

(23)

kemampuan Self Directed Learning peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Models Eliciting Activities dan Metode Scaffolding saling berhubungan dan berkaitan untuk menumbuhkan Self Directed Learning peserta didik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulisan ini dapat

diidentifikasi sebagai berikut :

1. Hasil belajar peserta didik masih di bawah KKM.

2. Masih rendahnya Self Directed Learning peserta didik. 3. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.

4. Peserta didik menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran

yang sulit.

5. Guru menggunakan metode kurang bervariatif dan belum pernah

diterapkannya model pembelajaran Models liciting Activities dengan menggunakan metode Scaffolding.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar masalah yang dikaji dalam

penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan

dilaksanakannya penulisan, maka penulisan ini dibatasi pada hal-hal berukut :

(24)

2. Faktor pendukung yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

Scaffolding.

3. Kemampuan kognitif yang akan diamati yaitu Self Directed Learning peserta

didik.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh Models Eliciting Activities

dengan menggunakan metode Scaffolding terhadap Self Directed Learning

peserta didik?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh Models Eliciting Activities dengan menggunakan metode Scaffolding terhadap Self

Directed Learning peserta didik.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Peserta Didik

Menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyenangkan sehingga

(25)

2. Bagi Guru

a. Memberikan informasi kepada guru ataupun calon guru matematika

dalam menentukan model dan metode pembelajaran yang tepat, dan

dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses belajar mengajar

dalam rangka upaya peningkatan kualitas pendidikan.

b. Memberikan informasi kepada guru ataupun calon guru tentang

pentingnya penggunaan model dan metode pembelajaran, karena

dengan menggunakan model dan metode yang inovatif dapat

meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.

c. Memberikan masukan kepada guru matematika tentang keterlibatan

peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar.

3. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan aktifitas,

kreatifitas peserta didik dan mutu pembelajaran matematika di SMP PGRI

6 Bandar Lampung

G. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(26)

lebih mudah menerjemahkan permasalahan baik dalam bentuk matematis

berupa gambar, simbol, maupun persamaan matematis.

2. Scaffolding merupakan suatu teknik pemberian dukungan belajar secara

terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar

dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar ini tidak

dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan terjadinya

peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur guru harus

mengurangi dan melepaskan siswa belajar secara mandiri.

3. Self Directed Learning adalah suatu proses dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam mendiagnosis apa

yang diperlukan dalam pembelajarannya, merumuskan target belajar,

mengidentifikasi manusia dan sumber daya material untuk belajar, memilih

dan mengimplementasikan sesuai dengan strategi pembelajaran, dan

mengevaluasi hasil belajar.

H. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Objek penelitian ini adalah pengaruh Models Eliciting Activities dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Scaffolding

(27)

2. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017.

3. Tempat pelaksanaan penelitian adalah SMP PGRI 6 Bandar Lampung.

4. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Model-Eliciting Activities

a. Pengertian Model Pembelajaran Model Eliciting Activities

Models Eliciting Activities dikembangkan oleh guru

matematika, professor, dan mahasiswa pasca sarjana di Amerika dan

Australia, untuk digunakan oleh para guru matematika. Dalam hal ini,

yang berperan dalam hal menunjukan bahwa aktivitas pesera didik

dapat dimunculkan ketika belajar adalah Richard Lesh dan

temean-teman sejawatnya yang dinamakan dengan Models Eliciting Activities

.9 Mereka mengharapkan siswa dapat membuat dan mengembangkan

model matematika berupa sistem konseptual yang membuat peserta

didik merasakan beragam pengalaman matemamtis. Jadi, peserta didik

diharapkan tidak hanya sekedar menghasilkan model matematika

tetapi juga mengerti konsep-konsep yang digunakan dalam pembuatan

model matematika dari permasalahan yang diberikan.

Lesh, et. All. Yang dikutip oleh Chamberlin dan Moon

menyatakan bahwa penciptaan dan pengembangan model

(29)

pembelajaran Models Eliciting Activities muncul pada pertengahan

tahun 1970 untuk memenuhi kebutuhan kurikulum yang belum

terpenuhi oleh kurikulum yang telah ada.10

Model pembelajaran Models Eliciting Activities adalah model

pembelajaran matematika untuk memahami, menjelaskan, dan

mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang terkandung

dalam suatu sajian permasalahan melalui pemodelan matematika.

Dalam Models Eliciting Activities, kegiatan pembelajaran diawali

dengan penyajian suatu masalah untuk menghasilkan model

matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

matematika, dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

selama proses pembelajaran.

b. Prinsip-prinsip Model Eliciting Activities

Dux, et.all. menyebutkan bahwa terdapat enam prinsip dalam

model pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA), prinsip tersebut

adalah sebagai berikut:11

1) The Model Construction Principle

10 S. A. Chamberlin and S. M. Moon, “How Does the Problem Based Learning Approach

Compare to The Model Eliciting Activity Approach in Mathematics?”, International Journal for MathematicsTeaching and Learning, dalam http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/-

chamberlin.pdf , hlm. 4, diakses 13 Desember 2016.

11 H.A.D. Dux, et.all, “Quantifying Aluminium Crystal Size Part 1: The Model Eliciting

(30)

Prinsip ini menyatakan bahwa kegiatan yang dikembangkan

menghendaki peserta didik (problem solver) untuk membuat suatu

sistem atau model matematika untuk mencapai tujuan pemecahan

masalah. Sebuah model matematika adalah sebuah sistem yang terdiri

atas elemen-elemen, hubungan antar elemen, operasi yang

menggambarkan interaksi antar elemen, dan pola atau aturan yang

diterapkan pada hubungan-hubungan dan operasi-operasi. Sebuah

model menjadi penting ketika sebuah sistem menggambarkan system

lainnya.

Chamberlain & Moon, menyatakan bahwa penciptaan model

matematika membutuhkan suatu konsep yang kuat tentang pemahaman

masalah sehingga dapat membantu peserta didik mengungkapkan

pemikiran mereka. Keuntungan menciptakan model matematika

adalah dapat memberikan pemahaman mendalam dan memungkinkan

peserta didik untuk mentransfer respon mereka kepada situasi serupa

untuk melihat apakah model dapat digeneralisasikan. Pembelajaran

Models Eliciting Activities membiasakan peserta didik dengan proses

siklis dari pemodelan: menyatakan, menguji, dan meninjau kembali. 12

2) The Reality Principle

Prinsip ini menyatakan bahwa permasalahan yang disajikan

sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam kehidupan peserta didik

(31)

yang membutuhkan model matematika untuk memecahkan masalah.

Permasalahan yang realistis lebih memungkinkan kreativitas dan

kualitas solusi dari peserta didik.

3) The Generalizability Principle

Prinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat

digeneralisasikan dan dapat digunakan dalam situasi serupa.

4) The Self-Assessment Principle

Prinsip ini menyatakan bahwa peserta didik membutuhkan

informasi atau beragam konteks yang digunakan untuk membantu

menguji kemajuan mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan.13

Sebagaimana juga menurut Chamberlin dan Moon mengenai

prinsip ini mengungkapkan bahwa peserta didik harus mampu

mengukur kelayakan dan kegunaan solusi tanpa bantuan pendidik.

Siswa dapat menggunakan informasi untuk menghasilkan respon

dalam iterasi berikutnya.14

5) The Construct Documentasion Principle

Prinsip ini menyatakan bahwa selain menghasilkan model,

peserta didik juga harus menyatakan pemikiran mereka sendiri selama

bekerja dalam Models Eliciting Activities dan bahwa proses berpikir

13Dux, et.all, “Quantifying Aluminium ... ”, h. 53.

14 Chamberlin and Moon,” Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify

(32)

mereka harus dinyatakan sebagai sebuah solusi. Prinsip ini

berhubungan dengan prinsip self assessment, yang menghendaki

peserta didik mengevaluasi kemajuan diri dan model matematika yang

mereka hasilkan dan melihat model sebagai alat untuk merefleksi diri.

6) The Effective Prototype Principle

Prinsip ini menyatakan bahwa model yang dihasilkan harus

dapat ditafsirkan dengan mudah oleh orang lain. Peserta didik dapat

menggunakan model pada situasi yang sama. Prinsip ini membantu

siswa belajar bahwa solusi kreatif yang diterapkan pada permasalahan

matematis adalah berguna dan dapat digeneralisasikan. Solusi terbaik

dari masalah matematis harus cukup kuat untuk diterapkan pada situasi

berbeda dan mudah dipahami.

c. Bagian Utama Models Eliciting Activities

Kegiatan Models Eliciting Activities terdiri atas empat bagian

utama, yaitu: lembar permasalahan, pertanyaan kesiapan, konteks

permasalahan, dan proses berbagai solusi melalui kegiatan presentasi.

Pada bagian pertama dan kedua yaitu konteks permasalahan

dihadirkan dengan sebuah lembar permasalahan dan pertanyaan

kesiapan. Tujuan dari lembar permasalahan dan pertanyaan kesiapan

adalah berguna untuk membangkitkan minat dan diskusi serta untuk

(33)

peserta didik mendapatkan gambaran permasalahan melalui membaca

lembar permasalahan. Sedangkan pertanyaan kesiapan digunakan

sebagai periode awal untuk memastikan bahwa peserta didik telah

memilikipengetahuan dasar yang mereka perlukan dan membantu

siswa untuk memahami dalam menyelesaikan permasalahan.15

Permasalahan harus menjadi bagian sentral dari pembelajaran

yang disajikan guru kepada siswa sesuai dengan pengetahuan yang

mereka miliki. Yang terakhir adalah proses berbagi solusi atau

presentasi solusi dimana guru berusaha mendorong siswa untuk tidak

hanya mendengarkan kelompok lain presentasi tetapi juga mencoba

untuk memahami solusi kelompok lain dan membandingkan seberapa

baik solusi dari tiap kelompok tersebut. Salah satu karakteristik unik

dari Models Eliciting Activities adalah bahwa peserta didik

menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka dan

mengeneralisasi model yang mereka buat untuk situasi serupa.

d. Langkah-langkah Models Eliciting Activities

Chamberlin dan Moon menyatakan bahwa Models Eliciting Activities diterapkan dalam beberapa langkah, yaitu: 16

1. Pendidik membaca sebuah lembar permasalahan yang mengembangkan konteks peserta didik.

2. Peserta didik siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan lembar permasalahan tersebut.

15 Chamberlin and Moon,” Model-Eliciting Activities ... ”, h. 39.

(34)

3. Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan.

4. Peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. 5. Peserta didik mempresentasikan model matematika mereka

setelah membahas dan meninjau ulang solus.i

Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang digunakan oleh

peneliti dalam pembelajaran Models Eliciting Activities adalah:

1. Pendidik memnyampaikan tujuan pembelajaran

2. Pendidik memberikan pengantar materi.

3. Peserta didik dikelompokkan menjadi 5-6 tiap kelompok

4. Pendidik membagikan lembar permasalan berkaitan dengan

materi.

5. Peserta didik siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan lembar

permasalahan tersebut.

6. Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan

memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang

ditanyakan.

7. Peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.

8. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

9. Peserta didik bersama pendidik membahas dan meninjau ulang

(35)

e. Kelebihan Models Eliciting Activities

a. Peserta didik dapat terbiasa untuk memecahkan/menyelesaikan

soal-soal pemecahan masalah.

b. Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dala mpembelajaran dan

sering mengekspresikan idenya.

c. Speserta didik memiliki kesempatan lebih benyak dalam

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.

d. Peserta didik dengan kemampuan matematika rendah dapat

merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.

e. Strategi heuristik dalam Models Eliciting Activities memudahkan

siswa dalam memecahkan masalah matematik.

f. Kelemahan Model Eliciting Activities

a. Membuat soal pemecahan masalah yang bermakna bagi peserta

didik bukan merupakan hal yang yang mudah.

b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami peserta

didik sangat sulit sehingga banyak peserta didik yang mengalami

kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan.

c. Lebih dominannya soal pemecahan masalah terutama soal yang

terlalu sulit untuk dikerjakan, terkadang membuat peserta didik

(36)

d. Sebagian peserta didik bisa merasa bahwa kegiatan belajar

mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka

hadapi.

2. Metode Scaffolding

a. Pengertian Metode Scaffolding

Metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang

digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam

bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.17

Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut

mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat

melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan

dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah langkah pemecahan,

memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan peserta

didik tumbuh mandiri.18

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode

Scaffolding adalah penyediaan beberapa bantuan untuk siswa selama tahap

awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan

17 Akhmad Sudrajad, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model Pembelajaran” (On-line), tersedia di : https:// Akhmad Sudrajad.wordpress.com/2008/09/12/ pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-model-pembelajaran/. htm. (15 desember 2016).

18 Ratnawati Mamin, “Applying of Scaffolding Study Method on Main Subject of Unsure

(37)

kesempatan pada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang lebih

besar setelah mereka dapat melakukannya.

Hal tersebut berkaitan dan mengarah pada teori Zone of Proximal Development (ZPD) yang dikembangkan oleh Vygotsky. ZPD

didefinisikan oleh Vygotsky sebagai berikut.

“The distance between the actual development level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance, or in collaboration with more capable peers”.

Dapat dimaknai bahwa ZPD merupakan perbedaan antara tingkat

perkembangan aktual yang ditunjukkan melalui pemecahan masalah secara

mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang ditunjukkan melalui

pemecahan masalah di bawah arahan orang dewasa atau teman sebaya

yang lebih berkompetensi.19

b. Tahap-Tahap Metode Scaffolding

Secara operasional, metode pembelajaran Scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan berikut:

1. Assement kemampuan dan taraf perkembangan setiap peserta didik untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD).

19 Rahmah “Tesis: Pengembangan Media Berbasis Scaffolding Melalui Pendekatan Inquiri

(38)

2. Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu peserta didik melihat zona yang akan diskafold.

3. Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf perkembangan peserta didik. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan pemberian contoh (modelling).

4. Mendorong peserta didik untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.

5. Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (minders), dorongan, contoh atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dalam pengarahan diri.20

c.

Kelebihan Metode Scaffolding

Beberapa kelebihan menggunakan metode Saffolding:

1) Melibatkan aktivitas anak. Pelajar tidak secara pasif mendengarkan informasi yang disajikan, bukan melalui guru mendorong pelajar didasarkan pada pengetahuan dan bentuk-bentuk pengetahuan baru. Memberikan kesempatan umpan balik

(39)

positif kepada siswa. scaffolding memotivasi peserta didk sehingga mereka ingin belajar.

2) Dapat meminimalkan tingkat frustrasi dari pelajar. Hal ini sangat penting dengan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, yang mudah frustrasi kemudian menutup diri dan menolak untuk berpartisipasi dalam pembelajaran lebih lanjut.

3) Selain meningkatkan kemampuan kognitif anak, instruksi

scaffolding dalam konteks belajar memberikan efisiensi karena kerja terstruktur dan terfokus, menciptakan momentum melalui struktur yang disediakan oleh perancah, anak dapat menghabiskan lebih sedikit waktu mencari dan lebih banyak waktu untuk belajar dan menemukan, menghasilkan waktu belajar yang efisien.

d. Kelemahan Metode Scaffolding

Beberapa kelemahan menggunakan metode Scaffolding:

a. Membutuhkan waktu yang lama, merupakan tantangan terbesar bagi guru sejak mendukung dan mengembangkan scaffolding

(40)

b. Seorang guru mungkin tidak benar dalam melaksanakan instruksi scaffolding dan karenanya tidak melihat efek secara penuh. Scaffolding juga mensyaratkan bahwa guru menyerahkan sebagian kontrol dan memungkinkan peserta didik untuk membuat kesalahan. Ini mungkin sulit bagi guru untuk melakukannya.

3. Langkah-langkah pembelajaran Models Eliciting Activities dengan

Metode Scaffolding

a. Guru menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran

b. Setelah peserta didik memahami materi yang telah diberikan , guru mengelompokkan peserta didik ke dalam beberapa kelompok.

c. Pendidik membaca sebuah lembar permasalahan yang mengembangkan konteks peserta didik

d.

Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan

e. Guru Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan

diskafold

(41)

g.

Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, dorongan, contoh atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dalam pengarahan diri

h. Guru Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas

i. Peseta didik mempresentasikan model matematika setelah membahas meninjau ulang solusi.

4. Self Directed Learning

Self Directed Learning adalah kemampuan mahasiswa mengambil inisiatif untuk bertanggung jawab terhadap pelajarannya dengan atau tanpa orang lain yang meliputi aspek: kesadaran, strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi, dan keterampilan interpersonal.21 Pembelajaran Self

Directed Learning sebagai kondisi dimana pembelajaran memiliki kontrol sepenuhnya dalam proses pembuatan keputusan terkait dengan pembelajarannya sendiri dan menerima tanggung jawab utuh atasnya.22

Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Self Directed Learning merupakan kemampuan mengambil tanggung jawab terhadap belajar sepenuhnya terletak pada diri peserta didik yang meliputi kesadaran, strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi, dan keterampilan interpersonal.

21 Sri Panca Setyawati,”Keefektifan Pembelajaran inquiri Based Learning Untuk

(42)

B. Indikator Self Directed Learning

Adapun Indikator kemampuan Self Directed Learning peserta didik menurut

The National Council of Teacher of Mathematics atau NTCM dalam Maria Agustina Kleden adalah sebagai berikut:

1). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh,

2). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

3). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.23 Maka dalam hal ini peneliti akan menggunakan Indikator menurut The National Council of Teacher of Mathematics untuk keperluan penelitian kemampuan Self Directed Learning peserta didik.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas selanjutnya dapat disusun kerangka berpikir yang menghasilkan suatu hipotesis. Kerangka berpikir mempunyai arti suatu konsep pola pemikiran dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti. Di

(43)

dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X) yaitu model pembelajaran

Models Eliciting Activities dengan metode Scaffolding dan variabel terikat (Y)

yaitu Self Directed Learning peserta didik.

Pembelajaran kooperatif Models Eliciting Activities dengan metode

Scaffolding peserta didik dituntut untuk aktif dan mandiri dalam pembelajaran.

Peserta didik diberikan lembar permasalahan yang terkait dengan permasalahan

yang akan dibahas secara berkelompok, selanjutnya peseta didik di bimbing oleh

guru berupa isyarat, kata kunci, tanda mata (minders), dorongan, contoh atau hal

lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dalam

pengarahan diri. Setelah itu peserta didik di minta untuk mempresentasikan hasil

jawaban dari permasalahan yaag sedang dibahas.

Berdasarkan uraian di atas, peserta didik akan lebih aktif dalam proses

pembelajaran yang telah diberikan sehingga tumbuh Self Directed Learning

siswa akan meningkat. Untuk mengetahui lebih jelasnya pengaruh Models

Eliciting Activities dengan metode Scaffolding terhadap Self Directed Learning

peserta didik dapat digambarkan melalui diagram kerangka berpikir, kerangka

berpikir ini dibuat peneliti guna untuk melihat bagaimana proses dan langkah

langkah apa saja yang harus dilakukan pada proses pembelajaran sesuai harapan

dan tujuan yang akan dicapai peneliti dapat tercapai dengan baik. Adapun

(44)

Diagram Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian

telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban

yang diberikan baru didasarkan pada teori relevan, belum didasarkan pada

fakta-fakta empiris yang diperoleh melaluui pengumpulan data.24

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis

penelitian dan hipotesis statistik sebagai berikut:

1. Hipotesis Penelitian

24 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2008), h. 96. Materi Pembelajaran

Self Directed Learning Self Directed Learning

(45)

Adapun hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:

a. Terdapat pengaruh pembelajaran model eliciting activities dalam

pembelajaran matematika terhadap self directed learning peserta didik.

b. Terdapat pengaruh pembelajaran model eliciting activities dalam

pembelajaran matematika dengan metode scaffolding terhadap self

directed learning peserta didik.

2. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah :

H0 : µ1 ≤ µ2

H1 : µ1 > µ2

E. Penelitian Yang Relevan

Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan dan terkait dengan model

eliciting activities dalam pemebelajaran matematika menggunakan metode

scaffolding serta kemampuan self directed learning.

1. Siti Qomariyah tahun 2013 dengan judul: “Penerapan Model Eliciting

Activities (MEAs) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Kelas VIII

SMP Negeri 2 Sekampung Udik Lampung Timur Tahun Pelajaran

2012/2013”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan

(46)

peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran matematika serta

dapat mengungkapkan ide-ide dalam menjawab soal.

2. Lailatul Munawaroh tahun 2016 dengan judul: “Pengaruh Model Eliciting

Activities Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Dan Disposisi

Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2015/2016”

Hasil penelitian menujukkan terdapat pengaruh kemampuan penalaran

matematis peserta didik yang menggunakan pembelajaran dengan Model

Eliciting Activities. Serta terdapat pengaruh kemampuan penalaran

matematis peserta didik yang memiliki disposisi matematis tinggi, sedang,

dan rendah pada pembelajaran dengan Model Eliciting Activities.

3. Wiwit Jayanti tahun 2015 dengan judul: “Pengaruh Medel Pembelajatan

Konstruktivistik Teknik Scaffolding Dengan Pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan

Disposisi Matematis Peserta Didik SMP Negeri 2 Merbau Mataram

Lampung Selatan”.

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran Konstruktivistik teknik

scaffolding dengan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap

komunikasi dan disposisi matematis peserta didik lebih baik dari para

(47)

4. Rahmah tahun 2016 dengan judul: “Pengembangan Media Berbasis Strategi

Scaffolding Melalui Pendekatan Inquiri Unruk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa”.

Pengembangan media berbasis strategi scaffolding melalui pendekatan

inquiri unruk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan

kemandirian belajar siswa, dikembangkan melalui dua tahap yaitu,

pendahuluan dan uji formatif. Tedapat juga peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa pada kelas uji terbatas. Yaitu 78% dan

peningkatan ini dalam kategori efektif. Serta terdapat kemandirian belajar

siswa meningkat pada kelas uji terbatas, yaitu 17% .

Penelitian yang dilaksanakan merupakan bentuk lain yang hampir

serupa dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menerapkan models

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian ini

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.

Rasional berarti penelitian ini dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang masuk

akal. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan dapat diamati oleh indra manusia.

Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan

langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.25

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimen. Metode penelitian eksprimen dapat diartikan sebagai metode

penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap

yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Jenis metode penelitian yang

digunakan penulis adalah Quasi Experimental Design yaitu design ini memiliki

kelompok kontrol tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.26

Dalam penelitian ini responden dikelompok menjadi dua kelompok

kelompok pertama adalah kelompok eksperimen, yaitu peserta didik yang

25 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: alfabeta, cet.8, 2009), h.2.

(49)

mendapat perlakuan pebelajaran matematika dengan model pembelajaran Models

Eliciting Activities dengan metode Scaffolding. Kelompok kedua adalah

kelompok kontrol, yaitu peserta didik yang mendapat perlakuan pembelajaran

matematika dengan metode konvensional. Ditinjau dari data analisis datanya,

penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena data yang dikumpulkan

berupa angka-angka serta dalam proses pengolahan data dan pengujian hipotesis

menggunakan analisis yang bersesuaian.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk

apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.27 Penelitian ini

hanya menggunakan 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu variabel yang cenderung mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbul perubah dependen (terikat).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pengaruh

pembelajaran kooperatif tipe Models Eliciting Activities dengan metode

Scaffolding (X).

2. Variabel Terikat

(50)

Variabel terikat yaitu variabel yang cenderung dapat dipengaruhi oleh

variabel bebas. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat adalah

pemahaman Self Directed Learning peserta didik (Y).

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII

SMP PGRI 6 Bandar Lampung tahun Ajar 2016/2017.

Tabel 3.1

Data Peserta Didik Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung.

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1 VII A 32

2 VII B 35

3 VII C 35

4 VII D 33

5 VII E 36

6 VII F 36

7 VII G 33

Jumlah 240

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII E sebagai Kelas

Eksperimen dan Kelas VII F sebagai Kelas lengkap Kontrol. Sempel dalam

(51)

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan untuk menentukan sampel

yang akan digunakan dalam penelitian.28 Dalam penelitian ini teknik

pengambilan sampel menggunakan acak kelas. Dalam teknik ini semua

kelas dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi

sampel penelitian. Adapun cara yang digunakan adalah dengan cara

undian. Semua kelas populasi diberi nomor 1 sampai 3 dan selanjutnya

dipilih 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah catatan peristiwa–peristiwa atau hal-hal atau

keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh

elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.29 Teknik

pengumpulan data yang dimaksud disini dalah suatu cara yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data

penelitian yang akan dilakukan melalui:

1. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

suatu topik tertentu. Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung

(52)

dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber interview.30

Metode ini digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai guru mata

pelajaran matetmatika dan peserta didik.

2. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang.31 Teknik ini digunakan peneliti untuk

mendapatkan data-data tentang keadaan sekolah, peserta didik, dan

lain-lain.

3. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang

digunakan

untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, keampuan atau

bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.32 Tes digunakan untuk

menegtahui hasil belajar pada aspek Self Directed Learning peserta didik

selama proses belajar. Dengan demikian, dapat diketahui prestasi belajar

dapat dicapai peserta didik tersebut. Tes berupa soal uraian (essay).

30 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2009), h.137

31Ibid, h 329.

(53)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur dan

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik

sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berbentuk tes. Tes yang digunakan berupa butir soal essay untuk mengukur

kemapuan Self Directed Learning peserta didik. Instrumen yang baik harus

memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliable.

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau

kesasihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat

mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.33 Dalam hal ini upaya

yang dapat dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat maka instrumen tes

yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tesyang baik.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,

dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi

product moment yaitu:34

= ∑ ∑ . ∑

∑ ∑ ∑ ∑

33Rostina Sundayan, Op. Cit, h. 59

(54)

Nilai adalah nilai koefisien korelasi dari setiap butir/item soal

sebelum dikorelasi.

Kemudian dicari corrected item-total correlation coefficient dengan

rumus sebagai berikut:

=

x = nilai jawaban responden pada butir/item soal ke-i

y = nilai total responden ke-i

= nilai koefisien korelasi pada butir/item soal ke-i sebelum dikorelasi

= standar deviasi total

= standar deviasi butir/item soal ke-i

= correcteditem-total correlation coefficient

Nilai akan dibandingkan dengan koefisien korelasi table = , .

Jika ≥ , maka instrument valid.

2. Reliabilitas

Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel, jika pengukurannya

konsisten, cermat, dan akurat.Tujuan dari uji reliabilitas adalah untuk mengetahui

konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat

dipercaya. Formula yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam

(55)

= 1 ∑

dengan :

: Realiabilitasi yang dia cari

∑ : Jumlah varians skor tiap-tiap item

: Varians total.35

Nilai koefesien Alfa ( ) akan dibandingkan dengan koefesien korelasi tabel

, , . Jika ,maka instrumen realiabel.36

3. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang

pandai (kurang atau tidak menguasai materi).37 Adapun rumus untuk menghitung

daya beda tes adalah:

35Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik . Jakarta: Rineka

Cipta, 2010. h. 122.

36Novalia dan Syazali, Op.Cit .h.39

(56)

: Proporsi Kelompok Rendah

kurang dari 0.30 maka butir tersebut harus dibuang. Berdasarkan pendapat

tersebut, untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir

tes dengan daya beda lebih dari atau sama dengan 0.3038.

4. Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran dilakukan untuk mengetahui soal-soal tes dari

segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal yang termasuk mudah,

sedang, dan sukar. Dalam penelitian ini, karena tes berbentuk uraian atau esay

maka untuk mengetahui indeks tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus

sebagai berikut:

=

Dengan:

38Badarudin. “Tesis: Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Invertigation

(57)

: Indeks tingkat kesukaran butir tes ke-i

: Rerata skor butir tes

: Skor maksimum untuk butir tersebut

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin

sulit soal tersebut. Sebaiknya semakin besar indeks yang diperoleh semakin

mudah soal tersebut. kriteria indeks kesukaran soal sering diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tabel 3.3

Interpestasi Drajad Kesukaran39

Indeks Kesukaran Kategori

0.00≤ P <030 Sukar

0.30≤ P <0.70 Sedang

0.70< P ≤1.00 Mudah

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal

dengan tingkat kesukaran sedang yaitu taraf kesukarannya 0.30≤ P <0.70

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat

Untuk keperluan uji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat

terhadap data awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun uji

prasarat yang dilakukan terhadap data tersebut meliputi uji normalitas dengan

(58)

menggunakan metode Liliefors dan uji homogenitas variansi dengan

menggunakan metode Uji kesamaan dua varians.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian

ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian

ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Liliefors dengan

rumus sebagai berikut:

฀ ฀ ∣ ∣, ,

Dengan hipotesis:

: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

: Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Kesimpulan: Jika , , diterima

Langkah-langkah Liliefors:

1) Mengurutkan data

2) Menentukan frekuensi masing-masing data

3) Menentukan frakuensi komulatif

4) Menentukan nilai Z dimana ̅ dengan ̅ ∑ , ∑ ฀̅

5) Menentukan nilai dengan menggunakan table z

6) Menentukan

(59)

8) Mentukan nilai ∣ ∣

9) Menentukan nilai ,

10)Membandingkan dan serta membuat kesimpulan. Jika

฀ , maka diterima40.

2) Uji Kesamaan Dua Varians

Uji kesamaan dua varians adalah pengujian mengenai sama tidaknya

varians-varians dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas dapat dilakukan

dengan berbagai cara yaitu grafik, uji kesamaan dua varians dan uji bartlett.41 Uji

homogenitas yang digunakan peneliti adalah uji kesamaan dua varians digunakan

untuk menguji apakah kedua data tersebut homogen yaitu dengan

membandingkan kedua variansnya. Rumus uji kesamaan dua varians sebagai

berikut:

1) Hipotesis

= data homogen

= data tidak homogen

2) Cari dengan menggunakan rumus;

3) Tetapkan taraf signifikan

4) Hitung dengan rumus

40 Zizwatin Athiya, Pengembangan Cd Intraktif Dengan Menggunakan Model Learning

Cycle”5E” Berbantu Software Geogebra, Semarang: Prosiding Mathematics And Science Forum ISBN 978-602-0960-00-5, h.53-54

Gambar

Tabel 1.1 Nilai UTS Semester Ganjil Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Penafsiran Daya Pembeda Butir Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebaikan untuk SNPs diantaranya dapat menghasilkan PCR yang sangat kecil dimana marker akan bekerja dengan kuat pada sampel DNA, lebih umum dalam mewakili suatu

Ketika user mengklik tulisan tersebut, maka akan muncul halaman input data atestasi keluar untuk memasukkan data yang diperlukan, seperti pada Gambar 4.41. Gambar

Strategi pengelolan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat di Desa Panglima Raja disusun dalam beberapa strategi hasil rumusan dari penelitian ini yaitu: (a) strategi Pengembangan dan

teknologi; atau (iv) penggunaan Produk atau bagian dari Produk dalam praktek proses jika Pembeli tidak memasukkan Produk ke dalam alat yang mana pengguna akhirnya adalah konsumen;

Dengan adanya fluktuasi jumlah produksi maupun kualitas produk padang rumput yang sangat menurun pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan, maka pemberian pakan tambahan

Kendala yang ditemui guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 Surakarta hampir sama, yakni seputar penyusunan RPP yang

(c) Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, khususnya, untuk mendukung implementasi, tindak lanjut dan review dari Kerangka ini dengan cara: mempersiapkan ulasan

Dari tabel 8 di atas, untuk analisis regresi yang kedua yaitu pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran, diperoleh nilai p-value sebesar 0,005 maka dapat disimpulkan