commit to user
i
( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN
No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
HERI SUSANTO
NIM. E0008357
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT
( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN
No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )
Oleh:
HERI SUSANTO
NIM. E0008357
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukun
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 16 Juli 2012
Pembimbing I Pembimbing II
commit to user
iii
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT
( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN
No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )
Oleh:
HERI SUSANTO
NIM. E0008357
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari / Tanggal : Selasa / 24 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Bambang Santoso, S.H., M.Hum.
NIP. 196202091989031001 : ... ( Ketua )
2. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.
NIP. 198210082005011001 : ... ( Sekretaris )
3. Edy Herdyanto, S.H., M.H.
NIP. 195706291985031002 : ... ( Anggota )
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
iv
Nama : Heri Susanto
NIM : E0008357
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK
ADVOKAT (Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN
No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 16 Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan
Heri Susanto
commit to user
v
Heri Susanto. E0008357. 2012. KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian Hukum ini bertujuan 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003; 2) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska; 3) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 ini sudah diterapkan oleh praktisi hukum dan masyarakat, sehingga dalam hukum tersebut tidak merugikan klien atau masyarakat pada umumnya; dan 4) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga klien dapat menggunakan jasa Advokat secara layak; dan 5) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya-upaya penanggulangan malpraktek Advokat.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah
sebagai berikut : jenis penelitian hukum normatif atau doctrinal research., sifat
penelitian preskriptif, pendekatan kasus (case approach), metode penelitian
kualitatif, dan studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, 1) Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003. Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 baik hak imunitas di dalam maupun diluar sidang pengadilan, dan hak-hak lain terdapat dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terkait masalah pelanggaran tugas, wewenang, hak dan kewajiban Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,dan Pasal 20. Sumpah jabatan pada Pasal 4 ayat (2)
dan penindakan Pasal 6. Malpraktek hukum atau “yuridical malpractice” dibagi
dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu: Criminal
malpractice; Civil malpractice; dan Administrative malpractice; 2) Bentuk-bentuk malpraktek Advokat Nomor perkara 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska.
Menurut penulis kasus ini dapat dikategorikan sebagai bentuk civil malpractice
dan criminal malpractice.
commit to user
vi
Heri Susanto. E0008357.2012. STUDY ON THE RIGHTS ADVOCATES AND MALPRACTICE IMMUNITY (Case Studies in Decision No. DKC IKADIN. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Faculty of law UNS.
Legal research is aimed at 1) Describe and explain the advantages and disadvantages in the regulation of immunity rights and malpractice in using the services of an Advocate under the Act No. 18 of 2003; 2) Describe and explain the forms of malpractice that occurs in the Decision advocate IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska DKC; 3) Describe and explain the Law No. 18 of 2003 has been applied by legal practitioners and the public, so that the law does not harm the client or the public at large; and 4) Describe and explain the rights and obligations of each, so that clients can use the services of the Advocate is feasible; and 5) Describe and explain the efforts of Advocates of malpractice prevention.
The research method used in the writing of this law are as follows: type of normative legal research or doctrinal research., Prescriptive nature of the research, the approach to the case (case approach), qualitative research methods, and study this document useful to obtain the theoretical basis to examine and study the books, laws, documents, reports, archives and other research.
Based on this research can be concluded, 1) Setting the right of immunity in the Advocate Advocate Malpractice Law No. 18 of 2003. Settings on the right of immunity in the Advocates Act No. 18 of 2003 contained in Article 14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18 and Article 19 of both the right of immunity within and outside the courtroom, and other rights contained in the Code of Ethics of Advocates Indonesia. Advocates of malpractice in the Act No. 18 Year 2003 related problems breach of duty, authority, rights and obligations of Article 14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18, Article 19 and Article 20. Oath of office in Article 4 paragraph (2) and enforcement of Article 6. Legal malpractice or "yuridical malpractice" is divided into 3 categories according to the law is being violated, namely: Criminal malpractice; Civil malpractice, and malpractice
Administrative, 2) The forms of malpractice case No.
01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Advocate. According to the authors of this case can be categorized as a form of civil and criminal malpractice malpractice.
commit to user
vii
“Tidak Semua Telur Bisa Menetas
tergantung
kualitas telur dan Kehendak Alloh SWT”
Tidak semua manusia bisa berhasil,
tergantung
usaha dan doa masing-masing serta kehendak dari Alloh SWT
( Heri Susanto )
belajarlah dari apa saja yang ada disekeliling mu
karena
semua pengalaman hidup dan perjalanan hidup pasti ada hikmahnya
meskipun
hidup terkadang menyenangkan dan terkadang menyedihkan
semua itu
tergantung bagaimana diri kita menyikapinya
( Heri Susanto)
Pribadi yang Besar Adalah Pribadi yang Bisa Mensyukuri Hidup
( Mario Teguh)
janganlah pernah berharap
karena
semua kenyataan tidak akan pernah sama dengan apa yang kita harpakan
commit to user
viii
Sebuah karya kecil ini Penulis persembahkan kepada :
Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku Parinem tersayang,
harapanmu adalah impianku dan doamu adalah
semangatku.
Istriku Ika Puji Lestari dan Anakku Alanza Rafa Elfreda
tercinta, kalianlah permata hidupku untuk hari kemarin,
hari ini, hari esok, dan hari-hari dimana aku masih bisa
bernafas.
Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri
Lestari, S.E., yang telah menanti gelar Sarjana Hukumku.
Kakak-kakakku (Endang Srimulyani, Parwoko, S.T.,
Agus Jatmiko, S.T., dan Nur Nugrhoho).
Keluarga besarku “Lestari Mulyo Group”.
Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi/penulisan hukum yang berjudul KAJIAN TERHADAP HAK
IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT (Studi Kasus dalam Putusan
DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska). Penulisan hukum ini sebagai
tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat dalam mencapai derajat Sarjana (S1)
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah
berkenan memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran-saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang
telah memberikan arahan, masukan dan koreksi-koreksi dalam penulisan
skripsi ini.
5. Ibu Aminah, S.H., M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang
berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., atas bimbingan penulisan hukum
kepada istri saya Ika Puji Lestari sehingga secara tidak langsung
memberikan informasi dan masukan serta motivasi terkait penulisan
commit to user
x
Maret Surakarta, terimakasih-ku ucapkan atas semua ilmu dan kenangan
yang telah dibagi.
8. Orang tuaku yang sangat bijaksana. Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku
Parinem, atas doa-doa yang selalu terpanjatkan di setiap malam, harapan,
kasih sayang, nasihat, dukungan, motivasi dan segalanya sehingga penulis
dapat menyelesaikan ini walaupun baru karya kecil yang mungkin belum
bisa membanggakan. Inilah salah satu bentuk baktiku.
9. Keluarga kecilku yang Sakinah, Mawadah, Warohmah. Istriku Ika Puji
Lestari dan anakku Alanza Rafa Elfreda atas doa, dukungan, dan perhatian
yang super sekali.
10. Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri Lestari, S.E., atas
doa dan dukungan yang setiap kali ketemu pasti selalu bertanya ” kapan
Her lulus ”.
11. Kakak-kakakku (Endang Sri Mulyani, Parwoko, S.T., Agus Jatmiko, S.T.,
dan Nur Nugroho) atas doa, dan juga dukungannya yang luar biasa.
12. Keluarga besarku “Lestari Mulyo” atas doa dan dukungan yang luar biasa
kepada penulis.
13. Segenap advokat & pegawai kantor Advokat Drs. YB Irpan S.H., M.H,
atas bimbinganya sewaktu magang, ilmu-ilmu dunia kerja yang telah
ditularkan, dan pengalaman yang tak ternilai yang saya dapatkan.
14. Dani yuli, Rio Pratama, Gesti Kadhesta, Dewi Ambar, dan Oki Trisnani
atas dukungan dan motivasinya.
15. Hengki Bondan dan Farid Yamin atas ketersediaanya berbagi informasi
dan bertukar pikiran dalam kegiatan belajar mengajar serta informasi lain
yang berhubungan dengan akademik.
16. Teman-teman ngumpul di lobby gedung 1 (satu) Fakultas Hukum atas
berbagi informasi dan canda tawanya.
17. Teman-teman angkatan 2008, terimakasih telah menjadi bagian dari
commit to user
xi
Hukum ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah
SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih atas kebaikan kalian.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, 16 Juli 2012
Penulis
commit to user
4. Pengertian dan Ruang Lingkup Dewan Kehormatan
Advokat………
5. Pengertian dan Ruang Lingkup Putusan Dewan
Kehormatan Advokat………...
6. Pengertian dan Ruang Lingkup Malpraktek
Advokat……….
1. Pengaturan Mengenai Hak Imunitas dan Malpraktek
Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun
2003………
2. Bentuk Malpraktek Advokat pada Kasus dalam Putusan
DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska…….…
3. Upaya Penanggulangan Malpraktek Advokat dan
Tindakan yang Dikenakan Terhadap Advokat yang
commit to user
xiv
B. Saran…………...………....
DAFTAR PUSTAKA………....…..
commit to user
xv
commit to user
xvi
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum, untuk itu advokat diberi tugas untuk menjalankan
tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum bagi kepentingan
masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam
menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum.
Tiap profesi, termasuk advokat menggunakan sistem etika terutama untuk
menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan
menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional
untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi
pengembanan profesinya sehari-hari. Kode etik ibarat kompas yang memberikan
atau menunjukan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral
profesi di dalam masyarakat. Sedangkan fungsi dan tujuan kode etik dapat
diartikan untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara
kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para
anggotanya. Maka kode etik profesi merupakan seperangkat kaedah perilaku
sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Mencermati Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003
menempatkan advokat sebagai pilar keempat penegakan hukum, disini sebagai
penegak hukum memiliki etika profesi, kode etik dan standar kerja yang diatur
dalam undang-undang atau turunannya. Sebagai profesi yang mulia tentunya akan
terhina atau tercemar ketika kode etik profesi tersebut tidak dilakukan dengan
baik. Sebagai contoh yang mengemuka kasus dengan Putusan No.
01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Dewan Kehormatan Cabang IKADIN Surakarta,
Tanggal 7 Juli 2006 atau aduan Ny. Sri Winarni terhadap Sdr. H. Bahrun Naja,
S.H., dalam kasus ini advokat melakukan penelantaran klien dengan tidak
memberikan pelayanan setelah menerima fee. Atas kasus ini maka terdapat
pertanyaan penting bagaimana legal service fee diberikan tanpa harus
memberikan pelayanan? Bagaimana kedudukan advokat sebagai penegak
hukum? Bagaimana standar profesi advokat dalam penegakan hukum?
Padahal advokat sudah diatur dalam konstitusi Undang-Undang tentang
Advokat Nomor 18 tahun 2003 adalah untuk menyetarakan status profesi advokat
dengan profesi hukum lain, juga untuk menyediakan struktur profesi hukum yang
jelas agar dapat memperkuat akuntabililas publik dari penyelenggaraan peradilan
(administration of justice), yaitu menjamin hak- hak hukum klien aktual (klien
yang tengah diwakili) maupun klien potensial (masyarakat luas). Advokat sebagai
unsur vital bagi pencarian kebenaran materiil dalam proses peradilan, terutama
dari sudut kepentingan hukum klien. Pengaturan juga ditujukan untuk melindungi
masyarakat dari jasa hukum yang diberikan advokat di bawah standar. Secara
garis besar, pendekatan yang dipakai adalah perlindungan kepentingan
pihak-pihak yang berperkara dan masyarakat pada umumnya, baik dalam proses
peradilan maupun dari advokat yang bertindak menyimpang.
Menilik Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003, juga
memberikan hak imunitas (kekebalan) tersebut kepada para advokat dalam
menjalankan tugas profesinya. Sehingga advokat tidak dapat dihukum (pidana
atau perdata) sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya itu (Munir
Fuady, 2005:29). Dalam membela kepentingan klien advokat tidak boleh
dihinggapi rasa takut dan harus membela dengan rasa aman, dilindungi oleh
negara dalam melaksanakan pekerjaannya dan pembelaan separuh hati akan
merugikan kepentingan klien yang dibela. Syaratnya, selama pembelaan
dilakukan proporsional, tidak melanggar hukum dan relevan dengan perkara.
Namun pada kenyataannya di masyarakat profesi advokat terkadang
commit to user
dalam memberikan jasa hukum. Ada sebagian masyarakat menganggap terhadap
profesi ini sebagai orang yang sering memutar balikkan fakta. Profesi ini
dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani, karena selalu
membela orang-orang yang bersalah. Mendapatkan kesenangan atas penderitaan
orang lain.
Advokat pada awalnya merupakan kekuatan moral (moral force) yang
diyakini oleh sekelompok orang terutama oleh masyarakat pencari keadilan yang
tidak mampu secara ekonomis dan tidak mempunyai akses terhadap bantuan
hukum, sehingga masyarakat dengan ketidak mampuan di bidang ekonomi,
politik, dan pendidikan tidak akan menjadi korban ketidak adilan hukum. Sejalan
dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat di berbagai bidang,
khususnya bidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini berkembang
menjadi kekuatan institusional. Dengan munculnya berbagai Organisasi Advokat
yang dikelola secara profesional maka keberadaannya makin makin dibutuhkan
masyarakat dalam membantu mencari keadilan dan menegakkan hukum untuk
memperoleh hak-haknya kembali yang dirampas.
Dalam menggunakan jasa advokat, merupakan bentuk kebutuhan atas
kesadaran hukumnya sendiri atau memang akibat peran advokat yang terlalu
agresif dalam mempengaruhi klien untuk berperkara di pengadilan demi
kepentingan advokat. Dalam perkembangannya perlu meningkatkan kesadaran
hukum demi tegaknya kebenaran, keadilan, tanpa diskriminatif. Pemberian
bantuan hukum yang ditujukan kepada setiap orang memiliki hubungan erat
dengan equality before the law dan acces to legal councel yang menjamin
keadilan bagi semua orang (justice for all) (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri,
2003:19). Sehingga atas dasar kesadaran hukum dari pihak pengguna jasa advokat
dan advokat itu sendiri maka akan memperkecil kemungkinan terjadinya
penyimpangan – penyimpangan atau malpraktek yang dilakukan oleh advokat
Keberadaan advokat di Indonesia sebagai agen pembangunan hukum
(agent of law development) dan terlebih menjadi agen membudidayakan hukum
(agent of law enculturaion) bagi masyarakat malah cenderung menjadi agen
komersialisasi hukum (agent of law commercialization) dalam memberikan jasa
hukum (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri, 2003:18). Bila perilaku ini
ditampilkan advokat, maka hancurlah anggapan advokat sebagai profesi terhormat
(officium nobile). Profesi kemuliaan ini akan ternoda oleh praktek menyimpang
yang dilakukan oleh segelintir advokat dalam memberikan jasa hukum kepada
klien atau masyarakat, yang imbas negatifnya sangat besar terhadap organisasi
dan profesinya. Dimana justru diungkap oleh kalangan advokat sendiri sebagai
keprihatinan profesi. Saat ini perilaku menyimpang atau malpraktek yang
dilakukan advokat tidak sekedar isu dan bukan merupakan rahasia lagi, tetapi
sudah menjadi kenyataan dalam praktek. Terlepas dari pro-kontra masyarakat
terhadap peran advokat, pada kenyataannya pemberian jasa hukum melalui
advokat bagi setiap warga negara telah berlangsung sejak lama. Hal ini
dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan serta
menjunjung tinggi supremasi hukum untuk menjamin terselenggaranya negara
hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kronologis sebelum adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat, terdapat peraturan lain yang sehubungan dengan pengangkatan
dan pemberhentian para advokat pada masa pemerintahan Hindia Belanda
kedudukannya diatur dalam Reglement op de Rechterlijke Organitatie en het
Beleid der Yustitie in Indonesia (RO) (St. 1847 No. 23 jo. St 1848 No. 57) dan
ketentuan-ketentuan dalam Bepalingen Betreffende het Costuum der Rechterlijke
Ambtenaren en dat der Advocate Procureurs en Deurwaarders(St. 1848 No.8).
Disamping itu masih ada peraturan-peraturan lainnya yang mengatur lebih
lanjut tentang advokat seperti:
1. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Menteri Kehakiman tentang
commit to user
2. Surat Keputusan Bersama Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung;
3. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Edaran Petunjuk Mahkamah
Agung;
4. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Tinggi;
5. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Negeri (Rapaun Rambe,
2003 : 3).
Undang-undang Darurat No. 1/1951 yang menentukan kembali
berlakunya Herziene Indonesisch Reglement (HIR) (St. 1941 No. 44) dalam
Negara Republik Indonesia dipakai sebagai pedoman dalam Hukum Acara Pidana
Sipil, mengenai tugas kewajiban advokat, procureur dan para pemberi bantuan
hukum dimuka persidangan diatur dalam Herziene Indonesich Reglement (HIR).
Selain pengaturan di atas, juga diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, mengenai bantuan
hukum baik di luar maupun di dalam persidangan telah diatur dalam Pasal 35,
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38. Dapat disimpulkan bahwa, adanya asas dimana
seseorang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum untuk mendapatkan
perlindungan hukum, adanya penerapan asas Pancasila, kemanusiaan yang adil
dan beradab yaitu diberlakukannya asas praduga tak bersalah pada setiap
tertuduh, adanya hak untuk berhubungan dengan advokat atau sebaliknya
semenjak dilakukan pemeriksaan tanpa merugikan kepentingan dalam proses
penyidikan hingga penuntutan.
Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai
profesi terhormat (officium nobile) karena dengan profesi tersebut dapat
memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien, baik
di dalam maupun di luar pengadilan kepada pencari keadilan. Sebagai negara
hukum maka Negara Indonesia memberikan jaminan kesederajatan bagi setiap
orang di hadapan hukum (equality before the law). Advokat sebagai salah satu
unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi
hukum, dimana saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai
pendamping, pemberi pendapat hukum atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas
nama kliennya. Profesi hukum memiliki kode etik profesi sebagai sarana control
sosial sebagai kriteria dan prinsip profesional yang digariskan, selain itu dapat
mencegah tekanan atau turut campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau
oleh masyarakat dengan melakukan tingkatan standardisasi yang digunakan untuk
melindungi hak-hak individu dan masyarakat. Kode etik sebenarnya adalah
kristalisasi dari hal-hal yang biasanya sudah dianggap baik menurut pendapat
umum serta didasarkan atas pertimbangan kepentingan profesi yang
bersangkutan, untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik (Sumaryono,
1995:33).
Namun dalam kenyataannya advokat dalam menjalankan profesi
terhormat (officium nobile) sering terjadi pelanggaran-pelanggaran, selama ini
tidak sedikit mal praktek yang dilakukan oleh advokat karena bujuk rayu
pengguna jasa advokat, maupun karena kemauanya sendiri Oleh karena itu,
keberadaan Advokat dalam memberikan jasa hukum bagi para pihak yang
menyelesaikan perkara di pengadilan menjadi sangat menarik untuk diteliti dari
aspek yuridis. Kajian ini dilandasi dengan suatu kerangka pemikiran bahwa
penyelesaian perkara dengan menggunakan jasa advokat, selain secara yuridis,
mempunyai landasan hukum yang sangat kuat.
Atas dasar hal yang telah diuraikan Penulis di atas, Penulis hendak
mengkaji lebih dalam mengenai hak imunitas dan malpraktek advokatdalam
sebuah penulisan hukum yang berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK
IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, Penulis
merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan mengenai hak imunitas dan malpraktek advokat dalam
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003?
2. Bagaimanakah bentuk malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC
IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska?
3. Bagaimanakah upaya penanggulangan malpraktek advokat dan tindakan yang
dikenakan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan harus memiliki tujuan yang jelas, hal ini diperlukan
untuk memberi arah dalam melangkah sesuai maksud penelitian. Rumusan tujuan
penelitian hukum selalu konsisten dengan rumusan masalah. Dengan banyaknya
rumusan masalah jelas, rumusan tujuan penelitian akan jelas. Apabila masalah
dirumuskan secara rinci, tujuan penelitian juga dirumuskan secara rinci. Adapun
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam
pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat
menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003;
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang
terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska? ;
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya penanggulangan
malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat, sehingga
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan
memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan
hukum ini, yaitu bagi Penulis, maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya;
b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana
tentang hak imunitas dan malpraktek advokat.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi Penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan
Penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.
b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan
penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Metode Penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam
penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan
secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian
yang dirumuskan. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah
suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter
Mahmud Marzuki, 2005:35). Penelitian Hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
commit to user
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum
normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian
hukum doktrinal sebagai berikut ( Johny Ibrahim. 2006:44) :
“ research with privides a systematic exposition of rules governing a
particular legal category analyses the releationship between rules, explain
areas of difficulty and perhaps, predict future development”. (Penelitian
dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah
analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang
kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan).
Pada dasarnya penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tertier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,
dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang
diteliti yaitu dalam hal hak imunitas dan malpraktek advokat. Penelitian ini
merupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha untuk menemukan
apakah hukumnya bagi suatu perkara, seperti halnya pada penelitian untuk
menemukan asas hukum (doktrinal).
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskiptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu
hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk
memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Argumentasi disini dilakukanuntuk memberikan perspektif atau penelitian
mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa
hukum dari hasil penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian
normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan
hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan
analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai
ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif dapat digunakan
beberapa pendekatan berikut( Peter Mahmud Marzuki, 2005:93 ):
a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach);
b. Pendekatan kasus (case approach);
c. Pendekatan Historis (historical approach);
d. Pendekatan Perbandingan ( comparative approach);
e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach).
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach)
dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma kaidah hukum
yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya mengenai kasus-kasus yang
telah diputus dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap
sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara
yang menjadi fokus penelitian. Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna
empiris, namun dalam suatu penelitian normatif, kasus-kasus tersebut
dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan
dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil
analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny
commit to user
F. Sumber Bahan Hukum Penelitian
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
sebagai sumber data penelitian. Menurut Peter Mahmud Marzuki, “ bahan hukum
primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi ” (Peter Mahmud Marzuki,
2005:141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu :
1. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan
resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan dewan
kehotmatan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
d. Kode Etik Advokat Indonesia;
e. Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska.
2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan
komentar atas putusan dewan kehormatan yang berkaitan dengan topik yang
dibahas.
G. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Tekhnik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh
bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang
mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi
dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan
bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan
mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 21). Studi
dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan
mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip
H. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam
mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses
pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah
teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dari
penelitian hukum ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau
memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau
menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang
tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam
penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung diatas.
Dengan demikian penulis berharap dapat memberikan penjelasan yang
utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu seputar permasalahan
tentang hak imunitas dan malpraktek advokat. Metode penalaran yang dipilih oleh
penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/deduksi. Sedangkan yang
dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan
premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua
premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud
Marzuki, 2005: 47). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada
keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu
hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan
kasus faktual yang dianalisa, yaitu mengenai hak imunitas dan malpraktek
advokat.
I. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari
commit to user
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan
hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini Penulis memberikan landasan teori atau memberikan
penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang
Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara
universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang Penulis teliti.
Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang advokat,
tinjauan tentang etika, moral dan kode etik profesi advokat,
pengertian dan ruang lingkup hak advokat dank lien, pengertian dan
ruang lingkup dewan kehormatan advokat, putusan dewan
kehormatan advokat, pengertian dan ruang lingkup malpraktek
advokat. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur berfikir,
maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan
berdasarkan rumusan masalah, yaitu: pengaturan mengenai hak
imunitas dan malpraktek dalam Undang-Undang Advokat, bentuk
pelanggaran malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC
IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska, upaya penanggulangan
malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraiakan simpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Advokat
a. Istilah dan definisi Advokat
Istilah “Advocaat” secara etimologis berasal dari bahasa Latin,
yaitu “Advocare”yang berarti “to defend, to call to one’s aid to vouch or
warrant”. Sedang dalam bahasa Inggris “Advocate” berarti: “to speak in
favour of or depend by argument, to support, indicate, or recommended
publicly.”(Frans Hendra Winarta, 1995:72).
Advokat secara terminologis, berarti seorang ahli hukum yang
memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum. Bantuan
atau pertolongan ini bersifat memberi nasihat-nasihat sebagai jasa-jasa
baik, dalam perkembangannya kemudian dapat diminta oleh siapapun
yang memerlukan, membutuhkannya untuk beracara dalam hukum. Jasa
hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Perkataan Advokat dengan istilah demikian sebenarnya telah mengandung
nilai-nilai historis dengan tidak merubah kata aslinya, oleh karena itu,
lebih tepat dan dapat dipertahankan dengan menulis “Advokat”.
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta
terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan: Advokat adalah Pengacara
atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau
pembela perkara dalam pengadilan. Dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa: Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan
yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Sedangkan pada Kode Etik Advokat Indonesia dijelaskan bahwa Advokat
adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun
diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
Undang-Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat
Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum.
Landasan kerja Advokat sampai saat ini hanya menggunakan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat dan Kode Etik Profesi Advokat sebagai tatanan dalam
menertibkan kerja mereka sendiri melalui berbagai Organisasi Advokat.
Kelemahan ini jelas hanya mempunyai sanksi administratif saja dan tidak
memiliki sanksi yuridis yang lebih berat bagi Advokat. Dengan kelemahan
ini, maka banyak Advokat yang melakukan peran menyimpang dari tugas
dan fungsinya.
Pada dasarnya Advokat merupakan profesi bebas; dalam arti tidak
ada batas kewenangan dalam melakukan bantuan, pembelaan, perwakilan,
atau pendampingan terhadap kliennya. Kewenangan Advokat dalam
memberikan batuan hukum kepada klien dalam perkara pidana diatur
dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHAP) diatur dalam Bab
VII Pasal 54 s/d 62 dan Pasal 69 s/d 74 mengenai bantuan hukum.
Demikian juga Advokat bebas melakukan tugasnya, baik yang berkaitan
dengan kewenangan materi hukum ( public law atau privat law ) atau
wilayah praktek di lingkungan peradilan ( Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi, Mahkamah Agung ).
b. Kewajiban Advokat
Kewajiban secara harfiah dalam Kamus Umum Bahasa
Inggri-Indonesia, Indonesia-Inggris susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN
Balai Pustaka 1976 disebutkan kewajiban dari kata “wajib” berasal dari
commit to user
“due” mempunyai arti kewajiban; keharusan, dan “necessary” mempunyai
arti memaksa; perlu; sesuatu yang memaksa.
Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan kewajiban adalah
hal yang harus dilakukan, tidak boleh tidak melakukan/memenuhi, sudah
sepatutnya. Dalam kaitannya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
atau penyelewengan dalam praktik profesi Advokat, dikenal adanya
“normative ethic” yang terkandung ketentuan-ketentuan seperti:
1) Kewajiban pada diri sendiri;
2) Kewajiban-kewajiban bagi masyarakat umum;
3) Ketentuan-ketentuan tentang partnership;
4) Kewajiban terhadap orang atau profesi yang dilayani (E. Sumaryono,
1995:75).
Kewajiban yang terletak berdasarkan kaidah/norma hukum disebut
kewajiban yuridis. Kewajiban yuridis yang menyatakan keharusan
eksternal karena adanya hukum yang diberlakukan dan dipaksakan oleh
pemerintah dan kewajiban yang menyentuh keharusan internal karena
adanya kesadaran batin, sebagai suatu dorongan batin yang tak mungkin
dihindari.
Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para Advokat
dalam Kode Etik Profesi Advokat Indonesia mengandung
kewajiban-kewajiban yang oleh para Advokat dibebankan kepada dirinya sendiri dan
lingkungan profesinya, yaitu:
1) Kepribadian Advokat: yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan dalam tugasnya menjujung tinggi hukum
berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sumpah jabatan (Pasal 2
Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat Indonesia adalah
warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah
jabatannya.”
2) Tidak boleh bersikap diskriminatif (Pasal 3 huruf (a) Kode Etik
Profesi Advokat Indonesia):
“Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.”
3) Hubungan dengan klien: tuntutan kewajiban antara lain menyebutkan
bahwa Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan
klien daripada kepentingan pribadinya (Pasal 4 huruf (d) dan (f) Kode
Etik Profesi Advokat Indonesia):
“d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.”
4) Tidak dibenarkan dengan sengaja membebani klien dengan
biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal 4 huruf (e) Kode Etik Profesi Advokat
Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan
biaya-biaya yang tidak perlu.”
5) Hubungan dengan teman sejawat: Advokat antara lain berkewajiban
untuk tidak menarik seorang klien dari teman sejawat (Pasal 5 huruf
(d) Kode Etik Advokat Indonesia): “Advokat tidak diperkenankan
menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.”
6) Cara bertindak dan menangani perkara: ada kewajiban yang antara lain
catatan-commit to user
catatan pada berkas di dalam/di luar sidang meskipun hanya bersifat
”ad informandum” (Pasal 7 huruf (c) Kode Etik Profesi Advokat
Indonesia):
“Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi Hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat ”ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.”
dan tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk
mendengar mereka dalam perkara yang bersangkutan (Pasal 7 huruf
(e) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan
mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh
pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana.”
7) Ketentuan-ketentuan lain: seperti tidak boleh menawarkan jasanya,
baik secara langsung maupun tidak langsung (Pasal 8 huruf (b) dan (f)
Kode Etik Profesi Advokat Indonesia):
“b. Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih lebihan.
f. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan setiap Advokat.”
c. Tugas advokat
Presepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih
banyak yang salah paham. Banyak yang menganggap bahwa tugas
advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata,
pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan Advokat tidak hanya bersifat litigasi,
tetapi mencakup tugas lain di luar pengadilan bersifat nonlitigasi.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan, tugas Advokat adalah
membela kepentingan masyarakat (publik defender) dan kliennya.
Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat
menghadapi suatu masalah atau problem di bidang hukum. Dalam
menjalankan tugasnya, selain harus disumpah terlebih dahulu sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Dalam menjalankan
tugasnya, ia juga harus memahami Kode Etik Profesi Advokat sebagai
landasan moral dan sesuai undang-undang Advokat.
Tugas advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat
tidak terinci dalam uraian tugas di dalam Undang-Undang Advokat
Nomor 18 Tahun 2003 karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana
hukum, tetapi merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum untuk
memberikan pembelaan, pendampingan, dan menjadi kuasa untuk dan atas
nama kliennya. Advokat dalam menjalankan profesinya dilarang
membeda-bedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin,
agama, politik, ras, atau latar belakang sosial, dan budaya (lihat
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Advokat
Nomor 18 Tahun 2003). Memang ada kewajiban Advokat untuk tidak
menolak klien. Akan tetapi, tidak begitu pada pandangan-pandangan
modern saat ini sebagaimana diajarkan pada doktrin kebebasan memilih
klien tersebut.
Selain alasan diskriminatif seperti tersebut diatas seorang advokat
juga tidak dibenarkan menolak perkara bagi klien yang tidak mampu
membayar “fee”-nya, maka Advokat juga diwajibkan untuk memberikan
bantuan hukum cuma-cuma (lihat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 22
ayat (1) Undang- Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003). Hanya saja
commit to user
peraturan pemerintah (lihat sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma).
Hubungan yang sangat khusus dan antara Advokat dan kliennya
itu diakibatkan adanya suatu hubungan “fiduciary” antara Advokat dan
kliennya. Hubungan tersebut, ada suatu kepercayaan yang penuh (trust
and confidance) yang diberikan oleh kilen kepada Advokat tersebut.
Hubungan “fiduciary” yang dimaksudkan untuk tugas “fiduciary duties”
dari seorang Advokat adalah tugas yang terbit secara hukum (by the
operation of law) dari suatu hubungan hukum yang menerbitkan
hubungan “fiduciary” antara Advokat dan kliennya, yang menyebabkan
advokat berkedudukan sebagai “trustee” dalam pengertian hukum “trust”,
sehingga seorang Advokat mempunyai tanggung jawab moral dan hukum
yang sangat tinggi terhadap kliennya, kemampuan (duty of care and skill),
itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap kliennya, dengan derajat
yang tinggi (high degree)dan tidak terbagi.
d. Fungsi Advokat
Kata fungsi bermakna jabatan, faal, besaran dan kegunaan. Namun
pengertian yang paling tepat yang sering dipakai pada fungsi ialah kata
kegunaan. Makna fungsi bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih
cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok.
Tugas dan fungsi dalam sebuah pekerjaan atau profesi apapun
tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena keduanya merupakan
sistem kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya,
seorang Advokat harus berfungsi:
1) Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
2) Memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum
indonesia;
4) Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum,
keadilan, dan kebenaran;
5) Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan dan
kebenaran) dan moralitas;
6) Menjunjung tinggi citra profesi advokat sebagai profesi terhormat
(officium nobile);
7) Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan
martabat Advokat;
8) Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap
masyarakat;
9) Menangani perkara-perkara sesuai Kode Etik Profesi Advokat;
10) Membela klien dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;
11) Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan keahlian dan
pengetahuan yang merugikan masyarakat;
12) Memelihara kepribadian Advokat;
13) Menjaga hubungan baik dengan klien maupun teman sejawat antara
sesama Advokat yang didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan, dan
keterbukaan serta saling menghargai dan mempercayai;
14) Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan
wadah tunggal Organisasi Advokat;
15) Memberikan pelayanan hukum (legal service);
16) Memberikan nasehat hukum (legal advice);
17) Memberikan konsultasi hukum (legal consultation);
18) Memberikan pendapat hukum (legal opinion);
19) Menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);
20) Memberikan informasi hukum (legal information);
21) Membela kepentingan klien (litigation);
commit to user
23) Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada rakyat yng
lemah dan tidak mampu (legal aid)(Rapaun Rambe, 2003:28-29).
2. Tinjauan tentang Etika, Moral dan Kode Etik Profesi Advokat
a. Pengertian Etika Moral
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” (jamaknya “ta etha”),
yang berarti kebiasaan (Shidarta, 2006:15). Selain etika, juga dikenal kata
“moral” atau “moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu “mos”
(jamaknya “mores”), yang artinya juga kebiasaan. Oleh filsuf Yunani,
Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang
menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan
kebajikan dan suara hati.
Kata yang agak dekat dengan pengertian etika adalah moral. Kata
moral yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, akhlak
dan cara hidup. Secara etimologi, kata etika (bahasa Yunani) sama dengan
arti kata moral (bahasa Latin), yaitu adat istiadat mengenai baik-buruk
suatu perbuatan. Namun demikian moral tidak sama dengan etika.
Moralitas merupakan kualitas yang terkandung di dalam perbuatan
manusia, yang dengannya dapat menilai perbuatan itu benar atau salah,
baik atau jahat. Moralitas menurut Austin Fagothey,dalam buku Right and
Reason, dapat bersifat intrinsik dan dapat juga bersifat ekstrinsik.
Moralitas intrinsik menetapkan sebuah perbuatan baik atau buruk secara
terpisah atau terlepas dari ketentuan hukum positif yang ada. Menilai
didasarkan atas esensi perbuatan itu sendiri, bukan karena diperintahkan
atau dilarang oleh hukum (lex naturalis, natural law) (E. Sumaryono,
1995:51-52).
Moralitas ekstrinsik menetapkan perbuatan benar atau salah,
disesuaikan dengan pola ”diperintahkan” atau ”dilarang” yang dinyatakan
berdasarkan kekuasaan). Apapun bentuk dan aktualitasnya baik
undang-undang maupun kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara
negara/pemerintah. Kata moral lebih mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia
hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan
etika adalah ilmu, yakni pemikiran rasional, kritis dan sistematis tentang
ajaran-ajaran moral. Etika menuntun seseorang untuk memahami mengapa
atau atas dasar apa ia harus mengikuti ajaran moral tertentu. Dalam artian
ini, etika dapat disebut filsafat moral. Etika menyangkut manusia sebagai
perseorangan, hukum positif dan hukum adat menyangkut masyarakat.
Etika memberi peraturan-peraturan untuk perseorangan, dimana etika
menghendaki kesempurnaan manusia. Sebaliknya hukum positif/adat
ditujukan pada manusia sebagai makhluk sosial menghendaki
kesempurnaan masyarakat.
b. Pengertian Etika Profesi
Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut
kalangan profesional. Profesional itu adalah orang yang menyandang
suatu profesi tertentu disebut seorang profesional. Selanjutnya
peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya mengatur hak-hak yang
mendasar dan mempunyai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku atau
perbuatan dalam melaksanakan profesinya yang dalam banyak hal
disalurkan melalui kode etik.
Etika profesi dalam peraturan yang ditujukan kepada perseorangan
yang menyandang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian atau
keterampilan tertentu. Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik
dibandingkan dengan pekerjaan. Suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi
commit to user
Menurut penulis bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang
membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus, yang umumnya terkait
dengan pekerjaan di bidang jasa, namun ciri ini bukan syarat mutlak,
berupa:
1) Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character);
2) Diabadikan untuk kepentingan orang lain (pengabdian kepada
masyarakat);
3) Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan financial;
4) Didukung oleh adanya organisasi (association) profesi dan organisasi
profesi tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang
merupakan kode etik, serta pula tanggung jawab dalam memajukan
dan menyebarkan profesi yang bersangkutan; dan
5) Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.
Profesi publik adalah suatu “moral community” (masyarakat
moral) yang memiliki cita-cita dan nilai bersama. Mereka membentuk
suatu profesi yang disatukan karena latar belakang pendidikan yang sama
dan bersama- sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.
Dengan demikian, profesi menjadikan suatu kelompok mempunyai
kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus.
Profesionalisme tanpa etika menjadikannya “bebas sayap” (vleugel vrij)
dalam arti tanpa kendali dan tanpa pengarahan. Sebaliknya, etika tanpa
profesionalisme menjadikannya “lumpuh sayap” (vleugel lam) dalam arti
tidak maju bahkan tidak tegak.
Secara umum bahwa profesi yang terikat dalam hubungan yang
menjanjikan suatu usaha dituntut memiliki landasan intelektual dan
standar kualifikasi yang lebih tinggi, dan mendapat penghargaan lebih
tinggi pula dari masyarakat. Profesi-profesi luhur biasanya menjalin
hubungan hukum dalam model perikatan seperti ini. Sebaliknya, profesi
perikatan yang menjanjikan hasil. Salah satu profesi yang keberadaannya
berhubungan erat dengan kehidupan kita semua adalah menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan aspirasi keadilan sosial, hak asasi
manusia dan demokrasi. Etika berakar dalam hati nurani manusia, jadi
timbul dari kekuatan batin, kekuatan batin, kekuatan di dalam manusia,
dalam hal ini tidak ada kekuatan luar yang memaksanya untuk
menjalankan perintah, sifat perintah etika ialah harus dipenuhi secara
sukarela, kekuasaan dibelakang etika ialah kekuasaan hati nurani manusia
sendiri.
Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu
profesi yang disusun secara sistematis. Kode etik menjadi perlu karena
jumlah penyandang profesi itu sudah semakin banyak serta tuntutan
masyarakat juga makin bertambah kompleks. Advokat sebagai profesi
hukum memiliki kemampuan menguasai hukum Indonesia, menganalisa
masalah-masalah hukum, menggunakan hukum dan prinsip-prinsip hukum
untuk memecahkan masalah. Keahlian tersebut bukan hanya suatu
kemampuan teknis saja, melainkan juga kemampuan menentukan sikap
yang mendapatkan akarnya pada pengetahuan yang mendalam tentang
makna hukum, serta membuktikan diri dalam kerelaan hati untuk
menanamkan perasaan hukum dalam kesadaran masyarakat yang rawan
terjadi berbagai penyimpangan atau penyelewengan.
c. Kode Etik Profesi Advokat
Kode Etik Profesi Advokat adalah pengaturan tentang perilaku
anggota angota baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota
organisasi Advokat lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan,
baik beracara di dalam maupun di luar pengadilan (Rapaun Rambe,
2003:45). Arti lain dari kode etik adalah ketentuan atau norma yang
mengatur sikap, perilaku, dan perbuatan yang boleh atau tidak boleh
commit to user
profesinya baik sewaktu beracara di muka persidangan maupun di luar
pengadilan (Muhammad Sanusi, 1997:9).
Pengertian kode etik tersebut kita batasi dalam artian, tulisan atau
tanda-tanda etis yang mempunyai tujuan tertentu, mengandung
norma-norma hidup yang etis, aturan tata susila sikap akhlak berbudi luhur yang
pelaksanaannya di serahkan atas keinsyfan dan kesadaran dirinya sendiri.
Fungsi kode etik sangat penting dalam memberikan dukungan moral
Advokat saat menjalankan profesinya. Karena itu Kode Etik Profesi
Advokat diatur dalam Undang-undang Advokat pada Pasal 26 ayat 2:
“Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.”
Setiap orang yang menjalankan profesi Advokat wajib tunduk dan
mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat. Taat dan patuh pada ketentuan suatu
kode etik bagi advokat merupakan sikap moral dan kewajiban yang
dilandasi dengan penuh rasa kesadaran diri secara sukarela akan tunduk
kepadanya.
Fungsi Kode Etik Profesi Advokat dapat dikelompokkan sebagai
berikut;
1) Kode etik dalam hubungan dengan kepribadian Advokat umumnya;
2) Kode etik dalam hubungan Advokat dan kliennya;
3) Kode etik dalam hubungan dengan sejawat;
4) Kode etik dalam bertindak menangani perkara;
5) Kode etik dalam hubungan Advokat terhadap hukum/undang-undang
kekuasaan umum, dan para pejabat pengadilan (Rapaun Rambe,
3. Pengertian dan Ruang Lingkup Hak Advokat dan Klien
Kamus Umum Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris susunan
WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan berasal dari
kata ”authority” mempunyai arti mempunyai kekuasaan, ”competency”
mempunyai arti kecakapan; kemampuan; ”right” mempunyai arti hak; adil;
tepat; benar; baik; lurus; menegakkan, ”property” mempunyai arti milik,
punya, ”truth”mempunyai arti kenyataan; keadilan, ”privilege” mempunyai
arti hak istimewa. Satjipto Rahardjo, hak mempunyai pengertian sempit dan
luas. Hak dalam arti sempit yaitu :
a. Pengalokasian kekuasaan yang dilakukan secara teratur atau
b. Tuntutan kepada kepada orang lain untuk melaksanakan kewajibannya
(Satjipto Rahardjo,1991:53-61).
Pengertian dalam arti luas, yaitu pengalokasian kekuasaan yang
dilakukan secara teratur atau tuntutan kepada orang lain untuk melaksanakan
kewajibannya dengan adanya unsur kemerdekaan dan imunitas. Hak itu
memberi keleluasaan kepada individu untuk melaksanakannya, yang
menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu. Hak adalah kepentingan
yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan
atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi (Sudikno Mertokusumo,
2005: 42-43).
Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan hak adalah kuasa atas
sesuatu, hal yang benar, wewenang dan berkuasa. Hak manusia adalah hak
yang dianggap melekat pada setiap manusia, sebab berkaitan dengan realitas
hidup manusia sendiri. Jenis dan Macam hak manusia, hak pribadi
(personal/privat right) yaitu hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan
berpindah-pindah tempat, hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan
pendapat, hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan,
hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
commit to user
Hak publik yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia antara lain:
a. Hak Politik (Political Right);
b. Hak Hukum (Legal Equality Right);
c. Hak Ekonomi (Property Rigths);
d. Hak Hak Sosial Budaya (Social Culture Right);
e. Peradilan (Procedural Rights).
Hak manusia tidak dapat direbut atau dicabut karena sudah ada sejak
manusia itu ada, tidak bergantung dari persetujuan orang, merupakan bagian
dari ekstensi manusia di dunia. Sedangkan hak undang-undang adalah hak
yang melekat pada manusia karena diberikan oleh undang-undang. Adanya
hak tersebut lebih kemudian daripada hak manusia, dijamin dengan
peraturanperaturan, dan dapat dicabut oleh manusia yang memberikan
(penguasa/negara).
Hak dan kewajiban merupakan wadah kedudukan dari peran (role),
dimana kedudukan tertentu lazimnya memegang peranan/kekuasaan (role
accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat,
sedangkan kewajiban merupakan tugas atau beban. Tindakan pemegang
peran/kekuasaan ini harus dapat mengontrol keputusan sendiri itu
memerlukan kemampuan intelektual, dan analisis antara hukum dengan
lingkungan sosial, moral/etika, dan tujuan luhur pemegang peran/kuasa.
Kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi
orang atau merubah orang atau situasi. “Expert Power” adalah Kekuasaan
yang berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul
sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang.
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah
orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan