• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01PutDKC.Ikadin2006Ska )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01PutDKC.Ikadin2006Ska )"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh:

HERI SUSANTO

NIM. E0008357

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT

( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Oleh:

HERI SUSANTO

NIM. E0008357

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukun

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 16 Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

commit to user

iii

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT

( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Oleh:

HERI SUSANTO

NIM. E0008357

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari / Tanggal : Selasa / 24 Juli 2012

DEWAN PENGUJI

1. Bambang Santoso, S.H., M.Hum.

NIP. 196202091989031001 : ... ( Ketua )

2. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.

NIP. 198210082005011001 : ... ( Sekretaris )

3. Edy Herdyanto, S.H., M.H.

NIP. 195706291985031002 : ... ( Anggota )

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

commit to user

iv

Nama : Heri Susanto

NIM : E0008357

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)

berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK

ADVOKAT (Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 16 Juli 2012

Yang Membuat Pernyataan

Heri Susanto

(5)

commit to user

v

Heri Susanto. E0008357. 2012. KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian Hukum ini bertujuan 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003; 2) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska; 3) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 ini sudah diterapkan oleh praktisi hukum dan masyarakat, sehingga dalam hukum tersebut tidak merugikan klien atau masyarakat pada umumnya; dan 4) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga klien dapat menggunakan jasa Advokat secara layak; dan 5) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya-upaya penanggulangan malpraktek Advokat.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah

sebagai berikut : jenis penelitian hukum normatif atau doctrinal research., sifat

penelitian preskriptif, pendekatan kasus (case approach), metode penelitian

kualitatif, dan studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, 1) Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003. Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 baik hak imunitas di dalam maupun diluar sidang pengadilan, dan hak-hak lain terdapat dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terkait masalah pelanggaran tugas, wewenang, hak dan kewajiban Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,dan Pasal 20. Sumpah jabatan pada Pasal 4 ayat (2)

dan penindakan Pasal 6. Malpraktek hukum atau “yuridical malpractice” dibagi

dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu: Criminal

malpractice; Civil malpractice; dan Administrative malpractice; 2) Bentuk-bentuk malpraktek Advokat Nomor perkara 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska.

Menurut penulis kasus ini dapat dikategorikan sebagai bentuk civil malpractice

dan criminal malpractice.

(6)

commit to user

vi

Heri Susanto. E0008357.2012. STUDY ON THE RIGHTS ADVOCATES AND MALPRACTICE IMMUNITY (Case Studies in Decision No. DKC IKADIN. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Faculty of law UNS.

Legal research is aimed at 1) Describe and explain the advantages and disadvantages in the regulation of immunity rights and malpractice in using the services of an Advocate under the Act No. 18 of 2003; 2) Describe and explain the forms of malpractice that occurs in the Decision advocate IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska DKC; 3) Describe and explain the Law No. 18 of 2003 has been applied by legal practitioners and the public, so that the law does not harm the client or the public at large; and 4) Describe and explain the rights and obligations of each, so that clients can use the services of the Advocate is feasible; and 5) Describe and explain the efforts of Advocates of malpractice prevention.

The research method used in the writing of this law are as follows: type of normative legal research or doctrinal research., Prescriptive nature of the research, the approach to the case (case approach), qualitative research methods, and study this document useful to obtain the theoretical basis to examine and study the books, laws, documents, reports, archives and other research.

Based on this research can be concluded, 1) Setting the right of immunity in the Advocate Advocate Malpractice Law No. 18 of 2003. Settings on the right of immunity in the Advocates Act No. 18 of 2003 contained in Article 14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18 and Article 19 of both the right of immunity within and outside the courtroom, and other rights contained in the Code of Ethics of Advocates Indonesia. Advocates of malpractice in the Act No. 18 Year 2003 related problems breach of duty, authority, rights and obligations of Article 14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18, Article 19 and Article 20. Oath of office in Article 4 paragraph (2) and enforcement of Article 6. Legal malpractice or "yuridical malpractice" is divided into 3 categories according to the law is being violated, namely: Criminal malpractice; Civil malpractice, and malpractice

Administrative, 2) The forms of malpractice case No.

01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Advocate. According to the authors of this case can be categorized as a form of civil and criminal malpractice malpractice.

(7)

commit to user

vii

“Tidak Semua Telur Bisa Menetas

tergantung

kualitas telur dan Kehendak Alloh SWT”

Tidak semua manusia bisa berhasil,

tergantung

usaha dan doa masing-masing serta kehendak dari Alloh SWT

( Heri Susanto )

belajarlah dari apa saja yang ada disekeliling mu

karena

semua pengalaman hidup dan perjalanan hidup pasti ada hikmahnya

meskipun

hidup terkadang menyenangkan dan terkadang menyedihkan

semua itu

tergantung bagaimana diri kita menyikapinya

( Heri Susanto)

Pribadi yang Besar Adalah Pribadi yang Bisa Mensyukuri Hidup

( Mario Teguh)

janganlah pernah berharap

karena

semua kenyataan tidak akan pernah sama dengan apa yang kita harpakan

(8)

commit to user

viii

Sebuah karya kecil ini Penulis persembahkan kepada :

 Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku Parinem tersayang,

harapanmu adalah impianku dan doamu adalah

semangatku.

 Istriku Ika Puji Lestari dan Anakku Alanza Rafa Elfreda

tercinta, kalianlah permata hidupku untuk hari kemarin,

hari ini, hari esok, dan hari-hari dimana aku masih bisa

bernafas.

 Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri

Lestari, S.E., yang telah menanti gelar Sarjana Hukumku.

 Kakak-kakakku (Endang Srimulyani, Parwoko, S.T.,

Agus Jatmiko, S.T., dan Nur Nugrhoho).

 Keluarga besarku “Lestari Mulyo Group”.

 Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi/penulisan hukum yang berjudul KAJIAN TERHADAP HAK

IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT (Studi Kasus dalam Putusan

DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska). Penulisan hukum ini sebagai

tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat dalam mencapai derajat Sarjana (S1)

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah

berkenan memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran-saran kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang

telah memberikan arahan, masukan dan koreksi-koreksi dalam penulisan

skripsi ini.

5. Ibu Aminah, S.H., M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang

berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., atas bimbingan penulisan hukum

kepada istri saya Ika Puji Lestari sehingga secara tidak langsung

memberikan informasi dan masukan serta motivasi terkait penulisan

(10)

commit to user

x

Maret Surakarta, terimakasih-ku ucapkan atas semua ilmu dan kenangan

yang telah dibagi.

8. Orang tuaku yang sangat bijaksana. Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku

Parinem, atas doa-doa yang selalu terpanjatkan di setiap malam, harapan,

kasih sayang, nasihat, dukungan, motivasi dan segalanya sehingga penulis

dapat menyelesaikan ini walaupun baru karya kecil yang mungkin belum

bisa membanggakan. Inilah salah satu bentuk baktiku.

9. Keluarga kecilku yang Sakinah, Mawadah, Warohmah. Istriku Ika Puji

Lestari dan anakku Alanza Rafa Elfreda atas doa, dukungan, dan perhatian

yang super sekali.

10. Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri Lestari, S.E., atas

doa dan dukungan yang setiap kali ketemu pasti selalu bertanya ” kapan

Her lulus ”.

11. Kakak-kakakku (Endang Sri Mulyani, Parwoko, S.T., Agus Jatmiko, S.T.,

dan Nur Nugroho) atas doa, dan juga dukungannya yang luar biasa.

12. Keluarga besarku “Lestari Mulyo” atas doa dan dukungan yang luar biasa

kepada penulis.

13. Segenap advokat & pegawai kantor Advokat Drs. YB Irpan S.H., M.H,

atas bimbinganya sewaktu magang, ilmu-ilmu dunia kerja yang telah

ditularkan, dan pengalaman yang tak ternilai yang saya dapatkan.

14. Dani yuli, Rio Pratama, Gesti Kadhesta, Dewi Ambar, dan Oki Trisnani

atas dukungan dan motivasinya.

15. Hengki Bondan dan Farid Yamin atas ketersediaanya berbagi informasi

dan bertukar pikiran dalam kegiatan belajar mengajar serta informasi lain

yang berhubungan dengan akademik.

16. Teman-teman ngumpul di lobby gedung 1 (satu) Fakultas Hukum atas

berbagi informasi dan canda tawanya.

17. Teman-teman angkatan 2008, terimakasih telah menjadi bagian dari

(11)

commit to user

xi

Hukum ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah

SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih atas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan

demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, 16 Juli 2012

Penulis

(12)
(13)

commit to user

4. Pengertian dan Ruang Lingkup Dewan Kehormatan

Advokat………

5. Pengertian dan Ruang Lingkup Putusan Dewan

Kehormatan Advokat………...

6. Pengertian dan Ruang Lingkup Malpraktek

Advokat……….

1. Pengaturan Mengenai Hak Imunitas dan Malpraktek

Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun

2003………

2. Bentuk Malpraktek Advokat pada Kasus dalam Putusan

DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska…….…

3. Upaya Penanggulangan Malpraktek Advokat dan

Tindakan yang Dikenakan Terhadap Advokat yang

(14)

commit to user

xiv

B. Saran…………...………....

DAFTAR PUSTAKA………....…..

(15)

commit to user

xv

(16)

commit to user

xvi

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum, untuk itu advokat diberi tugas untuk menjalankan

tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum bagi kepentingan

masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam

menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum.

Tiap profesi, termasuk advokat menggunakan sistem etika terutama untuk

menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan

menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional

untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi

pengembanan profesinya sehari-hari. Kode etik ibarat kompas yang memberikan

atau menunjukan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral

profesi di dalam masyarakat. Sedangkan fungsi dan tujuan kode etik dapat

diartikan untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara

kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para

anggotanya. Maka kode etik profesi merupakan seperangkat kaedah perilaku

sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.

Mencermati Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003

menempatkan advokat sebagai pilar keempat penegakan hukum, disini sebagai

penegak hukum memiliki etika profesi, kode etik dan standar kerja yang diatur

dalam undang-undang atau turunannya. Sebagai profesi yang mulia tentunya akan

terhina atau tercemar ketika kode etik profesi tersebut tidak dilakukan dengan

baik. Sebagai contoh yang mengemuka kasus dengan Putusan No.

01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Dewan Kehormatan Cabang IKADIN Surakarta,

(18)

Tanggal 7 Juli 2006 atau aduan Ny. Sri Winarni terhadap Sdr. H. Bahrun Naja,

S.H., dalam kasus ini advokat melakukan penelantaran klien dengan tidak

memberikan pelayanan setelah menerima fee. Atas kasus ini maka terdapat

pertanyaan penting bagaimana legal service fee diberikan tanpa harus

memberikan pelayanan? Bagaimana kedudukan advokat sebagai penegak

hukum? Bagaimana standar profesi advokat dalam penegakan hukum?

Padahal advokat sudah diatur dalam konstitusi Undang-Undang tentang

Advokat Nomor 18 tahun 2003 adalah untuk menyetarakan status profesi advokat

dengan profesi hukum lain, juga untuk menyediakan struktur profesi hukum yang

jelas agar dapat memperkuat akuntabililas publik dari penyelenggaraan peradilan

(administration of justice), yaitu menjamin hak- hak hukum klien aktual (klien

yang tengah diwakili) maupun klien potensial (masyarakat luas). Advokat sebagai

unsur vital bagi pencarian kebenaran materiil dalam proses peradilan, terutama

dari sudut kepentingan hukum klien. Pengaturan juga ditujukan untuk melindungi

masyarakat dari jasa hukum yang diberikan advokat di bawah standar. Secara

garis besar, pendekatan yang dipakai adalah perlindungan kepentingan

pihak-pihak yang berperkara dan masyarakat pada umumnya, baik dalam proses

peradilan maupun dari advokat yang bertindak menyimpang.

Menilik Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003, juga

memberikan hak imunitas (kekebalan) tersebut kepada para advokat dalam

menjalankan tugas profesinya. Sehingga advokat tidak dapat dihukum (pidana

atau perdata) sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya itu (Munir

Fuady, 2005:29). Dalam membela kepentingan klien advokat tidak boleh

dihinggapi rasa takut dan harus membela dengan rasa aman, dilindungi oleh

negara dalam melaksanakan pekerjaannya dan pembelaan separuh hati akan

merugikan kepentingan klien yang dibela. Syaratnya, selama pembelaan

dilakukan proporsional, tidak melanggar hukum dan relevan dengan perkara.

Namun pada kenyataannya di masyarakat profesi advokat terkadang

(19)

commit to user

dalam memberikan jasa hukum. Ada sebagian masyarakat menganggap terhadap

profesi ini sebagai orang yang sering memutar balikkan fakta. Profesi ini

dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani, karena selalu

membela orang-orang yang bersalah. Mendapatkan kesenangan atas penderitaan

orang lain.

Advokat pada awalnya merupakan kekuatan moral (moral force) yang

diyakini oleh sekelompok orang terutama oleh masyarakat pencari keadilan yang

tidak mampu secara ekonomis dan tidak mempunyai akses terhadap bantuan

hukum, sehingga masyarakat dengan ketidak mampuan di bidang ekonomi,

politik, dan pendidikan tidak akan menjadi korban ketidak adilan hukum. Sejalan

dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat di berbagai bidang,

khususnya bidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini berkembang

menjadi kekuatan institusional. Dengan munculnya berbagai Organisasi Advokat

yang dikelola secara profesional maka keberadaannya makin makin dibutuhkan

masyarakat dalam membantu mencari keadilan dan menegakkan hukum untuk

memperoleh hak-haknya kembali yang dirampas.

Dalam menggunakan jasa advokat, merupakan bentuk kebutuhan atas

kesadaran hukumnya sendiri atau memang akibat peran advokat yang terlalu

agresif dalam mempengaruhi klien untuk berperkara di pengadilan demi

kepentingan advokat. Dalam perkembangannya perlu meningkatkan kesadaran

hukum demi tegaknya kebenaran, keadilan, tanpa diskriminatif. Pemberian

bantuan hukum yang ditujukan kepada setiap orang memiliki hubungan erat

dengan equality before the law dan acces to legal councel yang menjamin

keadilan bagi semua orang (justice for all) (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri,

2003:19). Sehingga atas dasar kesadaran hukum dari pihak pengguna jasa advokat

dan advokat itu sendiri maka akan memperkecil kemungkinan terjadinya

penyimpangan – penyimpangan atau malpraktek yang dilakukan oleh advokat

(20)

Keberadaan advokat di Indonesia sebagai agen pembangunan hukum

(agent of law development) dan terlebih menjadi agen membudidayakan hukum

(agent of law enculturaion) bagi masyarakat malah cenderung menjadi agen

komersialisasi hukum (agent of law commercialization) dalam memberikan jasa

hukum (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri, 2003:18). Bila perilaku ini

ditampilkan advokat, maka hancurlah anggapan advokat sebagai profesi terhormat

(officium nobile). Profesi kemuliaan ini akan ternoda oleh praktek menyimpang

yang dilakukan oleh segelintir advokat dalam memberikan jasa hukum kepada

klien atau masyarakat, yang imbas negatifnya sangat besar terhadap organisasi

dan profesinya. Dimana justru diungkap oleh kalangan advokat sendiri sebagai

keprihatinan profesi. Saat ini perilaku menyimpang atau malpraktek yang

dilakukan advokat tidak sekedar isu dan bukan merupakan rahasia lagi, tetapi

sudah menjadi kenyataan dalam praktek. Terlepas dari pro-kontra masyarakat

terhadap peran advokat, pada kenyataannya pemberian jasa hukum melalui

advokat bagi setiap warga negara telah berlangsung sejak lama. Hal ini

dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan serta

menjunjung tinggi supremasi hukum untuk menjamin terselenggaranya negara

hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kronologis sebelum adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

tentang Advokat, terdapat peraturan lain yang sehubungan dengan pengangkatan

dan pemberhentian para advokat pada masa pemerintahan Hindia Belanda

kedudukannya diatur dalam Reglement op de Rechterlijke Organitatie en het

Beleid der Yustitie in Indonesia (RO) (St. 1847 No. 23 jo. St 1848 No. 57) dan

ketentuan-ketentuan dalam Bepalingen Betreffende het Costuum der Rechterlijke

Ambtenaren en dat der Advocate Procureurs en Deurwaarders(St. 1848 No.8).

Disamping itu masih ada peraturan-peraturan lainnya yang mengatur lebih

lanjut tentang advokat seperti:

1. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Menteri Kehakiman tentang

(21)

commit to user

2. Surat Keputusan Bersama Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung;

3. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Edaran Petunjuk Mahkamah

Agung;

4. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Tinggi;

5. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Negeri (Rapaun Rambe,

2003 : 3).

Undang-undang Darurat No. 1/1951 yang menentukan kembali

berlakunya Herziene Indonesisch Reglement (HIR) (St. 1941 No. 44) dalam

Negara Republik Indonesia dipakai sebagai pedoman dalam Hukum Acara Pidana

Sipil, mengenai tugas kewajiban advokat, procureur dan para pemberi bantuan

hukum dimuka persidangan diatur dalam Herziene Indonesich Reglement (HIR).

Selain pengaturan di atas, juga diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, mengenai bantuan

hukum baik di luar maupun di dalam persidangan telah diatur dalam Pasal 35,

Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38. Dapat disimpulkan bahwa, adanya asas dimana

seseorang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum untuk mendapatkan

perlindungan hukum, adanya penerapan asas Pancasila, kemanusiaan yang adil

dan beradab yaitu diberlakukannya asas praduga tak bersalah pada setiap

tertuduh, adanya hak untuk berhubungan dengan advokat atau sebaliknya

semenjak dilakukan pemeriksaan tanpa merugikan kepentingan dalam proses

penyidikan hingga penuntutan.

Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai

profesi terhormat (officium nobile) karena dengan profesi tersebut dapat

memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien, baik

di dalam maupun di luar pengadilan kepada pencari keadilan. Sebagai negara

hukum maka Negara Indonesia memberikan jaminan kesederajatan bagi setiap

orang di hadapan hukum (equality before the law). Advokat sebagai salah satu

unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi

(22)

hukum, dimana saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai

pendamping, pemberi pendapat hukum atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas

nama kliennya. Profesi hukum memiliki kode etik profesi sebagai sarana control

sosial sebagai kriteria dan prinsip profesional yang digariskan, selain itu dapat

mencegah tekanan atau turut campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau

oleh masyarakat dengan melakukan tingkatan standardisasi yang digunakan untuk

melindungi hak-hak individu dan masyarakat. Kode etik sebenarnya adalah

kristalisasi dari hal-hal yang biasanya sudah dianggap baik menurut pendapat

umum serta didasarkan atas pertimbangan kepentingan profesi yang

bersangkutan, untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik (Sumaryono,

1995:33).

Namun dalam kenyataannya advokat dalam menjalankan profesi

terhormat (officium nobile) sering terjadi pelanggaran-pelanggaran, selama ini

tidak sedikit mal praktek yang dilakukan oleh advokat karena bujuk rayu

pengguna jasa advokat, maupun karena kemauanya sendiri Oleh karena itu,

keberadaan Advokat dalam memberikan jasa hukum bagi para pihak yang

menyelesaikan perkara di pengadilan menjadi sangat menarik untuk diteliti dari

aspek yuridis. Kajian ini dilandasi dengan suatu kerangka pemikiran bahwa

penyelesaian perkara dengan menggunakan jasa advokat, selain secara yuridis,

mempunyai landasan hukum yang sangat kuat.

Atas dasar hal yang telah diuraikan Penulis di atas, Penulis hendak

mengkaji lebih dalam mengenai hak imunitas dan malpraktek advokatdalam

sebuah penulisan hukum yang berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK

IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam

(23)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, Penulis

merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang

akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan mengenai hak imunitas dan malpraktek advokat dalam

Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003?

2. Bagaimanakah bentuk malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC

IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska?

3. Bagaimanakah upaya penanggulangan malpraktek advokat dan tindakan yang

dikenakan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan harus memiliki tujuan yang jelas, hal ini diperlukan

untuk memberi arah dalam melangkah sesuai maksud penelitian. Rumusan tujuan

penelitian hukum selalu konsisten dengan rumusan masalah. Dengan banyaknya

rumusan masalah jelas, rumusan tujuan penelitian akan jelas. Apabila masalah

dirumuskan secara rinci, tujuan penelitian juga dirumuskan secara rinci. Adapun

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam

pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat

menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003;

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang

terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska? ;

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya penanggulangan

malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat, sehingga

(24)

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan

memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan

hukum ini, yaitu bagi Penulis, maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya;

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana

tentang hak imunitas dan malpraktek advokat.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi Penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan

Penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan

penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam

penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan

secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian

yang dirumuskan. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah

suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter

Mahmud Marzuki, 2005:35). Penelitian Hukum dilakukan untuk menghasilkan

argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan

(25)

commit to user

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum

normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian

hukum doktrinal sebagai berikut ( Johny Ibrahim. 2006:44) :

“ research with privides a systematic exposition of rules governing a

particular legal category analyses the releationship between rules, explain

areas of difficulty and perhaps, predict future development”. (Penelitian

dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah

analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang

kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan).

Pada dasarnya penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder

yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tertier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis,

dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang

diteliti yaitu dalam hal hak imunitas dan malpraktek advokat. Penelitian ini

merupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha untuk menemukan

apakah hukumnya bagi suatu perkara, seperti halnya pada penelitian untuk

menemukan asas hukum (doktrinal).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskiptif, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu

hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu

(26)

Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk

memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Argumentasi disini dilakukanuntuk memberikan perspektif atau penelitian

mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa

hukum dari hasil penelitian.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian

normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan

hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan

analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai

ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif dapat digunakan

beberapa pendekatan berikut( Peter Mahmud Marzuki, 2005:93 ):

a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach);

b. Pendekatan kasus (case approach);

c. Pendekatan Historis (historical approach);

d. Pendekatan Perbandingan ( comparative approach);

e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach).

Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach)

dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma kaidah hukum

yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya mengenai kasus-kasus yang

telah diputus dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap

sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara

yang menjadi fokus penelitian. Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna

empiris, namun dalam suatu penelitian normatif, kasus-kasus tersebut

dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan

dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil

analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny

(27)

commit to user

F. Sumber Bahan Hukum Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

sebagai sumber data penelitian. Menurut Peter Mahmud Marzuki, “ bahan hukum

primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai

otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi ” (Peter Mahmud Marzuki,

2005:141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan

resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan dewan

kehotmatan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

d. Kode Etik Advokat Indonesia;

e. Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska.

2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan

komentar atas putusan dewan kehormatan yang berkaitan dengan topik yang

dibahas.

G. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Tekhnik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh

bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang

mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi

dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan

bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan

mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 21). Studi

dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan

mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip

(28)

H. Teknik Analisa Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam

mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses

pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab

permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah

teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dari

penelitian hukum ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau

memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau

menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang

tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam

penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung diatas.

Dengan demikian penulis berharap dapat memberikan penjelasan yang

utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu seputar permasalahan

tentang hak imunitas dan malpraktek advokat. Metode penalaran yang dipilih oleh

penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/deduksi. Sedangkan yang

dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan

premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua

premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud

Marzuki, 2005: 47). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada

keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu

hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan

kasus faktual yang dianalisa, yaitu mengenai hak imunitas dan malpraktek

advokat.

I. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka

peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari

(29)

commit to user

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan

hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Penulis memberikan landasan teori atau memberikan

penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang

Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara

universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan

yang sedang Penulis teliti.

Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang advokat,

tinjauan tentang etika, moral dan kode etik profesi advokat,

pengertian dan ruang lingkup hak advokat dank lien, pengertian dan

ruang lingkup dewan kehormatan advokat, putusan dewan

kehormatan advokat, pengertian dan ruang lingkup malpraktek

advokat. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur berfikir,

maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan

berdasarkan rumusan masalah, yaitu: pengaturan mengenai hak

imunitas dan malpraktek dalam Undang-Undang Advokat, bentuk

pelanggaran malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC

IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska, upaya penanggulangan

malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat

(30)

BAB IV : PENUTUP

Bab ini menguraiakan simpulan dan saran terkait dengan

permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

(31)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Advokat

a. Istilah dan definisi Advokat

Istilah “Advocaat” secara etimologis berasal dari bahasa Latin,

yaitu Advocareyang berarti “to defend, to call to one’s aid to vouch or

warrant”. Sedang dalam bahasa Inggris “Advocate” berarti: “to speak in

favour of or depend by argument, to support, indicate, or recommended

publicly.(Frans Hendra Winarta, 1995:72).

Advokat secara terminologis, berarti seorang ahli hukum yang

memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum. Bantuan

atau pertolongan ini bersifat memberi nasihat-nasihat sebagai jasa-jasa

baik, dalam perkembangannya kemudian dapat diminta oleh siapapun

yang memerlukan, membutuhkannya untuk beracara dalam hukum. Jasa

hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi

hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan

melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Perkataan Advokat dengan istilah demikian sebenarnya telah mengandung

nilai-nilai historis dengan tidak merubah kata aslinya, oleh karena itu,

lebih tepat dan dapat dipertahankan dengan menulis “Advokat”.

Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta

terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan: Advokat adalah Pengacara

atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau

pembela perkara dalam pengadilan. Dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa: Advokat adalah orang yang

berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan

yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

(32)

Sedangkan pada Kode Etik Advokat Indonesia dijelaskan bahwa Advokat

adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun

diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan

Undang-Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat

Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum.

Landasan kerja Advokat sampai saat ini hanya menggunakan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat dan Kode Etik Profesi Advokat sebagai tatanan dalam

menertibkan kerja mereka sendiri melalui berbagai Organisasi Advokat.

Kelemahan ini jelas hanya mempunyai sanksi administratif saja dan tidak

memiliki sanksi yuridis yang lebih berat bagi Advokat. Dengan kelemahan

ini, maka banyak Advokat yang melakukan peran menyimpang dari tugas

dan fungsinya.

Pada dasarnya Advokat merupakan profesi bebas; dalam arti tidak

ada batas kewenangan dalam melakukan bantuan, pembelaan, perwakilan,

atau pendampingan terhadap kliennya. Kewenangan Advokat dalam

memberikan batuan hukum kepada klien dalam perkara pidana diatur

dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHAP) diatur dalam Bab

VII Pasal 54 s/d 62 dan Pasal 69 s/d 74 mengenai bantuan hukum.

Demikian juga Advokat bebas melakukan tugasnya, baik yang berkaitan

dengan kewenangan materi hukum ( public law atau privat law ) atau

wilayah praktek di lingkungan peradilan ( Pengadilan Negeri, Pengadilan

Tinggi, Mahkamah Agung ).

b. Kewajiban Advokat

Kewajiban secara harfiah dalam Kamus Umum Bahasa

Inggri-Indonesia, Indonesia-Inggris susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN

Balai Pustaka 1976 disebutkan kewajiban dari kata “wajib” berasal dari

(33)

commit to user

due” mempunyai arti kewajiban; keharusan, dan “necessary” mempunyai

arti memaksa; perlu; sesuatu yang memaksa.

Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan kewajiban adalah

hal yang harus dilakukan, tidak boleh tidak melakukan/memenuhi, sudah

sepatutnya. Dalam kaitannya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

atau penyelewengan dalam praktik profesi Advokat, dikenal adanya

normative ethic” yang terkandung ketentuan-ketentuan seperti:

1) Kewajiban pada diri sendiri;

2) Kewajiban-kewajiban bagi masyarakat umum;

3) Ketentuan-ketentuan tentang partnership;

4) Kewajiban terhadap orang atau profesi yang dilayani (E. Sumaryono,

1995:75).

Kewajiban yang terletak berdasarkan kaidah/norma hukum disebut

kewajiban yuridis. Kewajiban yuridis yang menyatakan keharusan

eksternal karena adanya hukum yang diberlakukan dan dipaksakan oleh

pemerintah dan kewajiban yang menyentuh keharusan internal karena

adanya kesadaran batin, sebagai suatu dorongan batin yang tak mungkin

dihindari.

Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para Advokat

dalam Kode Etik Profesi Advokat Indonesia mengandung

kewajiban-kewajiban yang oleh para Advokat dibebankan kepada dirinya sendiri dan

lingkungan profesinya, yaitu:

1) Kepribadian Advokat: yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan dalam tugasnya menjujung tinggi hukum

berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sumpah jabatan (Pasal 2

Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat Indonesia adalah

warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran

(34)

melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah

jabatannya.”

2) Tidak boleh bersikap diskriminatif (Pasal 3 huruf (a) Kode Etik

Profesi Advokat Indonesia):

“Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.”

3) Hubungan dengan klien: tuntutan kewajiban antara lain menyebutkan

bahwa Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan

klien daripada kepentingan pribadinya (Pasal 4 huruf (d) dan (f) Kode

Etik Profesi Advokat Indonesia):

“d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.

f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.”

4) Tidak dibenarkan dengan sengaja membebani klien dengan

biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal 4 huruf (e) Kode Etik Profesi Advokat

Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan

biaya-biaya yang tidak perlu.”

5) Hubungan dengan teman sejawat: Advokat antara lain berkewajiban

untuk tidak menarik seorang klien dari teman sejawat (Pasal 5 huruf

(d) Kode Etik Advokat Indonesia): “Advokat tidak diperkenankan

menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.”

6) Cara bertindak dan menangani perkara: ada kewajiban yang antara lain

(35)

catatan-commit to user

catatan pada berkas di dalam/di luar sidang meskipun hanya bersifat

ad informandum” (Pasal 7 huruf (c) Kode Etik Profesi Advokat

Indonesia):

“Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi Hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat ”ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.”

dan tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk

mendengar mereka dalam perkara yang bersangkutan (Pasal 7 huruf

(e) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan

mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh

pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum

dalam perkara pidana.”

7) Ketentuan-ketentuan lain: seperti tidak boleh menawarkan jasanya,

baik secara langsung maupun tidak langsung (Pasal 8 huruf (b) dan (f)

Kode Etik Profesi Advokat Indonesia):

“b. Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih lebihan.

f. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan setiap Advokat.”

c. Tugas advokat

Presepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih

banyak yang salah paham. Banyak yang menganggap bahwa tugas

advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata,

(36)

pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan Advokat tidak hanya bersifat litigasi,

tetapi mencakup tugas lain di luar pengadilan bersifat nonlitigasi.

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan, tugas Advokat adalah

membela kepentingan masyarakat (publik defender) dan kliennya.

Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat

menghadapi suatu masalah atau problem di bidang hukum. Dalam

menjalankan tugasnya, selain harus disumpah terlebih dahulu sesuai

dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Dalam menjalankan

tugasnya, ia juga harus memahami Kode Etik Profesi Advokat sebagai

landasan moral dan sesuai undang-undang Advokat.

Tugas advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat

tidak terinci dalam uraian tugas di dalam Undang-Undang Advokat

Nomor 18 Tahun 2003 karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana

hukum, tetapi merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum untuk

memberikan pembelaan, pendampingan, dan menjadi kuasa untuk dan atas

nama kliennya. Advokat dalam menjalankan profesinya dilarang

membeda-bedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin,

agama, politik, ras, atau latar belakang sosial, dan budaya (lihat

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Advokat

Nomor 18 Tahun 2003). Memang ada kewajiban Advokat untuk tidak

menolak klien. Akan tetapi, tidak begitu pada pandangan-pandangan

modern saat ini sebagaimana diajarkan pada doktrin kebebasan memilih

klien tersebut.

Selain alasan diskriminatif seperti tersebut diatas seorang advokat

juga tidak dibenarkan menolak perkara bagi klien yang tidak mampu

membayar “fee”-nya, maka Advokat juga diwajibkan untuk memberikan

bantuan hukum cuma-cuma (lihat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 22

ayat (1) Undang- Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003). Hanya saja

(37)

commit to user

peraturan pemerintah (lihat sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata

Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma).

Hubungan yang sangat khusus dan antara Advokat dan kliennya

itu diakibatkan adanya suatu hubungan “fiduciary” antara Advokat dan

kliennya. Hubungan tersebut, ada suatu kepercayaan yang penuh (trust

and confidance) yang diberikan oleh kilen kepada Advokat tersebut.

Hubungan “fiduciary” yang dimaksudkan untuk tugas “fiduciary duties

dari seorang Advokat adalah tugas yang terbit secara hukum (by the

operation of law) dari suatu hubungan hukum yang menerbitkan

hubungan “fiduciary” antara Advokat dan kliennya, yang menyebabkan

advokat berkedudukan sebagai “trustee” dalam pengertian hukum “trust”,

sehingga seorang Advokat mempunyai tanggung jawab moral dan hukum

yang sangat tinggi terhadap kliennya, kemampuan (duty of care and skill),

itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap kliennya, dengan derajat

yang tinggi (high degree)dan tidak terbagi.

d. Fungsi Advokat

Kata fungsi bermakna jabatan, faal, besaran dan kegunaan. Namun

pengertian yang paling tepat yang sering dipakai pada fungsi ialah kata

kegunaan. Makna fungsi bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih

cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok.

Tugas dan fungsi dalam sebuah pekerjaan atau profesi apapun

tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena keduanya merupakan

sistem kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya,

seorang Advokat harus berfungsi:

1) Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;

2) Memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum

indonesia;

(38)

4) Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum,

keadilan, dan kebenaran;

5) Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan dan

kebenaran) dan moralitas;

6) Menjunjung tinggi citra profesi advokat sebagai profesi terhormat

(officium nobile);

7) Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan

martabat Advokat;

8) Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap

masyarakat;

9) Menangani perkara-perkara sesuai Kode Etik Profesi Advokat;

10) Membela klien dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;

11) Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan keahlian dan

pengetahuan yang merugikan masyarakat;

12) Memelihara kepribadian Advokat;

13) Menjaga hubungan baik dengan klien maupun teman sejawat antara

sesama Advokat yang didasarkan pada kejujuran, kerahasiaan, dan

keterbukaan serta saling menghargai dan mempercayai;

14) Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan

wadah tunggal Organisasi Advokat;

15) Memberikan pelayanan hukum (legal service);

16) Memberikan nasehat hukum (legal advice);

17) Memberikan konsultasi hukum (legal consultation);

18) Memberikan pendapat hukum (legal opinion);

19) Menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);

20) Memberikan informasi hukum (legal information);

21) Membela kepentingan klien (litigation);

(39)

commit to user

23) Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada rakyat yng

lemah dan tidak mampu (legal aid)(Rapaun Rambe, 2003:28-29).

2. Tinjauan tentang Etika, Moral dan Kode Etik Profesi Advokat

a. Pengertian Etika Moral

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” (jamaknya “ta etha”),

yang berarti kebiasaan (Shidarta, 2006:15). Selain etika, juga dikenal kata

“moral” atau “moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu “mos”

(jamaknya “mores”), yang artinya juga kebiasaan. Oleh filsuf Yunani,

Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang

menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan

kebajikan dan suara hati.

Kata yang agak dekat dengan pengertian etika adalah moral. Kata

moral yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, akhlak

dan cara hidup. Secara etimologi, kata etika (bahasa Yunani) sama dengan

arti kata moral (bahasa Latin), yaitu adat istiadat mengenai baik-buruk

suatu perbuatan. Namun demikian moral tidak sama dengan etika.

Moralitas merupakan kualitas yang terkandung di dalam perbuatan

manusia, yang dengannya dapat menilai perbuatan itu benar atau salah,

baik atau jahat. Moralitas menurut Austin Fagothey,dalam buku Right and

Reason, dapat bersifat intrinsik dan dapat juga bersifat ekstrinsik.

Moralitas intrinsik menetapkan sebuah perbuatan baik atau buruk secara

terpisah atau terlepas dari ketentuan hukum positif yang ada. Menilai

didasarkan atas esensi perbuatan itu sendiri, bukan karena diperintahkan

atau dilarang oleh hukum (lex naturalis, natural law) (E. Sumaryono,

1995:51-52).

Moralitas ekstrinsik menetapkan perbuatan benar atau salah,

disesuaikan dengan pola ”diperintahkan” atau ”dilarang” yang dinyatakan

(40)

berdasarkan kekuasaan). Apapun bentuk dan aktualitasnya baik

undang-undang maupun kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara

negara/pemerintah. Kata moral lebih mengacu pada baik-buruknya

manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia

hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan

etika adalah ilmu, yakni pemikiran rasional, kritis dan sistematis tentang

ajaran-ajaran moral. Etika menuntun seseorang untuk memahami mengapa

atau atas dasar apa ia harus mengikuti ajaran moral tertentu. Dalam artian

ini, etika dapat disebut filsafat moral. Etika menyangkut manusia sebagai

perseorangan, hukum positif dan hukum adat menyangkut masyarakat.

Etika memberi peraturan-peraturan untuk perseorangan, dimana etika

menghendaki kesempurnaan manusia. Sebaliknya hukum positif/adat

ditujukan pada manusia sebagai makhluk sosial menghendaki

kesempurnaan masyarakat.

b. Pengertian Etika Profesi

Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut

kalangan profesional. Profesional itu adalah orang yang menyandang

suatu profesi tertentu disebut seorang profesional. Selanjutnya

peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya mengatur hak-hak yang

mendasar dan mempunyai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku atau

perbuatan dalam melaksanakan profesinya yang dalam banyak hal

disalurkan melalui kode etik.

Etika profesi dalam peraturan yang ditujukan kepada perseorangan

yang menyandang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian atau

keterampilan tertentu. Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik

dibandingkan dengan pekerjaan. Suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi

(41)

commit to user

Menurut penulis bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang

membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus, yang umumnya terkait

dengan pekerjaan di bidang jasa, namun ciri ini bukan syarat mutlak,

berupa:

1) Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character);

2) Diabadikan untuk kepentingan orang lain (pengabdian kepada

masyarakat);

3) Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan financial;

4) Didukung oleh adanya organisasi (association) profesi dan organisasi

profesi tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang

merupakan kode etik, serta pula tanggung jawab dalam memajukan

dan menyebarkan profesi yang bersangkutan; dan

5) Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.

Profesi publik adalah suatu “moral community” (masyarakat

moral) yang memiliki cita-cita dan nilai bersama. Mereka membentuk

suatu profesi yang disatukan karena latar belakang pendidikan yang sama

dan bersama- sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.

Dengan demikian, profesi menjadikan suatu kelompok mempunyai

kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus.

Profesionalisme tanpa etika menjadikannya “bebas sayap” (vleugel vrij)

dalam arti tanpa kendali dan tanpa pengarahan. Sebaliknya, etika tanpa

profesionalisme menjadikannya “lumpuh sayap” (vleugel lam) dalam arti

tidak maju bahkan tidak tegak.

Secara umum bahwa profesi yang terikat dalam hubungan yang

menjanjikan suatu usaha dituntut memiliki landasan intelektual dan

standar kualifikasi yang lebih tinggi, dan mendapat penghargaan lebih

tinggi pula dari masyarakat. Profesi-profesi luhur biasanya menjalin

hubungan hukum dalam model perikatan seperti ini. Sebaliknya, profesi

(42)

perikatan yang menjanjikan hasil. Salah satu profesi yang keberadaannya

berhubungan erat dengan kehidupan kita semua adalah menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan aspirasi keadilan sosial, hak asasi

manusia dan demokrasi. Etika berakar dalam hati nurani manusia, jadi

timbul dari kekuatan batin, kekuatan batin, kekuatan di dalam manusia,

dalam hal ini tidak ada kekuatan luar yang memaksanya untuk

menjalankan perintah, sifat perintah etika ialah harus dipenuhi secara

sukarela, kekuasaan dibelakang etika ialah kekuasaan hati nurani manusia

sendiri.

Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu

profesi yang disusun secara sistematis. Kode etik menjadi perlu karena

jumlah penyandang profesi itu sudah semakin banyak serta tuntutan

masyarakat juga makin bertambah kompleks. Advokat sebagai profesi

hukum memiliki kemampuan menguasai hukum Indonesia, menganalisa

masalah-masalah hukum, menggunakan hukum dan prinsip-prinsip hukum

untuk memecahkan masalah. Keahlian tersebut bukan hanya suatu

kemampuan teknis saja, melainkan juga kemampuan menentukan sikap

yang mendapatkan akarnya pada pengetahuan yang mendalam tentang

makna hukum, serta membuktikan diri dalam kerelaan hati untuk

menanamkan perasaan hukum dalam kesadaran masyarakat yang rawan

terjadi berbagai penyimpangan atau penyelewengan.

c. Kode Etik Profesi Advokat

Kode Etik Profesi Advokat adalah pengaturan tentang perilaku

anggota angota baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota

organisasi Advokat lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan,

baik beracara di dalam maupun di luar pengadilan (Rapaun Rambe,

2003:45). Arti lain dari kode etik adalah ketentuan atau norma yang

mengatur sikap, perilaku, dan perbuatan yang boleh atau tidak boleh

(43)

commit to user

profesinya baik sewaktu beracara di muka persidangan maupun di luar

pengadilan (Muhammad Sanusi, 1997:9).

Pengertian kode etik tersebut kita batasi dalam artian, tulisan atau

tanda-tanda etis yang mempunyai tujuan tertentu, mengandung

norma-norma hidup yang etis, aturan tata susila sikap akhlak berbudi luhur yang

pelaksanaannya di serahkan atas keinsyfan dan kesadaran dirinya sendiri.

Fungsi kode etik sangat penting dalam memberikan dukungan moral

Advokat saat menjalankan profesinya. Karena itu Kode Etik Profesi

Advokat diatur dalam Undang-undang Advokat pada Pasal 26 ayat 2:

“Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan

ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.”

Setiap orang yang menjalankan profesi Advokat wajib tunduk dan

mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan

Kehormatan Organisasi Advokat. Taat dan patuh pada ketentuan suatu

kode etik bagi advokat merupakan sikap moral dan kewajiban yang

dilandasi dengan penuh rasa kesadaran diri secara sukarela akan tunduk

kepadanya.

Fungsi Kode Etik Profesi Advokat dapat dikelompokkan sebagai

berikut;

1) Kode etik dalam hubungan dengan kepribadian Advokat umumnya;

2) Kode etik dalam hubungan Advokat dan kliennya;

3) Kode etik dalam hubungan dengan sejawat;

4) Kode etik dalam bertindak menangani perkara;

5) Kode etik dalam hubungan Advokat terhadap hukum/undang-undang

kekuasaan umum, dan para pejabat pengadilan (Rapaun Rambe,

(44)

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Hak Advokat dan Klien

Kamus Umum Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris susunan

WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan berasal dari

kata ”authority” mempunyai arti mempunyai kekuasaan, ”competency

mempunyai arti kecakapan; kemampuan; ”right” mempunyai arti hak; adil;

tepat; benar; baik; lurus; menegakkan, ”property” mempunyai arti milik,

punya, ”truth”mempunyai arti kenyataan; keadilan, ”privilege” mempunyai

arti hak istimewa. Satjipto Rahardjo, hak mempunyai pengertian sempit dan

luas. Hak dalam arti sempit yaitu :

a. Pengalokasian kekuasaan yang dilakukan secara teratur atau

b. Tuntutan kepada kepada orang lain untuk melaksanakan kewajibannya

(Satjipto Rahardjo,1991:53-61).

Pengertian dalam arti luas, yaitu pengalokasian kekuasaan yang

dilakukan secara teratur atau tuntutan kepada orang lain untuk melaksanakan

kewajibannya dengan adanya unsur kemerdekaan dan imunitas. Hak itu

memberi keleluasaan kepada individu untuk melaksanakannya, yang

menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu. Hak adalah kepentingan

yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan

atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi (Sudikno Mertokusumo,

2005: 42-43).

Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan hak adalah kuasa atas

sesuatu, hal yang benar, wewenang dan berkuasa. Hak manusia adalah hak

yang dianggap melekat pada setiap manusia, sebab berkaitan dengan realitas

hidup manusia sendiri. Jenis dan Macam hak manusia, hak pribadi

(personal/privat right) yaitu hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan

berpindah-pindah tempat, hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan

pendapat, hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan,

hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan

(45)

commit to user

Hak publik yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia antara lain:

a. Hak Politik (Political Right);

b. Hak Hukum (Legal Equality Right);

c. Hak Ekonomi (Property Rigths);

d. Hak Hak Sosial Budaya (Social Culture Right);

e. Peradilan (Procedural Rights).

Hak manusia tidak dapat direbut atau dicabut karena sudah ada sejak

manusia itu ada, tidak bergantung dari persetujuan orang, merupakan bagian

dari ekstensi manusia di dunia. Sedangkan hak undang-undang adalah hak

yang melekat pada manusia karena diberikan oleh undang-undang. Adanya

hak tersebut lebih kemudian daripada hak manusia, dijamin dengan

peraturanperaturan, dan dapat dicabut oleh manusia yang memberikan

(penguasa/negara).

Hak dan kewajiban merupakan wadah kedudukan dari peran (role),

dimana kedudukan tertentu lazimnya memegang peranan/kekuasaan (role

accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat,

sedangkan kewajiban merupakan tugas atau beban. Tindakan pemegang

peran/kekuasaan ini harus dapat mengontrol keputusan sendiri itu

memerlukan kemampuan intelektual, dan analisis antara hukum dengan

lingkungan sosial, moral/etika, dan tujuan luhur pemegang peran/kuasa.

Kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi

orang atau merubah orang atau situasi. “Expert Power” adalah Kekuasaan

yang berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul

sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang.

Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah

orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan

Gambar

Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

Hak Imunitas sebagaimana diatur dalam pasal 224 Undang-Undang MD3 memberikan kekebalan kepada anggota DPR dalam menjalankan tugas, terkait dengan fungsi dan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian antara hukum nasional dan hukum internasional mengenai perlindungan hak-hak fundamental perempuan dalam situasi

Di Indonesia maupun di Rumania sama-sama memberikan imunitas kepada advokat dalam menjalankan profesinya, dan batasan dari imunitas tersebut adalah kode etik

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan hukum terhadap pemenuhan hak rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahgunaan narkotika yaitu

hukum untuk tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik dalam sidang pengadilan, terkait dengan pengakuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian antara hukum nasional dan hukum internasional mengenai perlindungan hak-hak fundamental perempuan dalam situasi

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KEKUATAN KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN MALPRAKTEK MEDIS

Perlindungan Hukum Bagi Pasien Korban Malpraktek dalam Kajian Hukum Positif di Indonesia Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan