• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg

atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG

dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah

sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau

lebih. (Barbara Hearrison 1997)

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah

peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140

mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

Etiologi.

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi

terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan

perifer

Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau

transport Na.

b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

c. Stress Lingkungan

(2)

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan

yaitu:

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti

genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system

rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.

b. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan

kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

Berdasarkan bentuk:

1. Ht Diastolik

2. Ht Sistol

Patofisiologi

Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel

jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan

apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin

yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada

angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh

darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.

Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan

retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan

darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan

pada organ organ seperti jantung.

Manifestasi Klinis

(3)

tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,

rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,

muka pucat suhu tubuh rendah.

Komplikasi

Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata

berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,

gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

Penatalaksanaan Medis

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis

penatalaksanaan:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.

1. Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan

tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan

kadar adosteron dalam plasma.

2. Aktivitas.

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan

batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,

bersepeda atau berenang.

b. Penatalaksanaan Farmakologis.

Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.

(4)

4. Tidak menimbulakn intoleransi.

5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti

golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,

golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Test diagnostic.

a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :

hipokoagulabilitas, anemia.

b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan

ada DM.

e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang

P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,

perbaikan ginjal.

h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,

pembesaran jantung.

Pengkajian

a. Aktivitas/ Istirahat.

(5)

Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup

dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,

radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,

kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian

kapiler mungkin lambat/ bertunda.

c. Integritas Ego.

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple

(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.

Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,

tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola

bicara.

d. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat

penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan/cairan

Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak

serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini

(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic

Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

f. Neurosensori

(6)

setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,

epistakis).

Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,

efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.

g. Nyeri/ ketidaknyaman

Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit

kepala.

h. Pernafasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,

ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi

nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

i. Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

j. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit

jantung, DM.

Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,

penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.

Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam

terapi obat.

Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 .

(7)

Kriteria Hasil :

Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban

kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat

diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang

normal pasien.

Intervensi

1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran

yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan

karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.

Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi

(peningkatan SVR) dan kongesti vena).

3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada

pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3

menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,

mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya

atau gagal jantung kronik).

4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat

mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).

5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal

jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).

(8)

7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat

menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,

sehingga akan menurunkan tekanan darah).

8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti

hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak

seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

Kriteria Hasil :

Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,

melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :

frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan

TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,

pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien

terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja

/ jantung).

2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan

/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada

aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat

penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).

(9)

tiba-tiba pada kerja jantung).

4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,

menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan

energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen).

5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.

(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan

mencegah kelemahan).

Diagnosa 3

Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler cerebral.

Kriteria Hasil :

Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan

metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang

diresepkan.

Intervensi

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /

meningkatkan relaksasi).

2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,

misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik

relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan

menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit

kepala dan komplikasinya).

(10)

yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya

peningkatkan tekanan vakuler serebral).

4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan

oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).

5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah

makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,

diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf

simpatis).

Diagnosa 4

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.

Kriteria Hasil :

klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,

menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang

tepat secara individu.

Intervensi

1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan

kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena

disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan

dengan masa tumbuh).

(11)

jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler

dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).

3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk

penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk

menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak

berhasil).

4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi

kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam

menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).

5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :

penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori

seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat

badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan

kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah

kebiasaan makan).

6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan

dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat

makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang

dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian

pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).

(12)

8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan

bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

Diagnosa 5

Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak

efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

Kriteria Hasil :

Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan

kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial

situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.

Intervensi

1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,

Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan

berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk

megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan

mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).

2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan

konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak

mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme

koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan

diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).

3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan

strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah

pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).

(13)

perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,

dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.

5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan

pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda

inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif

terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,

kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang

perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).

6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan

hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan

diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara

realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn

Kriteria hasil

1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.

2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang

perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi

3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler

yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan

(14)

4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.

(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang

sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk

mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima

realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku

tidak akan dipertahankan).

5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan

gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi

tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj

dalam menentukan intervensi).

6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi

(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat

lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien

tentang proses penyakit hipertensi).

IV. Evaluasi

Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat

teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat

(15)

IV. DIAGNOSA (1,6,7,11)

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung

kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang

menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa

suatu krisis hipertensi.

IV.1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal

yang penting ditanyakan :

� Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

� Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

� Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

� Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).

� Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

� Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,

nyeri dada ).

� Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

� Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

(16)

Pada pemeriksaan fsik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusakan

organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ).

Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah

jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit

jantung koroner.

IV.3. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.

b. urine : Urinelisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :

a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ).

b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.

c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

IV.4. Faktor presiftasi pada krisis hipertensi

Dari anamnese dan pemeriksaan fsik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain :

� Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial ( tersering ).

� Hipertensi renovaskular.

� Glomerulonefritis akut.

� Sindroma withdrawal anti hypertensi.

(17)

� Renin-secretin tumors.

(18)

� Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO. Inhibitors.

� Penyakit parenkhim ginjal.

� Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor, simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergot alk.

� Luka bakar.

� Progresif sistematik sklerosis, SLE.

IV.5. Difrensial diagnosa

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :

- Hipertensi berat

- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

- Ansietas dengan hipertensi labil.

- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

V. PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI

V.I. Dasar-dasar penanggulangan krisis HT : ( 6, 7, 10, 13 )

Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Sampai sejauh mana tekanan darah diturunkan ?. Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhaikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri ( TD segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.

AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fsiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.

Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.

(19)

mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak.

Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir.

(20)

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. ( gambar 1 dan 2 ).

Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi.

Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi kearah normal.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

Gbr. I : Auto regulasi Pada orang normotensi. Aliran darah otak dipertahankan pada MAP antara 60 – 120 – 140 mmHg.

Gbr. II : Auto regulasi pada orang hipertensi

aliran darah otak pada TH krinis

dipertahankan pada MAP tinggi yaitu 120 –

160 – 180 mmHg. Kurva bergeser ke

(21)

GANGGUAN HEMODINAMIK PADA KRISIS HIPERTENSI ( 10 )

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac output ( C.O ) dan systemic vasculer resistance ( SVR ). Cardiac output ditentukan oleh Stroke Volume ( SV ) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi perifer terjadi akibat peripheral vascular resistensi ( PVRB) dan renal vascular resistence ( RVR ).

TD = CO >< SVR

SV HR PVR RVR

(22)

Pada HT primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 – 25%. Pada hipertensi maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur hipertensi kronis dan perubahan perubahan vasekonstriksi akut.

Secara logika disukai obat anti hipertensi yang dapat memperbaiki gangguan hemodinamik pada krisis hipertensi. Obat yang mengurangi SVR tanpa mengurangi CO lebih disukai oleh sebagian besar penderita krisis hipertensi dengan kekcualian bagi disecting aneurysma aorta.

Obat yang menambah SVR dan mengurangi CO seperti beta blocker tanpa intrinsic sympathomimetic activity ( ISA ) haruslah dihindari karena akan menyebabkan eksaserbasi gangguan hemodinanamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem paru.

Status volume cairan ( 6, 10 )

Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara klinis dibuktikan adanya volume over load seperti payah jantung kongestif atau oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam ( natrium ) serta diretika pada hipertensi maligna akan menyebabkan bertambahnya volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah meningkatkan TD.

Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan obat anti hipertensi non diuretikal beberapa hari dan telah terjadi refee volume retention.

V. 2 : PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI : ( 6, 7, 10 )

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

� Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler.

� Anamnese singkat dan pemeriksaan fsik.

- tentukan penyebab krisis hipertensi

- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

- tentukan adanya kerusakan organ sasaran

� Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.

(23)

- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.

- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi ( 6, 7, 8, 10, 19 )

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

(24)

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit.

Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5 menit.

Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazoleide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.

Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam.

Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.

Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.

Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.

Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refeks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.

Efeksamping : refeks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.

Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.

Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.

(25)

Onset of action : 1 – 5 menit.

Duration of action : 10 menit.

Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.

Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action 5 – 10 menit

Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll.

Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.

Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.

Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.

(26)

Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10.Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.

Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.

Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.

Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoeide secara bolus intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.

Hal yang kurang menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan yang tepat bagi pasien di ICU.

Yang menjadi adalah kebanyakan obat-obat parenteral tidak dapat diperoleh secara komersil di Indonesia. ( 13 ) Obat parenteral yang tersedia adalah clonidine. Pengguna clonidone untuk krisis hipertensi lebih banyak dipakai di Eropa, sedangkan di Amerika bentuk injeksi clonidine tidak tersedia. ( 10 )

Van Der Hem ( Belanda, 1973 ) menggunakan clonidine intra vena 0,15 mg dan bagi pasien yang tidak respons dengan satu kali injeksi, digunakan clonidine 0,9 – 1,05 mg dalam 500 ml Dekstrose dan disis ditittrasi. Hasil yang diperoleh cukup baik dan efek samping yang minimal. ( 17 )

Penelitian lain di Australia ( 1974 ) menggunakan clonidine intra vena 150 mg atau 300 mg dalam 10ml NaCl 0,9% secara i.v 5 menit dan mendapat respons yang baik dan efek samping maksimum dalam 30-60 menit. ( 2 )

(27)

dengan obat per oral. Dengan tetesan berkisar 12-104 tetes/menit dapat dicapai TD yang diingini dan penderita tidak mengalami penurunan TD yang berlebihan.

Hasil yang diperoleh yaitu TD diastolik dapat diturunkan <120mmHg dalam 1 jam dan respons yang baik pada 90,5% kasus.

Kerugian obat ini adalah efek samping yang sering timbul seperti mulut kering, mengantuk dan depresi. Pada hipertensi dengan tand iskemi cerebral ataupun stroke, obat ini akan memperberat gejala.

*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi ( 6,7,10 ) :

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya dihindari adalah sbb :

(28)

1. Hipertensi ensenpalopati : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoeide.

Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark : Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :

Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol,.

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.

4. Miokard iskemi, miokrad infark :

Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium

Nitroprusside dan loopdiuretuk.

Hindarkan : Hyralazine, Diazoeide, Minoeidil.

5. Dedem paru akut : Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.

Hindarkan : Hydralacine, Diazoeide, B-antagonist, Labeta

Lol.

Aorta disseksi : Anjuran :Sodium nitroprussidedan antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist, labetalol.

Hindarkan : Hydralazine, Diaozoeide, Minoeidil

Eklampsi : anjuran : Hydralazine, Diazoeeide, labetalol,cantagonist, sodium nitroprusside.

Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

Renal insufsiensi akut : anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist

Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan

KW III-IV : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.

Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.

Mikroaangiopati hemolitik anemia :

Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.

Hindarkan : B-antagonist.

(29)

ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoeide yang dapat memberikan bolus intravena.

Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikanpada kondisi tertentu.

Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.

• Obat oral untuk hipertensi emergensi : ( 3,4,5,9,16,20 )

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi.

Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan dengan

pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang menarik adalah bahwa

4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral meningkat,

(30)

sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai tahap

bermakna secara statistik.

Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek akut obat oral anti hipertensi terhadap hipertensi sedang dan berat pada 60 penderita. Efek akut nifedipine dalam waktu 5-15 menit. Demikian juga dengan clonidine dalam waktu 5-35 menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan penggunaan obat oral anti hipertensi untuk krisis hipertensi.

Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna dam Menurunkan TD.

Captoprial 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan nonrespons bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

Penaggulangan hipertensi urgensi : (6,7,10 )

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :

Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5 –10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, fushing, hoyong.

Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.

Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.

Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.

(31)

Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.Efek samping : frst dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

(32)

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “frst dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifne dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila ID penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

Prognose (10,18)

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).

Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal.

Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %

Kesimpulan

Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat memilih pengobatan yang memadai bagi penderita.

Hipertensi emergensi disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ sasaran /kerusakan minimal. Pada kebanyakan penderita krisis hipertensi , TD diastolik > 120 – mmHg.

Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor :

Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.

Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.

(33)

Autoguralsi dan perfusi dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan.

Faktor klinis lain : obat lain yan gdiberikan , status volum dll.

Efek sqamping obat

Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100mmHg.

Pemakaian oabat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ.

Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside.

Nifedipine, Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.

(34)

Dari berbagai penelitian (dalam dan luar negri ) bahwa obat oral Nifedipine dan Captopril cukup efektif untuk mengatasi hipertensi emergensi.

Pemberiaan diuretika pada hipertensi emergensi dimana dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung kongestif dan oedema paru.

Referensi

Dokumen terkait

26 Penelitian dekriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang. berdasarkan fakta dan data-data

peneliti memutuskan untuk mengambil judul “ MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR ANALISIS PADA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJ

adanya paksaan dalam soal agama. 28 Menurut al-Zamakhsharī, melalui ayat ini, Allah menegaskan bahwa soal keimanan tidak bisa dijalankan dengan paksaan, tapi

Teknik sinematografi yang digunakan di program potret adalah teknik camera angle yang terdiri dari kamera subyektif dan point of view. Level angle yang sering digunakan pada program

Katalog dengan tajuk subyek yang dapat diakses melalui tercetak dan/atau digital teridentifik asi 4 bukti fisik dengan lengkap teridentifik asi 3 bukti fisik teridentifik asi 2

Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir

Pola bilangan yang diperoleh dari penelitian mengenai dominasi, dominasi total dan kontraksi sisi yang diterapkan pada graf lintasan, graf kipas dan graf tangga, kemudian pola

[r]