• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi - Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Budaya Organisasi pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi - Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Budaya Organisasi pada Karyawan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi

1.1 Definisi Komitmen Organisasi

Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti “to connect”.

Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

komitmen adalah sebuah perilaku yang menjanjikan untuk memenuhi

kewajiban kepada seseorang atau sesuatu di masa yang akan datang,

sehingga menurut Porter, dkk individu yang memiliki komitmen kepada

sebuah organisasi seharusnya mendedikasikan dan memiliki kepercayaan

yang kuat dalam tujuan dan nilai – nilai organisasi tersebut.

Robbins (2001) mendefinisikan komitmen terhadap organisasi

sebagai suatu orientasi terhadap organisasi yang mencakup loyalitas,

identifikasi, dan keterlibatan.

Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang

bersifat relatif dari karyawan dalam mengidentifikasikan keterlibatan

dirinya ke dalam organisasi (Arifin, 2010).

Menurut Greenberg dan Baron dalam (Taurisa, 2012), karyawan

yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang

lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya juga akan lebih

menguntungkan bagi organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen

(2)

perasaan sebagai anggota sejati dari suatu organisasi, sehingga

menimbulkan keinginan individu untuk bertahan pada organisasi tersebut.

1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Komitmen di dalam suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Pendekatan multidimensional akan lebih menjelaskan

hubungan pekerja dengan organisasi yang mempekerjakannya (Cetin,

2006). Van Dyne dan Graham dalam (Coetzee, 2005) menyebutkan

beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang

berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu:

1. Faktor Personal

Ada beberapa faktor personal yang mempengaruhi latar belakang

pekerja, antara lain usia, latar belakang pekerja, sikap dan nilai serta

kebutuhan intrinsik pekerja. Ada banyak penelitian yang menunjukkan

bahwa beberapa tipe pekerja memiliki komitmen yang lebih tinggi

pada organisasi yang mempekerjakannya. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, pekerja yang lebih 13 teliti, ekstrovet, dan mempunyai

pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih

berkomitmen. Selain itu, pekerja yang berorientasi kepada kelompok,

memiliki tujuan serta menunjukkan kepedulian terhadap kelompok,

juga merupakan tipe pekerja yang lebih terikat kepada

keanggotaannya. Sama halnya dengan pekerja yang berempati, mau

(3)

2. Faktor Situasional

a. Nilai-nilai di Tempat Kerja

Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam

setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu

kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih

mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat.

Jika pekerja percaya pada nilai kualitas produk organisasi, mereka

akan terikat pada perilaku yang berperan dalam meningkatkan

kualitas. Jika pekerja yakin pada nilai partisipasi organisasi,

mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan

membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih

bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk

kesuksesan suatu organisasi.

b. Hubungan Interpersonal antara Atasan dan Bawahan

Perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang

mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal

dalam unit pekerjaan. Perilaku dari supervisor yang termasuk ke

dalamnya seperti berbagi informasi yang penting, membuat

pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang

baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2007) 14

mengidentifikasi 11 perilaku supervisor yaitu memfasilitasi

kepercayaan interpersonal yaitu kesediaan, kompetensi,

(4)

mau menerima, dan kepercayaan. Secara lebih luas apabila

supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan

memperngaruhi tingkat komitmen bawahannya.

c. Karakteristik Pekerjaan

Berdasarkan Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2007)

kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap

organisasi adalah prediktor yang signifikan terhadap komitmen

organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang

dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung

jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi.

d. Dukungan Organisasi

Ada hubungan yang signifikan antara komitmen pekerja dan

kepercayaan pekerja terhadap keterikatan dengan organisasinya.

Berdasarkan penelitian, pekerja akan lebih bersedia untuk

memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di

organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan

keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi

lebih mudah, mendampingi mereka menghadapi masa sulit,

menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka

(5)

3. Faktor Posisi

a. Organizational tenure

Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara masa

jabatan dan hubungan pekerja dengan organisasi. Penelitian

menunjukkan bahwa 15 pekerja yang telah lama bekerja di

organisasi akan lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan

organisasi tersebut.

b. Hierarchical job level

Penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi

satusatunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal

ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan

motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum,

pekerja yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat

komitmen organisasi yang lebih tinggi pula bila dibandingkan

dengan para pekerja yang jabatannya lebih rendah. Ini dikarenakan

posisi atau kedudukan yang tinggi membuat pekerja dapat

mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang

tinggi, menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang

mungkin, serta menunjukkan bahwa organisasi sadar bahwa para

pekerjanya memiliki nilai dan kompetensi dalam kontribusi

(6)

1.3 Aspek - Aspek Komitmen Organisasi

Meyer dan Allen (1991), dalam (Aamodt, 2007) menemukan

bahwa komitmen organisasi memiliki tiga aspek yaitu:

a. Komitmen Afektif

Seorang karyawan dikatakan memiliki komitmen afektif dengan

organisasi tempatnya bekerja yaitu bila yang bersangkutan bersedia

untuk menerima nilai-nilai yang dianut oleh organisasi, memiliki

kemauan untuk berusaha keras demi kemajuan organisasi, dan memiliki

keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. Aspek komitmen

organisasi ini memiliki beberapa dimensi yaitu : sense of belonging, emotional attached, dan personal meaning.

b. Komitmen Keberlanjutan

Aspek kedua ini adalah persepsi mengenai biaya. Hal ini

merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan terus berada dalam

organisasi karena adanya pertimbangan biaya yang ia rasakan bila ia

berhenti bekerja pada organisasi tersebut. Aspek komitmen berkelanjutan

ini memiliki beberapa dimensi yaitu pilihan lain, keuntungan, dan biaya.

c. Komitmen Normatif

Komitmen normatif merupakan sebuah kondisi dimana karyawan

tetap bertahan pada perusahaan karena merasa harus memenuhi

kewajibannya terhadap organisasi. Aspek ini memiliki beberapa dimensi

(7)

2. Budaya Organisasi

2.1 Definisi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1994) budaya organisasi merupakan suatu

sistem pengertian yang diterima secara bersama. Budaya yang kuat

dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur

dengan baik, dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak anggota

yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui jajaran tingkat

kepentingannya, dan merasa sangat terikat kepadanya, maka makin kuat

budaya tersebut. Organisasi yang muda atau yang turnover anggotanya

konstan, mempunyai budaya yang lemah karena para anggota tidak akan

mempunyai pengalaman yang diterima bersama sehingga dapat

menciptakan pengertian yang sama.

Menurut Tosi, Rizzo, Carroll (1994) budaya organisasi adalah

cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarakan pola - pola

tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian – bagian

organisasi. Merupakan satu mental programming dari organisasi, yang merupakan pencerminan dari modal kepribadian organisasi. Modal

kepribadian organisasi adalah derajat homogenitas dan kekuatan dari satu

orientasi kepribadian khusus dalam satu organisasi.

Menurut Schein (2009) dalam (Munandar, 2001), budaya

organisasi adalah pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu

kelompok dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan

(8)

kebenarannya, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru

sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan

kaitannya dengan masalah - masalah yang ada.

Robbins dan Judge (2008) dalam (Taurisa, 2012), mengartikan

budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut

oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Budaya

organisasi adalah suatu sistem aturan, nilai, pola kebiasaan, dan cara

berpikir yang terdapat di dalam suatu organisasi yang menjadi acuan bagi

para anggota organisasi untuk bertindak dan berinteraksi untuk mencapai

tujuan dari organisasi, yang membedakannya dengan organisasi lain.

2.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (1994) menyebutkan beberapa karakteristik utama yang

menjadi pembeda budaya organisasi , yaitu :

1. Inisiatif individual. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki individu.

2. Toleransi terhadap tindakan berisiko. Sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan

mengambil risiko.

(9)

4. Integrasi. Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi

didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

5. Dukungan dari para manajemen. Tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta

dukungan terhadap bawahan mereka.

6. Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang

digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku

pegawai.

7. Identitas. Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi

dirinya secara keseluruhan dengan organisasinyadaripada

dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang kehalian

profesional.

8. Sistem imbalan. Tingkat sejauh mana alokasi imbalan didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan

senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik. Tingkat sejauh mana para pegawai didorong unutk mengemukakan konflik dan kritik

secara terbuka.

10.Pola-pola komunikasi. Tingkat sejauh mana komunikasi

organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.

Robbins (1998) dalam (Kurniawan, 2011) berpendapat bahwa

terdapat tujuh karakteristik primer untuk memahami hakikat dari budaya

(10)

1. Inovasi dan pengambilan keputusan, dengan dimensi :

(a) memiliki inovasi

(b) keberanian mengambil resiko.

2. Perhatian pada rincian, dengan dimensi :

(a) deskripsi kerjayang jelas

(b) prosedur yang digunakan.

3. Orientasi pada hasil, dengan dimensi :

(a) tujuan yang ditetapkan

(b) hasil yang dicapai.

4. Orientasi pada orang, dengan dimensi :

(a) pelayanan kepada orang lain

(b) perhatian kepada orang lain.

5. Orientasi pada tim, dengan dimensi :

(a) pelayanan kepada tim

(b) perhatian kepada tim

6. Agresivitas, dengan dimensi :

(a) Memiliki sifat agresif

(b) Memiliki sifat kompetitif

7. Kemantapan, dengan dimensi :

(a) mempertahankan kestabilan kerja

(b) perbandingan pertumbuhan kestabilan kerja.

3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi

(11)

harapan, nilai, dan sikap yang mempengaruhi individu, kelompok, dan proses –

proses yang ada di dalam organisasi. Hal ini berarti budaya organisasi yang

tumbuh dan terpelihara dengan baik akan mampu memacu organisasi ke arah

perkembangan yang lebih baik. Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari

organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan bersama

secara luas. Semakin banyak anggota yang menerima nilai – nilai inti,

menyetujui jajaran tingkat kepentingannya, dan merasa sangat terikat

kepadanya, maka semakin kuat pula budaya organisasi tersebut (Gibson, 1997).

Menurut Schatz & Schatz dalam (Melinda & Zulkarnain, 2004), budaya

perusahaan dapat dirasakan oleh sumber daya manusia yang berada di dalam

perusahaan tersebut. Budaya perusahaan senantiasa mempengaruhi kondisi

dasar dan perilaku individu yang ada di dalamnya. Tingkatan pengaruh yang

dialami masing – masing orang berbeda, namun yang jelas setiap orang pasti

terkena dampak, mengalami atau merasakan pengaruh tersebut.

Robbins (2001) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki budaya yang

kuat dapat mempunyai pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap

anggotanya. Nilai inti organisasi itu akan dipegang secara insentif dan dianut

secara meluas dalam suatu budaya yang kuat. Suatu budaya kuat

memperlihatkan kesepakatan yang tinggi dikalangan anggota tentang apa yang

harus dipertahankan oleh organisasi tersebut. Kebulatan maksud semacam ini

akan membina kohesifitas, kesetiaan dan komitmen organisasional. Kualitas ini

selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk meninggalkan

(12)

faktor kinerja organisasi dengan membentuk dan mengembangkan suatu

budaya organisasi yang mendukung terciptanya komitmen karyawan.

Pengaruh budaya perusahaan melebihi pengaruh faktor lain dalam

organisasi, seperti struktur, sistem manajemen, dan lain – lain. Ini adalah suatu

keadaaan yang sangat diharapkan oleh para pimpinan sehingga tidak bersusah

payah mengarahkan perilaku anggota khususnya ketika budaya perusahaan itu

tertanam kuat pada karyawannya. Dalam budaya organisasi yang kuat, nilai –

nilai utama organisasi benar – benar dianut kuat dan diikuti secara meluas oleh

anggotanya. Budaya yang kuat akan memberikan pengaruh besar terhadap

perilaku anggota – anggotanya karena tingkat yang kuat tersebut menciptakan

suatu iklim internal terhadap tingginya kontrol perilaku (Robbins,2001).

Untuk menjadi organisasi yang efektif dan efisien, salah satu cara yang

dapat dilakukan ialah dengan memastikan bahwa terdapat semangat kerja,

komitmen serta kepuasan pada karyawan itu sendiri. Karyawan akan

memberikan apa yang ada dalam dirinya kepada organisasi, dan sebaliknya

mereka juga akan menuntut supaya organisasi memberikan apa yang menjadi

keinginannya. Sumbangan tersebut seperti usaha, keterampilan, loyalitas,

kreativitas serta lainnya yang membuat individu tersebut menjadi sumber daya

bagi organisasi. Hal tersebut membuat organisasi memberikan imbalan kepada

karyawan tersebut. Imbalan dapat berupa gaji, fasilitas, status, keamanan kerja,

dan sebagainya. Bagi karyawan, imbalan yang diberikan organisasi dapat

(13)

hubungan yang positif dengan organisasi yang pada akhirnya mengarah pada

terbentuknya komitmen (Aktami, 2008).

Komitmen terhadap organisasi merupakan suatu aspek yang memegang

peranan penting dalam suatu organisasi, sebab komitmen terhadap organisasi

dapat mempengaruhi peningkatan efektivitas serta efisiensi kerja. Menurut

Northcraft dan Neale (1994), umumnya karyawan yang memiliki komitmen

tinggi terhadap organisasi akan menunjukkan upaya lebih maksimal dalam

melakukan tugas.

Robbins (2001) mendefinisikan komitmen terhadap organisasi sebagai

suatu orientasi terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan

keterlibatan. Menurut Allen dan Meyer (1991) komitmen organisasi diartikan

sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara

pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk

tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Seseorang

yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan berusaha menerima

semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Van Dyne dan Graham dalam (Coetzee, 2005), ada beberapa

faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang. Faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi tersebut antara lain faktor personal,

situasional, dan posisional. Dalam faktor situasional terdapat beberapa hal yang

disebutkan mempengaruhi komitmen organisasi yaitu karakteristik pekerjaan

(14)

Sedangkan Menurut Beggs dan Kohut dalam (Coetzee, 2005), ada

beberapa karakteristik pekerjaan yang membuat pekerja berkomitmen tinggi

terhadap organisasi. Karakteristik pekerjaan tersebut antara lain kepuasan

tehadap otonomi, status dan kepuasan pada permintaan organisasi, sehingga

seorang pekerja akan merasa bertanggung jawab dan keterikatan dengan

organisasinya. Sedangkan karakteristik pekerjaan yang menunjukkan adanya

komitmen yang rendah adalah pekerjaan yang memiliki rutinitas yang tinggi.

Seorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan

melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi, (Jewell, 1998). Menurut

Greenberg dan Baron dalam (Taurisa, 2012), karyawan yang memiliki

komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih

produktif sehingga pada akhirnya juga akan lebih menguntungkan bagi

organisasi.

4. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini

adalah “ada perbedaan komitmen organisasi ditinjau dari budaya organisasi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di Cina menunjukan bahwa faktor ibu merupakan faktor risiko untuk anak pendek antara lain ibu dengan anemia dan kurang gizi saat hamil

This research is intended to know the effect of carbofuran at sublethal doses on the food consumption rate, assimilation efficiency and growth rate of Pheretima javanica

Setelah membacakan materi yang dibawa oleh guru, siswa mampu menjelaskannya kepada kelompok yang lain. Setelah

Dalam tahap eksplorasi ini, pemotretan dilakukan di dalam ruangan ( indoor ) dan di luar ruangan ( outdoor ) dengan menggunakan cahaya alami dan buatan, sesuai dengan

Pada analisa fisik bulk density nasi jagung yang paling besar terjadi pada sampel JKI ( Jagung kuning, pH 12, dengan lama perebusan 90 menit ) sebesar 0,903 g/cm 3..

Dengan proses pembandingan dan perancangan bentuk serta bahan yang akan dipakai maka model yang cocok adalah ke r amba tenggelam.. Dengan pertimbangan ekonomis

Extensive training was conducted, including on topics such as referral and procurement of pre-referral drugs, training of trainers for diagnosis and patient

Guru selaku penyampai maklumat kepada pelajar perlu memiliki kemahiran dan pengetahuan yang secukupnya dalam bidang teknologi maklumat kerana sumber pengetahuan utama