• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa - Kondisi Kebersihan Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa - Kondisi Kebersihan Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) memberikan definisi gangguan jiwa sebagai pola psikologis atau perilaku secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau kesukaran misalnya, gejala nyeri atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan.9 Gangguan jiwa dalam beberapa hal disebut sebagai perilaku abnormal, yang dianggap sama dengan sakit mental, sakit jiwa, selain itu terdapat istilah-istilah yang serupa, yaitu: distress, discontrol, disadvantage, disability, inflexibility, irrationally, syndromal pattern dan disturbance. Gangguan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan mental dan mengalami penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan.10

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi gangguan jiwa terdiri atas : 1. Depresi

(2)

2. Gangguan afektif bipolar

Gangguan bipolar, yang sebelumnya disebut gangguan manic-depressive, adalah gangguan afektif di mana pasien menderita episode tinggi dan depresi suasana hati. Episode pada gangguan afektif bipolar ditandai dengan kondisi hiperaktif yang mungkin melibatkan aktifitas berlebihan, seksual, pekerjaan, agama atau politik. Individu penderita gangguan ini sering tidak menyadari dirinya menderita gangguan jiwa ini walaupun mengganggu aktivitas sehari-hari. Episode depresi ditandai dengan kesedihan, apatis, insomnia, kehilangan nafsu makan dan penurunan energi. Selama periode ini, dijumpai kehilangan minat dalam hampir semua kegiatan sehari-hari.8 3. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang berkepanjangan, dimanifestasi sebagai berbagai macam gangguan pikiran, ucapan, dan perilaku.13 Skizofrenia timbul karena beberapa ketidakseimbangan kompleks dari sistem kimia otak yang melibatkan dopamin dan glutamat. Kelainan ini mungkin merupakan gangguan perkembangan yang mengarah ke sistem saraf dimana neuron membentuk hubungan yang abnormal selama perkembangan janin. Gejala klinis skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu simtom positif termasuk halusinasi, delusi dan sering bingung serta simtom negatif seperti apatis, depresi dan menarik diri dari kehidupan sosial.8,14

4. Affective (mood) Disorder

Kelainan ini melibatkan gangguan suasana hati atau kondisi emosional berkepanjangan yang tidak disebabkan oleh gangguan mental medis lainnya. Depresi berat melibatkan suasana hati dysphoric, kehilangan minat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien atau hiburan dan hal ini dapat terjadi bersama dengan gejala lain seperti nafsu makan yang buruk, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan energi atau bunuh diri.13

5. Gangguan kecemasan

(3)

banyak ahli mencurigai bahwa disfungsi noradrenergik, mungkin dimeditasi melalui lokus seruleus yang terlibat dan pemberian obat untuk mengurangi kondisi ini telah terbukti sangat bermanfaat.15

6. Gangguan psikosis lain seperti:8,11

a. Demensia yang diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan kejiwaan yang terkait dengan hilangnya fungsi otak.8

b. Cacat intelektual.

c. Gangguan perkembangan termasuk autisme.

2.1.3 Penyebab

Terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh karena terpaparnya individu karena trauma dan stres pada usia muda. Penyebab lainnya adalah genetik, nutrisi, infeksi perinatal dan terpaparnya seseorang kepada bahaya lingkungan. Berbagai penyakit gangguan jiwa memiliki manifestasi dan tampilan klinis yang berbeda, di karakteristikan oleh kombinasi pikiran normal, persepsi, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang lain.11 Pada saat ini gangguan jiwa dianggap sebagai manifestasi dari;7

a. Sosial

Kelainan sosial berfokus pada struktur sosial yand lebih besar pada kehidupan individu. Struktur ini termasuk perkawinan individu atau keluarga dan lingkungannya, status sosial dan budaya. Teori struktur sosial menunjukkan bahwa masyarakat memberikan kontribusi terhadap psikopatologis pada beberapa orang dengan menciptakan tekanan berat, atau mendorong untuk mengatasi stres tersebut dengan gejala psikopatalogis.16

b. Psikologis

(4)

c. Biologis

Penyebab gangguan jiwa secara biologis adalah akibat kelainan struktural dalam otak, gangguan secara biokimiawi atau kelainan pada gen. Kelainan struktural dalam otak dapat disebabkan oleh cedera atau proses penyakit.16

2.2 Kondisi Periodontal Pada Pasien Gangguan Jiwa

Azodo dkk telah meneliti persepsi 136 orang perawat yang melakukan perawatan terhadap penderita gangguan jiwa khususnya mengenai kesehatan rongga mulut pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Nigeria berdasarkan survei melalui kuesioner. 67,6% responden melaporkan pasien dengan gangguan jiwa memiliki masalah gigi dan mulut yang lebih besar dibandingkan populasi umum lainnya. Hal ini disebabkan oleh, pemberian obat-obatan sedasi jangka panjang, kurangnya perawatan oleh keluarga, simtom psikopatologis, kurangnya kunjungan ke dokter gigi maupun penyuluhan kesehatan mengenai rongga mulut. Keluhan umum yang sering dirasakan antara lain adalah sakit kepala, sakit pada gusi dan ketidakmampuan untuk membuka mulut. 91,4% responden menyatakan terlibat dalam perawatan rongga mulut pasien gangguan jiwa namun kondisi rongga mulut pasien tersebut tetap terganggu oleh karena pasien tidak atau kurang mampu menggunakan alat bantu oral

untuk mengontrol higiene oral.17

(5)

Penelitian Portilla MI juga menunjukkan hasil 100% pasien gangguan jiwa memiliki CAL minimal 2 - 3 mm, sedangkan 77,4% pasien tanpa gangguan jiwa menunjukkan CAL sebesar 2 mm dan 48,6% menunjukkan CAL sebesar 3 mm. Pada wanita, persentase CAL ditemukan lebih tinggi dimana 96,6% memiliki 4 mm dari CAL, sementara 27,7% pasien tanpa gangguan jiwa memiliki nilai yang sama. Selain itu, 49,2% pasien gangguan jiwa wanita memiliki 7 mm dari CAL sedangkan 5% dari perempuan tanpa gangguan jiwa memiliki nilai yang sama. Berdasarkan usia, 83% dan 100% pasien gangguan jiwa memiliki CAL dari 1 - 4 mm, sementara pada wanita yang sehat dengan nilai CAL yang sama jumlahnya bervariasi dari 12,5% - 99,9%. Hal ini berarti bahwa CAL pada pasien gangguan jiwa terlihat sama tetapi tidak dalam individu dengan kesehatan mental yang baik. Namun, jumlah individu dengan CAL 5 mm bervariasi sesuai dengan kelompok usia.6 Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Luchesse dkk dimana tidak ada perbedaan usia terhadap CAL pada pasien gangguan jiwa. Di sisi lain, pasien tanpa gangguan jiwa memiliki peningkatan CAL sejalan dengan usia.2,19

Pemeriksaan higiene oral dan perdarahan gingiva pada penelitian yang dilakukan

Portilla MI adalah berdasarkan Indeks Quigley - Hein dimodifikasi oleh Turesky dengan tujuan untuk mengevaluasi kebersihan mulut. Hasil penelitian ini menunjukkan indeks sebesar 3,05 yang berarti pasien memiliki lapisan plak lebih luas

(6)

Pemeriksaan indeks pendarahan dalam penelitian Portilla MI menunjukkan hasil yaitu 100% dari perempuan gangguan jiwa yang diteliti mengalami pendarahan gingiva. Persentase ini lebih tinggi dari penelitian yang dilaporkan oleh Lucchese dkk di Italia pada tahun 1998 yang menemukan bahwa hanya 29% pasien dengan keterbelakangan mental mengalami pendarahan gingiva. Jika dihubungkan dengan Sulcus Bleeding Index (SBI), maka skor reratanya adalah 3,08. Skor ini juga berarti menunjukkan kondisi gingiva secara klinis berupa perubahan warna karena inflamasi dan adanya sedikit pembengkakan edematus. Pasien berusia 35 - 44 tahun memiliki SBI sebesar 3,54. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan hormon yang dihasilkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi atau dari diri sendiri dapat menyebabkan terjadinya xerostomia atau perdarahan gingiva dan beberapa efek kolateral yang sama. Berdasarkan obat-obatan yang dikonsumsi, pasien perempuan dengan gangguan jiwa yang mengkonsumsi antipsikotik-antiparkinson memiliki tingkat perdarahan gingiva yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena obat-obatan tersebut menyebabkan gingivitis dan stomatitis, sementara antiparkinson menyebabkan xerostomia.6

Portilla MI juga telah mendiagnosis penyakit periodontal berdasarkan perluasan dan tingkat keparahan dimana menemukan hasil tidak ada satu pasien gangguan jiwa memiliki kesehatan periodontal yang baik. 84,7% pasien gangguan jiwa menderita

periodontitis dan 15,3% menderita gingivitis. 44,1% pasien perempuan penderita gangguan jiwa mengalami periodontitis lokalisata dan 40,6% mengalami periodontitis generalisata. 15,3% dari pasien ini menunjukkan gingivitis yang diinduksi oleh plak gigi, di mana 1,7% termasuk lokalisata dan 13,6% termasuk generalisata.6 Penelitian yang dilakukan Shweta juga melaporkan penderita gangguan jiwa memiliki kesehatan periodontal yang buruk. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya 8% penderita gangguan jiwa yang menjalani rawat inap memiliki periodontal yang sehat.20,22

(7)

menderita periodontitis lokalisata taraf sedang, 8 kasus (53,3%) yang berusia 35 - 44 tahun menderita periodontitis generalisata taraf sedang dan 4 kasus (25%) yang berusia 55 - 64 tahun menderita periodontitis generalisata taraf parah. 4 pasien (40%) yang tinggal tetap di rumah sakit selama 5 - 10 tahun dan 3 perempuan (37,5%) yang tinggal kurang dari 5 tahun juga menderita periodontitis lokalisata taraf sedang. Penelitian ini juga menunjukkan 12 orang perempuan (29,3%) menderita periodontitis generalisata taraf ringan dan periodontitis lokalisata taraf sedang, dan 7 kasus (17,1%) yang dirawat di rumah sakit lebih dari 5 tahun memiliki periodontitis generalisata taraf parah.6 Penelitian yang dilakukan Shah VR dkk di India pada tahun 2011 melaporkan kalkulus dan shallow pocket sebagai prioritas utama terjadinya penyakit periodontal pada kalangan penderita gangguan jiwa dan lama tinggal serta usia memperparahkan penyakit ini.21 Namun, hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Castro GDC dimana tidak ditemukan hubungan antara faktor psikososial dengan terjadinya penyakit periodontal seperti periodontitis.24

Berdasarkan penyakit gangguan jiwa, 9 (52,9%) penderita skizofrenia dan 4 perempuan (57,1%) dengan gangguan squizoaffective menderita periodontitis

lokalisata taraf sedang. 5 orang pasien (17,2%) dengan retardasi mental menderita periodontitis generalisata taraf parah. 4 kasus (66,7%) penderita epilepsi dan hypertyroidism menderita periodontitis lokalisata taraf sedang, 5 perempuan (41,7%)

dengan penyakit gangguan jiwa jenis lainnya menderita periodontitis generalisata taraf sedang dan 2 orang pasien (16,7%) menderita periodontitis generalisata taraf parah. Berdasarkan obat–obatan yang dikonsumsi, 7 orang pasien (53,8%) yang mengkonsumsi obat menstabilkan suasana hati menderita periodontitis lokalisata taraf sedang dan 2 perempuan (22,2%) yang mengkonsumsi antipsikotik menderita periodontitis generalisata taraf parah.6

2.3 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

(8)

kemampuan pelayanan klasifikasi Tipe A dengan sifat kekhususannya. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah Sakit Jiwa Tuntungan juga merupakan Rumah Sakit Jiwa Rujukan bagi rumah sakit lain yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dan bagi Rumah Sakit – Rumah Sakit Umum yang ada di Pulau Sumatera (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

2.3.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Visi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa paripurna yang terbaik di Sumatera. Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah:

a) Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa paripurna terpadu dan komprehensif b) Mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik berdasarkan mutu dan

profesionalisme

c) Meningkatkan penanggulangan masalah psikososial di masyarakat melalui jejaring pelayanan kesehatan jiwa

d) Melaksanakan pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa terpadu dan komprehensif

(9)
(10)

2.5Kerangka Konsep

Variabel Tergantung 1. Kondisi kebersihan

mulut (Indeks Debris dan OHIS)

2. Kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) Variabel bebas

Penderita skizofrenia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

Variabel tidak terkendali - Cara sikat gigi - Waktu sikat gigi - Pola makan - Kebiasaan buruk Variabel terkendali

- Usia

Gambar

Gambar 2.1. Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Referensi

Dokumen terkait

Ada 7 obyek atau sebesar 40% obyek dengan potensi tinggi, 9 obyek atau sebesar 50% obyek wisata dengan potensi sedang dan 2 obyek atau sebesar 10% obyek wisata dengan potensi

Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang hendaknya lebih memperhatikan rasa keadilan masyarakat dengan memberikan hukuman yang

yang harus dilakukan dalam penilaian adalah menilai unjuk kerja dan perilaku. karyawan, bukan

Sesuai apa yang di sampaikan dalam penelitian terdahulunya yang di kemukakan oleh Rinestaelisa (2008) tipe pola asuh demokratis merupakan tipe pola asuh

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35

Menuurt ibnu (2002:19) “bahan rujukan yang dimasukkan dalam daftar rujukan hanya yang benar-benar dirujuk dalam tubuh artikel dan sebaliknya semua rujukan yang telah disebutkan

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya meneliti tentang penananamn karakter berbasis kearifan lokal (Kim, Kim, Yo, 2014; Patriadi, Bakar, Hamar, 2015;

Kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi dari situasi ( function of situation ). Di samping sifat-sifat individu pemimpin dan fungsi-sungsi kelompok juga kondisi