• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah defenisi kristalografi dan miner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah defenisi kristalografi dan miner"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas 1

Defenisi Kristal dan Mineral

Oleh :

Erick Wijaya Pratama Batlayeri 410014176

(2)

1.1 Defenisi Kristal

Batuan adalah kumpulan satu atau lebih mineral, yang dimaksud dengan Mineral sendiri adalah bahan anorganik, terbentuk secara alamiah, seragam dengan komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya dan mempunyai kristal kerakteristik yang tercermin dalam bentuk fisiknya. Jadi, untuk mengamati proses Geologi dan sebagai unit terkecil dalam Geologi adalah dengan mempelajari kristal.

Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan untuk mempelajari perkembangan dan pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya. Dahulu, Kristalografi merupakan bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya., maka pada akhir abad XIX, Kristalografi

dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri

Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri

(3)

Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh

perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter

Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

 tidak termasuk didalamnya cair dan gas

 tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika

 terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri :

 jumlah bidang suatu kristal selalu tetap

 macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

 sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.

A. Proses Pembentukan Kristal

(4)

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :

 Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

 Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperature.

(5)

1.2 Defenisi Meneralogi

Mineral adalah suatu senyawa anorganik yang terbentuk di alam (secara alamiah) bersifat homogen, dengan komposisi kimia terbatas dan sifat fisika tertentu.

A. Sifat Fisik Meneral  Warna Mineral

Warna pada Mineral adalah warna yang kita tangkap dengan mata bila mana Mineral tersebut terkena sinar.

Sebab-sebab yang menimbulkan warna di dalam mineral bergantung pada bagian hal antara lain, Komposisi kimia, Srtuktur kristal dan Ikatan atom, Pengotoran pada mineral

 Kilap (Luster)

Kilap merupakan suatu sifat optis yang mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa pemantulan dan pembiasan.

Jenis-jenis kilap; Kilap logam (luster metalic), Kilap setengah logam (luster sub metalic), Kilap bukan Logam{ Kilap kaca ( Vitreous luster), Kilap intan (Diamond luster), Kilap lemak (Greasy luster), Kilap lilin ( Waxy luster), Kilap sutera (Silky luster), Kilap mutiara (Pearly luster), Kilap damar ( Resineous luster) }

 Cerat (Sreak)

Cerat atau warna gores, adalah warna yang kita dapatkan bilamana mineral digoreskan pada keping porselin yang kasar permukaannya atau warna mineral bila ditumbuk halus.

 Belahan (Cleavage)

(6)

 Pecahan (Fracture)

Pecahan adalah keretakan mineral yang didapat tidak melalui suatu bidang tertentu, sehingga arah pecahan tidak teratur dan tidak rata.

Pecahan dari mineral dapat dibedakan atas:

a. Concoidal Fracture ( Pecahan melengkung)

b. Hackeys Fracture (Pecahan tajam-tajam dan tidak teratur) c. Even Fracture (Pecahan rata)

d. Uneven Fracture (Pecahan kasar dan tidak teratur)

 Kekerasan ( Hardnes)

Kekerasan pada umumnya didefenisikan sebagai daya tahan suatu mineral terhadap goresan.

Urutan tingkat kekerasan suatu mineral: a. Talk Kekerasan = 1

(7)

Kekenyalan dapat dibedakan menjadi :

1. Brittle Yaitu mineral dapat hancur atau menjadi seperti tepung. 2. Sectile Yaitu mineral dapat dipotong menjadi lembaran tipis pisau

lipat.

3. Malleable Yaitu mineral dapat ditempa menjadi lembaran atau lempengan tipis.

4. Fleksible Yaitu mineral dapat dibengkokkan/dilengkingkan, tetapi bila gaya yang bekerja pada mineral tersebut tidak dapat kembali pada keadaan semula.

5. Elastic Yaitu mineral bila dibengkokkan dapat kembali pada keadaan semula bila gaya yang bekerja sudah tidak ada.

6. Ductil Yaitu mineral dapat digores dengan kawat.

 Diapaneaty

Diapaneaty merupakan sifat yang dimiliki beberapa mineral, yaitu kemampuan suatu mineral untuk memindahkan cahaya Diapaneaty dapat dikelompokan menjadi:

1. Transparant; apabila benda diletakan di bawah suatu mineral, maka benda tersebut dapat dilihat dengan jelas.

2. Translucent; suatu mineral dapat memindahkan cahaya, tetapi benda yang berada di bawahnya tidak dapat dilihat dengan jelas. 3. Opaque; sifat suatu mineral yang tidak dapat memindahkan

cahaya.

 Berat jenis (Density)

(8)

Berat jenis suatu mineral tergantung pada dua faktor yaitu: 1. Jenis atom penyusunnya

2. Variasi atom yang dapat bersenyawa 3. Sifat-sifat Magnit

Mineral-mineral yang dapat larut dalam air dapat memberikan rasa yang khas bagi mineral-mineral yang bersangkutan, antara lain: dibasahi, direaksikan dengan asam-asam, dll seperti:

(9)

B. Struktur Mineral

Pada umumnya struktur mineral dapat digolongkan sebagai berikut:

 Kristaloid : struktur kristalin. Kelompok kristal seperti pada kalsit, kelompok butir yang tidak teratur, seperti pada marmer.

 Kalloid dan Gel : disini strukturnya amorf. C. Sistem Kristal

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya. Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu

1. Isometrik,

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

(10)

Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal

 Gyroida

 Diploida

 Hextetrahedral

 Hexoctahedral

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

(11)

Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid

 Bipiramid

 Bisfenoid

 Trapezohedral

 Ditetragonal Piramid

 Skalenohedral

 Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal

(12)

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 7:  Hexagonal Piramid

 Hexagonal Bipramid

 Dihexagonal Piramid

 Dihexagonal Bipiramid

 Trigonal Bipiramid

 Ditrigonal Bipiramid

 Hexagonal Trapezohedral

(13)

4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal

(14)

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid

 Trigonal Trapezohedral

 Ditrigonal Piramid

 Ditrigonal Skalenohedral

 Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik

(15)

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:  Bisfenoid

 Piramid

 Bipiramid

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 6 Sistem Monoklin

(16)

sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:  Sfenoid

 Doma

 Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+. Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial

(17)

Lampiran Gambar Kristal dan Mineral

(18)
(19)

Daftar Pustaka

http://aulizar.wordpress.com/2010/11/24/kristal/

http://radarjuve.blogspot.com/2013/07/kristalografi-dan-mineralogi.html http://medlinkup.wordpress.com/2010/10/31/kristalografi-1/

pend-geografi.ums.ac.id/files/KRISTALOGRAFI.doc

Gambar

Gambar 1 Sistem Isometrik
Gambar 2 Sistem Tetragonal
Gambar 4 Sistem Trigonal
Gambar 5 Sistem Orthorhombik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika perbandingan panjang dan lebarnya sama dengan 5 berbanding 4, maka panjang diagonal bidang tanah tersebut adalah…... Suatu area berbentuk persegi panjang, di tengahnya

Tentukan perbandingan volum tabung dan volum kerucut yang panjang diameter alas sama dengan tinggi tabung atau kerucut.. Determine the volume ratio and volume tube long cone

Tiga ikatan memiliki panjang yang sama dengan ikatan C-C pada etana, tiga ikatan yang lain memiliki panjang yang sama dengan ikatan C-C pada etena.. Tiga ikatan memiliki panjang

Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus

Bila kondisi ketika turun ayat dibawa kepada konteks kekinian yang berbeda, artinya illatnya sudah tidak sama lagi, maka tentu saja penetapan jumlah kesaksian

Hasil pengukuran pada kondisi permukaan pada umumnya memiliki hasil yang berbeda dengan kondisi sebenarnya pada kondisi reservoir, oleh karena itu, prinsip kerja dari alat

Sedangkan perbandingan antara keep cool jelli dan kristal agar diperoleh hasil tidak berbeda nyata, hal tersebut disebabkan karena komposisi dari kedua sampel hampir sama

Kondisi berbeda terjadi saat musim gugur 1999 dan musim semi 2000, pada lokasi yang sama kondisi perairan cenderung bersih dengan nilai reflektansi tinggi pada panjang gelombang