• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERJEMAHAN BUDAYA DAN IDEOLOGI pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERJEMAHAN BUDAYA DAN IDEOLOGI pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERJEMAHAN ISTILAH BUDAYA SOSIAL DAN MATERIAL

DALAM SUBTITLING FILM THE LAST PRINCES

Jaya

Jaya_asbat@yahoo.com

Faculty of Humanity, Diponegoro University

abstrak

Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif tentang

penerjemahan istilah budaya yang terdapat dalam film The Last Princes. Terdapat dua hal yang dikaji yaitu: 1). istilah-istilah budaya sosial dan budaya material yang terkandung dalam film The Last Princes, 2). strategi yang dipakai penerjemah dalam penerjemahan istilah-istilah budaya tersebut. Hasil penelitian berupa terdapat tiga puluh tujuh dari total semua istilah budaya spesifik yang mana istilah budaya sosial menempati urutan paling banyak yaitu tiga puluh satu dan budaya material sebanyak enam sitilah yang terdapat di dalam film The Last Princes yaitu: Bujang-nim, Pyeha, Agissi, Agaya/Aga, Gimimnyeon, Cheonwang, Abamama, Aebi, Sukbunim, Buma, Aboenim, Mama, Gomun, Wanggungjuk, Gwiin, Eomoni, Denka, Choka, Ohi Denka, Bijeonha, Gomomama, Danjang, Janggyo, Hakushaku, Orabeoni, Hwangjuk, Onesama, Kimiko, Onisama, Hyungnim, Sujeonggwa, Kimono, Chongdokbu, Oshu, sashimi, Kimchi Chigae, Bugeogukjuk. Kemudian strategi yang dipakai oleh penerjemah adalah: 1) menerjemahkan dengan menggunakan kata pinjaman, 2) kata pinjaman dengan penjelasan.

Kata-kata kunci: Penerjemahan, Istilah Budaya Sosial, Budaya Material

subtitling

PENDAHULUAN

Permasalahan yang sering dihadapi oleh seorang penerjemah dalam proses menerjemahkan suatu bahasa yang sangat kental dengan nilai-nilai budaya masyarakat penutur bahasa tersebut adalah apabila dalam bahasa target tidak ditemukan konsep budaya yang sama dengan bahasa sumber sehingga tidak adanya padanan yang tepat.

(2)

yang mengambil tekhnik borrowing agar orang-orang bisa memahami maksud atau pesan dari sebuah alur cerita dalam perfileman.

Dalam konteks penyampaian pesan kepada penonton, subtitling merupakan salah satu bagian komposisi semiotik dalam film. Menurut Baker & Saldanha (2008: 13) Disebutkan terdapat lima faktor penting dalam penerjemahan audiovisual yang berperan dalam penyampaian pesan dalam film yaitu berupa bahasa, gambar, music, warna, dan perspektif. Pada tulisan Baker sebelumnya pada tahun 1998 menyebutkan bahwa terdapat 4 media penyaluran pesan dalam penerjemahan audiovisual yaitu 1). verbal auditory channel (VAC), meliputi dialog dan suara-suara latar (background voices) dan mungkin juga berupa lirik, 2). non-verbal auditory

channel (NAC), meliputi bunyi-bunyi natural, efek bunyi (sound effects), dan musik, 3). verbal visual channel (VVC), mengkombinasikan subtitles dengan tulisan-tulisan yang terdapat dalam

adegan film misalnya surat, poster, buku, surat kabar, graffiti, atau iklan, 4). non-verbal visual

channel (NVC), meliputi susunan gambar, posisi kamera, perpindahan dan gerakan serta editing

yang mengontrol alur umum dan mood film. Komposisi tersebut menyebabkan penerjemahan film berbeda dari mode penerjemahan lain misalnya penerjemahan buku teks, novel, dan sejenisnya. Penerjemahan dalam bentuk subtitling memerlukan strategi khusus dalam menyampaikan pesan yang terkandung di dalam film kepada penonton.

Dengan demikian, penerjemahan film yang mengandung banyak konsep budaya spesifik dalam bentuk subtitling merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Secara empiris, penelitian di bidang ini pernah dilaksanakan oleh Paramarta (2008) yang mengkaji subtitling bahasa Indonesia dari sebuah film berbahasa Jepang dengan judul penelitian Penerjemahan

Istilah Budaya Spesifik dalam Subtitling Film Memoirs of a Geisha (MOG). Penelitian kedua

yang menjadi pembanding dalam paper ini adalah dari Danyati (2012) dengan judul penelitian

Penerjemahan Kata-Kata Berkonsep Budaya Dalam Novel Anchee Min “Empress Orchid” (Suatu Analisis Terjemahan Sastra). Penelitian ketiga adalah dari Seul (2013 dengan judul Translation of Cultural Terms in Subtitle of Korean Variety Show “Running Man”, penelitian ini

meneliti tentang berbagai istilah budaya yang digunakan dalam teks (subtitle) film variety show Korea yang berjudul Running Man.

Kebaharuan (novelty) dalam paper ini terletak pada objek kajiannya yaitu film The Last

Princes yang memakai bahasa Korea ke dalam subtitling bahasa Indonesia. Film ini merupakan

(3)

(1912-1989), serta penelitian ini berfokus pada permasalahan yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu pada istilah-istilah budaya sosial dan budaya material dalam film The Last

Princes.

Bertolak dari latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1). Istilah-istilah budaya sosial dan budaya material seperti apa yang terkandung dalam film The Last Princes, 2). Strategi apa saja yang dipakai penerjemah dalam penerjemahan istilah-istilah budaya sosial dan budaya material tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah 1). Menganalisis istilah-istilah budaya sosial dan budaya material apa saja yang terkandung dalam film The Last Princes, 2). Mengklasifikasikan Strategi apa saja yang dipakai penerjemah dalam penerjemahan istilah-istilah budaya sosial dan budaya

material tersebut.

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap kajian Translation khususnya tentang terjemahan budaya. Selain manfaat teoritis, manfaat praktis yang terdapat dalam penelitian ini adalah (1) Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat (pengajar bahasa, pemerhati bahasa, dan peneliti lain) tentang kajian terjemahan budaya (2) Penelitian ini bisa dijadikan landasan berfikir, karena penelitian ini memiliki keterbatasan maka diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut lagi oleh peneliti selanjutnya sehingga mendapatkan kajian yang lebih mendalam.

LANDASAN TEORI

Newmark (1991:27) menganggap bahwa penerjemahan sebagai pengalihan makna, baik sebagian maupun dalam unit suatu bahasa. Keseluruhan maupun sebagian teks dari satu bahasa kedalam bahasa yang lain. Penelitian penerjemahan ini terutama akan berpegang pada teori penerjemahan berdasarkan makna yang diajukan Larson, dan akan didukung oleh teori Nida dan Taber. Nida (1974:13) berpendapat bahwa dalam penerjemahan, makna adalah hal utama yang akan dialihkan dan untuk itu sering penerjemah harus mengubah sudut pandangnya berdasarkan sudut pandang bahasa sasaran. Untuk mendapatkan makna yang paling sepadan tersebut diperlukan berbagai upaya penyesuaian gramatikal dan leksikal.

(4)

2. Naturalization merupakan pengucapan dan tata penulisannya sudah disesuaikan dengan

aturan bahasa sasaran.

3. Cultural equivalent berarti memindahkan kata budaya dalam BSu ke BSa

4. Functional equivalent: penerjemahan kata berkonteks budaya dengan cara menggunakan

kata-kata yang bebas muatan budaya (culture free word) dan kadangkadang dengan ungkapan spesifik baru

5. Descriptive equivalent merupakan pemadanan yang dilakukan dengan memberikan

deskripsi dan kadang-kadang dipadukan dengan fungsi.

6. Componential analysis: Berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata bahasa

sumber.

7. Synonymy, penerjemah juga bisa menggunakan kata bahasa sasaran yang kurang lebih

sama untuk kata-kata bahasa sumber yang bersifat umum kalau enggan untuk menggunakan analisis komponensial.

8. Through-translation merupakan pemadanan melalui substitusi linear elemen suatu bahasa

dengan elemen bahasa yang lain (biasanya frasa benda), di sebut juga calque atau loan

translation.

9. Shifts or transpositions: mengubah struktur kalimat TSu ke dalam TSa agar dapat

memperoleh terjemahan yang betul.

10.Modulation, yakni pergeseran sudut pandang atau perspektif Recognized translation, hal

ini terjadi ketika penerjemah menggunakan istilah resmi atau umum dari suatu bidang. 11.Compensation: hal ini terjadi bila penerjemah kehilangan makna di salah satu bagian

kalimat, akan terjadi kembali di kalimat berikutnya.

12.Paraphrase merupakan penegasan atas penjelasan makna suatu segmen dalam suatu teks.

13.Couplets: terjadi ketika penerjemah menggabungkan dua prosedur yang berbeda.

14.Notes, additions, glosses merupakan catatan tambahan informasi dalam sebuah

terjemahan. Sebelum menerjemahkan, kita harus tahu untuk siapa, tujuannya apa dan jenis terjemahan apa yang diinginkan. Karena itulah Benny Hoed

Ada beberapa teknik atau strategi untuk menangani masalah ketidaksepadanan (nonequivalence) dalam proses penerjemahan. Berbagai strategi pemadanan telah diusulkan oleh berbagai pakar. Salah satunya adalah teknik penerjemahan Hoed (2006:72) yang antara lain:

1. Transposisi, mengubah struktur kalimat agar dapat memperoleh terjemahan yang betul. 2. Modulasi, penerjemah memberikan padanan yang secara semantik berbeda sudut

pandang artinya atau cakupan maknanya, tetapi dalam konteks yang bersangkutan memberikan pesan/maksud yang sama.

3. Penerjemahan Deskriptif, karena tidak dapat menemukan terjemahan/padanan kata BSu (baik karena tidak tahu maupun karena tidak/belum ada dalam BSa), penerjemah terpaksa melakukan “uraian” yang berisi makna kata yang bersangkutan.

4. Penjelasan Tambahan (Contextual Conditioning), agar suatu kata dipahami (misalnya nama makanan atau minuman yang masih di anggap asing oleh khalayak pembaca BSa), biasanya penerjemah memberikan kata-kata khusus untuk menjelaskannya.

(5)

6. Penerjemahan Fonologis, penerjemah tidak dapat menemukan padanan yang sesuai dalam bahasa Indonesia (BSa) sehingga ia memutuskan untuk membuat kata baru yang di ambil dari bunyi kata itu dalam BSu untuk disesuaikan dengan sistem bunyinya (fonologi) dan ejaan (grafologi) BSa.

7. Penerjemahan Resmi/Baku, ada sejumlah istilah, nama, dan ungkapan yang sudah baku atau resmi dalam BSa sehingga penerjemah langsung menggunakannya sebagai padanan. 8. Tidak Diberikan Padanan, penerjemah tidak dapat menemukan terjemahannya dalam BSa

sehingga untuk sementara ia mengutip saja bahasa aslinya.

9. Padanan Budaya, menerjemahkan dengan memberikan padanan berupa unsur kebudayaan yang ada dalam BSa.

Menurut Newmark (1988:95) kata atau ungkapan yang mengandung unsur kebudayaan dapat dikategorikan menjadi 5 yaitu: 1. ekologi, 2. kebudayaan material (artefak), 3. kebudayaan sosial, 4. organisasi, dan 5. kebiasaan. Kata atau ungkapan yang mengandung wujud kebudayaan itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran karena konsep yang terkandung di dalamnya sangat khas pada kebudayaan yang bersangkutan.

PEMBAHASAN

:

Dalam film ini ditemukan tiga puluh tujuh istilah budaya dari total budaya sosial dan budaya material. Istilah-istilah tersebut dikategorikan berdasarkan teori yang dinyatakan oleh Newmark (1988:94), seperti pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Daftar istilah budaya khusus yang ditemukan dalam film The Last Princes:

ISTILAH BUDAYA

KATEGORI MAKNA

1. Bujang-nim Budaya Sosial Pimpinan

2. Pyeha Budaya Sosial Sebutan bagi kaisar

3. Agissi Budaya Sosial Panggilan terhadap tuan

putri yang masih kecil

4. Agaya/Aga Budaya Sosial Panggilan sayang terhadap anak

5. Gimimnyeon Budaya Sosial Tahun baru yang datang sekali dalam waktu 60 tahun

(6)

7. Abamama Budaya Sosial Raja

8. Aebi Budaya Sosial ayahanda

9.Sukbunim Budaya Sosial Adik laki-laki ayah

10. Buma Budaya Sosial Menantu laki-laki seorang kaisar

11. Aboenim Budaya Sosial Ayah (formal)

12. Sujeonggwa Budaya Material Minuman tradisional Korea yang terbuat dari campuran kayu manis, jahe, kesemak kering

13. Mama Budaya Sosial Panggilan kehormatan

terhadap anggota kerajaan wanita

14. Gomun Budaya Sosial Penasihat

15. Kimono

(jepang)

Budaya Material Baju tradisional Jepang

16.Wanggungjuk Budaya Sosial Aristocrat istana

17. Gwiin Budaya Sosial Selir junior tingkat I

18. Chongdokbu Budaya Material Kantor Gubernur

19. Eomoni Budaya Sosial Ibu (formal)

20. Oshu (jepang)

Budaya Sosial Ongju (putri) dalam bahasa Jepang

21. Denka (jepang) Budaya Sosial Yang mulia Raja

22. Choka Budaya Sosial Perwira senior

23. sashimi (jepang)

Budaya Material Makanan tradisional Jepang

24. Ohi Denka (jepang)

Budaya Sosial Gelar tuan putri yang di peroleh melalui pernikahan

(7)

(yang mulia)

26. Kimchi Chigae Budaya Material Makanan tradisional Korea hasil fermentasi

27. Gomomama Budaya Sosial Tante

28. Danjang Budaya Sosial Komandan Resimen

29. Janggyo Budaya Sosial Perwira

30. Bugeogukjuk Budaya Material Bubur Ikan

31. Hakushaku (jepang)

Budaya Sosial Sejenis gelar bangsawan

32. Orabeoni Budaya Sosial kakak

33. Hwangjuk Budaya Sosial Orang-orang keturunan

kaisar

34. Onesama (jepang)

Budaya Sosial Panggilan hormat untuk kakak/kakak ipar

35. Kimiko (jepang)

Budaya Sosial Pangeran

36. Onisama (jepang)

Budaya Sosial Panggilan hormat untuk kakak

37. Hyungnim Budaya Sosial Sapaan formal di antara lelaki

(8)

Istilah-istilah budaya tersebut erat kaitannya dengan narasi yang disampaikan dalam film yang berlatar kebudayaan Korea tradisional yang sangat kental.

Peneliti dalam paper ini menfokuskan pada dua strategi yang digunakan oleh penerjemah dalam film The Last Princess. penerjemah memilih untuk menggunakan strategi yang dinyatakan oleh Baker antara lain:

Penerjemahan dengan menggunakan kata-kata pinjaman (Borrowing) beserta Penjelasan

(Amplifikasi)

Strategi Borrowing (pinjaman) adalah strategi yang paling sering digunakan oleh penerjemah di seluruh dunia ketika berhadapan dengan terjemahan budaya. Penerjemahan dengan menggunakan kata-kata pinjaman bermaksud meminjam istilah-istilah budaya pada teks

sumber untuk dituliskan pada subtitling. Strategi ini merupakan aspek foreignization dari terjemahan film The Last Princess yang mana berfungsi untuk memperkenalkan budaya dari bahasa sumber terhadap budaya bahasa sasaran dan selain itu juga dikarenakan kata-kata tersebut tidak memiliki padanan terdekat dalam bahasa sasaran dalam hal ini bahasa Indonesia.

Strategi Amplifikasi merupakan strategi penerjemahan yang memberikan uraian penjelas (details) yang tidak ada dalam teks bahasa sumbernya. Hal ini bisa dilakukan dengan memberi tambahan informasi atau mengubah ujaran menjadi lebih eksplisit. Tekhnik ini sangat bermanfaat agar makna yang terdapat di dalam film dapat dipahami secara utuh dan agar penonton dapat memahami budaya dari bahasa sumber secara baik dan benar.

Berikut ini adalah tabel yang menyajikan daftar istilah budaya sosial dan budaya material dengan menggunakan strategi Pinjaman dan Penjelasan dalam subtitling film The Last Princess. Subtitling yang menggunakan strategi kata-kata Pinjaman beserta Penjelasan

BORROWING AMPLIFIKASI

1. Bujang-nim -

2. Pyeha [Pyeha - Sebutan bagi kaisar]

3. Agissi [Agissi - Panggilan terhadap tuan putri yang masih kecil]

4. Agaya/Aga [Agaya - Panggilan sayang terhadap anak]

(9)

6. Cheonwang [Cheonwang - Kaisar Jepang]

7. Abamama -

8. Aebi [Aebi – ayahanda]

9.Sukbunim [Sukbunim - Adik laki-laki ayah]

10. Buma [Buma - Menantu laki-laki seorang

kaisar]

11. Aboenim -

12. Sujeonggwa [Sujeonggwa - Minuman tradisional Korea yang terbuat dari campuran kayu manis, jahe, kesemak kering]

13. Mama [Mama - Panggilan kehormatan

terhadap anggota kerajaan wanita]

14. Gomun [Gomun – Penasihat]

15. Kimono (jepang)

-

16.Wanggungjuk [Wanggungjuk - Aristocrat istana]

17. Gwiin [Gwiin - Selir junior tingkat I]

18. Chongdokbu [Chongdokbu - Kantor Gubernur]

19. Eomoni [Eomoni – Ibu]

20. Oshu (jepang)

[Oshu - Ongju (putri) dalam bahasa Jepang]

21. Denka (jepang) [Denka - Yang mulia Raja]

22. Choka [Choka - Perwira senior]

23. sashimi

25. Bijeonha [Bijeonha - Dari kata Wangbi Jeonha yang bermakna istri Jeonha]

(10)

27. Gomomama [Gomomama – Tante]

28. Danjang [Danjang - Komandan Resimen]

29. Janggyo [Janggyo – Perwira]

30. Bugeogukjuk [Bugeogukjuk - Bubur Ikan]

31. Hakushaku (jepang)

[Hakushaku - Sejenis gelar bangsawan]

32. Orabeoni -

33. Hwangjuk [Hwangjuk - Orang-orang keturunan kaisar]

34. Onesama (jepang)

[Onesama - Panggilan hormat untuk kakak/kakak ipar]

[Onisama - Panggilan hormat untuk kakak]

37. Hyungnim -

(11)

dalam film maka dibutuhkan sebuah tambahan penjelasan dari istilah budaya tersebut sehingga mudah dipahami maksud dari cerita filmnya.

KESIMPULAN

Penerjemahan istilah-istilah budaya memerlukan strategi khusus yang tepat sehingga tidak terjadi pergeseran makna dari budaya bahasa sumber. Terdapat tiga puluh tujuh istilah budaya sosial dan budaya material dalam film The Last Princess yaitu antara lain:

1. Terdapat tiga puluh satu istilah yang termasuk ke dalam istilah budaya sosial yaitu Bujang-nim, Pyeha, Agissi, Agaya/Aga, Gimimnyeon, Cheonwang, Abamama, Aebi, Sukbunim, Buma, Aboenim, Mama, Gomun, Wanggungjuk, Gwiin, Eomoni, Denka, Choka, Ohi Denka, Bijeonha, Gomomama, Danjang, Janggyo, Hakushaku, Orabeoni, Hwangjuk, Onesama, Kimiko, Onisama, Hyungnim,

2. Terdapat enam istilah budaya material yaitu Sujeonggwa, Kimono, Chongdokbu, Oshu, sashimi, Kimchi Chigae, Bugeogukjuk.

Istilah-istilah budaya tersebut erat kaitannya dengan narasi yang disampaikan dalam film yang berlatar kebudayaan Korea tradisional yang sangat kental. Kemudian strategi yang dipakai oleh penerjemah adalah dalam menerjemahkan text dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam hal ini bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan kata pinjaman atau Borrowing serta Amplifikasi.

REFERENSI

Baker, M. & Saldanha, G. (2009). Routledge Encypclopedia of Translation Studies. London & New York: Routledge

Hoed, B. H. (2006). Penerjemahan dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya Newmark, P. (1988). A Textbook of Translation. London: Prentice Hall Newmark, P. (1991). About Translation. Multilangual Matters. Clevedon

(12)

APPENDIXES

(13)

Gambar

Tabel 1. Daftar istilah budaya khusus yang ditemukan dalam film The Last Princes:
Tabel diatas menunjukkan terdapat tiga puluh tujuh istilah-istilah budaya yang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berjudul “Prosedur dan Metode Penerjemahan Lirik Lagu dalam Film Frozen” meneliti tentang prosedur dan metode penerjemahan yang diterapkan dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata dan frasa yang terdapat dalam teks bernuansa keagamaan:

Secara khusus, penelitian bertujuan untuk mengetahui strategi penerjemahan dan pergeseran makna kosakata budaya material yang terdapat dalam novel Densha Otoko

Aspek budaya yang dimaksudkan disini adalah bagaimana pengetahuan budaya bagi mahasiswa pada pelajaran mata kuliah penerjemahan dalam memaknai dan mengalihkan pesan

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berupa istilah-istilah budaya yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dan terjemahannya dalam

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah strategi penerjemahan yang dipakai terhadap istilah kearsipan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa

IDEOLOGI PENERJEMAHAN ISTILAH KEAGAMAAN TEKS QURRAT AL- ‘AIN KE DALAM BAHASA INDONESIA, Skripsi: Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas

kualitatif. Data penelitian berupa istilah blog berbahasa Inggris yang terdapat dalam WordPress dalam bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sumber data dalam penelitian