• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Topologi Sejak Usia Dini Me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembelajaran Topologi Sejak Usia Dini Me"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pembelajaran Topologi Pada Anak Sejak Usia Dini Suatu Penerapan Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Ignatius Danny Pattirajawane

Departemen Matematika, F-MIPA, Universitas Terbuka, UPBJJ-Jakarta

Email korespondensi : dannyradja@yahoo.co.id

Topologi merupakan salah satu cabang muktahir matematika yang jauh lebih muda daripada geometri. Ia baru diajarkan pada pendidikan matematika tingkat perguruan tinggi. Namun demikian ahli psikologi kognitif Jean Piaget berpendapat bahwa pada kenyataannya intuisi anak tentang ruang bersifat topologis dan mendahului kemampuan geometris. Pada makalah ini akan dipaparkan teori Piaget tentang konsepsi anak mengenai ruang berdasarkan periode tahap-tahap perkembangan kognitif anak, terutama pada tahap awal, serta akan dieksplorasi kemungkinan mengajarkan topologi untuk anak sejak usia dini.

Kata kunci: ruang perseptual, persepsi haptik, operasi

Pendahuluan

Topologi merupakan cabang muktakhir matematika yang baru dikembangkan pada abad ke-20. Cabang tersebut berkembang dengan pesat sehingga memperkaya cabang-cabang matematika yang lain seperti dengan aljabar membentuk topologi aljabar (Spanier, 1966) dan dengan analisis membentuk analisis topologis (Simmon, 1963 & Whyburn, 1958)

Mata pelajaran topologi baru diberikan pada tingkat perguruan tinggi dan ini pun diberikan dalam bentuk yang abstrak. Sering kali konsep-konsep topologi dikenalkan bersamaan dengan analisis real (Soemantri, Analisis II).

Namun demikian, menurut Bourbaki, topologi merupakan struktur inti matematika di samping aljabar dan urutan (Piaget, 1970). Bahkan ahli psikologi kognitif anak, Jean Piaget, menyebutkan bahwa intuisi akan ruang yang pertama kali terbentuk ialah intuisi yang bersifat topologis. Geometri pada hakekatnya justru merupakan bagian dari topologi.

(2)

segitiga, segi empat, lingkaran dan sebagainya. Obyek-obyek tersebut dikenali saat anak telah memperoleh konsep tentang jarak (metrik) dan kemampuan membeda-bedakan bentuk (misalnya bentuk-bentuk sisi obyek yang lurus atau lengkung).

Dari mulai bayi, pengenalan akan ruang diawali dengan pengenalan topologis di mana anak belum dapat membedakan segitiga dengan segi empat atau lingkaran. Justru pengenalan akan obyek-obyek geometris diperoleh secara bertahap-tahap. Di mulai dari intuisi yang bersifat perseptual, pengenalan spasial berkembang melalui representasi ruang dalam bentuk citra mental yang abstrak, baru kemudian anak memperoleh kemampuan mengintegrasikan penalaran simbolik logis ke dalam ruang. Bentuk yang terakhir ini adalah suatu landasan bagi pembelajaran geometri yang aksiomatis.

Ide utama dalam makalah ini ialah pembelajaran topologi dapat diberikan sejak usia dini sebelum pembelajaran geometri diberikan. Usulan tersebut dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif anak dari Jean Piaget tentang konsepsi anak akan ruang. Geometri sebagai salah satu materi pokok matematika sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah merupakan bagian dari topologi dan semestinya dapat dipelajari dengan lebih kokoh dengan sokongan konsep-konsep topologi.

Perkembangan Konsep Ruang oleh Anak Menurut Jean Piaget

Sebelum memasuki aspek pembelajaran pertama kali akan dipaparkan dengan singkat perkembangan pengenalan spasial anak menurut Jean Piaget. Fokus pembahasan pada makalah ini ialah pada usia dini sejak lahir hingga usia kurang lebih 6-7 tahun.

Bila tidak disebutkan sumbernya, maka pemaparan pada bagian ini mengacu pada karya utama Piaget tentang konsepsi anak akan ruang: The Child's Conception of Space (1971). Latar belakang pendidikan biologi Piaget membuatnya membangun teori psikologi kognitif mirip organisme biologi (Piaget, 1988). Pikiran manusia berkembang mulai dari anak-anak hingga dewasa.

(3)

Demikian pula pengetahuan tentang ruang juga dibentuk sejak bayi. Pengenalan spasial tidak berkembang tanpa didahului oleh kemampuan berbahasa sebagai mana bayi tidak memiliki kemampuan tersebut. Tentu bahasa mempengaruhi perkembangan konsep ruang yang lebih tinggi, namun ketiadaan kemampuan pada awal usia manusia membuat kemampuan pengenalan akan ruang terletak pada kompartemen yang berbeda dengan bahasa dan tidak dapat diturunkan dari bahasa. Hal ini yang membuat perbedaan antara Piaget dengan filsuf bahasa yang terkenal Noam Chomsky.

Perkembangan pengenalan akan ruang dimulai dari persepsi spasial yang sepenuhnya bersifat pasif, kemudian berkembang menjadi kemampuan mengkonstruksi representasi ruang yang bersifat aktif , hingga yang terakhir berupa penalaran logis-simbolik tentang ruang. Yang pertama adalah tahap intelejensi sensori-motoris, kedua adalah operasional kongkret, dan terakhir adalah operasi-operasi formal.

Fokus kajian dalam makalah ini pada tahap pertama, yakni intelejensi sensori-motoris. Pada tahap ini persepsi memainkan peran yang penting. Namun demikian persepsi di sini bukanlah suatu persepsi yang statis, tetapi persepsi yang mengalami perkembangan pula. Juga perlu diperhatikan bahwa menurut Piaget tahap-tahap perkembangan pengenalan ruang anak tidak bersifat diskontinyu dalam arti ada loncatan-loncatan dari tahap yang satu ke tahap lainnya melainkan kontinyu.

Terdapat cikal bakal kemampuan tahap berikutnya dalam suatu tahap perkembangan pengenalan ruang. Misalnya pada tahap intelejensi sensori-motorik bagian akhir sudah kita temukan transisi menuju tahap operasional kongkret dalam fase persepsi haptik. Persepsi haptik merupakan bentuk yang paling primordial suatu abstraksi.

Ruang Sensori-motor atau Perseptual

Pada umur 7 atau 8 bulan anak tidak memiliki ide tentang permanensi obyek. Periode sensori-motor dibagi ke dalam tiga subperiode.

Periode I

(4)

Pada periode ini belum terbentuk permanensi persepsi terhadap obyek padat, maupun keajegan perseptual akan bentuk dan ukuran. Hubungan spasial yang telah muncul dalam periode ini ialah:

Pertama, proksimitas (kedekatan). Konsep ini merupakan konsep yang paling awal dikembangkan bayi.

Kedua, separasi. Pada awalnya tidak sedominan proksimitas, namun dengan bertambahnya umur konsep ini semakin berkembang sementara proksimitas berkurang pentingnya. Perkembangan relasi ini tidak dapat dipisahkan dari satuan (unit) segregasi atau analisis unsur-unsur yang membentuk keseluruhan global atau sinkretik.

Ketiga, relasi urutan atau suksesi spasial. Relasi ini berkembang oleh sederet gerakan-gerakan habitual yang diarahkan oleh persepsi menurut titik atau kerangka acuan tertentu.

Keempat, penutup (enclosure). Relasi ini berkembang setelah ketiga relasi di atas pada usia sekitar satu tahun karena lebih kompleks. Hilangnya suatu obyek dibelakang layar ditafsirkan sebagai re-absorbsi oleh layar.

Kelima, hubungan kontinuitas. Relasi ini berkembang karena adanya peningkatan koordinasi antara berbagai ruang kualitatif awal seperti bukal (pengunyah), taktil (peraba), visual, dsb. Perkembangan tersebut disebabkan oleh penghalusan ambang sensitivitas dan perkembangan hubungan proksimitas dan separasi.

Pengenalan ruang dengan relasi-relasi di atas tidak bercirikan geometri euklidean melainkan topologis. Di sini yang berlaku bukan kestabilan dan diferensiasi bentuk-bentuk melainkan "homeomorfisme" yang bersifat perseptual semata tanpa melibatkan tindakan atau operasi subyek terhadap obyek.

Relasi-relasi pra-proyektif dan pra-euklidean ini bersifat egosentris komplit dalam arti persepsi yang diperoleh tidak dibeda-bedakan berdasarkan aktivitas subyek itu sendiri.

Periode II

(5)

Bayi mulai memegang berbagai benda (obyek) sehingga dimungkinkan untuk berkembangnya permanensi obyek melalui koordinasi tindakan sehingga dapat dikonstruksi gambar-gambar euklidean (gambar-gambar yang konstan dari berbagai posisi) dan proyektif (gambar-gambar yang berbeda bila ditinjau dari berbagai perspektif).

Pada periode ini bayi mulai mengidentifikasi gerakan-gerakannya sendiri dari obyek-obyek perseptual. Juga terdapat reservibilitas (keterbalikan) tindakan yang ditandai dengan upaya mencari obyek yang hilang.

Bila pada periode pertama relasi-relasi yang terbentuk bersifat egosentris, maka pada periode kedua ini terjadi desentrasi ruang sensori-motor sebagai akibat peningkatan koordinasi gerakan-gerakan yang berakhir pada pembentukan hubungan-hubungan proyektif dan metrikal.

Hubungan proyektif berkembang dari koordinasi proyeksi perspektif dan melalui tindakan menutupi obyek (obyek sebagian ditutup dengan layar). Sedangkan hubungan metrikal berkembang dari pengelompokan gerakan-gerakan secara progresif, pemindahan obyek-obyek dengan tangan, dan gerakan-gerakan mata sehingga sanggup mengestimasi ukuran, namun juga oleh relasi transposisi dimensional (keserupaan).

Periode III

Periode ini dimulai pada kurang lebih tahun kedua usia anak dan dibagi ke dalam dua stadium. Stadium lima yang merupakan pengayaan aktivitas sensori-motor oleh upaya sementara dalam bereksperimen dengan observasi sistematis dan keingintahuan (penyelidikan). Stadium keenam merupakan tahapan aktivitas praktis intelejen telah berkembang penuh melalui koordinasi internal antar relasi.

Bila pada periode kedua fokus pada bentuk dan dimensi obyek-obyek, pada periode ketiga berkembang hubungan-hubungan antar obyek. Jadi “grup-grup” gerakan diperluas menjadi meningkat jumlahnya.

Pada saat yang bersamaan fungsi simbolik telah berkembang yang memfasilitasi bahasa atau sistem tanda kolektif. Jadi konsep ruang dari murni persepsi berkembang menjadi sebagian representasional.

(6)

Intuisi spasial yang berkembanga pada garis batas di antara persepsi dan citra (image) adalah persepsi haptik. Pada periode-periode sebelumnya sebelumnya intuisi anak akan ruang terutama dibentuk oleh gerakan-gerakan dan perabaan. Sejalan dengan bertambahnya usia paparan akan obyek-obyek yang lebih luas meningkat sehingga pengenalan yang bertumpu dari sensori-motor tidak lagi mencukupi. Anak harus memiliki kesanggupan untuk mengkonstruksi citra visual.

Dalam bagian ini persepsi haptik membentuk suatu periode yang dapat dibagi-bagi dalam tiga stadium.

Stadium I

Pada stadium ini anak mengembangkan kemampuan pengenalan terhadap obyek-obyek yang mirip. Pengenalan tersebut bersifat topologis, belum geometris dalam arti anak belum mengenal bentuk-bentuk euklidean.

Dalam stadium IA, anak mengenal obyek-obyek yang mirip satu sama lain, namun belum bentuknya. Hubungan antar obyek-obyek tersebut dipersepsi melalui latihan-latihan mengambar. Kemudian pada stadium IB kemampuan mengkonstruksi bentuk abstrak yang bersifat topologis berkembang.

Piaget berpendapat bahwa keterbatasan terhadap bentuk-bentuk euklidean tersebut disebabkan karena kurangnya eksplorasi. Rincian bentuk dari suatu obyek hanya dapat diperoleh bila keseluruhan konturnya telah diselidiki, sementara anak hanya puas hanya dengan sebagian konturnya. Aspek keinginan untuk bereksplorasi ini memperlihatkan bahwa bagi Piaget kemampuan kognitif tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif.

Namun demikian kekurangan eksplorasi tersebut disebabkan karena memang persepsi anak masih bersifat pasif. Menyentuh salah satu bagian dari benda melibatkan suatu sentrasi. Demikian pula dengan bagian lain. Namun ketika anak mulai mensintesis berbagai persep-persep tersebut menjadi suatu citra yang lebih baik (lebih tepat) diperlukan suatu proses desentrasi. Proses ini memerlukan keaktifan anak dalam mentransfer, membandingkan, mentransposisi data-data perseptual satu dengan lainnya. Stadium II

(7)

Stadium II dapat dibagi ke dalam dua substadium: IIA, di mana anak mulai mengenali, secara kasar, bentuk-bentuk rektilinear dan kurvilinear. Namun demikian bentuk-bentuk tersebut belum dapat dibedakan di dalam kelompok mereka sendiri; IIB, di mana pada tahap ini anak mengembangkan kemampuan membedakan sesama bentuk-bentuk kurvilinear atau rektilinear.

Stadium III

Pada stadium ini eksplorasi anak telah metodis sehingga dapat dikatakan telah membentuk suatu operasi. suatu operasi dapat didefinisikan sebagai tindakan tang dapat kembali pada titik awal dan dapat diintegrasikan dengan tindakan-tindakan lainnya yang juga memiliki sifat reversibel (dapat dibalik).

Pembelajaran Topologi Pada Anak Sejak Usia Dini

Dari pemaparan di atas kita dapat memperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, pengenalan anak akan ruang pada awal kehidupannya lebih bersifat topologis ketimbang geometris. Persepsi sensori-motorik memainkan peran penting dalam pengenalan tersebut. Kedua, persepsi berkembang dari sensori-motorik yang bersifat pasif menjadi aktif hingga membentuk persepsi haptik. Perkembangan tersebut didorong oleh adanya keingin-tahuan, eksplorasi-eksplorasi dan eksperimen-eksperimen yang dilakukan anak.

Pada periode I - III (stadium I - VI) perkembangan pengenalan ruang dipengaruhi oleh penyempurnaan instrumen-instrumen sensorik dan motorik tubuh sehingga di sini belum dapat diselenggarakan pendidikan dalam arti formal. Intervensi yang dapat diberikan di sini tidak berbeda dari asih, asah, asuh orang tua yang memadai. Terpenuhi tahap ini dapat merupakan modal untuk perkembangan tahap berikutnya.

Pada periode IV, persepsi haptik, pengenalan ruang sangat dipengaruhi oleh eksplorasi anak. Pembelajaran formal pengenalan ruang pada anak terdiri dari menanamkan kemauan anak untuk bereksplorasi dan memaparkan anak pada berbagai bentuk-bentuk baik yang bersifat proyektif maupun euklidean. Obyek-obyek geometris yang dipaparkan pada anak perlu bergradrasi dari bentuk-bentuk yang sederhana hingga bentuk-bentuk yang kompleks.

(8)

mengubah bentuk dan manipulasi yang mengubah bentuk obyek. Hal ini berarti bahwa obyek-obyek yang dipaparkan pada anak harus obyek yang dapat dimanipulasi.

Eksplorasi anak tersebut juga perlu juga ditambahkan dengan latihan-latihan konstruksi, yakni melatih pembentukan citra visual secara mental. Hal ini dapat dilakukan dengan aktivitas menggambar. Setelah anak dipaparkan dengan berbagai bentuk ia diminta untuk menggambarkannya kembali.

Penutup

Kajian pada makalah ini berpusat pada tahap intelejensi sensori-motorik, di mana pengenalan akan ruang dibentuk melalui tindakan-tindakan aktif anak. Hal ini memperlihatkan bahwa suatu pelajaran yang abstrak seperti matematika dipengaruhi pula oleh aktivitas fisik anak. Adalah suatu kesalahan mengajarkan matematika (geometri) kepada anak tanpa aktivitas fisik yang terkait dengan mengeksplorasi bentuk-bentuk geometris.

Pada tahap berikutnya anak memasuki tahapan operasional konkret. Dalam tahapan ini anak sudah memiliki skema operasional yang sistematis serta sudah mengenal bentuk-bentuk geometris. Namun kemampuan ini masih belum sepenuhnya logis. Piaget memperlihatkan bersamaan dengan pembentukan skema operasional kongkret tersebut anak juga berada dalam pengembangan kemampuan sosial untuk mematuhi berbagai aturan-aturan di masyarakat.

Hingga tahap tersebut, di sini aturan-aturan tidak hanya merupakan operasi-operasi matematika, melainkan juga aturan-aturan dalam bermasyarakat seperti sopan santun dan moralitas. Ini memperlihatkan bahwa bagi Piaget pengetahuan matematis berada dalam tahapan yang sama dengan pengetahuan sosial, kemampuan matematika beriringan dengan kemampuan sosial.

(9)

Referensi

Piaget, Jean, 1988. Antara Pikiran dan Tindakan. Gramedia, Jakarta.

Piaget, Jean, 1971. The Child's Conception of Space. Routledge & Kegan Paul, London.

Piaget, Jean, 1971. Genetic Epistemology. Norton Library, New york.

Simmons, G. F., 1963. Introduction to topology and Modern Analysis. Mc Graw-Hill & Kogakusha Company, Tokyo.

Soemantri, R., 2004. Analisis II. Universitas Terbuka.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan murid-murid SMP N dalam membaca dan menulis teks mata pelajaran IPS, serta mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi

dapat memberikan suasana yang kondusif untuk membentuk sikap, cara berpikir dan persepsi yang kreatif dan positif dari setiap peserta guna membentuk rasa kebersamaan,

Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu bank pemerintah yang memiliki fasilitas kredit yang bisa mendukung para pengusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yaitu

Penyebab lain seringnya K-means terjebak pada solusi lokal optima adalah karena cara penentuan titik pusat baru untuk setiap iterasi dalam K-means dilakukan dengan menggunakan

b. Musnad Ah{mad ibn H{anbal.. Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muh}ammad ibn 'Ubaid telah menceritakan kepada kami Us\ma>n ibn Haki>m berkata; aku bertanya

Dari metode pohon tujuan, dapat dilihat maksud dari permasalahan yang ada mempunyai banyak tingkatan-tingkatan perbedaan yang umum maupun secara rinci. Dengan

 Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp9,2 triliun yang mana mengalami peningkatan sebesar Rp2,2 triliun dari periode yang sama tahun 2016.. Peningkatan pendapatan

Dari aspek ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin rendah bi aya yang nanti nya harus di bayar oleh pasien (Sudra, 2010). Angka LOS sangat dipengaruhi oleh jenis