• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENGASUHAN ORANGTUA PADA PEMBENTUKAN KARAKTER SEJAK USIA DINI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PENGASUHAN ORANGTUA PADA PEMBENTUKAN KARAKTER SEJAK USIA DINI 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

337

PADA PEMBENTUKAN KARAKTER SEJAK USIA DINI

1

Tatik Ariyati2 PG PAUD

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ABSTRAK

Setiap orangtua mendambakan anak-anaknya akan tumbuh menjadi anak-anak yang unggul. Anak yang sehat lahir batin, cerdas, dan baik perilakunya. Sehingga mereka membutuhkan lingkungan yang kondusif, kesungguhan yang luar biasa dari orangtua untuk secara tekun dan rendah hati melakukan segala yang terbaik bagi anak-anaknya. Usia dini merupakan saat yang paling penting dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini karena pada usia ini perkembangan kecerdasan anak mengalami peningkatan yang pesat, dan anak mulai sensitif menerima berbagai upaya untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada dirinya, seperti membuat bangunan yang kokoh, maka usia dini yang berkisar 0-8 tahun merupakan pondasi yang digunakan sebagai penyangga perkembangan individu selanjutnya. Selain itu pada masa prasekolah mulai ditanamkan landasan pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan dan latihan.

Kata Kunci : pengasuhan orangtua, pembentukan karakter pada usia dini

1 Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016.

(2)

338

PENDAHULUAN

Pada dasarnya setiap orangtua mendambakan anak-anak yang cerdas dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Namun perlu disadari bahwa generasi tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan baik, kodusif sehingga memungkinkan potensi anak dapat tumbuh daan berkembang dengan optimal. Dalam hal ini orangtua memegang peran yang sangat penting.

Suasana kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua sunguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuh kembangnya generasi unggul di masa yang akan datang.

Menurut Money (2002) Usia dini merupakan saat yang paling penting dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini karena pada usia ini perkembangan kecerdasan anak mengalami peningkatan yang pesat, dan anak mulai sensitif menerima berbagai upaya untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada dirinya, seperti membuat bangunan yang kokoh, maka usia dini yang berkisar 0-8 tahun merupakan pondasi yang digunakan sebagai penyangga perkembangan individu selanjutnya. Selain itu pada masa prasekolah mulai ditanamkan landasan pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan dan latihan.

Pembentukan tingkah laku berjalan seiring dengan proses penyesuaiandiri anak dengan lingkungan sosialnya yang mulai beragam. Anak yang awalnya hanya memperhatikan kebutuhan dan keinginannya sendiri dengan ketergantungan kuat pada keluarga, secara berproses beralih ke tingkat kemandirian lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya kemampuan untuk meneyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Dengan berkembangnya lingkungan sosial, maka berkembang juga minat-minat pribadi yang antara satu anak dengan anak lain berbeda (Arthur, 1998).

PEMBAHASAN

A. Memahami Anak

Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin

(3)

339

fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0 – 8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak (Yuliani Nurani, 2011).

Di samping itu, hal lain yang tak kalah pentingnya untuk kita pahami dalam mendidik anak adalah bahwa kita perlu lebih memahami psikologi anak. Menurut Gardner (1993) pada dasarnya mereka adalah :

 Bukan Orang Dewasa Mini

Anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa ukuran mini. Mereka memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa. Selan mereka memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak.

Untuk menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengetian serta toleransi yang mendalam. Mengharapkan mereka bisa mengerti sesuatu dengan cepat dengan membayangkan bahwa mereka adalah orang-orang dewasa seperti kita, tentu bukan merupakan sikap yang bijaksana.

 Dunia bermain

Dunia mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan. Namun sebaliknya akan dibenci dan dijauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan.

Seorang anak akan rajin belajar, mendengarkan orangtua apabila suasana rumah menyenangkan dan menumbuhkan tantangan.

 Berkembang

Selain tumbuh secara fisik, anak juga berkembang secara psikologis. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan anak akan sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembanag tersebut. Dengan memahami bahwa anak berkembang, kita akan tetap tenang dan bersikap dengan menghadapi berbagai gejala yang mungkin muncul pada setiap tahap tertentu perkembangannta tersebut.

 Senang meniru

Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru.

(4)

340  Kreatif

Pada dasarnya anak-anak adalah kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kraetif, misalnya: rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menhadapi resiko, bebas dalam berpikir, senang akan hal yang baru dan sebagainya.

B. Pengertian Karakter

Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang baik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkonstribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Battistich, 2008).

Karakter menurut Alwisol (2006) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu.

Kata karekter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

C. Karakter Dasar

Kilpatrick dan Lickona merupakan pencetus utama pendidikan karakter. Keduanya percaya adanya keberadaan moral absolute yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul mana yang baik dan benar. Lickona (1992) dan Kilpatric (1992) juga Brooks dan Goble tidak sependapat dengan cara

(5)

341

pendidikan di Amerika, karena sesungguhnya terdapat nilai moral universal yang bersifat absolut (bukan bersifat relatif) yang bersumber dari agama-agama di dunia, yang disebutnya sebagai “the golden rule”. Contohnya adalah berbuat jujur, menolong orang, hormat, dan bertanggung jawab (Martianto, 2002).

Karakter dasar menjadi tujuan pedidikan karakter. Sembilan pilar karakter dasar tersebut adalah : (1) cinta kepada Alloh dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, (3) jujur, (4) hormat dan santun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik hati dan rendah hati, serta (9) toleransi, cinta damai dan persatuan. Hal ini berbeda dengan karakter dasar yang dikembangkan di negara lain, serta karakter dasar yang dikembangkan oleh Ari Ginanjar (2007) melalui ESQ-nya. Perbedaan karakter dasar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :

KARAKTER DASAR

Heritage Foundation Characater Counts USA Ari Ginanjar A

1. Cinta Allah

2. Tanggung jawab, disiplin,

mandiri 3. Jujur

4. Hormat dan santun

5. Kasih sayang, peduli dan

kerjasama

6. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah

7. Keadilan dan kepemimpinan 8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi, cinta damai dan

persatuan

1. Dapat dipercaya

(trustworthiness)

2. Rasa hormat dan perhatian (respect) 3. Peduli (carng) 4. Jujur (fairness) 5. Tanggung jawab (responsibility) 6. Kewarganegaraan (citizenship) 7. Ketulusan (honesty) 8. Berani (courage) 9. Tekun (dilligence) 10. Integritas 1. Jujur 2. Tanggung jawab 3. Disiplin 4. Visioner 5. Adil 6. Peduli 7. Kerja sama

D. Pengasuhan Dan Kasih Sayang Orangtua

Kasih sayang adalah suatu kosa kata yang sangat indah maknanya. Kata tersebut dapat diartikan sebagai pemberian perhatian dan bimbingan kepada seseorang tanpa mengharapkan balasan apapun, seperti kasih sayang orangtua kepada anaknya.

Karakter, menurut Fromm (via Alwisol, 2006: 152), berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter mampu membuat manusia berfumgsi di dunia tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arragements).

Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang tua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat. Karakter

(6)

342

yang dibentuk secara sosial meliputi accepting, preserving, taking, exchanging, dan biophlous (Alwisol, 2006: 154-155).

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Menurut William Kilpatrick, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai pengetahuannya itu kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebh dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (componens of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan oleh anak agar mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.

Yang termasuk dalam moral knowing adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka. Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi anak untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh anak, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).

Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit).

Pendidikan dalam sebuah keluarga akan sangat mempengaruhi proses pembentukan karakter di masyarakat. Kualitas interaksi antara anak dengan orangtua (khususnya ibu) dan komitmen religius ibu menentukan berlangsungnya transmisi norma-norma dan nilai-nilai orangtua kepada anak. Semakin baik kualitas interaksi akan memudahkan transmisi nilai-nilai dan moral.

Menurut Megawati (1999) ada tiga peran utama yang dapat dilakukan orangtua dalam mengembangkan karakter anak, yaitu sebagai berikut :

1. Berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tentram. Tanpa ketentraman, akan sukar bagi anak untuk belajar apapun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya. Ketegangan

(7)

343 karakter anak.

2. Menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orangtua yang diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak.

3. Mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya.

Oleh karena itu, sebagai orangtua kita mempunyai tanggung jawab yang besar yaitu mengasuh dan merawat serta memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak kita serta mempersiapkannya untuk menghadapi masa depannya.

Dalam memberikan pendidikan kepada anak tidak hanya sebatas transfer of knowladge, tetapi yang tidak kalah penting adalah transfer of value. Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Oleh karena itu, keberhasilan seorang anak tidak akan terlepas dari peran orangtua. Pola hubungan dan pemilihan metode pendidikan karakter yang baik dan tepat akan mengantarkan anak pada keberhasilan tersebut. Jadilah orangtua yang menerapkan sikap demokratis pada anak, sehingga anak akan belajar saling menghargai. Dan terapkan pembangunan dan pembentukan karakter anak sedini mungkin.

PENUTUP

Orang tua merupakan figur orang dewasa pertama yang dikenal anak sejak lahir. Selain kedekatan karena faktor biologis, anak biasanya cukup dekat dengan orangtua karena faktor intensitas waktu yang cukup banyak ia habiskan bersama mereka. Oleh karena itu, orangtua mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk dalam pengembangan karakter.

Pembentukan dan pengembangan karakter sangat baik dan harus apabila ditanamkan sejak dini, sejak anak lahir. Pada masa tersebut mulai diletakkan nilai-nilai moral dasar yang akan mengembangkan karakter anak. Pengembangan karakter dapat terjadi melalui berbagai cara. Yang paling sering dan mudah terjadi adalah melalui peniruan, yaitu dengan melihat dan mencontoh perilaku orang di sekitarnya. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis. Aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dengan hasil hubungan atau interaksi dengan lingkungannya.

Peran orangtua dalam pengembangan karakter anak adalah sebagai penggagas suasana yang hangat dan tentram, panutan, dan pendidik.

(8)

344

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Battistich, Victor. 2008. Character Education, Prevention, and Positive Youth Development. Illinois: University of Missouri, St. Louis.

Gardner, Howard. 1993. Multiple Intellengence. New York: basic Books Harper Collin Publ., Inc.

Klipatrick, W. 1992. Why Jonny Can’t Tell Right From Wrong. New York:Simon & Schuster, Inc. Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.

Lickona, T. 1992. Educating for Characater, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.

Martianto, Dwi Hastuti. 2002. Pendidikan Karakter: Paradigma Baru dalam Pembentukan Manusia Berkualitas. Bandung: PPS S3 ITB.

Mooney, C.G. 2002. Theories of Childhood. USA: Redleaf Press.

Megawati, R. (1999). Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Hertage Foundation (IHF)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai hubungan antara Leader Member Exchange (LMX) dengan kesejahteraan psikologis menunjukan adanya sumbangan sebesar 30,2% yang diberikan Leader

Dengan tersusunnya Pedoman Penulisan Kerja Praktek, Skripsi dan Seminar oleh Tim Dosen Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta, diharapkan ada keseragaman penulisan Laporan Kerja

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana pengembangan media pembelajaran Biologi berbasis macromedia flash professional 8 dalam bentuk Compact Disc

Ibu Ika Yuni Widyawati, M.Kep,,Ns.,Sp.Kep.MB.selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran serta motivasi dengan penuh

a. Kota Tarakan termasuk rawan bencana banjir, dan longsor, pohon tumbang, kecelakaan laut, gempa serta abrasi pantai. Terkait dengan shelter buat para pengungsi juga

Didalam suatu peraturan yang menyangkut kepentingan masyarakat, maka sosialisasi sangatlah penting, baik itu secara lisan ataupun tulisan. Tujuan dari sosialisi ini

Menurut Pengadu Jawaban Para Teradu sangat keliru, para Teradu memang tidak diputus sebagai pihak yang bersalah dalam putusan tersebut, akan tetapi ada keterkaitan dengan

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin (dalam Wiseman, 1981) dan Erlina (2011). Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil tes