LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein (Askandar, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2013).
2. Etologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2013), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi
sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,2014).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
c. Diabetes dengan Ulkus
1. Faktor endogen:
a. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran
darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
b. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
1. Adanya hormone aterogenik
2. Merokok
3. Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
3. Manifestasi Klinis a. Diabetes Tipe I
1. hiperglikemia berpuasa
2. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia 3. keletihan dan kelemahan
4. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
4. Patofisiologi (Pathway)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), patofisiologi dari diabetes melitus adalah : a. Diabetes tipe I
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
5. Pemeriksaan Fisik Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan
utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
g. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor
keturunan atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien.
Pada kasus diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa
beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).
h. Pola kegiatan sehari-hari
1. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating
kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating
kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang
dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi
insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume,
adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri,
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot –
otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
6. Pola kognitif perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir, pola
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi
nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya.
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
8. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM
akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada
sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami
dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
3. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
6. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
b. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
d. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (islet cellantibody)
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan a. Medis
1. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
b. Mekanisme kerja sulfanilurea
1. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2. kerja OAD tingkat reseptor
2. Mekanisme kerja Biguanida
a. Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
b. Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
1 Menghambat absorpsi karbohidrat
2 Menghambat glukoneogenesis di hati
3 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4 Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dan gangguan faal hati yang berat
5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
b. Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3. Ketoasidosis diabetik.
4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
b. Keperawatan
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1. Diit DM I : 1100 kalori
2. Diit DM II : 1300 kalori
3. Diit DM III : 1500 kalori
4. Diit DM IV : 1700 kalori
5. Diit DM V : 1900 kalori
6. Diit DM VI : 2100 kalori
7. Diit DM VII : 2300 kalori
8. Diit DM VIII: 2500 kalori
a. Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
b. Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
c. Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = ---X 100 %
TB (cm) – 100
1. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
a. Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
b. Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
c. Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
d. Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1. kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2. Normal : BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
4. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
5. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
8. Analisa Data pada bagian yang mengalami diabetes mellitus semenjak 2 bulan terakhir.
P: Pasien mengatakan nyeri pada bagian yang mengalami diabetes mellitus semenjak 2 bulan terakhir.
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk R: bagian yang mengalami diabetes mellitus
S: Nyeri sedang 5 dari (1-10) T: Nyeri hilan timbul ±5 menit sekali
DO:
- Pasien tampak meringis. - Pasien tampak memegangi
daerah yang nyeri.
- Perubahan Tekanan darah - Terfokus pada diri sendiri
DO:
- Pasien tampak lemas
- Pasien kurang nafsu makan
- Aktivitas pasien menetap
- BB diatas ideal 3. DS:
- Pasien mengatakan kerusakan
pada bagian kulit yang
mengalami diabetes mellitus.
DO:
- Tampak ada kerusakan pada
lapisan kulit pasien
- Pasien mengatakan sulit untuk
bergerak atau berjalan
DO:
- Pasien tampak lemah
- Jika bergerak pasien tampak
tremor
- Keterbatasan melakukan ROM
3 5
3 5
5. DS:
- Pasien mengatakan jarang dan
sulit bisa melakukan aktivitas
seperti mandi dan pergi ke WC
secara mandiri.
DO:
- Pasien tampak lemah
- Badan pasien tampak kering
- Pasien tampak tidak mampu
untuk menelan makanan
- Pasien tampak tidak mampu
pergi ke kamar mandi atau ke
toilet
Kelemahan Defisit Perawatan
Diri
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Fisik (Bagian yang mengalami
DM)
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Ketidakmampuan Tubuh Mengabsorbsi Zat-Zat Gizi
3. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi,
Imobilitas dan Penurunan Sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri, Intoleransi Aktivitas, Penurunan Kekuatan Otot
5. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan.
No .
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (Bagian yang mengalami DM)
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan ontro
presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya. 4. Kontrol ontro
presipitasi nyeri. 6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. 7. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri. 10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen nyeri. Administrasi analgetik :.
analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimbanga n Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Ketidakmampuan Tubuh
Mengabsorbsi Zat-Zat Gizi
cairan 5. Tidak ada keluhan
terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. 6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
4. Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. 5. Monitor adanya
mual muntah. 6. Monitor adanya
gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
Imobilitas dan Penurunan
Sensabilitas (neuropati)
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan Integritas klien utuh dengan
Kriteria hasil:
Indikator IR ER 1.Temperature
jaringan sesuai yang
diharapkan 2. Sensasi sesuai yang
Wound care
1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers 2. Catat karakteristik
cairan secret yang keluar
diharapkan 3. Elastisitas sesuai yang 5. Tidak ada keluhan
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka 10. Amati setiap
perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka Gangguan Rasa
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan Mobilitas
Nyaman Nyeri,
2. Dibantu orang dan alat 3. Dibantu orang
4. Dibantu alat 5. Mandiri penuh
keterbatasan gerak sendi yang dialami 2. Kolaborasi dengan
fisioterapi
3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 4. Pastikan klien untuk
mempertahankan pergerakan sendi 5. Pastikan klien bebas
dari nyeri sebelum diberikan latihan 6. Anjurkan ROM
Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif. Exercise promotion 1. Bantu identifikasi
program latihan yang sesuai
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3. Fasilitasi
penggunaan alat Bantu
Self care assistance: Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan
kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien 2. Berikan bantuan
kuku, kulit, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan 6. Promosi aktivitas
sesuai usia 5. Defisit Perawatan
Diri b.d Kelemahan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan Klien dapat melakukan perawatan diri dengan
Bantuan perawatan diri
1. Monitor
kemampuan pasien terhadap perawatan diri
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan
Keterangan: 1. Tidak mandiri
2. Dibantu orang dan alat 3. Dibantu orang
4. Dibantu alat 5. Mandiri penuh
kemapuan untuk merawat diri
4. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya. 5. Anjurkan klien
untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya 6. Pertahankan
aktivitas perawatan diri secara rutin 7. Evaluasi
kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2014. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2013). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/
2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/
askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2015. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
Armstrong, D & Lawrence, A . (2015). Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis and Classification. Jakarta: EGC.
Bilous, R. W. (2016). Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.
Evelyn C. Pearce (2013). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
Grace, P. A & Borley, N.R. (2016). At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia.
Hinchliff, S. (2010). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Johnson, J. Y. [et al]. (2015). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk Perawat.
Jakarta: EGC.
Mayfield, J. A. [et al]. (2014). Preventive Foot Care in People with Diabetes. Jakarta: EGC
Pendsey, S. [et al]. (2014). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee BrothersMedical Publisher (P) Ltd.
Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah & Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W. [et al]. (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:Interna Publishing.