• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENCEMARAN PESTISIDA PADA CACING TANAH EFFECT OF PESTICIDE POLLUTION IN LUMBRICUS TERRESTRIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENCEMARAN PESTISIDA PADA CACING TANAH EFFECT OF PESTICIDE POLLUTION IN LUMBRICUS TERRESTRIS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENCEMARAN PESTISIDA PADA CACING

TANAH

EFFECT OF PESTICIDE POLLUTION IN LUMBRICUS

TERRESTRIS

Aulia Azizah1 , Dhanu Prakoso2, Dyah Manggandari3, Rakhma Permata Setyorini4

Kelompok 4, Jumat, Praktikum Minggu ke-9

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680

Email: dhanuprakoso20@gmail.com

Abstrak: Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian, seperti penggunaan pestisida. Hal ini dapat mengurangi keragaman hayati yang ada di dalam tanah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi pestisida yang ada di dalam tanah terhadap cacing. Pengujian dilakukan dengan bahan uji berupa cacing tanah, dengan jenis pestisida berupa cairan Curacron 500EC. Pengujian pengaruh pestisida dengan menggunakan LC50 dilakukan dengan 2 metode yaitu metode Farmakope Indonesia dan metode Aritmatik Reed dan Muench. Berdasarkan penelitian maka tanah dalam kondisi basah dan kering yang terinsektisida menyebabkan kematian pada cacing hampir 100% walaupun dalam konsentrasi beragam. Kemungkinan yang terjadi disebabkan karena pengukuran massa tanah yang tidak diukur, sehingga konsentrasi insektisida terpapar di tanah tidak bisa diketahui dosis kandungannya. Dengan demikian, pada metode Aritmatik Reed dan Muench nilai kenaikan dosis adalah tak terhingga sedangkan dengan metode Farmakope Indonesia nilai beda logaritma dosis berurutan tidak terdefinisi sehingga perhitungan tidak menemukan hasil akibat dosis terendah kematiannya 100% dan dosis terdekat dari 10 adalah nol. Insektisida yang diakumulasi dalam tubuh organisme tanah akan merusak atau menstimulasi sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut.

Kata kunci: cacing tanah, Curacron 500EC , LC50, pestisida.

Abstract: Environmental pollution is mainly caused by the use of agricultural environmental

chemicals agriculture, such as pesticides. This can reduce the biodiversity in the soil. This study aims to determine the effect of pesticide concentration in the soil of the Lumbricus terrestris. Tests conducted with the test material in the form of Lumbricus terrestris, with a liquid pesticide Curacron 500EC. Assessment of the effect of pesticides by using LC50 done by two methods, namely the Farmakope Indonesia method and the method of Reed and Muench Arithmetic. Based on the research of land in wet and dry conditions which exposure to insecticides cause of death in the Lumbricus terrestris almost 100% even though the concentration varies. The possibility that occur due to soil mass measurements not measured, so that the concentration of insecticide exposure can not be known in the land of dosage abortion. Thus, the method of Reed and Muench Arithmetic dose increment value is infinity, while the value of different methods Indonesian Pharmacopoeia sequential dose logarithm is undefined so that the calculation did not find any results due to the death of 100% lowest dose and the dose nearest 10 is zero. Insecticides are accumulated in the body of the soil organisms will damage or stimulate the enzymatic system, which can result into a decrease in the ability of the animal's adaptation to the environment polluted.

Key words: Curacron 500EC , LC50, Lumbricus terrestris, pesticide.

LATAR BELAKANG

Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang paling banyak menggunakan berbagai jenis

(2)

pestisida ialah petani sayuran, petani tanaman pangan dan petani tanaman hortikultura buah-buahan. Khusus petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari ketergantungan penggunaan pestisida.

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, dan penyakit tanaman. Pestisida berkontribusi pada polusi udara ketika disemprotkan melalui pesawat terbang. Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh angin ke area selain target dan mengkontaminasinya. Pestisida sering digunakan karena mudah digunakan dan memiliki efek yang cepat. Pestisida dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada hama yang akan menjadi sasaran, yaitu: insektisida untuk serangga, rodentisida untuk binatang pengerat, herbisida untuk gulma, fungisida untuk jamur, akarisida untuk tungau, bakterisida untuk bakteri, dan larvasida untuk larva atau jentik nyamuk.

Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan, penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan atau pemusnahan pestisida. Selain efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek negatif yang merugikan. Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan ekologi organisme pengganggu tanaman.

Penggunaan pestisida di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973. Peraturan ini dibuat untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan secara efektif (Darmono,2009).

Penggunaan pestisida dapat mengurangi keragaman hayati yang ada di dalam tanah. Tanah yang tidak disemprot pestisida diketahui memiliki kualitas yang lebih baik, dan mengandung kadar organik yang lebih tinggi sehingga meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Cara pengendalian organisme pengganggu untuk setiap jenis pestisida (fungisida, insektisida, dan herbisida) sangat bervariasi begitu juga dengan formulasinya. Oleh sebab itu sebelum menggunakan pestisida, harus dipilih jenis dan merek dagang pestisida yang sesuai dengan hama dan penyakit tanaman, formulasi yang sesuai dengan peralatan yang tersedia dan bagaimana menggunakan pestisida secara efektif dan efisien (Baehaki,1993).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pestisida yang ada di dalam tanah terhadap cacing.

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Pestisida

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan

perkembangan atau pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma (Sofia, 2001). Menurut Yuantari (2009) pestisida adalah zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vector terhadap manusia dan penyakit pada binatang, tanaman yang tidak disukai dalam proses produksi. Pestisida meliputi herbisida (untuk mengendalikan gulma), insektisida (untuk mengendalikan serangga), fungisida (untuk mengendalikan fungi), nematisida (untuk mengendalikan nematoda), rodentisida (racun vertebrata), mollusida (mengontrol siput) (Hameed dan Singh, 1998; Miskiyah dan Munarso, 2009). Pestisida mempunyai peranan penting untuk membantu mengatasi permasalahan organisme pengganggu, bahkan telah menjadi

(3)

alat yang sangat penting di dalam meningkatkan produksi pertanian (Saenong, 2007).

Insektisida

Di tingkat dunia penggunaan pestisida didominasi oleh herbisida disusul oleh insektisida dan fungisida, sedangkan di Indonesia, insektisida masih menempati urutan teratas (Djojosumarto, 2000). Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Kesulitas dalam pengendalian serangga disebabkan sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak, dan pernapasan (Wudianto, 2001). Insektisida terdiri dari beberapa golongan yaitu, golongan benzoilurea, golongan karbamat, golongan organoklorin, dan golongan piretroid (Tadeo, 2008).

Toksisitas akut

Toksisitas akut merupakan derajat efek suatu senyawa yang dapat mengakibatkan keracunan pada organisme tertentu dalam waktu singkat (24 jam) setelah perlakuan. Data kuantitatif uji toksisitas akut dapat diperoleh melalui 2 cara yaitu LD50 dan LC50. Perhitungan LD50 dan LC50 merupakan salah satu

pegujian toksisitas akut pada bahan tertentu yang berguna dalam klasifikasi zat kimia sesuai toksisitas relatifmya, evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja, perencanaan penelitian toksisitas subakut dan kronik pada hewan untuk mengetahui berbagai informasi terkait mekanisme, respon, pengaruh, pengendalian dan deteksi dalam unsur toksik. Uji toksisitas akut dapat memberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala-gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek,dan kemampuan pemulihan dari efek nonlethal (Akoto et al, 2008).

Lethal Dose (LD50)

LD50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statik, guna menyatakan

dosis tunggal senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti 50% hewan coba setelah perlakuan. Uji toksisitas LD50,

diberikan toksik melalui jalur yang biasa digunakan pada manusia, seperti oral. Pada umumnya, semakin kecil nilai LD50 maka senyawa akan semakin toksik.

Demikian sebaliknya, semakin rendah LD50 maka toksisitasnya akan semakin

rendah (Sulastry, 2009). Berikut ini disajikan tabel klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif.

Tabel 1. Klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya ( Frank 1996 dalam Ibrahim et al. 2012)

Kategori LD50 (mg/kgBB)

Super toksik < 5

Amat sangat toksik 5-50

Sangat toksik 50-500

Toksik sedang 500-5000

Toksik ringan 5000-15000

(4)

Median Lethal Concentration (LC50)

LC50 yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari

organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96 jam sampai waktu

hidup hewan uji. Untuk mengetahui nilai LC50 digunakan uji statik. Untuk

menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil mendekati 50%. Uji toksisitas LC50 dengan diberikan toksik melalui media dalam konsentrasi tertentu

seperti air atau tanah sehingga dapat mempengaruhi biota di lingkungan tersebut (Sulastry, 2009).

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, alat dan bahan yang digunakan adalah reaktor kaca, reaktor tanah kering dan tanah lembab, RH meter, termometer, plastik penutup, cacing sebanyak 20 ekor untuk masing-masing kelompok, dan pestisida. Penelitian diawali dengan pengamatan pada tingkah laku cacing dalam memilih kondisi tanah yang diinginkan. Tanah kering dan tanah lembab diletakkan pada satu kotak plastik dalam kondisi terpisah. Tanah lembab di sebelah kanan dan tanah kering di sebelah kiri, bagian tengah reaktor dibiarkan kosong untuk meletakkan cacing yang akan diamati. Ada dua kondisi yang diamati, yaitu pada kotak pertama baik tanah lembab maupun tanah kering tidak diberi pestisida. Pada kotak kedua, baik tanah lembab maupun tanah kering diberi pestisida. Kemudian 20 ekor cacing diletakkan pada bagian tengah reaktor dan diamati tingkah lakunya.

Pengamatan kedua dilakukan dengan menggunakan reaktor kaca. Pada pengamatan ini disediakan tanah lembab dan tanah kering, cacing tanah sebanyak 20 ekor untuk masing-masing reaktor, dan pestisida. Pengamatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengamatan pada tanah kering berpestisida dan tanah lembab berpestisida. Konsentrasi pestisida yang digunakan berbeda-beda mulai 10 ml, 20 ml, dan 40 ml. Konsentrasi ini digunakan untuk tanah kering dan tanah lembab. Selain pengamatan pada tanah berpestisida, pengamatan juga dilakukan pada tanah kering yang tidak berpestisida dan tanah lembab tidak berpestisida sebagai kontrol.

Sebelum dicampur dengan pestisida, tanah terlebih dahulu diukur kelembaban dan suhunya. Kemudian tanah dicampur dengan pestisida dengan konsentrasi yang berbeda. Setelah tanah sudah dicampur dengan pestisida, cacing dan tanah berpestisida tersebut dimasukkan ke dalam reaktor kaca. Sebelumnya, cacing tanah dibersihkan dan ditimbang beratnya terlebih dahulu. Tanah berpestisida dimasukkan ke dalam reaktor kaca hingga mencapai 3/4 bagian. Selama 20 menit, dilakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada cacing. Cacing kemudian dikeluarkan lagi dan dibersihkan. Perubahan-perubahan seperti warna, berat, maupun hidup atau matinya cacing dicatat sebagai data.

Kelembaban dan temperatur tanah kembali dicatat. Setelah penimbangan, cacing dan tanah kembali dimasukkan ke dalam reaktor kaca kemudian ditutup dengan plastik yang dilubangi agar cacing tetap mendapat udara yang cukup.

(5)

senyawa merkuri (Hg) terhadap kedua jenis ikan tersebut dengan metode 2 metode yaitu metode Farmakope Indonesia dan metode Aritmatik Reed dan Muench.

Metode Aritmatika Reed dan Muench

Cara ini menggunakan harga kumulatif sebagai dasarnya. Harga kumulatif diperoleh dari asumsi bahwa hewan uji yang mati atau tetap hidup pada suatu dosis tentu juga tidak akan mati oleh dosis yang lebih kecil. Angka kumulatif diperoleh dari hasil penjumlahan kematian hewan uji pada dosis terbesar yang menyebabkan kematian 100% hewan uji dengan jumlah hewan uji yang mati pada dosis-dosis yang lebih kecil. Dengan demikian dapat dihitung ukuran jarak pada pengamatan yang dilakukan dengan persamaan berikut.

h 50%-ab-a ... (1) Selanjutnya, kenaikan dosis yag akan mempengaruhi LD50 dan/atau LC50 pada

hewan uji dihitung dengan menggunakan persamaan:

i logks ... (2) Sehingga persamaan untuk mendapatkan LD50 atau LC50 dengan metode Reed dan

Muench sebagai berikut:

y anti log (g + log s) ... (3)

Keterangan:

y LD50 atau LC50 h ukuran jarak

a persentase kematian yang lebih kecil dan paling dekat dari 50% b persentase kematian yang lebih besar dan paling dekat dari 50% i kenaikan dosis

k dosis yang menyebabkan kematian yang lebih besar dan paling dekat dari 50% s dosis yang menyebabkan kematian yang lebih kecil dan paling dekat dari 50% g hasil perkalian antara kenaikan dosis dengan ukuran jarak

Tahap awal perhitungan LD50 atau LC50 dengan metode ini yaitu jumlah hewan

mati dan jumlah hewan hidup dihitung pada setiap perlakuan dihitung terlebih dahulu. Selanjutnya, kumulatif hewan mati dan hewan hidup dihitung dan dilanjutkan dengan persentase kematian dari tiap dosis yang diberikan. Tahap akhir yaitu LD50 atau LC50 dihitung berdasarkan persamaan 3.

Metode Farmakope Indonesia

Penelitian toksisitas akut menurut Farmakope Indonesia harus memenuhi beberapa syarat tertentu, yaitu : menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap, jumlah hewan percobaan atau jumlah biakan jaringan tiap kelompok harus sama, dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek dari 0% sampai 100%, sehingga nilai LD50 atau LC50 dapat dihitung dengan

persamaan:

(6)

m log LD50...(5)

Keterangan:

a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan kematian 100% tiap kelompok b = beda logaritma dosis yang berurutan

pi = jumlah hewan mati yang menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian toksisitas pestisida terhadap kondisi tanah dan keberlangsungan cacing di dalam tanah. Kondisi lingkungan cacing dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tanah basah dan kering. Dalam hal ini cacing diberikan perlakuan yang berbeda. Lingkungan tanah basah dan kering tersebut dibuat duplo, kemudian salah satunya diberikan pestisida jenis insektisida

Curacon pada tanah basah dan kering lainnya sebagai indikator pencemar.

Konsentrasi dosis diberikan beragam mulai dari kontrol (0 ppm), 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm. Tanah dengan sama tipe lainnya diperuntukan sebagai pengamatan pergerakan cacing sebagai area habitatnya tanpa dosing pencemar. Dengan demikian, maka dapat diketahui jumlah atau rasio antara cacing mati dan hidup pada setiap perlakuan dan tingkat toksisitas akut dengan nilai LC50 atau LD50.

Nilai ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut bahan kimia. Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan invertebrata, 5 tumbuhan vaskuler dan alga (Ibrahim

et. al 2012).

Uji LD50 adalah suatu pengujian untuk menetapkan potensi toksisitas akut

LD50, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik, dan mekanisme

kematian. Penilaian toksisitas untuk LD50 (lethal dose 50) menunjukkan dosis

dalam miligram tiap kilogram berat badan yang mengakibatkan kematian setengah (50%) dari populasi binatang percobaan pada waktu tertentu. LC50

(lethal concentration 50) menggambarkan jumlah konsentrasi suatu zat, dalam satuan miligram tiap meter kubiknya. Suatu zat beracun dengan LD50 lebih kecil

menunjukkan zat tersebut relatif lebih beracun, demikian pula sebaliknya (Ibrahim

et. al 2012). Dengan demikian, pengujian toksisitas insektisida pada cacing

termasuk uji LC50 karena cara memasukannya indikator pencemar melalui

lingkungannya.

Analisis dan kalkulasi LC50 cacing menggunakan dua metode, yaitu Aritmatik

Reed dan Muench, dan Farmakope Indonesia. Pada dasarnya kalkulasi pada kedua metode tersebut menghasilkan nilai yang berbeda karena parameter yang dibutuhkan juga berbeda. Metode Aritmatik Reed dan Muench ditentukan dari hasil kumulatif cacing dalam kondisi mati atau hidup. Nilai kumulatif diperoleh dari asumsi bahwa hewan uji yang mati pada suatu dosis tentu akan mati oleh dosis yang lebih besar, begitu pula sebaliknya. Penentuan nilai LC50 diawali

dengan penentuan kumulatif cacing yang mati, hidup dan total keduanya. Nilai LC50 dipengaruhi oleh nilai g atau hasil perkalian antara kenaikan dosis dengan

ukuran jarak kenaikan dosis, dan dosis yang menyebabkan besar kecilnya kematian yang mendekati 50%. Dengan demikian, rasio dan persentase kematian diketahui pada setiap konsentrasi. Pengukuran tingkat kematian cacing dilakukan selama 4 hari setelah dicemari insektisida. Berdasarkan hasil pengukuran

(7)

menggunakan metode Aritmatik Reed dan Muench maka, nilai kumulatif cacing yang mengalami hidup dan mati dalam kondisi tanah basah dan kering sebagai berikut.

Tabel 1 Datapengujian LC50 cacing pada kondisi kering dengan metode Reed dan Muench Konsentrasi (mg/kgBB) Mati Hidup Kumulatif Rasio kematian % Kematian Mati Hidup Total

0 0 20 0 20 20 0 0

10 20 0 20 0 20 1 100

20 20 0 40 0 40 1 100

40 20 0 60 0 60 1 100

Tabel 2 Datapengujian LC50 cacing pada kondisi basah dengan metode Reed dan Muench Konsentrasi

(mg/kgBB) Mati Hidup

Kumulatif Rasio

kematian Kematian % Mati Hidup Total

0 0 20 0 20 20 0 0

10 20 0 20 0 20 1 100

20 20 0 40 0 40 1 100

40 20 0 60 0 60 1 100

Kalkulasi pada Tabel 1 dan Tabel 2, digunakan data hari ke-1 pengukuran. Hal tersebut disebabkan karena cacing telah mati di hari ke-1 dengan konsentrasi tertinggi (40 ppm) dalam kondisi basah dan kering. Dalam kalkulasi ini ditemukan permasalahan pada kenaikan dosis (i), yang mana hasil logaritmik nilai rasio kematian lebih besar yaitu 100 dengan kematian lebih kecil yaitu nol sehingga nilai kenaikan dosis adalah tak terhingga. Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh kandungan konsentrasi insektisida terhadap tanah yang sulit terdeteksi karena massa tanah tidak dihitung.

Pada saat penelitian dan pengamatan dalam keadaan dua kondisi, cacing bergerak mengarah ke tempat yang lebih basah. Hal tersebut dapat diketahui pula bahwa cacing hidup ditanah gembur mengandung humus dan permukaanya basah (Adi, 2008). Disisi lain dalam kondisi tanah terinsektisida, gerakan cacing akan lebih agresif menyesuaikan diri naik ke atas permukaan tanah. Dalam waktu 20 menit, pada beberapa cacing mengalami kematian atau terjadi perubahan-perubahan morfologi seperti warna cacing memucat (berwarna biru). Setelah 1-2 hari mengalami kematian, cacing mengalami penyusutan tubuh dan terputus, serta cacing berlendir kehitaman. Tetapi, cacing yang bertahan hidup masih tetap mempunyai bentuk morgologi yang sama seperti kondisi awal.

Kemudian metode kedua yaitu Farmakope Indonesia. Uji toksisitas akut Farmakope Indonesia dapat memenuhi syarat apabila menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap, jumlah hewan percobaan pada setiap perlakuan sama, dan dosis diatur untuk memberikan efek 0-100%. Penentuan LC50 dengan metode Farmakope Indonesia dipengaruhi oleh logaritma dosis

terendah sebagai penyebab kematian 100% (a), beda logaritma dosis berurutan (b), dan jumlah hewan mati akibat menerima dosis dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis (pi). Berikut disajikan nilai pi untuk variatif dosis pada tanah kering terinsektisida pada Tabel 3 dan tanah basah yang terinsektisida pada Tabel 4.

(8)

Tabel 3 Nilai pi pada tanah kering terinsektisida Dosis

(mg/kgBB) Jumlah hewan seluruhnya Jumlah hewan yang mati Jumlah hewan yang hidup pi

0 20 0 20 0

10 20 20 0 1

20 20 20 0 1

40 20 20 0 1

 Pi 3

Tabel 4 Nilai pi pada tanah basah terinsektisida Dosis

(mg/kgBB) Jumlah hewan seluruhnya Jumlah hewan yang mati Jumlah hewan yang hidup pi

0 20 0 20 0

10 20 20 0 1

20 20 20 0 1

40 20 20 0 1

 Pi 3

Berdasarkan pengukuran tersebut maka nilai logaritma dosis terendah penyebab kematian 100% (a) yaitu 1. Lain halnya dengan beda logaritma dosis berurutan (b) yang tidak terdefinisi hasilnya. Dengan demikian, kalkulasi tidak dapat teridentifikasi.

jenis pestisida yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis insektisida

Curacron 500EC. Jenis insektisida ini banyak digunakan untuk mengendalikan

hama kutu daun, ulat grayak, lalat buah, dan hama trips pada tanaman. Curacron 500EC merupakan insektisida racun kontak, racun perut, dan racun pernapasan yang bekerja secara langsung tepat pada sasaran hama yang menyerang seperti kubis, sawi, cabai, tomat, kentang, tembakau dan lain-lain. Insektisida jenis ini mengandung bahan aktif berupa Profenofos sebesar 500 g/L. Bentuk formulasi dari Curacron 500EC berupa EC (Emulsifable Concentrates) yaitu larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier untuk memudahkan pencampurannya, sehingga terjadi emulsi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air (Djojosumarto, 2008). Cairan Curacron 500EC berwarna bening dan sangat mudah menyerap ke dalam jaringan tanaman melalui stomata sehingga Curacron cukup efektif untuk mengendalikan hama tersembunyi di balik dedaunan (Indriyani, 2006).

Curacron 500EC merupakan insektisida golongan organofosfat dengan kandungan profenofos. Insektisida organofosfat dapat menyebabkan polusi terhadap lingkungan karena sifatnya yang persisten dalam tanah. Organofosfat selalu mengandung fosfor dan dapat diidentifikasi oleh S-P atau O-P. Organofosfat adalah peracun syaraf yang membunuh vertebrata dan invertebrata melalui penghambatan kerja enzim kolinesterase di dalam sistem syaraf (Triharso, 2004).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Curacron 500EC merupakan insektisida racun kontak, racun perut, dan racun pernapasan yang bekerja secara langsung. Cara kerja racun kontak yaitu dengan masuk ke dalam tubuh sasaran melalui kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh sasaran tempat pestisida aktif bekerja. Cara kerja racun perut yaitu membunuh sasaran jika termakan serta masuk ke dalam organ pencernaan, sedangkan cara kerja racun pernapasan yaitu membunuh serangga dengan bekerja melalui sistem pernapasan.

(9)

Pada penelitian ini cara kerja racun kontak dan racun pernapasan lebih dominan dibanding racun perut sehingga menyebabkan kematian pada bahan uji berupa cacing. Terjadinya penurunan jumlah cacing akibat kematian terjadi karena adanya pengaruh insektisida Curacron 500EC yang bersifat toksik pada jaringan tubuh hewan dan sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun napas dapat masuk melalui pencernaan dan respirasi (Effendi, 1997).

Pada saat ini dan masa mendatang pestisida tampaknya masih menjadi salah satu komponen penting guna pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pada kenyataannya aplikasi pestisida masih cukup banyak dilakukan oleh petani dengan cara disemprotkan dan disebarkan (yang berbentuk butiran), dengan aplikasi ini berarti sebagian besar deposit pestisida jatuh pada permukaan tanah. Beberapa faktor yang mempengaruhi nasib deposit antara lain adalah absorbsi oleh partikel tanah maupun bahan organik, pencucian, penguapan, degradasi atau aktivitas mikroorganisme dalam tanah, pengolahan tanah dan lain-lain (Sodiq, 2000).

Persistensi pestisida dalam tanah adalah jangka waktu yang dibutuhkan oleh pestisida sehingga daya kerjanya dalam tanah menurun sampai 0%. Lamanya persistensi pestisida tergantung dari jenis, konsentrasi dan keadaan lingkungan atau tempat pestisida tertinggal. persistensi berkaitan erat dengan residu pestisida dalam tanah. Residu pestisida tanah tentunya akan berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan organisme tanah (Sodiq, 2000). Pada penelitian ini, nilai persistensi pestisida sangat dipengaruhi oleh konsentrasi pestisida yang diberikan pada tiap reaktor. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan pada reaktor, maka semakin lama jangka waktu dari daya kerja pestisida sehingga semakin besar kematian yang terjadi pada bahan uji (cacing).

Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida jenis insektisida dapat menimbulkan masalah kesehatan dan ekologi. Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan dengan enzim cholirenesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Adanya pestisida dalam darah, menyebabkan Acetilcholirenesterse (AChE) akan di ikat oleh pestisida, sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot. Akibatnya otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1991).

Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan gejala keracunan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).

Kandungan profenofos yang terdapat pada tanaman yang dikonsumsi oleh manusia dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan. Dampak terhadap konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak langsung dirasakan, namun dalam waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan syaraf, hati (liver), perut, sistem kekebalan dan hormon. Gejala keracunan ini baru terlihat setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian (Wudianto, 2010).

Menurut Djojosumarto (2008) dampak pestisida bagi lingkungan pertanian diantaranya organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu

(10)

pestisida, meningkatkan populasi hama setelah penggunaan pestisida, timbulnya hama baru, serta fitotoksik (meracuni tanaman).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian maka tanah dalam kondisi basah dan kering yang

terinsektisida menyebabkan kematian pada cacing hampir 100% walaupun dalam konsentrasi beragam. Kemungkinan yang terjadi disebabkan karena pengukuran massa tanah yang tidak diukur, sehingga konsentrasi insektisida terpapar di tanah tidak bisa diketahui dosis kandungannya. Dengan demikian, pada metode Aritmatik Reed dan Muench nilai kenaikan dosis adalah tak terhingga sedangkan dengan metode Farmakope Indonesia nilai beda logaritma dosis berurutan tidak terdefinisi sehingga perhitungan tidak menemukan hasil akibat dosis terendah kematiannya 100% dan dosis terdekat dari 10 adalah nol. Insektisida yang diakumulasi dalam tubuh organisme tanah akan merusak atau menstimulasi sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disarankan penelitian selanjutnya berat tanah perlu dihitung agar konsentrasi pestisida yang terpapar dalam tanah dapat dicari. Perlakuan terhadap bahan uji sangat perlu diperhatikan agar hasil saat konsentrasi terendah pada penggunaan metode Aritmatik Reed dan Muench dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

Akoto, O, et.al. 2008. Heavy Metals Pollution Profiles in Streams Serving The

Owabi Reservoir. African Journal of Environmental Science and

Technology.

Baehaki. 1993. Insektisida, Pengendalian Hama Tanaman[terhubung

berkala]http://repository.usu.ac.id/chapter2011.(20 November 2014)

Darmono. 2009. Toksisitas Pestisida.[terhubung berkala].

http:www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/Pestisida [diakses 20 November 2014].

Djojosumarto, Panut. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Hal 46.

Effendi, I. M. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor.

Hameed, S.F & S.P Sigh. 1998. Handbook of Pest Management. New Delhi: Kalayani Publishers, hal. 32.

Ibrahim, Mansur, Akhyar Anwar, dan Nur Ihsani Yusuf. 2012. UJI LETHAL

DOSE 50% (LD50) POLIHERBAL (Curcuma xanthorriza, Kleinhovia hospita, Nigella sativa, Arcangelisia flava dan Ophiocephalus striatus) PADA HEPARMIN TERHADAP MENCIT (Mus Musculus). Makassar:

Research & Development PT Royal Medicalink Pharmalab.

Indrayani, N. 2006.Bioremediasi lahan tercemar profenofos secara ex-situ dengan cara pengomposan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [terhubung berkala] http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/21297/ 998lef.pdf?sequence 2. [diakses 20 November 2014]. Miskiyah & S.J Munarso. 2009. Kontaminasi Residu pada Cabai Merah, Selada,

(11)

serta Cianjur Jawa Barat). Balai Besar Penenlitian dan Pengembangan

Pascapanen. Jurnal Hortikultur 19 (1): 101-111.

Sulastry, Feni. 2009. Uji Toksisitas Akut yang Diukur Dengan Penentuan LD50

Ekstrak Daun Pegangan Terhadap Mencit. Semarang: Universitas

Dipenogoro.

Saenong, M. S. 2007. Beberapa Senyawa Pestisida yang Berbahaya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVII Komda, Sulawesi Selatan tahun 2007.[terhubung berkala]. http://www.peipfi-komdasulsel.org /wpcontent/uploads/2011/06/30.-Beberapa-Senyawa-Pestisida Yang Berbahaya-M.-Sudjak-Saenong.pdf [diakses 20 November 2014].

Sodiq, Moch. 2000. Pengaruh Pestisida Terhadap Kehidupan Organisme Tanah. Mapeta ISSN 1411-2817 Vol. 2 No. 5

Soediyapto, Adi. 2008. Ekologi Hewan Cacing Tanah dan Karakteristik Tanah. Jakarta: Jeffrey H.C

Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Sudarmo, S. 1991. Pestisida.Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Tadeo, J.L, Consuelo, S.B., dan Lorena, G. 2008. Analysis of Pesticides in Food

and Environmental Samples. In: Jose L.T., editor. Pesticides: Clasification and Properties. Boca Raton: CRC Prees: 2, 16-22.

Yuantari, M.G.C. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan

Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah.

Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Wudianto, R. 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penerbit Swadaya: 7,8,9.

(12)

LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian

Insektisida Curacron 500EC

Reaktor tanpa insektisida Reaktor dengan insektisida

(13)

LAMPIRAN 2. Contoh Perhitungan

Perhitungan LC50 dengan menggunakan metode Aritmatik Reed dan Muench: h 50% − 𝑎𝑏 − 𝑎 50% − 0100 − 0 0.5

i log (1000 ) tidak terhingga

Perhitungan LC50 dengan menggunakan metode Farmakope Indonesia: a log (10) 1

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya ( Frank 1996 dalam Ibrahim et al
Tabel 1  Data pengujian LC 50  cacing pada kondisi kering dengan metode Reed dan Muench Konsentrasi
Tabel 3  Nilai pi pada tanah kering terinsektisida Dosis

Referensi

Dokumen terkait

The analyses discussed in the previous paragraphs sug- gest that the group process adds value to the balanced s c o re c a rd development process by reducing the per- centage

The purpose of this study is to measure the professional skepticism of management accountants and compare it to the skepticism levels of internal and external auditors.. This is

Asam p-t -butilkaliks[4]arena-tetrakarboksilat dapat berperan sebagai pengemban ion pada tranpor Cr 3+ , Cd 2+ , Pb 2+ dan Ag + melaui membran cair ruah kloroform. Efisiensi

Pilihan dengan konsep terapung, dalam penilaian Koalisi memiliki resiko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan membangun di darat (on shore).. Resiko tersebut, terutama berkaitan

Pengolah angka, adalah program yang menjadikan computer berfungsi sebagai alat Bantu dalam membuat, mengedit, mengatur, menyimpan dan mencetak dokumen berupa table

IS mengidentifkasi para pelanggannya dan kebutuhan informasi mereka dalam dimensi produk dan kualitas, menetpakan matriks untuk mengevaluasi seberapa jauh

Pubertas dimulai dengan peningkatan sekresi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, yang akan meningkatkan sekresi gonadotropin oleh hipofise, sehingga

Bisa jadi bank islam tidak dapat mengindarkan diri sama sekali dengan transaksi bunga yang telah mengakar sekian tahun lamanya.Oleh karena itu, apabila Bank Islam