• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KURANGNYA PENGGUNAAN PUPUK HAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KURANGNYA PENGGUNAAN PUPUK HAYA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BIOFERTILISASI

PENGARUH KURANGNYA PENGGUNAAN PUPUK HAYATI PADA

PERTANIAN BERKELANJUTAN

Disusun Oleh : Kelompok 1

Dian David Surbakti (150110080203) Ega Elmiagi Mulayana (150510090034)

Ichsan Ilyas (150510110139)

Dillas Ligar Ramdhania (150510120003)

PROGRAM STUDI AGORTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Biofertilisasi mengenai ‘Pengaruh Kurangnya Penggunaan Pupuk Hayati Pada Pertanian Berkelanjutan’ yang merupakan tugas mata kuliah Biofertilisasi.

Adapun makalah tentang‘Pengaruh Kurangnya Penggunaan Pupuk Hayati Pada Pertanian Berkelanjutan’ ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun yang lainnya. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi para pembaca untuk memberikan kritik dan saran mengenai makalah ini. Kritik dan saran saudara-saudara akan sangat membantu kami dalam memperbaiki penyusunan suatu karya ilmiah dikemudian hari.

Penyusun mengharapkan semoga dari makalah Biofertilisasi ini kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi dan bermanfaat terhadap pembaca.

Jatinangor, 17 Maret 2015

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul / Cover... 1

Kata Pengantar... 2

Daftar Isi... 3

BAB I Pendahuluan... 4

1.1 Latar Belakang... 4

1.2 Tujuan... 5

BAB II Pembahasan... 6

2.1 Dampak pada Tanah………. 7

2.2 Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah……… 8

2.3 Dampak Pada Tanaman……….. 9

2.4 Dampak Pada Lingkungan………. 10

2.5 Penggunaan Pupuk Hayati………. 10

2.6 Mekanisme Perbaikan Lahan Oleh Pupuk Hayati………. 12

2.7 Lingkungan Pendukung Mikroba………... 14

BAB III Penutup... 15

3.1 Kesimpulan……… 15

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dewasa ini petani semakin gencar menggunakan pupuk anorganik sebagai ‘vitamin’ untuk tanaman yang mereka budidaya kan. Kebanyakan dari mereka tidak mengetahui dampak negative yang akan ditimbulkan apabila memberikan pupuk organik secara terus-menerus terlebih lagi dengan dosis dan konsentrasi tanpa ukuran bahkan tanpa adanya kalibrasi terlebih dahulu, dengan kata lain semua di sama ratakan.

Apabila ditinjau lebih jauh, kebanyakan pupuk anorganik yang beredar dipasaran hanya mengandung unsur-unsur makro seperti sp-36, npk, kcl dan urea yang mengandung unsur hara makro seperti fosfor, nitrogen, kalium. Padahal, tanah dan tanaman perlua adanya keseimbangan antara unsur hara makro dan mikro yang dapat menunjang kesuburan tanah dan produktivitas yang diinginkan.

Ada 3 unsur yang dibutuhkan tanah untuk mencapai keseimbangan dalam tanah yaitu antara faktor biologi tanah, fisika tanah dan kimia tanah. Kelebihan atau kekurangan salah satu unsur tersebut akan terjadi ketimpangan yang akan menyebabkan tanah menjadi keras dan akan meracuni tanah itu sendiri yang malah akan menyebabkan penurunan produktivitas tanaman tersebut.

Kekurangan unsur mikro biasanya dijumpai pada tanah masam (ph rendah), dan tanah basa (ph tinggi), tanah mineral berbahan induk masam atau berbahan organik rendah (pupukorganik.org).

Tanah yang terus menerus diberi pupuk fosfat apabila sudah jenuh fosfat akan berubah menjadi asam dan semua unsur hara diendapkan menjadi garam fosfat yang tidak bisa diserap oleh tanaman dan tanah menjadi keras menggumpal. Tanah dalam kondisi asam unsur mikro akan terikat oleh partikel tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman (pupukorganik.org).

Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (n) dan kalium (k) (LIPI, 2015).

(5)

lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997).

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. (Simanungkalit et. al., 2006).

1.2 Tujuan

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

Beberapa tahun belakangan kita telah mengetahui bahwa adanya gerakan revolusi hijau dalam pembangunan pertanian. Gerakan revolusi hijau atau yang dikenal dengan pertanian modern yang dicanangkan di negara–negara berkembang pun halnya di indonesia, dijalankan sejak rezim orde baru berkuasa. Gerakan revolusi hijau sebagaimana telah umum diketahui di indonesia, sesungguhnya tidak mampu menghantarkan indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap dan berkelanjutan, akan tetapi hanya mampu bertahan dalam waktu lima tahun: antara tahun 1984 –1989.

Revolusi hijau memfokuskan diri pada empat pilar:

 Penyediaan air melalui sistem irigasi  Pemakaian pupuk kimia secara optimal,

 Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu  Dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.

Intensifikasi pertanian yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan tanpa adanya saran untuk menggunakan pupuk hayati telah menimbulkan polusi perairan dan menurunkan kesuburan tanah, yang akhirnya menurunkan keanekargaman hayati karena membunuh tumbuhan, serangga dan kehidupan liar yang bermanfaat. Irigasi telah menimbulkan salinasi (meningkatnya kadar garam dalam tanah) dan menurunkan permukaan air tanah di daerah dimana air yang dipompa keluar untuk irigasi lebih banyak daripada kemampuan air hujan untuk mengisinya. Sistem monokultur telah mengarah pada hilangnya keanekaragaman hayati, termasuk hilangnya predator alami dan meningkatkan resistensi hama, sehingga memerlukan bahan kimia yang lebih kuat untuk mempertahankan hasil. Semua biaya-biaya ini belum diinternalisasikan secara baik ke dalam biaya produksi revolusi hijau. Pupuk anorganik akan kehilangan efektivitasnya ketika bahan organik dalam tanah rendah, yang terutama menjadi masalah di kebanyakan negara berkembang karena pengunaan tanah yang terus menerus dan degradasi lahan (Rukmana, 2012).

(7)

keracunan tanah, pencemaran lingkungan dan mengurangi kesehatan makhluk hidup dari hasil produksi pertanian yang dikonsumsi

2.1 Dampak pada Tanah

Akibat dari penggunaan pupuk anorganik atau sintetis yang berlebihan tanpa adanya pengunaan pupuk hayati adalah berkurangnya jumlah unsur hara pada tanah bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahanorganiknya sudah sampai pada tingkat rawan (Juarsah, I. 1999 dalam Atmojo, 2003). Dilaporkan, sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kandungan bahan organiknya kurang dari 1% (Sugito, et. Al., 1995 dalam Atmojo, 2003). Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2% (Handayanto, 1999 dalam Atmojo, 2003).

Walaupun peran bahan organik terhadap suplai hara bagi tanaman kurang, namun peran bahan organik yang paling besar dan penting adalah kaitannya dengan kesuburan fisik tanah. Apabila tanah kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjadi keras, kompak dan bergumpal,sehingga menjadi kurang produktif (Stevenson, 1982 dalam

Atmojo, 2003).

Tekanan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan mengakibatkan kerusakan struktur tanah yang diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil, juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Pada saat hujan turun kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini porositas tanah, distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat (Simanjutak, 2005 dalam Astuti, 2014).

Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah industri dan aktivitas budidaya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida yang kurang terkendali. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman, bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau biota air lainnya. Pestisida dengan waktu degradasi yang lama dapat membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup yang mengkonsumsi hasil pertanian yang mengandung residu pestisida tersebut (Kurnia et. al., 2004 dalam Astuti, 2014).

(8)

Saraswati dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan Pb dan Cd pada tanah sawah di Bekasi dan Karawang cukup tinggi. Tanah sawah di Desa Sukajadi Kecamatan Sukatani Kabupaten Bekasi mengandung 0,3 ppm Cd, kandungan Cd pada beras 0,2 ppm dan kandungan Pb nya mencapai 1,5 ppm. Nilai ini hampir mendekati batas kritis yang dipersyaratkan WHO yaitu 0,24 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Pada tahun 2002, tanah sawah pada 9 desa di Kabupaten Bekasi mengandung Cd antara 0,121-0,38 ppm (Kurnia et. al., 2004 dalam Astuti, 2014).

Penggunaan pupuk anorganik secara intensif ternyata memberikan dampak terhadap penurunan kualitas dan kesehatan tanah (soil quality and soil health). Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan terutama nitrogen akan memacu perombakan bahan organik tanah dan penurunan kandungan C-organik. Kondisi saat ini, mengindikasikan bahwa kandungan karbon lahan kering maupun lahan basah telah menurun drastis dan su dah termasuk ketagori rendah-sangat rendah (<1,5%). Kajian terkini, menunjukkan bahwa 90% dari 70 juta ha lahan pertanian telah terdegradasi dengan signifikan, bahkan sudah dikategorikan sebagai lahan sakit dan kelelahan (sick and fatigue soils). Dari sekitar 7,8 juta ha lahan sawah (lahan sawah irigasi sekitar 6,9 juta ha dan 0,9 juta ha lahan sawah rawa/pasang surut), sekitar 5 juta hektar telah termasuk lahan sakit (Las, 2010; Anonim, 2011: Simarmata dan Joy, 2012).

2.2 Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah

Bahan organic berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik.

Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi (Atmojo, 2003).

Kekurangan bahan organic akibat tidak diberikannya pupuk hayati pada tanaman dan pemberian pupuk anorganik secara berlebihan jelas akan menghilangkan peran bahan organic tersebut, yang mana peran tersebut tidak dapat digantikan oleh bahan kimia yang ada pada pupuk anorganik.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Hasil penelitian menunjukkan, penambahan bahan humat 1 persen pada latosol mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia dari 6,07 % menjadi 8,24 % volume (Herudjito, 1999 dalam Atmojo, 2003). Penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %). (Tejasuwarna, 1999 dalam Atmojo, 2003).

(9)

pupuk. Disamping itu dampaknya juga dapat terlihat dari penurunan porositas tanah yang akan berujung pada penurunan kemapuan menahan air yang menyebabkan laju mineralisasi menjadi cepat dan rendahnya kemampuan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

Kapasitas Tukar Kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 ton/ ha−1 pada Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KTK tanah dari 17,44 menjadi 20,08 cmol (+) kg –1 (Cahyani, 1996 dalam Atmojo, 2003).

Hasil kajian menunjukkan bahwa bakteri pembentuk bintil (nodula akar) memiliki kemampuan dalam meningkat kan ketersediaan N dan mensubstitusi pupuk anorganik yang relatif besar. Aplikasi pupuk hayati Rhizobium (legin) mampu meningkatkan produksi tanaman kedelai dan mensubstitusi penggunaan pupuk nitrogen anorganik (urea) hingga 90%. Pupuk N hanya diperlukan sebagai starter pertumbuhan tanaman kedelai (Simanungkalit, 2000 dalam

Simarmata dan Joy, 2012). Penggunaan inokulan pupuk hayati pada tanaman legume (pembentuk nodula akar), baik tanaman semusim (kacang kedelai, hijau, panjang, tunggak dan lainnya) maupun tanaman tahunan (Sengon, Akasia, dan lainnya) telah mampu mensubstitusi pupuk anorganik hingga 75-90% (Simarmata dan Joy, 2012).

2.3 Dampak Pada Tanaman

Dengan tidak memberikan pupuk hayati berarti merusak keseimbangan ekosistem biota tanah yang dapat membantu pertumbuhan tanaman dan kesehatan tanah. Dampak yang dapat terlihat adalah terjadinya defisiensi hara atau kahat hara.

Gejala defisiensi hara atau kahat hara secara visual umumnya telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh ahlinya. Apabila tanaman tidak menerima hara yang cukup maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak abnormal (Wijayani dan Didik, 2004).

Jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman, maka pemberian pupuk perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut. Setiap jenis tanaman membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang berbeda. Ketidak tepatan pemberian unsur hara/pupuk selain akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal juga merupakan pemborosan tenaga dan biaya (tidak efisien) (Ruhnayat, 2007).

Marschner (1986) dalam Wiyajani dan Didik (2004) mengatakan tanaman yang kahat Nitrogen, pertumbuhannya lamban, daun pucat dan tidak hijau berseri warnanya. Bila kekurangannya sangat parah maka daun akan berubah menjadi hijau muda dan kuning dan daun yang paling bawah (dewasa) yang menderita dulu kemudian terus keatas (Wijayani dkk, 1998

(10)

normal. Rai (2002) dalam Wiyajani dan Didik (2004) mengatakan tanaman yang kahat hara Magnesium maka klorofil tidak terbentuk karena unsur tersebut esensial bagi molekul klorofil.

2.4 Dampak Pada Lingkungan

Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan, selain pemborosan juga tidak menguntungkan bagi kelestarian lahan dan lingkungan mengakibatkan tingginya residu pupuk dilahan. Pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk di dalam tanah, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat terutama Pb (plumbun) dan Cd (kadmium) (Widaningrum, dkk., 2007 dalam Sipayung, 2012).

Penambahan Cd pada tanah terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat, pupuk kandang, dari buangan industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan minyak. Peningkatan Cd melalui penggunaan pupuk fosfat sangat bervariasi tergantung dari jenis batuan fosfat (fosforit) sebagai bahan industri. Hasil penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa pemupukan fosfat dari batuan apatit asal florida meningkatkan kadar Cd tanah 0,3-1,2 g Cd/ha/tahun (Alloway;Lahuddin, 2007; Sipayung, 2012).

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Logam Cd dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat jumlah atau jumlah kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk kerusakan yang dapat terjadi pada ginjal akibat logam kadmium yaitu terjadinya asam amniouria dan glokosuria, dan ketidaknormalan kandungan asam urat kalsium dan fosfor dalam urine (Pian, 2010 dalam

Sipayung, 2012).

2.5 Penggunaan Pupuk Hayati

Ketidakseimbangan mikroba dan unsur hara yang dibutuhkan tanah yang disebabkan dari penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan tanpa adanya pemberian pupuk hayati perlu untuk dilakukan rekondisi atau remidiasi lahan, salah satunya adalah dengan menggunakan pupuk hayati agar tercapai pemupukan yang berimbang.

(11)

Pupuk hayati telah banyak beredar di pasaran dan beberapa daerah mulai digunakan oleh petani. Pupuk hayati menurut SK Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah.. Pupuk hayati menghasilkan nutrisi tanaman seperti nitrogen dan fosfor melalui kegiatan mereka di tanah atau rizosfir dan membuat tersedia bagi tanaman dalam secara bertahap.

Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme tersebut bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak (Simanungkalit et. al., 2006).

Manfaat yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk hayati adalah menurut Balittanah, (2015):

- Membantu mempercepat proses pengomposan bahan organik menjadi pupuk organik yang siap diberikan untuk tanaman.

- Meningkatkan aktivitas mikroba dalam tanah, kesuburan dan kesehatan tanah mendukung produktivitas tanah yang berkelanjutan.

- Dapat menghasilkan Zat Pemacu Tumbuh (ZPT)

- Mampu menghambat/mengurangi penyebaran patogen tanah - Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

- Menyediakan unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg dan S dan unsur hara mikro Cu, Zn, Mn dan Fe serta hormon tumbuh tanaman.

- Mampu mengefisienkan dosis pupuk organik sampai 50% dengan efek yang sama, serta dapat mengurangi penggunaan pupuk an-organik 30%.

- Dapat mengurangi laju emisi CO2

- Menciptakan habitat yang baik untuk mikroorganisme simbiotik karena mampu menciptakan lingkungan yang bersifat netral khususnya pada tanah-tanah masam

(12)

- Memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama struktur tanah, kemampuan tanah untuk memegang atau menjerap air, status bahan organik tanah, KTK (kapasitas tukar kation) dan ph tanah. Perbaikan sifat-sifat tanah tersebut akan berdampak terhadap peningkatan produktivitas tanah.

Namun, pupuk hayati pun mememiliki sisi negatif yang dapat ditimbulkan, berupa : - Hasil yang akan ditimbulkan cenderung lama

- Perlunya tenaga professional, bila salah dalam pengaplikasiannya akan merugikan. - Mikroba sangat bergantung pada keadaan lingkunga, lingkungan harus dibuat optimal

untuk optimalisasi pertumbuhan dan fungsi mikroba itu sendiri - Hasil yang didapatkan tidak dapat diprediksi

- Menimbulkan bau tidak sedap pada proses anaerob - Tidak tahan lama.

Kontribusi pupuk hayati di Indonesia tersebut masih relatif rendah dibandingkan potensinya. Potensi bakteri penambat N (simbiotik dan nonsimbiotik) dapat dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan N tanaman hingga 75%, mikroba pelarut P (bakteri dan jamur) berperan penting dalam meningkatkan ketersediaan P hingga 50%. Kendala utama dalam pemanfaatan pupuk hayati berkaitan erat dengan: (1) keefektifan pupuk hayati tidak langsung terlihat, (2) ketersediaan pupuk hayati masih terbatas, (3) pengetahuan maupun pemahaman masih rendah. Pupuk hayati penambat nitrogen (simbiotik maupun nonsimbiotik) perlu mendapat perhatian khusus agar dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi tanaman (Simarmata dan Joy, 2012).

Bakteri pembentuk bintil akar (nodula) pada tanaman legum telah mampu mensuplai kebutuhan tanaman sekitar 75-90%, sedang yang nonsimbiotik umumnya sekitar 25% (Simanungkalit et al. 2006, Simarmata, 2011). Hingga saat ini teknologi yang dikembangkan masih terfokus pada teknologi tradisonil (traditionally biotechnology) untuk menjaring isolat unggul. Pemanfaatan bioteknologi moderen pada tanaman non legum mampu membentuk nodula yang dikenal dengan “paranodule” sehingga dapat meningkatkan kemampuan fiksasi N (Kennedy et al. 1992, 1997; Bruulsema, 2007: Simarmata dan Joy, 2012).

2.6 Mekanisme Perbaikan Lahan Oleh Pupuk Hayati

Pupuk hayati mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat membantu pertumbuhan tanaman, menikatkan produktivitas tanaman, meningkatkan kesehatan tanaman dan perbaika lahan, seperti memperbaiki faktor kimia, fisika dan biologis tanah di Indonesia yang sudah jenuh dengan pemberian pupuk anorganik yang berlebihan.

(13)

Kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah dapat memperbaiki kondisi tanah agar tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dalam pengolahan tanah. Berkaitan dengan pengolahan tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuannya untuk diolah pada lengas yang rendah (Atmojo, 2003).

Peranan bahan organik pada pupuk hayati dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hal ini berlangsung melalui mekanisme : Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat. Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen. Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer (Arsyad, 1989).

Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang (Atmojo, 2003).

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negative sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasita pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah (Stevenson, 1982 dalam Atmojo, 2003).

Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya.

Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi (Atmojo, 2003).

(14)

Jumlah bakteri yang ada di dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhannya, seperti temperatur, kelembapan, aerasi dan sumber energi. Tetapi secara umum populasi yang terbesar terdapat di horison permukaan. Mikroorganisme tanah lebih banyak ditemukan pada permukaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan tanah yang paling atas (Alexander,1977 dalam Sinaga, 2012). Teknologi pengolahan tanah minimum diterapkan dalam rangka memperoleh kondisi fisik tanah yang baik bagi aktivitas biologi tanah dan pertumbuhan tanaman yang diusahakan.

Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroba dapat dibedakan menjadi tiga golongan : 1. Mikroba psikrofil, dapat tumbuh pada suhu antara 0 sampai 30 , dengan

suhu optimum 15 . Kebanyakan tumbuh ditempat-tempat dingin, baik didaratan ataupun dilautan.

2. Mikroba mesofil, mempunyai suhu optimum antara 25 - 37 , dengan suhu minimum 15o C dan suhu maksimum antara 45-55 . Jasad ini banyak tumbuh dalam saluran pencernaan , tanah dan perairan.

3. Mikroba termofil, dengan suhu pertumbuhan antara 40 -75 dengan suhu optimum 55 , -60 ,. Papertumbuhan antara 40 -75 dengan suhu optimum 55 -60 . Pada jasad termofil dikenal pula stenotermofil (termofil obligat), yaitu mikroba yang dapat tumbuh baik pada suhu 60 dan tidak dapat tumbuh pada suhu 30 dan euritermofil (termofil fakultatif) yaitu yang mampu tumbuh dibawah 30 (Nur Hidayat, 2006 dalam Sinaga, 2012).

BAB III

(15)

3.1 Kesimpulan

Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati akan menimbulkan banyak kerugian. Kelebihan pupuk anorganik akan menyebabkan degradasi tanah dan lahat unsur hara yang akan menimbulkan pengerasan pada tanah, laju mineralisasi menjadi cepat, tidak seimbanganya ekosistem biota tanah, menguningnya daun, akar menjadi pendek dan lebih ringkih, penurutan KTK tanah, tanaman menjadi rentan terhadap OPT, peningkatan efek residu pada tanah yang akan berakibat pada tanaman dan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya hingga efek globalisasi.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah oemupukan berimbang, yaitu dengan mengimbangi pemupukan dengan pemberian pupuk organik dan pupuk hayati yang akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang telah terdegradasi. Pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.

Kesadaran penggunaan pupuk hayati di Indonesia masih kurang, dikarenakan hasil yang diberikan oleh pupuk hayati tergolong lama, tidak seperti pupuk anorganik yang terlihat instant dalam memperlihatkan hasil namun banyak berdampak buruk. Pupuk hayati diharapkan mampu mendukung program pertanian berkelanjutan dan menciptakan stabilitas pangan.

.

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Kantor Penelitian Dan Pengembangan Kabupaten Pati. (online)

http://litbang.patikab.go.id/index.php/jurnal/247-faktor-faktor-yang-berhubungan- dengan-persalinan-sectio-caesarea-di-kabupaten-pati-studi-pada-rsud-raa-soewondo-dan-rumah-sakit-islam-pati/195-degradasi-tanah-pertanian-penyebab-dan-dampaknya. Arsyad S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Atmojo, Suntoro Wongso. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan Upaya Pengelolaannya. Surakarta; Universitas Sebelas Maret Surakarta. (online)

http://suntoro.staff.uns.ac.id/files/2009/04/pengukuhan-prof-suntoro.pdf. Balittanah. 2015. Pupuk Hayati. Bogor: Balittanah. (online)

http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/en/produk-mainmenu-28/pupuk-hayati-mainmenu-39.

Kasumbogo, Untung. 1997. Pertanian Organik Sebagai Alternatif Teknologi dalam

Pembangunan Pertanian. Diskusi Panel Tentang Pertanian Organik. Jawa Barat: DPD HKTI.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2015. Pupuk Organik. Bogor: 2015. (Online)

http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/news/umum/418-Pupuk%20Organik?

PHPSESSID=c19695e64236d382d3d2401ed6d3a8d0.

Ruhnayat, Agus. 2007. Penentuan Kebutuhan Pokok Unsur Hara N, P, K Untuk Pertumbuhan Tanaman Panili (Vanilla Planifolia Andrews). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik. (online)

http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/bul.vol.18.no.1/5-Panili-Agus %20R.pdf.

Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suryadikarta., R. Saraswati., D. Setyorini., dan W. Hartatik. 2006.

Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Simarmata, Tualar, dkk. 2012. Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Industri Pupuk Hayati (Biofertilizer). Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

(17)

http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/phocadownload/Prosiding%20Pempukan%202012-full%20version.pdf.

Sinaga. 2012. Tinjauan Pustaka. Medan: Universitas Sumatera Utara. (online)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33886/Chapter%20II.pdf? sequence=4.

Sipayung. 2012. Pendahuluan . Medan: Universitas Sumatera Utara. (online)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30909/4/Chapter%20I.pdf. Wijayani, Ari dan Didik Indradewa. 2004. Deteksi Kahat Hara N, P, K, Mg dan Ca pada

Tanaman Bunga Matahari dengan Sistem Hidroponik. Yogyakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret. (online)

http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosains/Vol%206-1/Deteksi%20Kahat%20Hara%20N,%20P,%20K,%20Mg%20dan%20Ca%20pada.pdf.

Referensi

Dokumen terkait

Alat pemindah barang menggunakan aplikasi android berbasis Bluetooth merupakan sebuah alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia dalam mengangkat dan memindahkan barang

Hasil pengujian pyrolysis pada variasi temperature reaktor 300 o C, 350 o C, 400 o C didapat minyak hasil sebagai berikut : plastik LDPE didapat jumlah minyak yang

bahwasanya saat ini beredar sms di kalangan mahasiswa dengan mengatasnamakan Direktur Poltekkes Surakarta (Satino,SKM,MSc.N) yang menginformasikan adanya dana beasiswa

metode BSLT yang berpotensi sebagai antikanker terdapat pada madu yang berasal dari Bali dengan nilai LC50 1,50 ppm.. Hasil analisis dengan FTIR menunjukkan bahwa

Seberapa besar Struktur Modal (DER) perusahaan dipengaruhi oleh total asset turnover (TATO), return on investment (ROI) dan Earning per Share (EPS) pada Industri Dasar

Berdasarkan hasil wawancara kepada informan yakni wali kelas III (IM) mengungkapkan bahwa kreativitas guru dalam menggunakan metode pembelajaran pada mata pelajaran IPS

Angkutan umum adalah angkutan yang melayani masyarakat umum dengan cara membayar atas jasa yang telah disediakan, sedangkan angkutan pribadi disediakan oleh perorangan dan

Jual beli akun game online mobile legends dalam perspektif Hukum Positif lebih banyak memberikan dampak negatif daripada dampak positifnya dan menimbulkan unsur kejahatan