KELOMPOK 4
ALVENIA NUR PRIMADANA ALWI ARIFIN
MUHAMMAD IBNU SHINA MUHAMMAD ZIQRY SANDY HERIYANTO HASUNDUNGAN
SULTAN ARIQ PRANANDA
PERKEMBANGAN SOSIAL
PADA MASA DEMOKRASI
KEHIDUPAN EKTIK
TIONGHOA
Runtuhnya rezim Orde Lama membawa kebankitan terhadap diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia, measa pemerintahan Orde Baru tetap mebuat etnis Tionghoa mengalami diskriminasi rasial dan hilangnya hak asasi manusia, contohnya sebagai berikut ;
• mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu Tanda Penduduk
• tdak bolehnya warga etnis Tionghoa menjadi pegawai negeri serta tentara
Di masa demokrasi terpimpin golongan etnis Tionghoa mendapatkan peran dan pengaruh politk Inodesia, sepert terdapat beberapa menteri dari etnis Tionghoa salah satunya ialah Oei Tjoe Tat yan menjadi menteri yang diperbantukan dalam presidium kabinet Bung karno ia cenderung menjadi
tangan kanan Bung Karno terutama ketka terjadi Konfik dengan Malaysia.
Pada masa dibentuk lembaga yang bertujuan membela
keturunan Tionghoa dari diskriminasi aturan negara, mulanya tercetus nama Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan
Turuanan Tionghoa (Baperwat), namun mengalami berdebatan karena menggunakan kata “Tionghoa” dan pada akhirnya
Dengan tebentuknya Baperki, maka leburlah PDTI (pusat
maupun cabang) otomats berubah menjadi Baperki.
Sebagai golongan etnis Tionghoa, langkah ini merupakan
sejarah besar serta sejalan dengan sambutan hangat oleh
Bung Karno yang mengatakan “Di dalam negara kita tdak
boleh adanya mayokrasi, tapi tdak boleh juga minokrasi”.
Selama pemerintahan Orde Baru, yang dipimpin oleh
Soeharto selam 32 tahun, golongan etnis Tionghoa
PERMASALAHAN SOSIAL
MASYARAKAT
Pemerintahan pada masa demokrais terpimpin
dianggap tdak dapat berhasil menyediakan
kebutuhan sandang dan pangan bagi rakyat. Selain
itu, biaya kbutuhan hidup juga terus meningkat.
pada masa demokrasi terpimpin kekuatan PKI
mendominasi. PKI berhasil mempengaruhi
sebagian besar masyarakat di pedesaan. PKI
Di jawa barat PKI mengadakan gerakan turun ke
bawah (Turba) dengan mengirim sekitar 4000-5000
kader ke desa-desa untuk melaksanakan aksi tga
sama yang meliput
•
Sama tnggal
•
Sama makan
•
Sama bekerja
aksi ini dilakukan untuk mengetahui keluh kesah
para petani. PKI juga berusaha menghapus pengaruh
para ulama untuk mencari dukungan kepada
PERTENTANGAN LEKRA DENGAN
MANIFES KEBUDAYAAN
Lembaga Kebudayaan rakyat → organisasi yg bekerja di bidang kebudayaan, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Jargon lekra
sepert seni untuk rakyat, politk adalah panglima , dan realisme social dianggap bagian PKI. Di tengah maraknya Doktrin komunis dalam bidang seni dan sastra, pada 17 Agustus 1963 H.B. Jasin, Wiratmo Sukito, dan trisno Sumardjo mengumumkan
pembentukan Manifes Kebudayaan (Manikebu).
Manikebu mendapat dukungan dari AD. Manikebu dan
AD sependapat bahwa agama adalah unsur pokok dalam
national and charact#r build ing
. Pernyataan ini mendapat
pukulan bagi PKI yang sering melupakan nilai-nilai agama.
SISTEM PENDIDIKAN
Sist#m P#nd id ikan pad a masa itu d id asari Manif#sto
Politik (manipol). P#nd id ikan b#rwatak manipol harus
m#ngakomod asi k#p#ntingan rakyat Ind on#sia d an
m#njad i bagian umum r#ncana r#volusi Ind on#sia.
1.Mengembangkan cinta bangsa dan tanah air,
moral nasional,serta keagamaan
2.Mengembangkan kecerdasan
3.Mengembangkan emosional artstc
4.Mengembangkan kerajinan tangan
5.Mengembangkan kesehatan jasmani
PERKEMBANGAN PERS
Pada masa demokrasi terpimpin partai politk dna
organisasi politk tdak bias lepas dari peran pers. Ini
disebabkan karena hampir setap partai politk memiliki
surat kabar, baik yang terbit secara harian, mingguan,
maupun bulanan.
Beberapa partai politk ini memiliki surat kabar
sendiri, contohnya sepert
Surat kabar suluh ind on#sia
( PNI ),
Harian abad i
( masyumi ),
Duta masjarakat
( nu),
MANIPOL-USDEK yang diperkenalkan presiden telah
merubah dasar pelaksanaan dari pers tersebut. Dan
menjadikan kebebasan pers semakin terbatas, persyaratan
untuk mendapatkan surat izin tjetak ( SIT ) dan menerbitkan
suatu kabar pers harus mendukung sepenuhnya
MANIPOL-USDEK.
System demokrasi terpimpin mempengaruhi fungsi pers
menjadi tombak dari pemerintahan, tetapi tdak semua pers
mengikut kehendak pemerintah. Akibatnya pada saat itu
tejadi perselisihan antara pers pemerintahan dan pers oposisi.
Sepert yang terjadipada barisan pendukung soekarno ( BPS )
PERKEMBANGAN ARSISTEKTUR
Pada tahun 1959-1965 perkembangan arsistektur di
beberapa kota di Indonesia dipengaruhi oleh gaya
arsistektur soekarno yang disebut “ padu padan “ . gaya
ini pada masa demokrasi terpimpin direalisasikan
pertama kalinya ketka menjadi tuan rumah
penyelenggaraan asean game IV pada tahun 1962.
Di Jakarta sendiri ornament yang tercipta dari
gagasan ide soekarno adalah hotel Indonesia, masjid
instilal, pusat perbelanjaan sarinah, gedung PMI
Jakarta, monument nasional yang berada di Jakarta.
Sedangkan rancangan soekarno yang lainya diluar
Jakarta adalah bundaran besar yang berada di tengah
kota palangkaraya, gedung herbarium bogor, hotel
ambarukmo Yogyakarta, dan hotel bali beach dnepasar.
Untuk memperindah banyak kota di Indonesia beliau
membuat banyak monument di kota berupa patung.
Patung – patung tersebut antara lain patung selamat
datng, patung pangeran diponogoro, patung tani,
AKSI TRITURA
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal
berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari percaturan politik Indonesia.
Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI),
kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi
tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965
membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.
Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas.
Situasi yang menjurus ke arah konflik politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Perasaan tidak puas terhadap keadaan saat itu mendorong para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan
Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan yaitu:
a. Pembubaran PKI,
b. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI, c. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Tuntutan rakyat agar Presiden Soekarno membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi Presiden danuntuk menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum juga
memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI. Pada saat
Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang
menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Sebagai akibat dari aksi itu keesokan harinya yaitu
pada tanggal 25 Februari 1966 berdasarkan keputusan Panglima
Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.
Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan makin parahnya krisis kepemimpinan nasional. Keputusan membubarkan KAMI dibalas oleh mahasiswa Bandung dengan mengeluarkan “Ikrar Keadilan dan Kebenaran” yang memprotes pembubaran KAMI dan mengajak rakyat untuk meneruskan perjuangan. Perjuangan KAMI kemudian dilanjutkan dengan munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), krisis nasional makin tidak terkendalikan. Dalam pada itu mahasiswa
Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh
Front Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali pembubaran KAMI. Dalam suasana yang demikian,
pada 8 Maret 1966 para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan mengobrak - abrik gedung
Departemen Luar Negeri, selain itu mereka juga membakar
kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua. Aksi para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden
Soekarno.
Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian
supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha yang ingin membelokkan revolusi bangsa Indonesia dan supaya siap sedia untuk menghancurkan setiap usaha yang
SUPERSEMAR
Surat Perintah Sebelas Maret
atau
Surat Perintah 11
Maret
yang
disingkat
menjadi
Supersemar
adalah
surat
perintah yang ditandatangani oleh
Presiden Republik
Indonesia
Soekarno
pada tanggal
11 Maret
1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan
Soeharto
, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan
dan Ketertban (
Pangkopkamtb
) untuk mengambil
Adapun latar belakang keluarnya Surat Perintah pada tanggal 11 Maret 1966 ini, versi resminya adalah sebagai
berikut. Menjelang akhir tahun 1965, operasi militer terhadap sisa-sisa G-30-S/PKI boleh dikatakan sudah selesai, hanya
penyelesaian politk terhadap peristwa tersebut belum
dilaksanakan oleh Presiden Soekarno. PKI belum dibubarkan. Sementara krisis ekonomi semakin parah.
Laju infasi mencapai 650%. Tanggal 13 Desember 1965 bahkan dilakukan devaluasi, uang bernilai Rp 1.000,00 turun menjadi Rp 1,00. Sementara itu, harga-harga membumbung naik. Hingga pada bulan Januari 1966 para mahasiswa dan
pelajar yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) dengan salah satu pentolannya Soe Hok Gie telah melakukan aksi
Selama 60 hari, dengan dipelopori para Mahasiswa
Universitas Indonesia, seluruh jalanan ibukota dipenuhi
demonstran. Aksi yang dilancarkan melalui
demonstrasi maupun melalui surat kabar tersebut
intnya mengecam Soekarno dan jajarannya yang tdak
peduli kepada rakyat. Mreka menyampaikan Tri
tuntutan rakyat (Tritura), yang isinya: Bubarkan PKI,
Retool Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Kabinet yang dijuluki
“Kabinet 100 menteri” (karena jumlah menterinya
Ketka Presiden berpidato, Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa (Pengawal Presiden) memberitahukan bahwa istana sudah dikepung pasukan tak dikenal. Meskipun ada jaminan dari Pangdam Jaya
brigjen Amir Mahmud, bahwa keadaan tetap aman, Presiden
Soekarno yang tetap merasa khawatr, pergi dengan helikopter ke Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrie dan Dr. Khairul Saleh.
Lepas tengah malam tanggal 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto membubarkan PKI dengan dasar hukum surat perintah tersebut. PKI beserta ormas-ormasnya dilarang di seluruh Indonesia terhitung
DUALISME KEPIMPINAN
NASIONAL
Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan
nasional yang mengarah pada dualisme kepemimpinan. Disatu pihak Presiden Soekarno masih menjabat presiden, namun pamornya telah kian merosot. Soekarno dianggap tdak aspiratf terhadap tuntutan masyarakat yang mendesak agar PKI dibubarkan.
Hal ini ditambah lagi dengan ditolaknya pidato
pertanggungjawabannya hingga dua kali oleh MPRS. Sementara itu Soeharto setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar dari Presiden Soekarno dan sehari sesudahnya
Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet, tetapi pelaksanaan pimpinan dan tugas harian
dipegang oleh Soeharto. Kondisi sepert ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan nasional”, yaitu
Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan. Presiden
Soekarno sudah tdak banyak melakukan tndakan-tndakan pemerintahan, sedangkan sebaliknya Letjen. Soeharto
banyak menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan.
Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” ini akhirnya menimbulkan pertentangan politk dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung Soekarno dan
Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni
sampai awal Juli 1966 memutuskan menjadikan
Supersemar sebagai Ketetapan (Tap) MPRS. Dengan
dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara hukum
Supersemar tdak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh
Presiden Soekarno. Bahkan sebaliknya secara hukum
Soeharto mempunyai kedudukan yang sama dengan
Soekarno, yaitu Mandataris MPRS.
Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi
hak prerogatf Soekarno selaku Presiden. Secara eksplisit
dinyatakan bahwa gelar “Pemimpin Besar Revolusi” tdak
lagi mengandung kekuatan hukum. Presiden sendiri masih
diizinkan untuk membacakan pidato
Pada tanggal 22 Juni 1966, presiden Soekarno menyampaikan pidato “Nawaksara” dalam persidangan MPRS. “Nawa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berart sembilan, dan “Aksara” berart huruf atau istlah. Pidato itu memang berisi sembilan pokok persoalan yang dianggap pentng oleh presiden Soekarno selaku mandataris MPR. Isi pidato tersebut hanya sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristwa berdarah yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden menyampaikan surat kepada pimpinan MPRS yang berisi Pelengkap Nawaksara. Dalam Pelengkap Nawaksara itu presiden mengemukakan bahwa
mandataris MPRS hanya mempertanggungjawabkan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan bukan hal-hal yang lain.
Nawaksara baginya hanya sebagai progress report yang ia sampaikan secara sukarela. Ia juga menolak untuk seorang diri
Salah seorang sahabat Soekarno, Mr. Hardi, menemui Presiden Soekarno dan memohon agar Presiden Soekarno membuka prakarsa untuk mengakhiri dualisme
kepemimpinan negara, karena dualisme kepemimpinan inilah yang menjadi sumber konfik politk yang tdak kunjung
berhent. Mr. Hardi menyarankan agar Soekarno sebagai mandataris MPRS, menyatakan non aktf di depan sidang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran PKI.
Ia meminta agar diumumkan pada hari Rabu tanggal 22 Februari 1967. Tepat pada pukul 19.30, Presiden Soekarno
membacakan pengumuman resmi pengunduran dirinya. Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantk menjadi