• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA, RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KOMPARATIF PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA, RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STUDIKOMPARATIFPEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA,

RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

JURNAL

Oleh

PUNDAWA ADROSIN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

STUDIKOMPARATIFPEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA,

RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Oleh:

Pundawa Adrosin, Firganefi, S.H., M.H., Dona Raisa Monica, S.H., M.H. Email: adrosinpundawa@yahoo.co.id

Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam sangat berbeda. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam dan bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa pelaku dalam KUHP pelaku zina ditentukan oleh status perkawinan dan diancam sembilan bulan penjara, begitu pula dengan Rancangan KUHP 2013 hanya saja ditambahkan dengan ketentuan laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama lajang, diancam penjara lima tahun, dan keduanya menggunakan delik aduan absolut. Hukum Pidana Islam menentukan pelaku zina(muhshan)dipidana rajam sampai mati, pelaku zina (ghaira mushan)dipidana cambuk seratus kali dan asingkan selama satu tahun, menggunakan delik umum dengan empat orang saksi laki-laki dewasa. Pendapat ahli hukum, pidana yang diterapkan dalam KUHP terlalu ringan, sehingga belum dapat mencapai tujuan memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana. Rancangan KUHP tahun 2013 sudah cukup berat tetapi masih berlakunya delik aduan absolut.Pidana yang terdapat dalam hukum pidana Islam sangat baik karena hukumnya berasal dari Allah SWT.

(3)

ABSTRACT

COMPARATIVESTUDY OFCRIMECRIMINALIZATION POSITIVELAWININDONESIAADULTERY,

DRAFTCRIMINAL CODE, AND THE CRIMINALLAW OF ISLAM

By:

Pundawa Adrosin, Firganefi, S.H., M.H., Dona Raisa Monica, S.H., M.H. (Email: adrosinpundawa@yahoo.co.id)

Punishment of Adultery in the KUHP, draft law of KUHP in 2013 and the Islamic Law are very different. The problems discussed in the thesis were on how the comparison of punishment against adultery under Indonesian Positive Law (KUHP), RUU KUHP in 2013, and the Islamic Criminal Law and how the legal expert opinion on the basic concept of punishment to the crime of adultery by Indonesian Positive Law (KUHP),RUU KUHP in 2013, and the Islamic Criminal Law. Problem approach used in this study was the normative juridical approach and empirical juridical with primary data and secondary data obtained from the

literature and field research. The results ofthe studyanddiscussion

ofconclusionscan bedrawnthat theperpetratorsof the

KUHPadulterydeterminedbymarital statusandthreatenedninemonths in prison, as well as thedraft of KUHP in 2013onlyaddedto the provisionsof menandwomenare

equallysingle, threatened withfiveyearsin prison,and bothuse

thecomplaintabsoluteoffense. IslamicCriminal Lawdefineadultery(muhshan) shall

be stoningto death, adultery(ghaira Mushan) shall whipa

hundredtimesandexiledfor oneyear, usinga commonoffensewithfouradult

malewitnesses. Legal expert opinion, criminal which applied in the KUHP wasoverly light, so it could not achieve the goals provided a deterrent effect to the criminal perpetrator. Draft of KUHP in 2013 was quite heavy but still needed the enactment of complaint absolute delict. Criminal punishmentfound in Islamic criminal law was very good because the law comes from Allah SWT.

(4)

I. PENDAHULUAN

Perbuatan zina atau yang sering di bahas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah hubungan seksual di luar nikah, merupakan perbuatan yang melanggar norma, baik norma susila maupun norma agama. Di Indonesia pezina mendapatkan hukuman, baik secara adat, agama maupun hukum positif yang hidup dan berlaku di masyarakat. Pada KUHP yang berlaku di Indonesia sanksi pidana terhadap zina tidak sesuai dengan apa yang di timbulkan dari perbuatan zina itu sendiri. Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam sangat berbeda. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam dan bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan.Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat dan analisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya ditarik suatu simpulan.

II. PEMBAHASAN

A. Perbandingan Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam.

Perbandingan ketiga sumber hukum diatas sebagai berikut:

1. Perbandingan Dari Segi Subjek Pelaku

Dari uraian dalam Bab II, telah diungkapkan bahwa subjek atau pelaku zina dalam Hukum Islam dan KUHP berbeda. Dalam KUHP subjek Tindak Pidana perzinaan adalah orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan. KUHP hanya menghukum perzinaan dalam konteks adultery. Sedangkan dalam Hukum Islam, setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum, menurut Hukum Islam dapat menjadi subjek delik perzinaan. Dalam Hukum Islam, baik perzinaan dalam konteks adultery maupun

fornication1, sama-sama harus

dihukum.

Subjek pelaku zina dalam Hukum Islam diterengkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari:

"Tak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di sisi Alloh selain dari seorang lelaki yang mencurahkan maninya di tempat yang tidak halal baginya."2

1

Sukarela hubungan seksual antara orang-orang tidak menikah satu sama lain.

2

(5)

2 utusan Alloh, kecuali terhadap tiga orang, yaitu, orang yang menghilangkan nyawa (orang lain),

orang yang pernah

kawin melakukan perzinaan, dan orang murtad."3

Penyusun Rancangan KUHP terlihat telah mencoba untuk memasukkan konsep perzinaan dalam perspektif Hukum Islam dari segi subjek ke dalam Rancangan KUHP tahun 2013. Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama lajang, yang melakukan perzinaan dihukum. Dalam rumusan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 memang disebutkan dengan istilah zina. Rumusan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menunjukkan perbuatan yang dalam Hukum Islam dikenal dengan istilah zina dalam konteks fornication. Tetapi Rancangan KUHP tahun 2013 mensyaratkan bahwa perbuatan tersebut baru dapat dihukum apabila adanya pengaduan dari pihak istri atau suami, atau orang ketiga yang merasa tercemar. Sayangnya Rancangan KUHP tidak menjelaskan atau menetapkan mengenai definisi atau batas-batas tentang hal yang dimaksud dengan orang ketiga yang tercemar. Dalam penjelasan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013

Hukum Islam: Hudud dan

kewarisan(Syari’ah II), diterjemahkan oleh Zainudin da Rusydi Sulaiman, Op.Cit.,hlm. 37.

3

Hr. Muslim sebagaimana dikutip dari Asyhari Abd. Ghofar,Op.Cit., hlm. 27.

juga tidak dijelaskan mengenai hal-hal tersebut.

2. Perbandingan Dari Segi Pemidanaan

Tindak Pidana Perzinaan yang diatur dalam KUHP diancam dengan Hukuman penjara maksimal 9 (sembilan) bulan. Menurut ketentuan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013, Tindak Pidana Perzinaan diancam dengan Hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun. Dalam Hukum Islam pezina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati. Sedangkan pezina ghaira mushan dijatuhi pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah dengan Hukuman diasingkan selama satu tahun. Namun Ahmad Sukaja berpendapat bahwa Hukuman bagi pezina muhshan / muhshanah tidak harus dalam bentuk Hukuman rajam, melainkan dapat diganti dengan cara lain yang mengakibatkan kematian. Hal yang terpenting dan pelaksanaan Hukuman mati itu adalah dengan tujuan untuk memberikan pelajaran kepada rnasyarakat agar tidak melakukan perbuatan serupa (zina), sesuai dengan ketentuan surat An-Nuur (24) Ayat 2 harus dilakukan di hadapan masyarakat umum. Hal ini bertujuan supaya orang takut untuk melakukan perzinaan.

(6)

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Alloh, jika kamu beriman kepada Alloh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslaim, Nabi Bersabda:

“Ambillah sunnah dariku (Nabi). Sungguh Alloh menjadikan bagi mereka, jalan (untuk bertaubat) yaitu jejaka yang berzina dengan gadis maka didera 100 kali dan diasingkan selama satu tahun, adapun orang yang sudah/ sudah pernah bersuami/ beristeri yang berzina di dera 100 kali dan dirajam sampai mati.”

Ketentuan dalam Rancangan KUHP tahun 2013 tentang pemidanaan tindak pidana perzinaan dari Pasal 483 adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Pemidanaan terhadap zina yang dilakukan kepada anak- anak ditentukan pada Pasal 484 adalah Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, dan pidana denda paling sedikit Kategori IV sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Kategori VI sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah berdasarkan ketentuan Pasal 80 Ayat (3) RUU-KUHP 2013. Pemidanaan terhadap zina yang dilakukan sedarah atau disebut Incest (sumbang) adalah paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun pidana penjara.

Dipandang dari segi pemidanaan, jelas ketentuan Hukuman perzinaan baik dalam KUHP maupun Rancangan KUHP tahun 2013 tidak sepaham dengan Hukum Islam. KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 hanya menghukum pelaku zina dengan hukuman penjara antara 3 (tiga) sampai dengan 15 (lima belas) tahun penjara. Pemidanaan menurut KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 tersebut sangat jauh lebih ringan dibandingkan dengan hukuman yang diancamkan oleh Hukum Islam, yaitu hukuman rajam (sampai mati) atau hukum cambuk. Hukuman bagi pezina manurut Hukum Islam ini biasanya mengakibatkan kematian atau setidaknya cacat anggota tubuh.4 Akibat dan Hukuman yang diancamkan oleh KUHP maupun Rancangan KUHP tahun 2013 jelas tidak sebanding dengan Hukum Islam, maka KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 dapat dinilai tidak lebih efektif dalam menanggulangi perzinaan dalam masyarakat. Namun demikian, walaupun dinilai memberi efek jera kepada masyarakat, ketentuan Hukum Islam tidak dapat diterapkan di Indonesia, karena belum diadopsi dalam hukum positif di Indonesia.

3. Perbandingan Dari Segi Jenis Delik

Tindak Pidana Perzinaan yang diatur dalam KUHP merupakan suatu delik aduan. Menurut KUHP, yang dapat melakukan pengaduan adalah suami atau isteri atau pihak ketiga yang tercemar. Apabila tidak ada pengaduan dan pihak-pihak yang ditunjuk oleh pasal-pasal tersebut,

4

(7)

4

maka suatu delik perzinaan tidak dapat diproses. Dalam Rancangan KUHP tahun 2013 Tindak Pidana Perzinaan juga masih merupakan delik aduan. Menurut Pasal 483 ayat (2) Rancangan KUHP tahun 2013 yang dapat melakukan pengaduan atas Tindak Pidana Perzinaan adalah suami atau istri dan pihak ketiga yang merasa tercemar. Dengan demikian maka apabila tidak ada pengaduan dan mereka yang ditunjuk oleh pasal-pasal tersebut, suatu Tindak Pidana Perzinaan tidak dapat diproses secara Hukum.

Tindak Pidana Perzinaan dalam Hukum Islam, bukan merupakan delik aduan. Apabila seseorang mengetahui terjadinya suatu Tindak Pidana Perzinaan maka ia dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk selanjutnya diproses secara Hukum. Namun perlu juga diperhatikan bahwa untuk membuktikan suatu Tindak Pidana Perzinaan, Hukum Islam mensyaratkan suatu syarat yang berat. Untuk membuktikan delik perzinaan menurut sebagian besar ulama, Hukum Islam mewajibkan empat orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung masuknya penis ke dalam vagina.5

Hukum Islam mengatur seseorang yang melaporkan terjadinya delik perzinaan tidak dapat menghadirkan empat orang saksi sebagaimana disyaratkan, maka orang yang mengadukan tadi akan mendapatkan sanksi yang berat. Seseorang yang mengadukan delik perzinaan tapi tidak dapat menghadirkan empat orang saksi akan didakwa telah melakukan Tindak Pidana menuduh

5

Haliman, Op.Cit., hlm. 399.

berzina (Al-Qadzf). Ketetapan hukum Islam terkait dengan tindak pidana perzinaan tersebut tentunya sangat berbeda dengan dengan faham individualistik /kebebasan yang dianut dalam tatanan kehidupan ala barat.

Menurut Barda Nawawi Arief:

“Dalam pandangan „Barat‟ yang

individualistik-liberalistik, hak-hak dan kebebasan individual (termasuk di bidang Hukum seksual/moral) sangat menonjol dan dijunjung tinggi. Sepanjang hubungan seksual/moral itu bersifat individual, bebas dan tanpa paksaan, hal demikian dipandang wajar dan tidak tercela. Oleh karena itu wajar perzinaan dan lembaga perkawinan dipandang bersifat sangat pribadi (sangat privat).6

Berdasarkan uraian di atas, wajar saja apabila menurut Hukum Barat delik Perzinaan dikategorikan sebagai delik aduan. Hukum Barat ini di pengaruhi oleh ajaran yang menonjolkan paham individualism ,

liberalisem , dan individual

rights.7Menurut Jimly Ashiddiqie,

Perzinaan dalam Hukum Barat dianggap sebagai suatu delik hanya karena keharusan moral untuk setia kepada suami atau istri.8 Namun tidak demikian dengan Hukum Islam. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam bab ini, menurut Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan bukan merupakan delik aduan yang memerlukan adanya

6

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai kebijakan Hukum Pidana, cet. 2, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 254.

7

Ibid.

8

(8)

pengaduan dari pihak-pihak yang berhak supaya delik ini dapat diproses secara Hukum. Menurut Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan merupakan pelanggaran terhadap Hak Alloh, Hak masyarakat, dan Hak keluarga dari para pelaku zina. Sehingga wajar apabila dalam Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan ini diancam dengan Hukuman yang sangat berat.

Menurut penulis, kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah beragama Islam, secara umum masih memandang Tindak Pidana Perzinaaan sebagai perbuatan tercela. Beberapa daerah di Indonesia menerapkan aturan (hukum adat) yang ditujukan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat, yaitu pelaku Tindak Pidana Perzinaan yang tertangkap basah diarak telanjang bulat keliling kampung oleh masyarakat.9 Berdasarkan hal ini, penulis berpendapat bahwa Tindak Pidana Perzinaan juga menyinggung perasaan masyarakat, tidak hanya keluarga. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyusun

RUU KUHP sebaiknya

mempertimbangkan untuk mengubah Tindak Pidana Perzinaan menjadi delik umum / biasa, bukan delik aduan absolut.

Menurut Barda Nawawi Arief:

“Dalam pandangan dan struktur

sosial-budaya masyarakat yang lebih bersifat kekeluargaan, kolektivistik dan monodualistik , masalah perzinaan dan lembaga perkawinan bukan semata - mata masalah privat dan kebebasan individual; tetapi terkait pula nilai - nilai dan

9

Topo Santoso, Menggasa Hukum Pidana Islam, cet. 1., Bandung. Asy Syamil, 2000, .hlm. 78.

kepentingan masyarakat luas, minimal kepentingan keluarga, kepentingan kaum dan kepentingan lingkungan. Hubungan atau proses perkawinan bukan semata - mata hubungan / perjanjian / proses antara individu yang bersangkutan, tetapi juga terkait hubungan / proses kekeluargaan dan kekerabatan kedua belah pihak, bahkan juga

lingkungan.“ 10

Tindak Pidana Perzinaan merupakan suatu delik yang berkaitan dengan nilai-nilai Suci suatu lembaga perkawinan. Sehingga Barda Nawawi mengatakan:

“..masalah sentralnya terletak pada

pandangan dan konsep nilai dari masyarakat/ warga masyarakat mengenai nilai-nilai kesusilaan dan nilai kesucian dari lembaga perkawinaan itu sendiri.”11

(9)

6

Rancangan KUHP jelas sekali menetukan Tindak Pidana Perzinaan merupakan delik aduan absolut. Hal ini jelas tidak sepaham dengan pandangan Hukum Islam. Dalam Hukum Islam perzinaan bukan merupakan delik aduan. Suatu perzinaan dapat diproses secara Hukum tanpa perlunya pengaduan dan suami atau istri,atau pihak ketiga yang tercemar saja. Suatu perzinaan dapat diproses secara Hukum selama ada empat orang saksi yang dapat diajukan. Begitu juga apabila ada pengakuan dan pelaku zina, atau bukti lain berupa kehamilan yang tidak disebabkan oleb perkosaan. Dengan menjadikan delik perzinaan sebagai delik aduan absolut, berarti memberi peluang terjadinya perselingkuhan dan hubungan seksual sebelum perkawinan. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama dan tidak sepaham dengan tujuan ditetapkannya Undang-undang Perkawinan. Undang-undang Perkawinan mengatakan bahwa hubungan seksual hendaknya dilakukan dalam lembaga perkawinan.14 Selain itu, patut dipertimbangkan pula dampak lain yang dapat timbul dari terbukanya peluang terjadinya perzinaan. Dengan adanya peluang luas terjadinya perzinaan, dunia pelacuran dapat tumbuh dengan subur di masyarakat. Hal inisesuai dengan prinsip Hukum ekonomi yang menyatakan semakin banyak

demand, semakin banyak juga

supply. Usaha-usaha pelacuran ikut

menjadi laris dengan terbukanya peluang terjadinya perzinaan. Padahal melalui pelacuran penyakit kelamin sangat mudah mewabah dalam masyarakat.15 Bahkan

14Ibid.

Hlm. 294.

15Ibid.

penyakit berbahaya yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, AIDS, juga dapat mewabah melalui pelacuran.

B. Pendapat Ahli Hukum Mengenai Konsep Dasar Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam

Pendapatahli hukum mengenai pemidanaan tindak pidana perzinaan sebagai berikut:

1. Menurut Welly Dwi Saputra, berpendapat bahwa Tindak Pidana perzinaan adalah tindakan yang seharusnya memiliki sanksi yang berat, karena Tindak Pidana tersebut menggangu perasaan kesusialan masyarakat. Tindak pidana tersebut membuat banyaknya anak yang terlantar karena banyak wanita yang hamil di luar nikah, dan juga menyebabkan maraknya tindakan Aborsi yang

merupakan tindakan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Beliau juga

berpendapat bahwa

(10)

melakukan tindak pidana perzinaan akan berfikir dua kali untuk melakukannya, karena sanksinya sangat berat. Beliau mengatakan seharunya delik yang di terapkan dalam Tindak Pidana Perzinaan adalah delik bisa/ umun bukan delik aduan absolut. Seharusnya Tindak Pidana Perzinaan dihukum lebih berat dari yang di terapkan dalam KUHP, dikarenakan tindak pidana ini juga merusak moral bangsa, seperti halnya tindak pidana narkoba yang dapat merusak generus bangsa. 16

2. Menurut Fatkhurohman sebagai Guru Pondok Pesantren, beliau berpendapat bahwa zina itu banyak jenisnnya termasuk zina mata, zina hati dan juga zina Had. Zina Had yang dapat diberikan sanksi adalah zina yang dilakukan belum berkeluarga (ghairo muhshan) atau sudah berkeluarga

(muhshan) secara hukum islam

dapat di pidana. Zina Had itu terdiri dari zina antara laki-laki dan perempuan yang tidak adanya ikatan perkawinan secara sah baik secara agama maupun pemerintah, Selain itu juga terdapat jenis zina lain yang dapat dipidana dalam ajaran Islam yaitu zina yang dilakukan oleh sesama jenis, baik sesama perempuan (lesbian) maupun antara sesama laki-laki

(homoseksual) dan juga zina

yang dilakukan manusia dengan hewan. Adapun dasar pemidanaan yang diberikan kepada pelaku zina sebagaimana

16Ibid.

diungkapkan oleh Fathurahman adalah: dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Alloh, jika kamu beriman kepada Alloh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”

b. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah bersabda:

“Orang tua (orang yang

telah menikah) laki- laki dan perempuan ketika berzina keduanya maka ranjamlah keduanya

sampai mati.”

(11)

8

hasil perzinaan baik permpuan maupun laki-laki, serta (c). hilangnnya jalur kemahroman bagi anak terhadap jalur keluarga bapak bagi anak hasil perzinaan baik perempuan maupun laki-laki.17

3. Menurut Tri Andrisman, sebagai dosen bagian hukum pidana. Beliau berpendapat bahwa hukum Islam yang mengatur perzinaan menerapkan hukuman yang sangat berat, tetapi hukum yang berat itu tidak bisa diterapkan di Indonesia. Hukum yang dapat berlaku di Indonesia saat ini adalah hukum yang berlaku secara internasional, yaitu hukum yang diberlakukan tidak menyiksa dan tidak menumbulkan kematian. Beliau berpendapat bahwa hukum perzinaan yang dikaitkan dengan perasaan kesusilaan masyarakat saat ini masih berlaku di Indonesia.Secara umum masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi hukum adat sehingga banyak yang mengatur hukuman terhadap tindakan perzinaan, walaupun dengan jenis dan sanksi hukum adat berbeda. Beliau berpendapat bahwasannya Rancangan KUHP yang mengatur hukuman pidana penjara lima tahun itu sudah baik.18

4. Menurut Nunung Rodliyah, sebagai dosen bagian hukum perdata. Beliau berpendapat bahwa hukum pidana dalam Islam itu merupakan hukum

17

Berdasarkan wawancara dengan narasumber pada tanggal, 15 Mei 2014.

18

Berdasarkan wawancara dengan narasumber pada tanggal, 22 Mei 2014.

yang sudah ditentukan oleh Alloh SWT. Hukum yang berasal dari Alloh SWT yang diturunkan kedunia melalui malaikat yang disampaikan kepada rosull/ utusannya yaitu Nabi Muhamad SAW tidak akan salah. Hukum pidana Islam yang menerapkan hukuman sanksi yang berat terhadap suatu Tindak Pidana merupakan tujuan dari pidana itu sendiri. Diamana pidana dibuat untuk membuat seseorang pelaku tindak pidana merasa jera dan orang lain yang akan melakukan Tindak pidana tersebut akan takut melakukannya.19

Tujuan dari pidana adalah membuat nestapa terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pidana yang terdapat dalam Hukum Islam merupakan wujud dari ketegasan dalam sebuah hukum. Hukum Islam tidak dapat diterapkan diIndonesia secara mutlak dikarenakan belum dijadikan hukum positif Indonesia seperti hukum perdata perkawinan dan sistem perbankkan syariah. Delik yang terdapat dalam Hukum Islam mengenai perzinaan merupakan delik umum tetapi harus adanya saksi yang berjumlah 4 (empat) orang yang melihat secara langsung kejadian perzinaan tersebut.

III. Simpulan

1. Perbandingan Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam.

19

(12)

Terdapat perbedaan dan dapat disimpulkan sebagai berikut: a) KUHP menentukan pelaku

Tindak Pidana Perzinaan hanya kepada orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan, yaitu perzinaan diancam dengan hukuman penjara maksimal sembilan bulan dan merupakan delik aduan absolut.

b) Rancangan KUHP tahun 2013 menentukan pidana pelaku zina kepada orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan; atau laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama lajang; yaitu perzinaan diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan merupakan delik aduan absolut.

c) Hukum Pidana Islam menentukan pelaku Tindak Pidana Perzinaan kepada setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum terikat dalam perkawinan, baik perzinaan dalam konteks adultery maupun fornication, sama-sama harus dihukum. Pelaku zina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati, sedangkan pelaku zina

ghaira muhshan dijatuhi

pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah

dengan Hukuman

diasingkan selama satu tahun dan merupakan delik umum, tetapi mewajibkan adanya 4 (empat) orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung.

2. Pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam berbeda. Para ahli hukum berpendapat, bahwa pemidanaan tindak pidana perzinaan yang diterapkan dalam KUHP di Indonesia pada saat ini dinilai masih terlalu ringan, yaitu KUHP menetapkan hukuman hanya selama 9 (sembilan) bulan penjara, sehingga para pelaku zina masih meremehkan hukum yang diberlakukan tersebut. Hukum pidana yang diterapkan tersebut belum dapat mencapai tujuan memberikan efek jera atau nestapa kepada pelaku tindak pidana, padahal seharusnya hukum itu membuat orang yang akan melakukan tindak pidana berfikir terhadap akibat yang ditimbulkan, baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain.

(13)

10

lama 5 (lima) tahun penjara, akan tetapi masih terdapat kekurangan yaitu masih diberlakukannya delik aduan absolut, itu yang membuat penangana kasus perzinaan lambat untuk ditindak oleh polisi karena perlu adanya pengaduan dari pihak yang ditunjuk dalam rancangan KUHP tersebut. Hukum Pidana Islam dalam Rancangan KUHP tahun 2013 belum dapat diterapkan, karena belum menjadi hukum positif Indonesia. Delik yang diterapkan dalam hukum pidana Islam adalah delik umum yang dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat kejadian tindak pidana tersebut, akan tetapi mempersyaratkan adanya 4 (empat) orang saksi yang melihat kejadian zina tersebut secara langsung.

Hukum Pidana Islam menerapkan hukum yang tegas terhadap tindak pidana hudud / Had dimana zina termasuk didalamnya, dan hukuim pidana Islam yang menerapkan sanksi berat terhadap suatu tindak pidana dan itu merupakan tujuan dari pidana itu sendiri. Diamana pidana dibuat untuk membuat seseorang pelaku tindak pidana merasa jera dan orang lain yang akan melakukan tindak pidana tersebut akan takut melakukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie. Jimly. Pembaharuan

Hukum Pidana Indonesia.

ed.2. cet. 4. Bandung. Angkasa. 1996.

Ghofar. Asyhari Abd.. Pandangan Islam Tentang Zina dan

Perkawinana Sesudah

Hamil: Suatu Pergeseran

Nilai Sosial. cet. 3. Jakarta.

Andes Utama. 1996.

Hamzah. Andi. Kamus Hukum. cet. 1. Jakarta. Ghalia. 1986. Muchtar. Kamal. Asas-asas Hukm

Islam tentang Perkawinan. Jakarta. Bulan bintang. Nawawi Arief. Barda. Bunga Rampai

Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. PT. Citra Aditya Bakti. 1996.

Santoso.Topo. Menggasa Hukum

Pidana Islam. cet. 1.

Bandung. Asy Syamil. 2000.

Yayasan Penyelengara Penterjemah

Al Qur‟an. Al Qur’an dan

Terjemahannya. Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

matlab, program yang akan dijalankan di ketik pada layar editor.setelah.. selesai di ketik maka untuk menjalankannya adalah dengan klik pada. perintah “debug”

Dengan judul objek desain Konservasi Kawasan Area Pelabuhan Sungai Kalimas: Mengintegrasikan Rencana Pemerintah Kota Sesuai Potensi Pemukiman Masyarakat Surabaya,

Kekasihku Rosalia Debby Endrianti, yang telah memberikan waktunya untuk memotivasi, pendampingan, doa nya kepada penulis untuk segera menyelesaikan laporan skripsi ini dan

Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, penyelesaian analisis dengan menggunakan spread sheet dari Excel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat konsumsi minuman tradisional beralkohol, frekuensi konsumsi minuman tradisional beralkohol dalam 1 minggu, jumlah

yang akan dianalisis adalah alumni dari Universitas Atma Jaya

Tidak kalah pentingnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 ini adalah tahun pertama dialokasikannya dana desa.Dana desa adalah dana yang bersumber dari

sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi yang membangun kepada penulis hingga