• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan Di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan Di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung"

Copied!
294
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS

PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

NURLELI

(3)

ABSTRACT

NURLELI. Primary Estate Crops Commodities Development in Tanggamus Regency. Lampung Province. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and SETIA HADI.

Tanggamus regency has a high potential of plantation, but it has not been used optimally because of the lack of data and information. Due to this condition, identification about the potential natural resources is needed, in order to develop the variety of the primary comodities especially sustainable plantation development

The objectives of this research were : (1) to identify land potential in Tanggamus Regency using land suitability evaluation; (2) to built Regionalization of estate crops commodites; (3) to observe the prospect of estate crops commodites; and (4) to formulate the direction of estate crops commodities development.

Primary data was gathered from interview and quisioner with the farmers and other respondents, while secondary data consists of plant area and production in Tanggamus Regency and thematic maps. The data analyzed by Land Sutability Analysis based on Framework for Land Evaluation (FAO 1976) using ALES software and GIS approach, Locational Quotient (LQ), financial analysis and Focus Group Disscusion (FGD).

The identification of physical resources indicated that Kabupaten Tanggamus consist of Inceptisol, Entisol dan Ultisol. This soils generally have high fertility and potential for the growth of the estate crops commodities. Based on land suitability evaluation Kabupaten Tanggamus is suitable (S2) for the growth of palm oil and pepper, marginally suitable (S3) for the growth of coffee, cacao, coconut and rubber. The LQ analysis approach using wide of harvesting area series data for five years period (2001-2005) indicates that coffee, cacao, pepper and coconut are basic comodities in Tanggamus Regency (LQ >1). This means that the commodities have comparative primary. Financial analysis showed that BC ratio and NPV for estate crops commodities are positif which means the farm are financially feasible but the IRR of palm to produce mature kernel, tapped palm and palm oil are under the discount rate. There is farm on marjinal suitability (S3) land because the constraints still economically to hold. Problems identificaton by Focus Group Discussion (FGD) find that the cause of low farmers revenue were: (1) low production and productivity, (2) low quality, (3) high cost transportation and (4) high price fluctuation. The direction of primary commodities based on these regional potensial and the strategy to reach it through human resource development, increasing yield productivity, infrastructure development and increasing the quality of processing and marketing.

(4)

RINGKASAN

NURLELI. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Dibimbing oleh : KUKUH MURTILAKSONO dan SETIA HADI.

Kabupaten Tanggamus memiliki potensi perkebunan yang cukup besar. Luas areal perkebunan mencapai 30% dari luas wilayah dan merupakan mata pencaharian dominan penduduk. Saat ini sub sektor perkebunan di Kabupaten Tanggamus belum dimanfaatkan secara optimal karena belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam.

Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah khususnya sub sektor perkebunan, keragaman sifat lahan akan sangat menetukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Untuk dapat mengembangkan jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan yang sesuai dengan potensi yang ada diperlukan identifikasi potensi sumber daya alam sehingga akan membantu upaya peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi potensi lahan di Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi kesesuaian lahan, (2) membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan, (3) mengamati prospek pengembangan komoditas yang menjadi unggulan, dan (4) merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus.

Metode untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Tanggamus adalah evaluasi kesesuaian lahan dengan bantuan software ArcView

Ver 3.2 dan ALES yang menghasilkan peta kelas kesesuaian untuk komoditas unggulan. Metode untuk mengukur suatu komoditas merupakan komoditas unggulan adalah dengan analisis Location Quotient (LQ). Untuk menilai kelayakan finansial komoditas yang akan dikembangkan dilakukan analisis BC rasio, NPV dan IRR. Untuk merumuskan arahan pengembangan komoditas unggulan dilakukan analisis Focus Group Discussion (FGD).

Hasil analisis potensi sumberdaya lahan melalui evaluasi lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Tanggamus sesuai untuk tanaman kopi sebesar 183.834 ha atau 42,4 %, tanaman kakao sebesar 171.143 ha atau 50,3%, tanaman lada sebesar 190.312 ha atau 56%, tanaman kelapa sebesar 302.696 ha atau 89%, tanaman kelapa sawit 117.939 ha atau 34,5% dan tanaman karet sebesar 171.143 ha atau 50,4%. Faktor pembatas yang bervariasi tersebut masih dapat diatasi petani yaitu dengan pemupukan dan kemiringan lahan masih bisa diatasi dengan teknik budidaya sehingga usahatani masih menguntungkan.

Analisis LQ berdasarkan luas panen selama lima tahun (2001-2005) menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus yang ditunjukan dengan nilai LQ > 1 yang menggambarkan pemusatan luasan usahatani komoditas kopi, kakao, kelapa dan lada Kabupaten Tanggamus. Perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus menunjukkan kriteria unggul secara komparatif dan dari sisi penawaran.

(5)

komoditas kelapa butir, kopra dan kelapa sawit menunjukan nilai dibawah tingkat suku bunga yang disebabkan skala usahatani yang tidak ekonomis dan rendahnya manajemen usahatani. Usahatani pada lahan S3 layak dilakukan karena faktor pembatas yang ada masih ekonomis dilaksanakan.

Identifikasi permasalahan dengan metode FGD ditemukan 4 hal yang secara langsung menyebabkan rendahnya pendapatan petani, yaitu (1) produksi dan produktifitas rendah, (2) mutu hasil rendah, (3) transportasi mahal, dan (4) fluktuasi harga.

Perumusan arahan pengembangan dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) peruntukan lahan / Rencana Tata Ruang dan Wilayah; 2) kesesuaian agroklimat berdasarkan evaluasi lahan; 3) potensi komoditas basis melalui analisis LQ; 4) nilai ekonomis melalui analisis finansial; serta 4) kondisi sosiologi masyarakat melalui analisis FGD. Arahan pengembangan untuk komoditas kopi adalah melalui intensifikasi di Kecamatan Pulau Panggung, Ulu Belu, Talang Padang, dan Sumberejo. Arahan untuk kakao adalah perluasan, rehabilitasi dan intensifikasi di Kecamatan Kota Agung, Pematang Sawa, Adiluwih, Cukuh Balak dan Kelumbayan. Arahan untuk lada adalah diversifikasi dengan tanaman perkebunan lainnya. Arahan pengembangan kelapa adalah dengan diversifikasi dan intensifikasi di Kecamatan Wonosobo, Semaka, Kota Agung, Talang Padang, Sukoharjo, Pringsewu, Adiluwih, Gadingrejo dan Kelumbayan. Arahan kelapa sawit dan karet adalah ekstensifikasi di wilayah Kecamatan Pagelaran, Sukoharjo, Adiluwih dan Banyumas.

Strategi untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan produktivitas petani antara lain melalui pengembangan sumberdaya manusia pertanian, peningkatan produksi, pengembangan infrastruktur penunjang pertanian dan perbaikan pengolahan hasil dan pemasaran

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penuisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(7)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS

PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung

Nama : Nurleli

NRP : A 353060304

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 26 Desember 2007

(9)

Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada

Ayahanda ST. Nazaruddin Ma’sin dan Ibunda Syamsinur (Almarhum) Suamiku tercinta Nirwan Yustian dan Anak-anakku tersayang

Ahmad Raffi Yustian

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir Setia Hadi, MS. sebagai pembimbing dan Dr. Ir. Widiatmaka, MSc sebagai dosen penguji luar. 2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah IPB;

3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

4. Bupati Kabupaten Tanggamus yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

5. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;

6. Bapak dan Ibu tercinta Hi. St Nazaruddin Ma’sin dan Syamsinur (Alm), Ibunda Aswati, saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan restunya selama pendidikan ini.

7. Suami dan anak-anakku tercinta atas kasih sayang, pengertian, kesabaran dan pengorbanannya dalam menunggu selesainya pendidikan.

8. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2006 yang selalu kompak, sahabatku atas dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah membantu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Namun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan orang-orang yang memerlukannya terlebih lagi bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2008

(11)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS

PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

NURLELI

(13)

ABSTRACT

NURLELI. Primary Estate Crops Commodities Development in Tanggamus Regency. Lampung Province. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and SETIA HADI.

Tanggamus regency has a high potential of plantation, but it has not been used optimally because of the lack of data and information. Due to this condition, identification about the potential natural resources is needed, in order to develop the variety of the primary comodities especially sustainable plantation development

The objectives of this research were : (1) to identify land potential in Tanggamus Regency using land suitability evaluation; (2) to built Regionalization of estate crops commodites; (3) to observe the prospect of estate crops commodites; and (4) to formulate the direction of estate crops commodities development.

Primary data was gathered from interview and quisioner with the farmers and other respondents, while secondary data consists of plant area and production in Tanggamus Regency and thematic maps. The data analyzed by Land Sutability Analysis based on Framework for Land Evaluation (FAO 1976) using ALES software and GIS approach, Locational Quotient (LQ), financial analysis and Focus Group Disscusion (FGD).

The identification of physical resources indicated that Kabupaten Tanggamus consist of Inceptisol, Entisol dan Ultisol. This soils generally have high fertility and potential for the growth of the estate crops commodities. Based on land suitability evaluation Kabupaten Tanggamus is suitable (S2) for the growth of palm oil and pepper, marginally suitable (S3) for the growth of coffee, cacao, coconut and rubber. The LQ analysis approach using wide of harvesting area series data for five years period (2001-2005) indicates that coffee, cacao, pepper and coconut are basic comodities in Tanggamus Regency (LQ >1). This means that the commodities have comparative primary. Financial analysis showed that BC ratio and NPV for estate crops commodities are positif which means the farm are financially feasible but the IRR of palm to produce mature kernel, tapped palm and palm oil are under the discount rate. There is farm on marjinal suitability (S3) land because the constraints still economically to hold. Problems identificaton by Focus Group Discussion (FGD) find that the cause of low farmers revenue were: (1) low production and productivity, (2) low quality, (3) high cost transportation and (4) high price fluctuation. The direction of primary commodities based on these regional potensial and the strategy to reach it through human resource development, increasing yield productivity, infrastructure development and increasing the quality of processing and marketing.

(14)

RINGKASAN

NURLELI. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Dibimbing oleh : KUKUH MURTILAKSONO dan SETIA HADI.

Kabupaten Tanggamus memiliki potensi perkebunan yang cukup besar. Luas areal perkebunan mencapai 30% dari luas wilayah dan merupakan mata pencaharian dominan penduduk. Saat ini sub sektor perkebunan di Kabupaten Tanggamus belum dimanfaatkan secara optimal karena belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam.

Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah khususnya sub sektor perkebunan, keragaman sifat lahan akan sangat menetukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Untuk dapat mengembangkan jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan yang sesuai dengan potensi yang ada diperlukan identifikasi potensi sumber daya alam sehingga akan membantu upaya peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi potensi lahan di Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi kesesuaian lahan, (2) membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan, (3) mengamati prospek pengembangan komoditas yang menjadi unggulan, dan (4) merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus.

Metode untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Tanggamus adalah evaluasi kesesuaian lahan dengan bantuan software ArcView

Ver 3.2 dan ALES yang menghasilkan peta kelas kesesuaian untuk komoditas unggulan. Metode untuk mengukur suatu komoditas merupakan komoditas unggulan adalah dengan analisis Location Quotient (LQ). Untuk menilai kelayakan finansial komoditas yang akan dikembangkan dilakukan analisis BC rasio, NPV dan IRR. Untuk merumuskan arahan pengembangan komoditas unggulan dilakukan analisis Focus Group Discussion (FGD).

Hasil analisis potensi sumberdaya lahan melalui evaluasi lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Tanggamus sesuai untuk tanaman kopi sebesar 183.834 ha atau 42,4 %, tanaman kakao sebesar 171.143 ha atau 50,3%, tanaman lada sebesar 190.312 ha atau 56%, tanaman kelapa sebesar 302.696 ha atau 89%, tanaman kelapa sawit 117.939 ha atau 34,5% dan tanaman karet sebesar 171.143 ha atau 50,4%. Faktor pembatas yang bervariasi tersebut masih dapat diatasi petani yaitu dengan pemupukan dan kemiringan lahan masih bisa diatasi dengan teknik budidaya sehingga usahatani masih menguntungkan.

Analisis LQ berdasarkan luas panen selama lima tahun (2001-2005) menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus yang ditunjukan dengan nilai LQ > 1 yang menggambarkan pemusatan luasan usahatani komoditas kopi, kakao, kelapa dan lada Kabupaten Tanggamus. Perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus menunjukkan kriteria unggul secara komparatif dan dari sisi penawaran.

(15)

komoditas kelapa butir, kopra dan kelapa sawit menunjukan nilai dibawah tingkat suku bunga yang disebabkan skala usahatani yang tidak ekonomis dan rendahnya manajemen usahatani. Usahatani pada lahan S3 layak dilakukan karena faktor pembatas yang ada masih ekonomis dilaksanakan.

Identifikasi permasalahan dengan metode FGD ditemukan 4 hal yang secara langsung menyebabkan rendahnya pendapatan petani, yaitu (1) produksi dan produktifitas rendah, (2) mutu hasil rendah, (3) transportasi mahal, dan (4) fluktuasi harga.

Perumusan arahan pengembangan dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) peruntukan lahan / Rencana Tata Ruang dan Wilayah; 2) kesesuaian agroklimat berdasarkan evaluasi lahan; 3) potensi komoditas basis melalui analisis LQ; 4) nilai ekonomis melalui analisis finansial; serta 4) kondisi sosiologi masyarakat melalui analisis FGD. Arahan pengembangan untuk komoditas kopi adalah melalui intensifikasi di Kecamatan Pulau Panggung, Ulu Belu, Talang Padang, dan Sumberejo. Arahan untuk kakao adalah perluasan, rehabilitasi dan intensifikasi di Kecamatan Kota Agung, Pematang Sawa, Adiluwih, Cukuh Balak dan Kelumbayan. Arahan untuk lada adalah diversifikasi dengan tanaman perkebunan lainnya. Arahan pengembangan kelapa adalah dengan diversifikasi dan intensifikasi di Kecamatan Wonosobo, Semaka, Kota Agung, Talang Padang, Sukoharjo, Pringsewu, Adiluwih, Gadingrejo dan Kelumbayan. Arahan kelapa sawit dan karet adalah ekstensifikasi di wilayah Kecamatan Pagelaran, Sukoharjo, Adiluwih dan Banyumas.

Strategi untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan produktivitas petani antara lain melalui pengembangan sumberdaya manusia pertanian, peningkatan produksi, pengembangan infrastruktur penunjang pertanian dan perbaikan pengolahan hasil dan pemasaran

(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penuisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(17)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANGGAMUS

PROPINSI LAMPUNG

NURLELI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul Tesis : Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung

Nama : Nurleli

NRP : A 353060304

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 26 Desember 2007

(19)

Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada

Ayahanda ST. Nazaruddin Ma’sin dan Ibunda Syamsinur (Almarhum) Suamiku tercinta Nirwan Yustian dan Anak-anakku tersayang

Ahmad Raffi Yustian

(20)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir Setia Hadi, MS. sebagai pembimbing dan Dr. Ir. Widiatmaka, MSc sebagai dosen penguji luar. 2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah IPB;

3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

4. Bupati Kabupaten Tanggamus yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

5. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;

6. Bapak dan Ibu tercinta Hi. St Nazaruddin Ma’sin dan Syamsinur (Alm), Ibunda Aswati, saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan restunya selama pendidikan ini.

7. Suami dan anak-anakku tercinta atas kasih sayang, pengertian, kesabaran dan pengorbanannya dalam menunggu selesainya pendidikan.

8. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2006 yang selalu kompak, sahabatku atas dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah membantu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Namun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan orang-orang yang memerlukannya terlebih lagi bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2008

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangkit Serdang Kabupaten Lampung Selatan, pada tanggal 20 Januari 1976 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan ST. Nazaruddin Ma’sin dan Syamsinur (Alm).

Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Karang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Program Studi Agronomi Universitas Lampung (Unila) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 1998. Pada Tahun 1999 penulis diterima sebagai PNS di Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus.

Pada tahun 2002 penulis menikah dengan Nirwan Yustian, SP dan dikaruniai dua orang putra bernama Ahmad Raffi Yustian dan Muhammad Rayhan Akbar Yustian.

Tahun 2006 penulis mendapat kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah telah memberikan tanggungjawab yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah. Otonomi yang diberikan pemerintah pusat dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Daerah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat, desentralisasi ini bisa mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Orientasi pemerintah daerah akan bergeser dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.

Pelaksanaan otonomi daerah secara tidak langsung akan memaksa daerah untuk melakukan perubahan-perubahan baik perubahan struktur maupun perubahan proses dan kultur birokrasi. Proses perencanaan pembangunan di daerah juga mengalami perubahan, daerah dituntut mampu melakukan perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang ada dan sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Perencanaan pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari potensi sumber daya alam yang melekat di wilayah tersebut dan pemanfaatan sumber daya alam tersebut secara bijaksana, yaitu terarah, efisien, sistematik dan berkelanjutan.

(23)

2 Berkaitan dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al., 2000). Setiap komoditas untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi dengan baik memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu. Persyaratan tersebut antara lain faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat, kalium, dan sebagainya) serta kondisi terrain (relief, keadaan batuan di permukaan) sangat mempengaruhi tingkat kemampuan pertumbuhan komoditas tersebut.

Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah, dan topografi, akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Oleh karena itu, informasi dan data sumber daya lahan yang beragam perlu diketahui dengan pasti, agar jenis komoditas yang akan dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah yang bersangkutan. Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah, sehingga peluang pasar akan terjamin.

Aspek yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Faktor pengusahaan dimana analisis tingkat sosial ekonomi maupun budaya diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan suatu komoditas pada suatu wilayah.

(24)

3 untuk tujuan operasional pengembangan pertanian ditingkat kabupaten diperlukan data/peta sumber daya lahan pada skala yang lebih besar.

Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki beragam kekayaan alam yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang lengkap. Kondisi alam yang berbeda antara satu wilayah dengan yang lainnya memerlukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk dapat mengembangkan jenis-jenis komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi sumber daya lahan, upaya ini akan sangat membantu peningkatan produksi komoditas pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang berkelanjutan.

Kabupaten Tanggamus dengan luas wilayah 335.661 ha memiliki luas areal perkebunan sebesar 29,76% atau 99.896,67 ha. Sub sektor perkebunan merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten Tanggamus. Dalam sektor pertanian ini, hampir 40 % penduduk mengusahakan komoditas perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan bervariasi, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan, perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Data statistik Dishutbun Kabupaten Tanggamus (2006) memperlihatkan bahwa dari 24 jenis komoditas perkebunan yang dikembangkan terdapat beberapa komoditas cukup menonjol baik dari luasan maupun produksi yang diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal tanaman perkebunan, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

(25)

4 Tabel 1 Perkembangan luas tanam dan produksi beberapa komoditas perkebunan

di Kabupaten Tanggamus tahun 2001-2006

Luas Tanaman (ha) Produksi (Ton)

No Jenis Tanaman

2001 2003 2006 2001 2003 2006 1. Aren 248,25 238,25 494,75 338,57 370,43 206,87 2. Jabe Jawa 93,50 77,50 112,50 102,59 35,32 78,29 3. Cengkeh 1.528,90 1.456,90 1.751,25 316,19 370,72 448,32 4. Kakao 9.971,05 11.134,55 19.225,00 4.968,24 5.847,60 11.956,39 5.. Kelapa Dalam 19.392,95 19.018,50 22.865,75 18.997,52 19.601,33 24.600,60 6. Kopi Robusta 54.189,50 52.379,50 54.509,00 33.576,00 29.831,48 25.453,24 7. Lada 11.298,50 9.021,55 5.596,00 3.067,81 2.097,31 5.779,42 8. Kelapa sawit 188,20 303,95 903,95 2.104,45 3.397,35 10.123,73 9. Pinang 838,05 847,50 780,50 213,57 218,92 157,00 10 Nilam 70,70 70,70 177,50 33,71 31,80 45,35

11 Vanili 44,00 43,00 41,50 6,87 5,67 6,90

Sumber: Dishutbun Tanggamus,2006

sedangkan sisanya menyebar di kabupaten lain (Pemda Kabupaten Tanggamus, 2005). Komoditas kelapa dan lada juga merupakan komoditas yang banyak diusahakan di Kabupaten Tanggamus. Produktivitas tanaman perkebunan selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca sehingga produksi sangat berfluktuasi setiap tahunnya.

(26)

5 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah sebagai dasar dalam penelitian ini dapat dibuat dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana data penyebaran potensi sumber daya fisik secara spasial untuk pengembangan perkebunan?

2. Apakah pewilayahan komoditas perkebunan sudah berdasarkan pertimbangan aspek daya dukung sumber daya alam?

3. Apakah komoditas perkebunan yang dikembangkan dan agroteknologi penanaman saat ini sudah sesuai dengan karakteristik lahan dan merupakan komoditas unggulan?

4. Bagaimana arah pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus?

Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi potensi lahan di Kabupaten Tanggamus melalui evaluasi kesesuaian lahan.

2. Membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan.

3. Mengkaji prospek pengembangan komoditas yang menjadi unggulan. 4. Merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten

Tanggamus.

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan data dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Tanggamus dalam perumusan kebijakan pewilayahan komoditas perkebunan.

2. Memberikan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Tanggamus dalam menentukan program pembangunan yang terkait dengan pewilayahan komoditas perkebunan

Ruang Lingkup Penelitian

(27)

6 unggulan perkebunan dan pengembangannya di Kabupaten Tanggamus sehingga bisa digunakan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanggamus. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perkebunan rakyat yang dominan diusahakan oleh penduduk di Kabupaten Tanggamus. Klasifikasi atau pengelompokkan wilayah dilakukan dengan menggunakan satuan unit wilayah administrasi kecamatan yang layak untuk pengembangan perkebunan rakyat berdasarkan kesesuaian lahan dan analisis finansial serta sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Tanggamus. Analisis interaksi spasial yang mampu mendukung pengembangan wilayah dan kebijakan pengelolaan dan perlindungan kawasan tersebut tidak termasuk dalam bahasan penelitian ini. Penelitian ini juga meliputi pendekatan yang diperlukan untuk mengetahui potensi wilayah dan kesesuaiannya untuk komoditas perkebunan yang menjadi unggulan secara fisik dan ekonomi sehingga bisa digunakan sebagai arahan pemanfaatan lahan perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus.

Keterbatasan Penelitian

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Perencanaan adalah suatu aktifitas yang dibatasi oleh lingkup waktu sehingga diartikan sebagai suatu kegiatan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam waktu tertentu. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai.

Konsep perencanaan secara sederhana menurut Tarigan (2005) adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2005) memberikan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di kontrol (noncontrolable) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan menurut Kay and Alder (1999) dalam Rustiadi et al. (2006) perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik dan memilih langkah-langkah untuk mencapainya.

(29)

8 ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga dapat diartikan mengadakan, membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi

et al.,2006).

Wilayah menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wiayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal

region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming

region).

Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas faktor alamiah dan faktor artifisial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artifisial adalah homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen artifisial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan).

Wilayah homogen pada umumnya sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam dan permasalahan spesifik yang seragam, maka menurut Rustiadi et al.

(2006) wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada

(comparative advantage) dan dalam pengembangan pola kebijakan yang tepat

sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah.

(30)

9 pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Menurut Nasution (1997) terdapat empat pilar penting pengembangan wilayah yang berkaitan dengan aspek wilayah dan implementasi dalam kebijakan ekonomi yaitu:

1. Sumberdaya alam, pada umumnya sumberdaya alam dan manusia menyebar tidak merata pada suatu wilayah serta mempunyai sifat yang spesifik yaitu berlokasi tetap atau sangat sukar berubah. Sedangkan sumberdaya alam dengan segala sifat dan bentuknya harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memelihara kelestarian lingkungan. Dengan demikian evaluasi sumber daya alam, baik mengenai kuantitas maupun kualitas serta penyebarannya merupakan hal yang sangat penting.

2. Analisa lokasi, dalam hal menentukan lokasi yang optimum untuk suatu kegiatan produksi perlu dikaji dan dianalisa perbedaan aspek yang bersifat alamiah dan buatan manusia diantara bagian-bagian suatu wilayah, karena akan dapat menyebabkan adanya perbedaan peluang bagi kegiatan-kegiatan wilayah untuk berkembang secara baik. Selanjutnya perbedaan tersebut akan dapat mendorong terciptanya aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

3. Analisa ekonomi wilayah, dalam kaitannya dengan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh motivasi-motivasi ekonomi, sebagai contoh usaha mengantisipasi permintaan (demand) dan penawaran (supply) serta memperhitungkan kekuatan-kekuatan pasar agar tercipta keseimbangan

(equilibrum) diantara faktor-faktor tersebut. Dengan demikian dapat

diperhitungkan dan dipertimbangkan pemusatan suatu kegiatan pada suatu wilayah.

(31)

10 Pembangunan pertanian melalui ‘pendekatan komoditas’ yaitu pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas yang memiliki keunggulan komparatif bagi suatu wilayah diharapkan dapat menumbuhkan ekonomi wilayah tersebut.

Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.

Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan ekonomi pada suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999) berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat kelembagaan untuk pembangunan daerah seperti administrasi dan proses pengambilan keputusan. Perencanaan yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan.

(32)

11 Gambaran Umum Sektor Perkebunan

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Komoditas perkebunan merupakan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan diperdagangkan secara internasional

(internationally traded goods) sehingga berperan penting sebagai penghasil

devisa.

Negara-negara beriklim tropis merupakan negara pengekspor komoditas perkebunan sebagai bahan baku bagi industri-industri negara maju. Pertumbuhan ekspor dan impor komoditas utama perkebunan menunjukkan adanya fluktuasi, yang merupakan salah satu ciri perdagangan komoditas perkebunan. Setiap komoditas utama perkebunan mempunyai pasar yang dijadikan rujukan (reference) bagi pelaku pasar. London merupakan pasar rujukan perdagangan teh, kopi dan kakao. Singapura merupakan pasar rujukan bagi komoditas karet, sedangkan Rotterdam menjadi pasar rujukan bagi komoditas minyak sawit.

Hasil perkebunan yang selama ini menjadi komoditas ekspor adalah karet, kelapa sawit, lada, teh, kopi, tembakau, kakao dan jambu mete. Sebagian besar tanaman perkebunan tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat, sedangkan sisanya diusahakan perkebunan besar baik perkebunan besar negara (PBN) maupun perkebunan swasta (PBS). Perkebunan rakyat menguasai 81% dari luas areal perkebunan yang ada di Indonesia dengan melibatkan 11 juta rumah tangga petani pekebun dengan produksi mencapai 60% dari seluruh produksi perkebunan (Soetrisno, 1999).

(33)

12 areal, produksi, dan ekspor komoditas perkebunan mengalami peningkatan, terutama lima komoditas utama yaitu teh, kopi, kakao, karet dan kelapa sawit.

Sampai saat ini, komoditas utama perkebunan telah menyebar keseluruh penjuru tanah air. Sentra-sentra setiap komoditas diantaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara (teh), Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara.

Menurut Drajat (2003) perkebunan di Indonesia masih menghadapi masalah produktivitas per luas areal tanam, terutama bentuk usaha perkebunan rakyat. Tingkat produktivitas yang dicapai perkebunan di Indonesia masih berada di bawah potensi produktivitas masing-masing jenis komoditas. Sebagai informasi, potensi produktivitas kopi, kakao, karet dan minyak sawit masing-masing adalah 1,2 ton/ha/tahun, 1,5 ton/ha/tahun,1,6 ton/ha/tahun dan 7-8 ton/ha/tahun.

Fenomena di atas sekaligus mengindikasi bahwa kenaikan produksi perkebunan rakyat berasal dari perluasan areal, bukan kenaikan produktivitas. Kondisi ini terjadi antara lain karena petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi maju, tingginya harga dan kurang tersedianya sarana produksi terutama pupuk dan bibit unggul. Petani masih mengusahakan sendiri dalam pemeliharaan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil dan lemahnya insentif produksi bagi petani karena harga hasil produksinya murah. Sedangkan pada perkebunan besar, faktor utama penyebab belum tingginya produktivitas adalah manajemen produksi perkebunan besar belum sepenuhnya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian dan masih mengandalkan kelimpahan sumber daya alam dan manusia.

Sektor Basis

(34)

13 Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia (Blakely 1994 dan Rodinelli 1995 dalam Rustiadi et al. 2006). LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al. 2006).

Menurut Rustiadi et al. (2006) kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (primer mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Aktivitas eknomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.

Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan penggerak pertama (primer mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah (Rustiadi et al., 2006).

(35)

14 dari segi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.

Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat), untuk dikembangkan disuatu wilayah (BPTP, 2003).

Menurut Ali (1998), komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku agribisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal, dan horisontal. Unggul secara komparatif, berupa keunggulan yang didukung oleh potensi sumberdaya alam (letak geografis, iklim, dan lahan) sehingga memberikan hasil yang tinggi dibandingkan dengan daerah lain, serta peluang pasar lokal, nasional maupun peluang ekspor. Unggul secara kompetitif, berupa keunggulan yang diperoleh karena produk tersebut diupayakan dan dikembangkan sehingga menghasilkan produksi yang tinggi, memiliki peluang pasar yang baik serta menjadi ciri khas suatu daerah.

Pada lingkup nasional kriteria komoditas unggulan diarahkan untuk ketahanan pangan dan merubah keungggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Komoditas unggulan nasional diharapkan memenuhi beberapa kriteria (Ali, 1998) yaitu;

(1) mempunyai tingkat agroekologi yang tinggi; (2) mempunyai pasar yang jelas;

(3) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah; (4) mempunyai kemampuan dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat berpendapatan rendah;

(36)

15 (6) merupakan komoditas yang telah diusahakan masyarakat setempat; dan (7) mempunyai kelayakan untuk diusahakan baik secara finansial maupun

ekonomi.

Pada lingkup kabupaten/kota, kriteria penetapan komoditas unggulan mengacu kriteria komoditas unggulan nasional dan diarahkan pada komoditas yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri. Komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi beberapa kriteria yaitu;

(1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; (2) memiliki ekonomi yang tinggi di kabupaten;

(3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain atau ekspor;

(4) memiliki pasar yang prospektif, merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi;

(5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; (6) merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi; dan

(7) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten. Pewilayahan Komoditas Pertanian

Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan ("Land Utilization Types" = LUTs"), baik secara campuran ("multiple land utilization types") maupun individual ("compound land utilization types") mampu berproduksi optimal. Dari aspek ekonomi, komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai, sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

(37)

16 di setiap wilayah apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian.

Pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan jenis komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan, maka konversi tata guna lahan harus dilakukan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat propinsi ataupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang peruntukkan sebagai kawasan budi daya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan/atau daya dukung lahan (Subagyo et al., 2000).

Komoditas perkebunan merupakan komoditas pertanian penting di Indonesia yang dapat dikembangkan mengingat Indonesia mempunyai potensi lahan perkebunan yang luas khususnya diluar Jawa dan didukung oleh kondisi iklim tropis dan tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman pohon (tree crops). Untuk mewujudkan peranan komoditas perkebunan sebagai basis pertumbuhan ekonomi diperlukan sistem yang mantap mulai dari produksi sampai konsumsi. Untuk itu penyusunan tata ruang pertanian khususnya sub sektor perkebunan melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung dan/atau kesesuaian lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

(38)

17 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Untuk dapat melakukan perencanaan Penggunaan lahan untuk pertanian salah satu hal pokok yang diperlukan adalah tersedianya informasi faktor fisik lingkungan yang meliputi sifat dan potensi lahan. Evaluasi lahan merupakan salah satu mata rantai yang harus dilaksanakan dalam suatu perencanaan penggunaan lahan.

Evaluasi lahan (Land Evaluation atau Land Assessment) merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Tujuan evaluasi lahan adalah menentukan nilai (kelas) suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan juga perlu memperhatikan aspek ekonomi, sosial serta lingkungan .

Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh dalam melakukan evaluasi lahan, yaitu pendekatan dua tahapan (two stage approach) dan pendekatan paralel

(parallel approach). Pendekatan dua tahap adalah proses evaluasi dilakukan

secara bertahap, pertama evaluasi secara fisik dan kedua evaluasi secara ekonomi. Pendekatan ini biasanya untuk inventarisasi sumberdaya lahan secara makro dan studi potensi produksi (FAO, 1976). Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel) atau dengan kata lain analisis ekonomi sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Pendekatan ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil dan diharapkan hasil yang lebih pasti dalam waktu singkat.

(39)

18 untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001)

Kesesuaian lahan ádalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk status usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003)

Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu (land utilization type) sehingga harus mempertimbangkan aspek manajemennya.

Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lain yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut : Ordo, keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).

Kelas, adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo, dimana pada

tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.

(40)

19 masing-masing subkelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai masukan yang diperlukan. Unit,

adalah tingkat dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan tingkat detil dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem baik manual maupun komputerisasi yang meliputi seperangkat prosedur yang berkaitan dengan penyimpanan, pengolahan, penyajian data dan informasi geografi. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komputer, SIG lebih umum diasosiasikan pada sistem komputerisasi yang dapat menyediakan berbagai kemampuan dalam menangani data dan informasi geografi, seperti pemasukan data, pengolahan data, manipulasi dan analisis data serta penyajian hasilnya. Data dan informasi geografi adalah informasi mengenai permukaan bumi yang menjelaskan suatu objek mengenai posisinya dihubungkan dengan sistem koordinat (proyeksi) yang ada, Informasi dapat dipandang sebagai data yang telah mengalami pengolahan, biasanya ditambah dengan ilmu pengetahuan agar dapat lebih dimanfaatkan langsung oleh pengguna (Pratondo, 2001)

Pengertian lain Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Puntodewo et al. (2003), merupakan suatu komponen yang tediri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasi, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.

(41)

20 bereferensi geografis yaitu masukan, keluaran, menajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) serta analisis dan manipulasi data. Selanjutnya Barus dan Wiradisastra (2002) menjelaskan bahwa SIG memiliki kemampuan menangani data spasial yang besar karena dalam sejarahnya berkembang dari berbagai disiplin ilmu, yang diawali oleh kelompok survei dan pemetaan, ilmu komputer dan geografi kuantitatif.

Wadsworth dan Treweek (1999), berpendapat bahwa SIG pada umumnya digunakan untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi secara horizontal dan juga mampu menghadirkan gambaran secara vertikal. Selain digunakan untuk mempelajari suatu fenomena yang berada pada kisaran milimeter (misalnya kompetisi antar tanaman rumput) hingga kilometer, SIG juga mempunyai peranan dalam : 1) memberikan gambaran tentang distribusi jenis atau fenomena tertentu; 2) menginventarisasi sumberdaya alam yang ada dan mempelajari perubahannya; dan 3) menganalisis, memprediksi, membuat pemodelan, dan sumber informasi penting untuk pengambilan keputusan.

Peranan SIG semakin besar dalam kajian sumberdaya ekologi termasuk perencanaan penggunaan lahan (Lioubimtseva dan Defouney, 1999). Secara umum SIG sangat bermanfaat baik untuk pemetaan, evaluasi sumberdaya lahan, pemodelan atau aplikasi model. Sedangkan peran SIG secara lebih spesifik adalah sebagai berikut:

1.menyediakan struktur data untuk penyimpanan dan pengolahan data yang lebih efisien termasuk untuk luasan yang besar.

2.memungkinkan pengumpulan atau pemisahan data dengan skala yang berbeda

3.mendukung analisis statistik spasial dan distribusi ekologi

4.menyediakan masukan data/parameter dalam pemodelan atau aplikasi model 5.meningkatkan kemampuan ekstraksi informasi dari penginderaan jauh.

(42)

21 Tahap kedua kelengkapan SIG adalah penambahan operaional analisis pada tahap pertama. Pada tahapan ini bentuk data diberikan kedalam data dengan menggunakan data statistik dan perlengkapan untuk analisis keruangan. Berbagai layer dari data yang dihasilkan pada tahap pertama dianalisis secara bersama-sama untuk menetapkan lokasi atau bentuk yang memiliki atribut yang sama atau serupa, nalisis ini bisa dilakukan setelah overlay. Overlay peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam SIG. Selanjutnya kalkulasi peta dapat dilakukan. Kalkulasi peta merupakan sekumpulan operasi untuk memanipulasi data spasial baik berupa peta tunggal maupun beberapa peta sekaligus. Operasi ini dapat berupa penjumlahan, pengurangan maupun perkalian antar peta, namun dapat pula melalui pengkaitan dengan suatu basis data atribut tertentu (Danoedoro, 1996).

Tahap akhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk mendapatkan evaluasi secara real time untuk kemudian hasil yang didapatkan dari pemodelan dibandingkan dengan kondisi di lapangan. Keluaran utama dari SIG adalah informasi spasial baru.

Prahasta (2001), menguraikan SIG atas beberapa subsistem yang saling terkait, yaitu:

1. Data input, yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan fomat-format data ke dalam format yang digunakan oleh SIG.

2. Data output, sub sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy, seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain.

3. Data management, yang mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diperbaharui (update) dan dikoreksi (edit).

4. Data manipulation dan analisis, sub sistem ini menentukan informasi-informasi yang dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

(43)

22

Gambar 1. Keterkaitan susbsistem SIG (Prahasta, 2001) Partisipasi dalam Pembangunan Masyarakat

Secara sederhana, menurut Sumardjo dan Saharuddin (2006) partisipasi mengandung makna peranserta seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang (secara sadar) diinginkan oleh pihak yang berperanserta tersebut. Unsur utama partisipasi adalah adanya kesadaran dan kesukarelaan dalam berperilaku sesuai dengan kebutuhan dan keinginan partisipan, sehingga dalam berperilaku didasari pada motivasi terutama motivasi intrinsik yang tinggi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun implementasinya dan dalam menikmati hasil perilaku tersebut.

Data Input Data Management & Manipulation

Data Output

Tabel

Data lainnya Laporan

Foto Udara Citra Satelit Pengukuran

Lapang

Data Digital

Peta (Tematik, dll)

Input Retrieval Data Base

Processing

Output Laporan Tabel

Peta

[image:43.595.113.510.101.489.2]
(44)

23 Filosofi pengembangan partisipasi dari kacamata proses pembangunan adalah keberpihakan pada masyarakat dalam mewujudkan aspirasi dan kreatifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kesejahteraannya. Ada tiga prasyarat partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan dalam masyarakat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi), serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen dan menikmati hasilnya).

Implementasi partisipatif dalam pembangunan adalah penerapan prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat, yang secara tegas menempatkan masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Apabila suatu pembangunan masyarakat tidak mendapat partisipasi masyarakat secara meluas kecenderungan yang terjadi adalah pembangunan tersebut tidak bermanfaat bagi rakyat, melainkan hanya bermanfaat pada segolongan pihak yang punya kepentingan dalam pembangunan.

Metoda-metoda dan teknik partisipatif dalam pembangunan masyarakat yang banyak digunakan antara lain; (1) metoda partisipatif dalam identifikasi kebutuhan melalui Pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA) yang dianggap sebagai salah satu cara untuk mengisi kelemahan-kelemahan yang terkandung dalam aplikasi pendekatan “turis pembangunan” atau “survei konvensional” dalam mengindentifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan pembangunan; (2) partisipatif dalam perencanaan sosial Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan salah satu alternatif yang diutamakan dalam pemberdayaan masyarakat; (3) parisipatif melalui Participatory Impact Monitoring (PIM) yang memfokuskan pada monitoring dan evaluasi dampak proyek; (4) partisipatif melalui FocusGroup Discussion (FGD); dan (5) partisipatif dalam pengembangan Usaha Produktif Masyarakat (SL, kemitraan).

Focus Group Discussion (FGD)

(45)

24 terfokus bukan bebas. Ibrahim (1997) dalam Sumardjo dan Saharuddin (2006) menyatakan bahwa Kelompok Diskusi Terarah (FGD) pada dasarnya adalah wawancara kelompok yang dipandu oleh seorang moderator, berdasarkan topik diskusi yang merupakan pokok permasalahan penelitian.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam suatu kelompok untuk membahas satu masalah khusus yang telah terdefinisikan sebelumnya. FGD yang demikian adalah forum untuk membahas masalah penelitian, suatu permasalahan yang telah disusun sedemikian rupa untuk mendapatkan jawabannya. Perbedaan kedua penulis hanya pada terminologi, yang jika dilihat secara teliti mengandung pengertian yang sama yaitu antara “diskusi” dengan “wawancara yang dipandu oleh seorang moderator”.

Dalam bidang ilmu sosial, hasil analisis atau temuan dengan FGD dapat digunakan pada tahap pra perencanaan, perencanaan, proses penelitian, selama inplementasi program hingga evaluasi proyek. Pada tahap pra perencanaan FGD dapat digunakan untuk mencari masukan awal tentang disain proyek. Pada tahap perencanaan, FGD dapat digunakan untuk analisis taksiran, penentuan design, kelayakan program, dan sebagainya. Pada tahap implementasi membantu memberikan masukan untuk program/rencana yang sedang dijalankan, sehingga perubahan program atau tindakan (intervensi) dapat dilakukan, bahkan sekaligus bisa melakukan pencegahan (preventif) yang dapat mengurangi kendala sosial yang mungkin terjadi sebagai rekomendasi. Sedangkan pada tahap evaluatif FGD dapat digunakan untuk memperoleh umpan balik yang berguna bagi langkah-langkah selanjutnya.

(46)

25 lebih enak (karena dapat mengeluarkan pendapat atau karena ada orang lain yang ternyata mempunyai pengalaman yang sama); (2) penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari masyarakat yang diteliti- sehingga pada saat peneliti memberikan rekomendasi aksi, dengan mudah masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut. Partisipasi dalam FGD memberikan jalan bagi tumbuhnya rasa seperti itu.

Secara metodologi seseorang melakukan FGD karena; (1) adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat difahami dengan metode survai atau wawancara individu; (3) untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat; dan (3) sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat sangat lokal dan spesifik. FGD dengan melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.

Alasan praktis penggunaan FGD adalah semua peserta memiliki kesempatan untuk dapat berbagi pengalaman, pendapat atau ide, sehingga mudah melakukan penelusuran mengapa orang berfikir dan merasakan apa yang mereka lakukan. Mengapa mereka bersikap dan bertindak seperti itu. Alasan praktis lainnya adalah: biaya murah, waktu dapat dihemat, memungkinkan dilakukan proyektibilitas, keterlibatan langsung pihak kedua, kegunaan untuk proses pengembangan, khusus menggali ide-ide baru, kepraktisan memilih lokasi dan fleksibilitas dalam memilih isu yang akan dibahas.

(47)
(48)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Perencanaan pembangunan di suatu wilayah sangat memerlukan dukungan data potensi sumberdaya alam. Untuk itu diperlukan penelitian potensi wilayah untuk mengidentifikasi sumber daya lahan dalam upaya pengembangan potensi biofisik yang sesuai untuk pewilayahan komoditas perkebunan. Pewilayahan komoditas perkebunan tersebut didasarkan pada potensi sumber daya fisik wilayah dan sosial ekonomi. Potensi fisik wilayah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bahwa pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah dan topografi akan memberikan hasil yang optimal.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan bagian dari proses perencanaan pengembangan wilayah. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Hasil evaluasi lahan menyajikan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas perkebunan andalan terpilih. Untuk memilih jenis komoditas yang akan dikembangkan di suatu wilayah, perlu dipertimbangkan juga antara lain komoditas andalan/unggulan daerah, peluang pasar dan sosial ekonomi.

Aspek sosial ekonomi pengembangan komoditas adalah aspek yang menyangkut kelayakan usaha tani. Selanjutnya dirumuskan indikator kelayakan usaha tani berupa kriteria komoditas unggulan sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

(49)

28

diperlukan untuk memperoleh pewilayahan komoditas perkebunan sesuai secara fisik dan layak dikembangkan secara ekonomi.

Sebaran potensi komoditas unggulan perkebunan secara spasial dalam kenyataanya akan berbeda dengan kondisi eksisting penggunaan lahan yang ada, oleh karena itu perlu dilakukan analisis kebijakan untuk memperoleh arahan yang tepat mengenai kelayakan komoditas yang akan dikembangkan. Arahan tersebut diharapkan dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan pewilayahan komoditas perkebunan yang sesuai dengan potensi sumber daya lahan. Diagram alur kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung yang saat ini memiliki 24 kecamatan dan 313 pekon (desa). Peta penelitian ini berdasarkan data tahun 2000 yaitu 17 kecamatan. Penelitian ini berlangsung selama 3 (tiga) bulan yaitu Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para responden. Sedangkan data sekunder meliputi data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanggamus dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tanggamus, Peraturan Daerah (Perda) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Tanggamus serta sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Jenis data dan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.

(50)

29

Permasalahan :

Pemanfaatan Sub Sektor Perkebunan Belum optimal

Pewilayahan Komoditas Unggulan Secara Spasial • Sumber Daya Fisik

Lahan

• Sumber Daya Sosial Ekonomi

Gambar 2. Diagram alur kerangka pikir penelitian

Analisis:

• Kesesuaian Lahan dengan overlay peta-peta

• Analisis komoditas unggulan

• Analisis finasial • Analisis partisipatif IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH

Implikasi yang diharapkan:

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di

Kabupaten Tanggamus Belum tersedianya data dan

(51)

30

Analisis LQ dilakukan dengan mengumpulkan data luas areal dan produksi tanaman perkebunan. Responden untuk analisis finansial diambil dari petani yang mengusahakan komoditas tersebut dan dipilih dari wilayah yang menjadi sentra komoditas. Responden yang dipilih untuk kegiatan Focus Group Discusion

[image:51.595.109.518.282.509.2]

(FGD) terdiri dari unsur pemerintah daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, kepala cabang dinas, dan petani dengan prinsip bahwa responden yang dipilih mempunyai pemahaman yang baik tentang perkembangan sektor perkebunan di Kabupaten Tanggamus.

Tabel 2. Jenis dan sumber data penelitian

No Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data

1 Peta LREP 1: 250.000 1990 Digital Puslitanak Bogor 2 Peta Land Use 1: 250.000 2003 Hard Copy BPN Tanggamus 3 Peta RTRW 1: 100.000 2004 Digital Bappeda Tanggamus 4 Peta Lereng 1: 250.000 2003 Digital Hasil olahan peta

kontur BP DAS Propinsi Lampung

5 Peta Administrasi 1: 250.000 2003 Digital Bappeda Tanggamus 6 Data Luas dan

Produksi Perkebunan

- 2000- 2005

Tabular Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten.Tanggamus

7 RTRW Kab.

Tanggamus

- 2004 Dokumen Bappeda Tanggamus 8 Analisis ekonomi

usahatani

- - Data Primer

Hasil wawancara dengan petani

Metode Analisis

Data yang telah terkumpul dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang diangkat. Kerangka tahapan analisis penelitian dan matriks penelitian dapat dilihat pada Gambar 3dan Tabel 3.

Analisis Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan dilakukan dengan bantuan program ALES (Automated Land

Evaluation System) yang merupakan salah satu perkembangan teknologi dalam

(52)

31

mikrokomputer yang mengijinkan evaluator membangun sistem kepakaran sehingga dapat mengevaluasi kesesuaian fisik dan ekonomi dari suatu peta satuan lahan untuk suatu jenis pengunaan lahan dengan menggunakan Framework for Land Evaluation FAO (Rossiter, 1990).

Menurut Rossiter dan Wambeke (1997), ALES mempunyai 7 komponen sebagai berikut;

1. Kerangka pengetahuan dasar ya

Gambar

  Tabel
Tabel 2.  Jenis dan sumber data penelitian
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian
Tabel 3  Masalah, tujuan, metode analisis, data, dan sumber data
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan pendekatan House of Risk terdapat 20 risiko ( risk event ) dan 16 sumber risiko ( risk agent ) yang teridentifikasi pada keseluruhan tahapan proses

perusahaan dapat tercapai maka perusahaan harus mempunyai kinerja yang tinggi.. Kebijaksanaan perusahaan mempunyai pengaruh yang kuat

The analyst(s) named in this report certifies that all of the views expressed by the analyst(s) in this report reflect the personal views of the analyst(s) with regard to any and

misalnya kawasan-kawasan hutan lindung, dan kawasan padat pemukiman dapat tetap terjaga. Berdasarkan hasil analisa peneliti, penambangan batu yang ada di suka mulya

Dan dalam Ayat (3) menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

metakognitif dalam pembelajaran matematika), (c) konsep Nilai Ujian Nasional. (NUN) matematika (membahas pengertian hasil belajar

direncanakan pada sungai utama sepanjang 7,18 km, dari muara (STA 0) hingga daerah Mangkang (STA 23). Penampang rencana tersebut sebelumnya telah disimulasikan dengan program

Tiap kamar kongres (DPR atau Senat) memiliki kekuasaan eksklusif khusus— Senat harus memberikan "nasihat dan persetujuan" terhadap perjanjian-perjanjian kepresidenan, dan