• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fairuzah Isyarat Isyarat Al Qur'an tentang Makanan yang Sehat Kajian Tafsir bi al Ilm dengan Pendekatan Tematik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fairuzah Isyarat Isyarat Al Qur'an tentang Makanan yang Sehat Kajian Tafsir bi al Ilm dengan Pendekatan Tematik"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister Agama (MA)

Pada Program Studi Pengkajian Islam

Oleh :

FA IRUZA H

NIM . 02.2.00.1.05.01.0060

KONSENTRASI TAFSIR HADIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

(Kajian Tafsir bi al- ‘Ilmi dengan Pendekatan Tematik) yang telah ditulis oleh :

Nama : Fairuzah

NIM : 02.2.00.1.05.01.0060 Program Studi : Pengkajian Islam Konsentrasi : Tafsir Hadis

Telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Sabtu tanggal 10 September 2005 dan telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Dewan Sidang Munaqasyah. Dengan demikian tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Agama Islam (MA).

Jakarta, 26 September 2005

Dewan Sidang Munaqasyah

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar Dr. dr. H. Sardjana, S.pOG.

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

iii

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah swt., karena hidayah, taufik, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : ISYARAT-ISYARAT AL-QUR’AN TENTANG MAKANAN YANG SEHAT : Kajian Tafsir bi al-‘ Ilm dengan Pendekatan Tematik.

Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu Allah limpahkan kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya.

Keberhasilan menyelesaikan tesis ini, walaupun setelah melalui liku-liku perjuangan dengan beraneka ragam kendala, tidak terlepas dari bantuan dan dorongan semua pihak. Oleh sebab itu, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan banyak terima kasih, terutama kepada :

1. Seluruh civitas akademika dan para dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta khsusnya bapak Prof. Dr. H. Ahmad Thibraya selaku ketua Konsentrasi Tafsir Hadis yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada penulis dalam melaksanakan studi pada konsentrasi Tafsir Hadis.

(4)

iv

telah memberikan motifasi dan dorongan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya serta melimpahkan kebahagiaan selalu untuk mereka, di dunia maupun di akhirat. Amin. 4. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

sahabat-sahabat mahasiswa yang telah bersama-sama saling memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyesaikan Studi ini. Dan kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan studi ini.

5. Special Thank’s untuk suami tercinta H. Ahmad Hazim, S.Si, S.Pd. yang telah merelakan hari-harinya dalam kesendirian tanpa didampingi penulis selama penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis memohonkan do’a kepada Allah swt., semoga semua bantuan dan partisipasi dari semua pihak tersebut, diberikan-Nya ganjaran pahala yang berlipat ganda. Demikian pula, semoga tulisan ini dapat berguna bagi pengembangan wacana Islam khususnya dalam bidang tafsir ilmiah.

Jakarta : Jumadil ula 1426 H Agustus 2005 M

(5)

v

Tesis ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi sebagaimana diuraikan di bawah ini :

I. KONSONAN

= a

= z

= q

= b

= s

= k

= t

= sy

= l

= j

= sh

= m

= h

= th

= n

= kh

= zh

= w

= d

= ‘

= h

= dz

= gh

= ’

= r

= f

=at/ ah

II. VOKAL PENDEK

َ

= a

ِ

= i

(6)

vi

= î

= û

IV. DIFTONG

-ﻭ

= au

-ﻯ

= ai

Catatan :

1. Penulisan al disesuaikan dengan pelafalan

(7)

vii

Pengesahan Sidang... ii

Kata Pengantar... iii

Pedoman Transliterasi... v

Daftar Isi... vii

Abstrak ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ... 11

D. Metodologi Penelitian ... 12

E. Kajian Pustaka... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II. DEFINISI DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR A. Pengertian Makanan secara Bahasa ... 18

B. Makna dan Term-term Lafazh Makanan (Tha‘âm) dalam Al-Qur’an ... 21

C. Unsur-unsur Makanan Sehat Menurut Al-Qur’an ... 25

1. Makanan yang Halâl... 28

a. Definisi Halâl secara umum ... 28

(8)

viii

2) Harâm li Ghairih... 35

2. Makanan yang Thayyib... 37

a. Definisi Thayyib Menurut al-Qur’an... 37

b. Definisi Thayyib Menurut Ilmu Gizi ... 41

BAB III. SUM BER-SUMBER MAKANAN HALAL DAN BERGIZI DALAM AL-QUR’AN A. Sumber-sumber Makanan Hewani... 64

1. Binatang yang Hidup di Darat... 64

2. Binatang yang Hidup di Laut... 72

B. Sumber-sumber Makanan Nabati... 77

1. Buah Tin dan Buah Zaitun ... 78

2. Buah Anggur... 83

3. Buah Kurma... 87

4. Buah Delima ... 92

5. Manna ... 94

6. Jahe ... 96

7. Baql, Qitstsâ’, Fûm, ‘Adas, Bashal ... 98

C.Minuman-minuman untuk Kesehatan ... 103

1. Susu ... 103

2. ASI (Air Susu Ibu) ... 110

(9)

ix DI DALAM AL-QUR’AN

A. Hikmah Pengharaman Bangkai... 128

B. Hikmah Pengharaman Darah... 133

C. Hikmah Pengharaman Daging Babi... 135

D. Hikmah Pengharaman Khamr ... 142

BAB V. ANALISA TENTANG KETERKAITAN ANTARA M AKANAN YANG SEHAT DENGAN KESEHATAN JASM ANI DAN ROHANI A. Urgensi Makanan Halal dan Bergizi bagi Muslim ... 154

1. Meningkatkan Kekuatan Tubuh ... 158

2. Meningkatkan Keseimbangan Mental ... 164

B. Makanan Halal serta Sehat dan Hubungannya dengan Ibadah... 169

C. Urgensi Makanan Sehat dan Hubungannya dengan Umur Panjang ... 177

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

(10)
(11)

x

tidak mungkin ada tanpa tersedianya bahan makanan, maka untuk mempertahankannya manusia harus makan. Dalam Islam, makanan merupakan tolok ukur dari segala cerminan penilaian awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku dan kualitas hidup seseorang. Makanan bagi umat Islam tidak sekedar sarana pemenuhan kebutuhan secara lahiriyah semata, tetapi juga bagian dari kebutuhan spiritual yang mutlak dilindungi.

Islam memandang bahwa makanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani dan rohani manusia. Maka dari itu di dalam ajaran Islam banyak peraturan yang berkaitan dengan “ makanan” dari mulai mengatur etika makan, mengatur idealitas kuantitas makanan di dalam perut, bahkan yang terpenting adalah mengatur makanan yang halal dan haram untuk dimakan.

(12)

xi

Qur’an juga mensyaratkan makanan itu dengan sifat thayyib.

Sifat halal atau haram berkaitan dengan kaidah-kaidah agama (keimanan) Islam, sedangkan sifat baik (thayyib) atau buruk harus ditelusuri lebih rinci dengan nalar dalam bentuk ilmu. Dalam ilmu kesehatan, makanan yang baik harus sesuai dengan ilmu gizi. Makanan yang baik harus terdiri dari zat-zat gizi yang dibutuhkan manusia.

Berbicara tentang zat gizi dalam kaitannya dengan masalah makanan yang baik, sesungguhnya petunjuknya dapat ditemukan di dalam al-Qur’an, walaupun memang harus diakui bahwa pembicaraannya hanya sekedar isyarat-isyarat.

Maka dari itu, apa yang telah diisyarat oleh al-Qur’an tersebut, akan diteliti secara lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan tafsir bi al-‘ Ilm. Mengingat penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustaan, maka data primer diambil dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan masalah makanan.

(13)

xii

Demikian pula sebaliknya, bahwa makanan-makanan yang diharamkan oleh al-Qur’an terbukti memiliki kandungan yang dapat memberikan dampak buruk dan membahayakan terhadap kesehatan jasmani dan rohani.

(14)

1 A. Latar Belakang M asalah

Al-Qur’an adalah kitab petunjuk dan hidayah bagi manusia dan seluruh makhluk yang bertakwa di atas bumi ini sesuai dengan penegasan al-Qur’an : Kitab (Al-Qur’an) initidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (Q.S. al-Baqarah : 2), agar manusia dapat hidup teratur dan tertib serta benar dalam kehidupan ini.

Al-Qur’an pada hakikatnya menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman. Disamping berfungsi sebagai hudâ (petunjuk), al-Qur’an juga berfungsi sebagai furqân (pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan.

Keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah umat Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan ajarannya, telah melahirkan sekian banyak disiplin ilmu keislaman yang digali dari kandungan ayat-ayatnya.

Jika kita membahas tentang hubungan al-Qur’an dan ilmu pengetahuan, bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Qur’an dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri.1

(15)

Sudah bukan rahasia lagi bahwa isyarat-isyarat ilmiah dalam al-Qur’an laksana mata air yang tidak pernah kering. Setiap waktu, muncul penemuan-penemuan baru dan ketetapan-ketetapan ilmiah yang sebenarnya telah ditegaskan oleh al-Qur’an sebelumnya sejak empat belas abad yang lalu.

Al-Qur’an sangat banyak mengandung aneka ragam kebenaran ilmiah, sesuai dengan realita dari penerapan keilmuan. Semuanya ditemukan pada setiap tempat dan waktu, dan senantiasa dibenarkan oleh peradaban manapun. Berabad-abad telah berlalu sejak al-Qur’an diturunkan, telah berganti keadaan dan kebudayaan antara pengaruh-pengaruh yang ada. Namun, tidak pernah ada bukti yang menyatakan kesalahan kandungan yang diisyaratkan al-Qur’an.

Al-Qur’an menjadikan setiap isyarat sebagai metode dalam mengarungi hakikat alam dan kehidupan. Ia berpengaruh kuat dalam menguatkan keimanan. Karena, setiap ayat yang menyeru untuk menyembah Allah dan mentauhidkan-Nya selalu diiringi dengan pengarahan akal pikiran dengan meneliti bukti-bukti keagungan Ilahi melalui ciptaan alam dan ketelitian penciptaannya. Keajaiban dan keindahan ciptaan-Nya membuka akal pikiran manusia.2

Sebelum berbicara tentang isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an, terlebih dahulu perlu digarisbawahi bahwa al-Qur’an bukan suatu kitab ilmiah sebagaimana halnya kitab-kitab ilmiah yang dikenal selama ini. Salah satu

(16)

yang membuktikan pernyataan di atas adalah sikap al-Qur’an terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat Nabi tentang keadaan bulan :

ِﺔﱠﻠِﻫَﺄْﻟﺍ

ِﻦﻋ

ﻚَﻧﻮُﻟَﺄﺴﻳ

“ Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit“ . (Q.S. Al-Baqarah : 189)

Menurut ayat itu, mereka bertanya mengapa bulan (sabit) terlihat dari malam ke malam membesar hingga purnama, kemudian sedikit demi sedikit mengecil, hingga menghilang dari pandangan mata.

Pertanyaan di atas tidak dijawab al-Qur’an dengan jawaban ilmiah yang dikenal oleh astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya memahami hikmah di balik kenyataan itu.

ﺞﺤْﻟﺍﻭ

ِﺱﺎﻨﻠِﻟ

ﺖﻴِﻗﺍﻮﻣ

ﻲِﻫ

ْﻞُﻗ

“ Katakanlah: "Yang demikian itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji” .(Q.S. Al-Baqarah : 189)

Namun demikian, karena al-Qur’an adalah kitab petunjuk bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, maka tidak heran jika di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tersirat dan tersurat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan guna mendukung fungsinya sebagai kitab petunjuk.

(17)

analisis mendapatkan makna-makna yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan itu.3

Banyak sekali isyarat-isyarat ilmiah yang diungkap oleh al-Qur’an diantaranya adalah ihwal reproduksi manusia, ilmu astronomi (falak), ilmu geologi, ilmu geografi, ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu genetika, juga ilmu gizi dan makanan (nutrisi) dan lain-lain.

Dalam pembahasan ini penulis merasa tertarik untuk mengkaji mengenai masalah makanan dan gizi, karena hal ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membina dan mempertahankan kesehatan seseorang.

Dalam ayat 24 surat ‘Abasa, ditemukan perintah yang sangat jelas, yang berbunyi :

ِﻪِﻣﺎﻌَﻃ

ﻰَﻟِﺇ

ﻥﺎﺴْﻧِﺈْﻟﺍ

ِﺮُﻈﻨﻴْﻠَﻓ

.

“ Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” . (Q.S. ‘Abasa : 24)

Walaupun ayat ini bersifat umum dan tujuan pokoknya adalah mengantarkan manusia untuk beriman kepada Allah swt, namun secara khusus dapat dipahami adanya semacam anjuran untuk memilih makanan-makanan yang baik dan bergizi.

Lebih jauh bila ditelusuri kata-kata akala (makan) dalam berbagai bentuknya di dalam al-Qur’an, maka dapat ditemukan –dalam konteks pembicaraan Tuhan tentang pemeliharaan dan nikmat-Nya kepada manusia – makanan-makanan daging (Q.S. an-Nahl : 5), ikan (Q.S. an-Nahl : 4),

(18)

tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan disebutkan secara khusus. Sedangkan dengan menelusuri ayat-ayat yang berbicara tentang syariba (minum), akan ditemukan bahwa susu (Q.S. an-Nahl : 66), madu (Q.S. an-Nahl : 69), dan air (Q. S. al-Wâqi’ah : 68), disebutkan secara khusus.4

Selain itu, secara khusus al-Qur’an berbicara tentang makanan bayi, yakni bahwa air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama bayi, dan karena itu ayah diperintahkan untuk memberi imbalan kepada ibu yang menyusukan (Q.S. At-Thalâq : 6). Ini antara lain digunakan untuk menjaga kondisi kesehatan ibu dan kesempurnaan ASI-nya. Di lain pihak, al-Qur’an mencela ibu yang enggan menyusukan anaknya, sebagaimana dijelaskannya bahwa masa penyusuan yang sempurna adalah dua tahun penuh (24 bulan) (Q.S. Baqarah : 233), atau 30 bulan dikurangi masa kehamilan (Q.S. al-Ahqâf : 15).5

Selanjutnya ditemukan bahwa perintah makan, yang dalam al-Qur’an tersebut sebanyak 27 kali dalam berbagai konteks dan arti, apabila berbicara tentang makanan yang dimakan (objek perintah tersebut), selalu menekankan salah satu dari dua sifat halâl (boleh) dan thayyib (baik). Bahkan ditemukan empat ayat yang menggabungkan kedua sifat-sifat tersebut, yaitu Q.S. al-Mâidah : 88; al-Baqarah : 168; al-Anfâl: 69; dan an-Nahl : 114.6 Ayat-ayat tersebut diantaranya berbunyi :

4 M. Quraish Shihab, M embumikan al-Qur’an, Op. Cit., h. 287 5Ibid. h. 288

(19)

ﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻳَﺃﺎﻳ

ﲔِﺒﻣ

ﻭﺪﻋ

ﻢُﻜَﻟ

ﻪﱠﻧِﺇ

ِﻥﺎَﻄﻴﺸﻟﺍ

ِﺕﺍﻮُﻄﺧ

ﺍﻮﻌِﺒﱠﺘَﺗ

ﺎَﻟﻭ

ﺎﺒﻴَﻃ

ﺎًﻟﺎَﻠﺣ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻤِﻣ

ﺍﻮُﻠُﻛ

ﺱﺎ

.

“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”

.

(Q.S. al-Baqarah : 168)

Petunjuk lain yang ditemukan di dalam Al-Qur’an berkaitan dengan perintah makan adalah ayat :

ﺎًﺌﻳِﺮﻣ

ﺎًﺌﻴِﻨﻫ

ﻩﻮُﻠُﻜَﻓ

.

“ Maka makanlah ia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya” .(Q.S. an-Nisâ’ : 4).

Ayat ini menunjukkan bahwa makanan yang dianjurkan adalah yang sedap juga harus mempunyai akibat yang baik terhadap yang memakannya. Disamping itu, ditekankannya juga bahwa tidak boleh berlebih-lebihan dalam makan dan minum, seperti dalam firman Allah :

ﲔِﻓِﺮﺴﻤْﻟﺍ

ﺐِﺤﻳ

ﺎَﻟ

ﻪﱠﻧِﺇ

ﺍﻮُﻓِﺮﺴُﺗ

ﺎَﻟﻭ

ﺍﻮﺑﺮﺷﺍﻭ

ﺍﻮُﻠُﻛﻭ

.

“ Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan”. (Q.S. al-A’râf : 31)

Selain itu al-Qur’an juga telah memberi peringatan kepada manusia bahwa yang akan tersiksa kelak di Hari Kemudian akan makan dengan memenuhi perutnya, sebagaimana terungkap dalam Q.S. ash-Shaffât : 66.

(20)

ْﻧَﺄْﻟﺍ

ُﻞُﻛْﺄَﺗ

ﺎﻤَﻛ

ﻥﻮُﻠُﻛْﺄﻳﻭ

ﻥﻮﻌﱠﺘﻤَﺘﻳ

ﺍﻭﺮَﻔَﻛ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ

ﻢﻬَﻟ

ﻮْ

ﻣ

ﺭﺎﻨﻟﺍﻭ

ﻡﺎﻌ

“ Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka”. (Q.S. Muhammad : 12)

Ayat-ayat di atas agaknya memberikan petunjuk-petunjuk untuk memperhatikan dan memilih makanan yang baik, tidak seperti binatang, dan tidak pula sebagaimana halnya orang yang tersiksa yang makan dengan memenuhi perut mereka.7

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa halâl-nya makanan merupakan persyaratan mutlak yang digarisbawahi selalu oleh al-Qur’an. Disamping itu al-Qur’an juga mensyaratkan makanan itu dengan sifat

thayyib. Oleh karena itu, al-Qur’an dengan tegas mengharamkan makanan-makanan yang sekiranya dapat merugikan terhadap kesehatan manusia, seperti daging babi, minuman keras, bangkai dan darah dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan langkah preventif al-Qur’an untuk menjaga kesehatan manusia dari dampak-dampak negatif yang dapat disebabkan oleh makanan-makanan tersebut. Hal ini semakin menampakkan adanya isyarat ilmiah al-Qur’an mengenai makanan yang sehat, mengingat al-Qur’an tersebut diturunkan jauh sebelum adanya pembuktian secara ilmiah mengenai kandungan zat-zat yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang terdapat dalam makanan-makanan tersebut.

(21)

Demikianlah al-Qur’an –yang merupakan pedoman hidup bagi manusia– telah memberikan pelajaran, peringatan dan tuntunan bagi manusia yang menyangkut segala aspek kehidupan, baik jasmani maupun rohani serta kehidupan di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan uraian dari ayat-ayat di atas, dapat diketahui bahwa al-Qur’an sangat memperhatikan masalah kesehatan jasmani manusia terutama yang berkaitan dengan masalah makanan. Karena kehidupan manusia di dunia tak mungkin ada tanpa tersedianya bahan makanan, maka untuk mempertahankannya, manusia harus makan. Begitu pentingnya makanan untuk kehidupan, sehingga Allah swt. mengatur masalah ini dengan tegas di dalam al-Qur’an.

Mempertahankan hidup di sini bukan berarti manusia akan hidup selamanya. Akan tetapi bagaimana agar manusia mampu menjaga kesehatan tubuh, sehingga dapat melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Ibadah adalah cara untuk menuju hidup sejahtera dan bahagia. Untuk mendapatkan kesehatan yang prima, perlu kita memperhatikan makanan yang sehat dan sempurna.

(22)

para ahli gizi, sehingga penelitian ini memiliki nuansa tafsir bi al-‘ Ilm . Untuk itu, penulis memberi judul penelitian ini dengan : ISYARAT-ISYARAT AL-QUR’AN TENTANG MAKANAN YANG SEHAT (Kajian Tafsir bi al- ‘Ilm

dengan Pendekatan Tematik)

B. Pembatasan dan Perumusan M asalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi kajian serta penelitiannya pada satu pokok permasalahan yaitu menyingkap isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an tentang makanan-makanan yang halal dan bergizi. Oleh karena itulah penulis menggunakan pendekatan tafsir tematik.

Dari latar belakang permasalahan di atas, tergambar jelas bahwa al-Qur’an sangat menganjurkan bagi kita untuk memperhatikan masalah kesehatan jasmani terutama yang berkaitan dengan makanan, dimana ia merupakan kebutuhan primer dalam mempertahankan kelangsungan hidup bagi manusia. Disamping itu upaya untuk menggali, mengkaji dan memahami ayat-ayat al-Qur’an itu memang merupakan permasalah yang sangat urgen untuk dikedepankan, mengingat al-Qur’an adalah Kitab petunjuk serta pedoman hidup bagi manusia.

(23)

memperhatikan masalah ini. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya penyakit yang disebabkan oleh kelebihan gizi, seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi dan sebagainya, atau juga penyakit yang bisebabkan oleh kekurangan gizi dan bahan makanan tertentu, seperti animea, mata rabun atau rabun senja dan lain sebagainya.

Berdasarkan pembahatasan permasalahan di atas, timbullah suatu pertanyaan yang merupakan permasalahan pokok dari penelitian (mayor research question) ini, yaitu : Bagaimana isyarat al-Qur’an mengenai makanan yang sehat? Untuk itu, pertanyaan-pertanyaan khusus (minor research question) yang bersifat mengarahkan pada pengumpulan data adalah meliputi :

1. Bagaimana kriteria makanan yang sehat menurut al-Qur’an?

2. Apa saja bahan-bahan makanan yang halâl dan thayyib yang terdapat dalam al-Qur’an?

3. Adakah hubungan antara makanan halal dan bergizi dengan kesehatan jasmani dan rohani?

(24)

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menyingkap isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an dalam kaitannya dengan masalah kesehatan makanan.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam hal pelajaran, perhatian dan perencanaan makanan yang halal dan bergizi sesuai dengan ajaran al-Qur’an.

3. Mendorong masyarakat untuk memperhatikan makanannya guna mencapai derajat kesehatan yang optimal dan diridhai Allah saw..

4. Untuk memenuhi persyaratan dalam rangka penyelesaian studi program S2 pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan signifikansi penelitian ini adalah :

1. Memperkaya khazanah pengetahuan keislaman di lingkungan institusi pendidikan tinggi Islam, khususnya pada kajian di bidang tafsir al-Qur’an. 2. Penelitian ini bermanfaat dalam melahirkan paradigma, konsep, serta teori menyangkut hubungan pemahaman serta penafsiran al-Qur’an dengan kehidupan sosial.

(25)

D. Metodologi Penelitian

Dalam setiap karya ilmiah, dibutuhkan suatu metode penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatakan data yang lengkap dan obyektif. Adapun penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu sebuah penelitian yang data-data, informasi dan bahan-bahan yang dijadikan bahasan dan rujukan penelitian berasal dari buku-buku, kitab-kitab karya-karya ilmiah dan yang semacamnya yang memiliki tema yang berhubungan dengan tema penelitian.

Karena penelitian ini bersifat kepustakaan murni, maka sumber-sumber data yang berasal dari buku-buku dan kitab-kitab sangat diperlukan dalam penelitian ini, baik sumber data primer maupun sumber data skunder. Adapun data primer dari penelitian ini adalah Al-Qur’an al-Karim. Dan untuk data skunder diambil dari buku-buku pendukungnya diantaranya : kamus bahasa dan ensiklopedi, kitab-kitab tafsir seperti : tafsîr Qur’ ân al-‘ Azhîm karya Ibnu Katsir, tafsîr al-Marâghî karya Musthafa al-Maraghi, tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ an karya Quraish Shihab, tafsîr al-Munîr fi al-‘Aqîdah wa asy-Syarî’ah wa al-Manhâj karya Wahbah Zuhaili, dan tafsir-tafsir lainnya, kitab-kitab hadis seperti kutub as-Sittah dan syarahnya, serta buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan penelitian ini.

(26)

dalam al-Qur’an untuk kemudian diambil interpretasinya dan dilanjutkan dengan menganalisa masalah tersebut.

Karena kajian ini menggunakan pendekatan tematik al-Qur’an, maka diperlukan juga metode tafsir maudhu’ i yakni suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat yang dimaksud, lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep utuh dari al-Qur’an tentang masalah tersebut.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan ilmu gizi sebagai ilmu bantunya, yaitu dengan cara menganalisa dan mengkomparasikan penafsiran-penafsiran para ulama dengan hasil penelitian dan fakta-fakta ilmiah dalam kaitannya dengan ilmu gizi, sehingga melahirkan suatu kajian tafsir yang bercorak tafsir bi al-‘Ilm9,

Sedangkan teknik penulisan tesis ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8 ‘A bd. Al-Hayy al-Farmawi, A l-Bidayah fî Tafsîr al-Maudhu’i, (Kairo : Hadhârah al-‘Arabiyah, 1977), Cet. II, h. 23

9 Tafsir bi al-‘Ilmi adalah tafsir yang menempatkan berbagai terminologi ilmiah dalam ujaran-ujaran tertentu dalam al-Qur’an atau berusaha mendeduksi berbagai ilmu serta pandangan-pandangan filosofisnya dari ayat-ayat al-Qur’an. Abdul Mustaqim, M adzahibut

Tafsir, Peta M etodologi Penafsiran al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta :

Nun Pustaka, 2003), cet. I. h. 86

Tasir ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung berbagai macam ilmu baik yang sudah ditemukan maupun belum.

(27)

E. Kajian Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, belum ada satu buku utuh ataupun karya ilmiah berupa skripsi, tesis atau disertasi yang khusus memfokuskan pembahasan tentang isyarat-isyarat al-Qur’an mengenai makanan (nutrisi) yang sehat. Penulis hanya mendapatkan beberapa tulisan ilmiah yang membahas tema tersebut yang merupakan sub bab dalam kajian-kajian mukjizat ilmiah al-Qur’an. Diantara tulisan-tulisan tersebut adalah bab At-Taghdziyah fî al-Qur’ân yang terdapat dalam kitab al-I‘ jâz al-‘ Ilmî fî al-Qur’ ân al-Karîm karya Dr. Hamid an-Najdi dan bab Ilmu Kesehatan Makanan yang terdapat dalam buku Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’ an karya Muhammad Kamil Abdushshamad. Kedua tulisan tersebut pembahasannya tidak tuntas karena tidak semua ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan makanan dibahasnya, sehingga analisa yang didapat kurang utuh, karena pembahasan selanjutnya beralih ke bab-bab yang lain.

Selain kedua tulisan di atas, terdapat pula tulisan lain yang membahas tentang makanan, seperti buku W awasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’ i atas Pelbagai Persoalan Umat, dan buku Membumikan Al-Qur’ an : Fungsi dan Peran W ahyu dalam Kehidupan Masyarakat, karya M. Quraish Shihab, dan Al-Qur’ an dan Panduan Kesehatan Masyarakat karya Dr. H.R. Su’dan M.D. Buku-buku tersebut juga membahas masalah makanan secara singkat dalam satu bab.

(28)

memperhatikan makan di dalam al-Qur’an. Namun buku ini lebih memfokuskan pembahasannya pada masalah gizi yang terkandung dalam bahan makanan berdasarkan ilmu kedokteran. Hal ini sangatlah wajar mengingat latar belakang penulisnya adalah seorang ahli gizi. Maka dari itu, buku ini dijadikan salah satu buku rujukan yang dipakai oleh penulis dalam meneliti masalah kesehatan makanan dimana sangat erat kaitannya dengan masalah gizi.

Dari beberapa karya ilmiah yang penulis paparkan di atas, belum ada satu tulisan yang secara khusus dan tuntas membahas isyarat-isyarat al-Qur’an mengenai makanan yang sehat. Oleh karena itu, dalam tesis ini penulis berusaha membahasnya secara ilmiah dengan menggunakan pendekatan tafsir tematik.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh suatu penelitian yang komprehensif dan sistemasis, maka penelitian ini menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan pendahuluan dari penelitian ini, yang mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi penelitian, kajian pustaka dan sistematika penulisan.

(29)

beberapa sub bab, yaitu : definisi makanan dengan mengungkapkan pengertian secara bahasa dan menjelaskan term-term kata tersebut dalam Qur’an, serta menjelaskan tentang unsur-unsur makanan sehat menurut al-Qur’an seperti : makanan tersebut harus halâl dan thayyib, berdasarkan penjelasan al-Qur’an dan penelitian ahli gizi.

Bab ketiga berisi tentang sumber-sumber makanan halal dan bergizi yang terdapat di dalam al-Qur’an. Yaitu yang terdiri dari makanan hewani seperti ikan, binatang ternak, dan burung. Dan sumber makanan nabati seperti buah tin dan buah zaitun, anggur, kurma, jahe, manna, mentimun, bawang dan lain-lain. Serta memaparkan tentang minuman-minuman untuk kesehatan seperti susu, Air Susu Ibu (ASI), dan Madu. Penulis berusaha menjelaskan manfaat dan kandungan gizi dari makanan-makanan tersebut berdasarkan penjelasan para mufassir dan ahli gizi.

Kemudian kebalikan dari bab ketiga, pada bab keempat ini penulis berusaha memaparkan tentang hikmah diharamkannya beberapa jenis makanan dalam rangka menjaga kesehatan, seperti hikmah diharamkannya daging babi, bangkai dan darah, serta pengharaman minuman keras.

(30)

Bab terakhir adalah bab keenam merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

(31)

18 A. Definisi M akanan Secara Bahasa

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia, definisi makanan adalah segala apa yang boleh dimakan, (seperti penganan, lauk pauk, kue dan lain-lain).1

Sedangkan dalam buku-buku Ensiklopedi, makanan berarti segala apa yang boleh dimakan oleh manusia; sesuatu yang dapat menghilangkan rasa lapar; 2dan dapat menguatkan badan.3 Diartikan juga bahwa definisi makanan adalah segala bahan yang bila dimakan atau masuk ke dalam tubuh akan membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam tubuh. Di samping itu, makanan juga mengandung nilai tertentu bagi berbagai kelompok manusia, suku bangsa atau perorangan, yakni unsur kelezatan, memberikan rasa kenyang dan nilai yang dikaitkan dengan faktor-faktor lain, seperti emosi, perasaan, tingkat sosial, agama, kepercayaan, dan lain-lain.4

Dalam bahasa Arab kata makanan berasal dari lafazh

ــ

ﻤِﻌﻃﺃ

( al-ath’imah). Kata al-ath’ imah adalah bentuk jamak dari kata

ﻡﺎﻌﻃ

(tha‘ âm). Secara etimilogi makanan (at-tha‘ âm) adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan segala sesuatu yang dijadikan untuk kekuatan tubuh.5

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 547

2 Abdul Azizi Dahlan at. al. (Edit.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet. I, Jilid IV, h. 1071

3 Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), jilid III, h. 127 4 Hassan Shadily (Red.), Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1983), jilid IV, h. 2096

(32)

Menurut istilah para ahli fiqih, lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

digunakan dalam makna yang berbeda-beda mengikuti perbedaan negerinya. Sebagian besar mereka menggunakan lafazh ini untuk menunjukan bahan makanan yang digunakan untuk membayar kaffarât dan fidyah, maka yang dimaksud dengan lafazh

ﻡﺎﻌﻃ

di sini adalah makanan pokok, seperti gandum, jagung, kurma, dan lain sebagainya.6

Dan mereka juga mendefinisikan bahwa lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

adalah semua yang dimakan oleh manusia yang meliputi makanan untuk memberikan tenaga seperti gandum, makanan yang dibubuhkan sebagai rempah-rempah seperti minyak, juga makanan untuk kenikmatan atau kesenangan seperti apel, dan makanan untuk pengobatan dan penyembuhan seperti biji hitam atau garam.7

Sedangkan penduduk Hijaz menggunakan lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

secara khusus dalam arti gandum. 8 Selain itu juga, ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id yang menunjukkan lafazh

ﻡﺎﻌﻃ

dalam arti gandum, yaitu hadis : “

ﱯ

ﻨﻟﺍ

ﻥﺃ

ﻌﺷ

ﻦﻣ

ﺎﻋﺎ

ﻭﺃ

ﻡﺎﻌﻃ

ﻦﻣ

ﺎﻋﺎ

ﺮﻄﻔﻟﺍ

ﺔﻗﺪ

ﺮﻣﺃ

ﻢﻠ

ﻪﻴﻠﻋ

ﻰﻠ

”9

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka yang dimaksud dengan makanan dalam tesis ini adalah semua bahan yang dapat dimakan oleh manusia yang berfungsi untuk menumbuhkan, memelihara kesehatan,

6 Ahmad at-Thariqi, A hkâm al-A th‘imah fî asy-Syari‘ah al-Islâmiyyah, (Riyadh : 1984), cet. I, h. 63

7Ibid.

8 Ibnu Manzhûr, Op. Cit., h. 256

9Ibid. Lihat juga Ar-Râghib al-Ashfahâni, M u’jam mufradât alfâzh al-Qur’ân, (Beirut Dâr

(33)

memberikan tenaga, mengatur semua proses dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya, demi kelangsungan hidupnya.

Oleh karena itu, setiap bahan makanan yang dikonsumsi oleh manusia harus memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan manusia. Jadi berbicara tentang makanan, maka sangat erat sekali kaitannya dengan nutrisi. Karena nutrisi adalah ikatan kimia yang terdapat di dalam bahan makanan yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.10

Dalam bahasa Inggris, Nutrisi disebut dengan kata Nutrient, yang artinya sesuatu yang menumbuhkan, atau makanan bergizi. Sedangkan kata Gizi berasal dari bahasa Arab ghidzdzî, ghidzâ’ dan taghdziyah, yang artinya sesuatu yang berhubungan dengan makanan.11

Jadi nutrisi merupakan istilah bagi semua zat gizi yang terdapat dalam bahan makanan, yang berfungsi satu atau lebih dalam melengkapi, membangun serta memperbaiki jaringan dan untuk mengatur proses kehidupan tubuh. Dikenal ada enam jenis nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, yaitu Protein, Lemak, Karbohidrat, Vitamin, Mineral dan Air.12

Adapun fungsi-fungsi nutrisi tersebut bagi tubuh manusia akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.

10 Sunita Almatsier, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, t.th.), h. 3

11 Atabik A li, Kamus Inggris-Indonesia-A rab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, 2003), cet. I, h. 864

(34)

B. M akna dan Term-term Lafazh M akanan (Tha‘âm) dalam Al-Quran Kata

ﻡﺎ

ــ

ﻌﻃ

(tha‘ âm) dalam berbagai bentuknya terulang dalam al-Qur’an sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan.

Kata tha‘ âm diungkapkan untuk segala perkara yang dapat dimakan termasuk air. Di dalam al-Qur’an kata

ﺏﺮ

ـ

(syariba) (minum) dan

ــ

ﻌْﻄﻳ

pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, maka ia adalah pengikutku…” . (Q.S. al-Baqarah : 249)

Berdasarkan ayat ini, kata tha‘ âm diungkapkan umumnya untuk segala sesuatu yang dapat dimakan dan kadang diungkapkan pula untuk sesuatu yang dapat diminum.

Di dalam sebuah hadis Nabi juga terdapat kata tha‘âm yang digunakan untuk makna minum. Yaitu hadis tentang air zam-zam yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar al-Ghifari, sebagai berikut :

! "

(35)

“ Sesungguhnya air zam-zam itu adalah makanan yang mengenyangkan dan obat yang menyembuhkan.” (H.R. Abu Daud) Lafazh

ﻡﺎﻌﻃ

juga digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis makanan tertentu, tergantung pada konteks pembicaraan dalam ayat tersebut. Misalnya, yang terdapat dalam surat al-Mâ’idah ayat 96, lafazh

ﻡﺎ

ــ

ﻌﻃ

digunakan untuk makna ikan dan makhluk hidup lain yang hidup di air,15 dengan ayat yang berbunyi :

ﻣﺎﻌَﻃﻭ

ِﺮﺤﺒْﻟﺍ

ﺪﻴ

ﻢُﻜَﻟ

ﱠﻞِﺣُﺃ

ِﺓﺭﺎﻴﺴﻠِﻟﻭ

ﻢُﻜَﻟ

ﺎﻋﺎَﺘﻣ

ﻪ

.

“ Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan” . (Q.S. al-Mâ’idah : 96)

Berkaitan dengan makanan ahlul kitab dalam surat al-Mâ’idah ayat ayat 5, lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

secara khusus mengandung arti binatang sembelihan.16 Sebagaimana ayat :

ﻢﻬَﻟ

ﻞِﺣ

ﻢُﻜﻣﺎﻌَﻃﻭ

ﻢُﻜَﻟ

ﻞِﺣ

ﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ

ﺍﻮُﺗﻭُﺃ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻡﺎﻌَﻃﻭ

.

“ Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka” . (Q.S. al-Mâ’idah : 5)

Itulah beberapa makna lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

yang terdapat dalam al-Qur’an. Selain lafazh tha‘ âm, kata makanan di dalam al-Qur’an diungkapkan juga dengan lafazh

ﺓﺪ

ـﺋ

ﺎﻣ

, sebagaimana terdapat dalam surat al-Mâ’idah ayat 112 dan 114, yaitu :

15 Ibnu Katsir A d-Dimasyqi, Tafsîr A l-Qur’ân A l-‘A zhîm, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1992), Jilid II, h. 126

(36)

putera Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami” `Isa menjawab: “ Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman” .

Mereka berkata; “ kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu” . (Q.S. al-Mâ’idah : 112-113)

Ayat tersebut menerangkan tentang mukjizat hidangan yang diminta oleh orang-orang Hawâriyûn, para pengikut Isa. Dan karena mukjizat itu pula surat ini dinamakan surat al-Mâ’idah. Hal ini bermula ketika para pengikut Isa meminta satu bukti kekuasaan kepada Isa dan sekaligus bukti penguat tentang kebenaran dan kedekatannya dengan Allah. Mereka mengkhususkan permintaan berupa makanan atau hidangan yang turun dari langit, yang kemudian mereka bisa memakannya sebagai berkah, yang membuat jiwa mereka tenang ketika melihatnya, agar dapat menambah keyakinan akan kebenaran Isa.17 Maka Allah swt. memenuhi permintaan tersebut atas doa Isa as. Firman Allah :

(37)

ـ

َﻧِﺮِﺧﺍﺀﻭ

ـ

ﻨِﻟﻭَﺄِﻟ

ﺍﺪ

ـ

ﻴِﻋ

ـ

ﻨَﻟ

ﻥﻮ

ـ

ُﻜَﺗ

ِﺀﺎﻤﺴ

ـ

ﻟﺍ

ﻦ

ـ

ِﻣ

ﺓﺪ

ـ

ِ

ﺎﻣ

ﺎﻨﻴَﻠﻋ

ْﻝِ

ْﻧَﺃ

ﺎﻨﺑﺭ

ﻢﻬﱠﻠﻟﺍ

ﻢﻳﺮﻣ

ﻦﺑﺍ

ﻰﺴﻴِﻋ

َﻝﺎَﻗ

ﺧ

ﺖْﻧَﺃﻭ

ﺎﻨْﻗُﺯﺭﺍﻭ

ﻚﻨِﻣ

ًﺔﻳﺍﺀﻭ

ﲔِﻗِﺯﺍﺮﻟﺍ

.

“ Isa putera Maryam berdo`a: “ Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama” . (Q.S. al-Mâ’idah : 114)

Allah swt. memenuhi doa Nabi Isa, sehingga Dia menurunkan hidangan kepada kaumnya, yang menurut beberapa riwayat dikatakan bahwa hidangan tersebut berupa roti, daging dan minuman, dari jenis makanan yang lezat dan baik.18

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa ada perbedaan antara makna lafazh

ﻡﺎ

ـ

ﻌﻃ

dan

ﺓﺪ

ـﺋ

ﺎﻣ

, karena lafazh

ﺓﺪ

ـﺋ

ﺎﻣ

hanya digunakan untuk menunjukkan suatu menu hidangan lengkap yang siap disantap, misalnya terdiri dari nasi/ roti lengkap dengan lauk-pauk, dan minumannya.

Di al-Qur’an juga diungkapkan kata yang berarti makanan dengan menggunakan lafazh

ﺀﺍﺬ

. Namun lafazh ini memiliki arti yang lebih khusus, yaitu berarti makanan untuk menu makan siang, sebagaimana terdapat dalam dalam surat al-Kahfi ayat 62, yaitu :

ﺎﺒ

َﻧ

ﺍَﺬﻫ

ﺎَﻧِﺮَﻔ

ﻦِﻣ

ﺎﻨﻴِ

َﻟ

ﺪَ

َﻟ

ﺎَﻧﺀﺍﺪَ

ﺎﻨِﺗﺍﺀ

ﻩﺎَﺘَﻔِﻟ

َﻝﺎَﻗ

ﺍَﺯﻭﺎ

ﺎﻤَﻠَﻓ

.

18 Ibid, h. 301, Ada pula yang berpendapat bahwa hidangan yang diturunkan itu

berupa roti dan ikan, dan ada pula yang menyebutkan manna. Ensiklopedi A l-Qur’an, Kajian

(38)

“ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini” . (Q. S. al-Kahfi : 62)

C. Unsur-unsur Makanan Sehat Menurut Al-Qur’an

Islam memandang bahwa makanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani dan rohani manusia. Maka dari itu di dalam ajaran Islam banyak peraturan yang berkaitan dengan “makanan” dari mulai mengatur etika makan, mengatur idealitas kuantitas makanan di dalam perut, bahkan yang terpenting adalah mengatur makanan yang halal dan haram untuk dimakan.

Masalah halal dan haramnya makanan bukanlah persoalan sederhana yang dapat diabaikan, melainkan merupakan masalah yang amat penting dan mendapat perhatian dari ajaran agama secara umum. Karena, masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan antar sesama manusia, tapi juga hubungan manusia dengan Tuhan. Seorang muslim tidak dibenarkan mengkonsumsi suatu makanan sebelum ia tahu benar akan kehalalannya. Mengkonsumsi yang haram, atau yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat buruk baik di dunia maupun di akhirat. Jadi masalah ini mengandung dimensi duniawi dan sekaligus ukhrawi.

(39)

ﲔِﺒﻣ

ﻭﺪﻋ

ﻢُﻜَﻟ

ﻪﱠﻧِﺇ

ِﻥﺎَﻄﻴﺸﻟﺍ

ِﺕﺍﻮُﻄﺧ

ﺍﻮﻌِﺒﱠﺘَﺗ

ﺎَﻟﻭ

ﺎﺒﻴَﻃ

ﺎًﻟﺎَﻠﺣ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻤِﻣ

ﺍﻮُﻠُﻛ

ﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻳَﺃﺎﻳ

.

“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. al-Baqarah : 168)19

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kehalalan suatu makanan merupakan unsur terpenting yang wajib diperhatikan oleh umat Islam dalam memilih makanannya. Selain itu, dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa selain halal makanan itu harus baik, dalam arti tidak membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental manusia.

Oleh karena itu, pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah apakah semua yang halal itu pasti sehat dan baik untuk dikonsumsi? Menurut Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma, pakar pengobatan alternatif dan akupuntur, bahwa makanan yang halal dan sehat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Makanan yang halal akan mencerminkan jiwa yang bersih. Pikiran dan jasmani yang segar menimbulkan ketentraman dan kekhusyukan. Sebaliknya, setiap makanan yang telah diharamkan oleh Islam mengandung bahaya, baik lahir maupun batin.

Dalam pandangannya, tidak ada makanan atau minuman yang dinyatakan haram oleh Islam tiba-tiba dinyatakan sehat menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, yakni sehat itu berarti sehat jasmani, rohani, dan

(40)

sosial. Maka, pertimbangan penghalalan atau pengharaman dalam Islam pastilah dengan melihat semua faktor tersebut.20

Pendapat berbeda disampaikan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab ketika menafsirkan ayat di atas, bahwa tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing. Ada halal yang baik buat si A yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya, walaupun baik buat yang lain. Ada makanan yang halal tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Yang diperintahkan adalah yang halâl lagi baik.21

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa unsur-unsur makanan yang sehat menurut al-Qur’an adalah harus halal dan baik (thayyib).

Sifat halal atau haram berkaitan dengan kaidah-kaidah agama (keimanan) Islam, sedangkan sifat baik (thayyib) atau buruk harus ditelusuri lebih rinci dengan nalar dalam bentuk ilmu. Memang pada umumnya jenis makanan yang halal menurut agama Islam, termasuk pula bersifat baik menurut pertimbangan ilmu.22

Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi makanan halal dan haram berdasarkan hukum syara’ serta definisi makanan yang baik (bergizi) berdasarkan penjelasan ilmu gizi.

20 Pendapat tersebut dikutip oleh Thobieb A l-Asyhar, dalam Bukunya, Bahaya M akanan

Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, (Jakarta : P.T. Al-Mawardi Prima, 2002), cet.

I, h. 41

21 M. Quraish Shihab, Tafsir al-M ishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2000) Cet. I, Volume I, h. 355

(41)

1. Makanan Yang Halal

a. Definisi Halal Secara Umum

Kata halal berasal dari bahasa Arab halla, yahillu, hillan, yang artinya, secara etimologi adalah membebaskan, melepaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan.23 Sedangkan secara terminologi halal mengandung dua arti, yaitu : 1) Segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya. 2) Sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’ .24

Halal adalah kebalikan dari haram. Ungkapan lain yang menunjukkan kepada pengertian yang sama ialah mubâh dan jâiz.

Menurut al-Jurjani, ahli bahasa Arab, dalam kitab at-Ta’rîfât (kitab definisi) mengemukakan, pengertian pertama di atas menunjukkan bahwa kata “halâl” menyangkut kebolehan menggunakan benda-benda atau apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan fisik, termasuk di dalamnya makanan, minuman, dan obat-obatan. Sedangkan pengertian kedua berkaitan dengan kebolehan memanfaatkan, memakan, meminum dan mengerjakan sesuatu yang kesemuanya ditentukan berdasarkan nas.25

Kata halal juga mengandung arti segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan. Dengan pengertian bahwa orang yang melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah swt.26

23 Abdul Aziz Dahlan, et. al. (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), cet. I, jilid 2, h. 505

24Ibid, h. 506. 25Ibid.

(42)

Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa yang berhak atau berwenang menentukan kehalalan segala sesuatu adalah Allah swt. Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat Yûnus ayat 59, yaitu :27

ﺎَﻠﺣﻭ

ـ

ﻣﺍﺮﺣ

ﻪ

ـ

ﻨِﻣ

ﻢُﺘ

ـ

ْﻠﻌ

َﻓ

ٍ

ﻕْﺯِﺭ

ﻦ

ـ

ِﻣ

ﻢُﻜَﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

َﻝ

ْﻧَﺃ

ﺎﻣ

ﻢُﺘﻳَﺃﺭَﺃ

ْﻞُﻗ

ِﻪ

ـ

ﱠﻠﻟﺍ

ـ

َﻠﻋ

ﻡَﺃ

ﻢ

ـ

ُﻜَﻟ

ﻥِﺫَﺃ

ﻪ

ـ

ﱠﻠﻟ

ْﻞ

ـ

ُﻗ

ـ

ًﻟ

ﻥﻭﺮَﺘْﻔَﺗ

.

“ Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” . (Q.S. Yûnus : 59)

Manusia dalam hal ini tidak mempunyai kewenangan sedikitpun. Menurutnya, siapa yang melakukannya berarti telah membuat sekutu bagi-Nya. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari Salman al-Farisi menyebutkan bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw. ditanya tentang hukum samin, keju, dan keledai hutan. Rasulullah saw. bersabda : “ Yang disebut halal itu ialah yang dihalalkan oleh Allah” . Hadis yang senada diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Al-Bazzar.28

Segala sesuatu yang dihalalkan Allah swt. adalah bermanfaat bagi manusia itu sendiri, baik bagi fisik maupun mental. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziah, ulama fiqih madzhab Hanbali, Allah swt. tidak semata-mata mengharamkan sesuatu kecuali dibalik itu Allah swt. menghalalkan yang lainnya sebagai solusi akibat larangan itu, dan sebaliknya. Misalnya, Allah

(43)

swt. menghalalkan jual beli atau perdagangan sebagai ganti dari haramnya mencari untung dari jalan riba. Allah swt. menghalalkan perkawinan untuk memenuhi kebutihan biologis laki-laki dan perempuan sebagai ganti dari haramnya berbuat zina, dan liwâth (homoseksual). Allah swt. menghalalkan minum minuman yang lezat dan segar yang berguna untuk jasmani dan rohani manusia sebagai ganti diharamkan-Nya meminum minuman yang memabukkan. Begitu juga Allah swt. menghalalkan berbagai makanan yang baik-baik sebagai ganti dari diharamkannya makanan-makanan yang diharamkan.

Menurut Yusuf Qardhawi, kombinasi antara yang halal dan yang haram dalam syari’at islam menunjukkan bahwa dalam islam akan selalu ditemukan berbagai solusi dari segala kesempitan atau kesulitan yang dihadapi umatnya. Jika di satu pihak terdapat kesempitan karena secara hukum dinyatakan haram misalnya, maka di sisi lain akan ditemukan jalan keluar dan keleluasaan yang sangat bermanfaat sesuai dengan kepentingan manusia.29

Berkaitan dengan masalah makanan, makanan apa saja yang dihalalkan oleh Allah swt. untuk dimakan? Mengenai hal ini, al-Qur’an menyatakan :

ﺎﻌﻴِﻤ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻣ

ﻢُﻜَﻟ

َﻠﺧ

ِﺬﱠﻟﺍ

ﻮﻫ

“ Dia-lah (Allah) yang menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi seluruhnya” . (Q.S. al-Baqarah : 29)

(44)

ِﻓ

ﻥِﺇ

ﻪﻨِﻣ

ﺎﻌﻴِﻤ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻣﻭ

ِﺕﺍﻮﻤﺴﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻣ

ﻢُﻜَﻟ

ﺮﱠ

ﻭ

ﻥﻭﺮﱠﻜَﻔَﺘﻳ

ٍ

ﻡﻮَ

ِﻟ

ٍ

ﺕﺎﻳ

َﻟ

ﻚِﻟَﺫ

.

“ Dan Dia (Allah) menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya” . (Q.S. al-Jâtsiyah : 13

ﻤﺴﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻣ

ﻢُﻜَﻟ

ﺮﱠ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥَﺃ

ﺍﻭﺮَﺗ

ﻢَﻟَﺃ

ًﺔﻨِﻃﺎﺑﻭ

ﺓﺮِﻫﺎَ

ﻪﻤﻌِﻧ

ﻢُﻜﻴَﻠﻋ

َ

ﺒ

َﺃﻭ

ِﺽﺭَﺄْﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﺎﻣﻭ

ِﺕﺍﻮ

“ Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin” . (Q. S. Luqmân : 20)

Bertitik tolak pada ayat-ayat tersebut, para ulama berkesimpulan bahwa pada prinsipnya segala sesuatu yang ada di alam raya ini adalah halal untuk digunakan, sehingga makanan yang terdapat di dalamnya juga adalah halal.

Namum di antara makanan-makanan tersebut terdapat beberapa makanan yang secara khusus diharamkan oleh al-Qur’an dan hal ini merupakan suatu pengecualian. Pengecualian atau pengharaman suatu makanan harus bersumber dari Allah –baik melalui al-Qur’an maupun Rasul- sedang pengecualian itu lahir dan disebabkan oleh kondisi manusia, karena ada makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya.

(45)

untuk menjelaskan bagaimana definisi dari kata Haram itu sendiri, yaitu sebagai berikut .

b. Definisi Haram dan Pembagiannya

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa halal adalah kebalikan dari haram. Oleh karena itu perlu kiranya dijelaskan bagaimana definisi dari kata haram itu sendiri. Secara etimologi haram berarti “ sesuatu yang dilarang mengerjakannya” . Adapun secara terminologi, para ulama ushul fiqih mengemukakan dua rumusan definisi haram, yaitu dari segi batasan serta esensinya, dan dari segi bentuk serta sifatnya.

Dari segi batasan dan esensinya, haram dirumuskan dengan :30

ﻡﺍ

ﺍﻭ

ﻢﺘ

ﻰﻠﻋ

ﻪﻛﺮﺗ

ﻉﺭﺎﺸﻟﺍ

ﺐﻠﻃ

ﺎﻣ

“ Sesuatu yang dituntut syari’ untuk ditinggalkan melalui tuntunan secara pasti dan mengikat” .

Dari segi bentuk dan sifatnya, haram dirumuskan dengan :

ﻪﻠﻋﺎﻓ

ﺎﻋﺮﺷ

ﻡﺬﻳ

ﺎﻣ

“ Suatu perbuatan yang pelakunya dicela” .

Ada juga ulama ulama ushul fiqh yang menambahkan dalam rumusan di atas kalimat

ـ

ﻛﺭﺎﺗ

ﺡﺪ

ـﳝ

(dan orang yang meninggalkannya dipuji), sebagai lawan dari pengertian wajib.31

Adapun pembagian hukum haram adalah sebagai berikut :

(46)

Haram dapat dibagi menjadi harâm li dzâtih dan harâm li ghairih. Apabila keharaman terkait dengan esensi perbuatan haram itu sendiri, maka disebut dengan harâm li dzâtih. Dan apabila terkait dengan sesuatu yang diluar esensi yang diharamkan, tetapi berbentuk kemafsadatan, maka disebut harâm li ghairih.

1). Harâm li Dzâtih

Yaitu suatu keharaman yang langsung dan sejak semula ditentukan

Syari’ bahwa hal itu haram. Misalnya, memakan bangkai, babi, berjudi, meminum minuman keras, berzina, membunuh dan memakan harta anak yatim. Keharaman dalam contoh ini adalah keharaman pada zat (esensi) pekerjaan itu sendiri.32

Berkenaan dengan makanan yang haram secara esensial sudah ditetapkan oleh Allah swt. secara tegas di dalam al-Qur’an. Yaitu sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat berikut ini :

ِﺇ

ٍ

ﺩﺎ

ـ

ﻋ

ـ

َﻟﻭ

ٍ

ﻍﺎﺑ

ﺮﻴَ

ﺮُﻄْ

ﺿ

ِﻦﻤَﻓ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ِﺮﻴَ

ِﻟ

ِﻪِﺑ

ﱠﻞِﻫُﺃ

ﺎﻣﻭ

ِﺮﻳِ

ﻨِ

ْﻟﺍ

ﻢﺤَﻟﻭ

ﻡﺪﻟﺍﻭ

َﺔَﺘﻴﻤْﻟﺍ

ﻢُﻜﻴَﻠﻋ

ﻡﺮﺣ

ﺎﻤﱠﻧ

ﻢﻴِﺣﺭ

ﺭﻮُﻔَ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥِﺇ

ِﻪﻴَﻠﻋ

ﻢْ

ِﺇ

ﺎَﻠَﻓ

.

“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” . (Q.S. al-Baqarah : 173)

(47)

ِﻥﺎَﻄﻴﺸ

ــ

ﻟﺍ

ِﻞ

ــ

ﻤﻋ

ﻦ

ــ

ِﻣ

ﺲــ

ِﺭ

ﻡﺎ

ــ

َﻟْﺯَﺄْﻟﺍﻭ

ﺏﺎ

ﺼــ

ْﻧَﺄْﻟﺍﻭ

ﺮِﺴ

ــ

ﻴﻤْﻟﺍﻭ

ﺮ

ــ

ﻤَ

ْﻟﺍ

ــ

ﻤﱠﻧِﺇ

ﺍﻮ

ــ

ﻨﻣﺍﺀ

ﻦﻳِﺬ

ــ

ﱠﻟﺍ

ــ

ﻬﻳَﺃﺎﻳ

ﻥﻮﺤِﻠْﻔُﺗ

ﻢُﻜﱠﻠﻌَﻟ

ﻩﻮﺒِﻨَﺘ

ﺎَﻓ

.

“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Mâ’idah : 90)

Dari ayat-ayat di atas, maka dapat diketahui bahwa makanan-makanan yang termasuk dalam kategori Harâm li dzâtih, adalah bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, dan khamr. Adapun penjelasan secara lengkap tentang hikmah dibalik pengharaman bahan-bahan makanan tersebut akan dibahas pada bab yang akan datang.

2). Harâm li Ghairih

Yaitu sesuatu yang pada mulanya disyari’atkan, tetapi dibarengi oleh sesuatu yang bersifat mudarat bagi manusia, maka keharamannya adalah disebabkan adanya mudarat tersebut. Misalnya, melaksanakan shalat dengan pakaian hasil ghashab (meminjam barang orang lain tanpa izin), melakukan transaksi jual beli ketika suara adzan untuk shalat Jum’at telah dikumandangkan, berpuasa di Hari Raya ‘Idul Fithri, dan lain-lain. Dengan demikian, pada dasarnya perbuatan yang dilakukan itu diwajibkan, disunnatkan atau dibolehkan, tetapi karena dibarengi dengan sesuatu yang bersifat mudarat atau mafsadat dalam pandangan syara’ , maka perbuatan itu menjadi haram.33

(48)

Sedangkan makanan-makanan yang termasuk dalam kategori Harâm li ghairih ini, antara lain misalnya makanan yang pada dasarnya halal secara esensi tetapi menjadi haram karena diperoleh dengan cara yang dilarang oleh Allah, seperti : hasil riba, harta anak yatim yang diambil dengan cara batil, hasil pencurian atau korupsi, hasil ambil paksa (rampas), hasil suap (risywah), hasil judi, hasil prostitusi, dan lain sebagainya.

Al-Qur’an dengan tegas menerangkan bahwa rezeki berupa makanan-makanan yang diperoleh dengan cara-cara seperti tersebut di atas, hukumnya adalah haram. Sebagaimana tertera dalam ayat-ayat berikut ini, antara lain :

a). Makan Hasil Riba

ـ

ﻤﱠﻧِﺇ

ﺍﻮُﻟﺎَﻗ

ﻢﻬﱠﻧَﺄِﺑ

ﻚِﻟَﺫ

ﻤْﻟﺍ

ﻦِﻣ

ﻥﺎَﻄﻴﺸﻟﺍ

ﻪُﻄﺒَ

َﺘﻳ

ِﺬﱠﻟﺍ

ﻡﻮُ

ﻳ

ﺎﻤَﻛ

ﺎﱠﻟِﺇ

ﻥﻮﻣﻮُ

ﻳ

ﺎَﻟ

ﺎﺑﺮﻟﺍ

ﻥﻮُﻠُﻛْﺄﻳ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻦ

ـ

ِﻣ

ٌ

ـ

َﻈِﻋﻮﻣ

ﻩﺀﺎ

ـ

ﻦ

ـ

ﻤَﻓ

ـ

ﺑﺮﻟﺍ

ﻡﺮ

ـ

ﺣﻭ

ﻊـ

ﻴﺒْﻟﺍ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﱠﻞﺣَﺃﻭ

ﺎﺑﺮﻟﺍ

ُﻞْ

ِﻣ

ﻴﺒْﻟﺍ

َﻠ

ـ

ـ

ﻣ

ﻪ

ـ

َﻠَﻓ

ﻰﻬَﺘْﻧﺎ

ـ

َﻓ

ِﻪ

ـ

ﺑﺭ

ﻥﻭﺪِﻟﺎﺧ

ﺎﻬﻴِﻓ

ﻢﻫ

ِﺭﺎﻨﻟﺍ

ﺏﺎﺤ

َﺃ

ﻚِﺌَﻟﻭُﺄَﻓ

ﺩﺎﻋ

ﻦﻣﻭ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻰَﻟِﺇ

ﻩﺮﻣَﺃﻭ

.

(49)

b). Makan Harta Anak Yatim dengan Batil

ﺍ

ِﻌ

ﻥﻮَﻠ

ﻴ

ﻭ

ﺍﺭﺎَﻧ

ﻢِﻬِﻧﻮُﻄﺑ

ﻲِﻓ

ﻥﻮُﻠُﻛْﺄﻳ

ﺎﻤﱠﻧِﺇ

ﺎﻤْﻠُ

ﻰﻣﺎَﺘﻴْﻟﺍ

َﻝﺍﻮﻣَﺃ

ﻥﻮُﻠُﻛْﺄﻳ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﻥِﺇ

.

“ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” . (Q.S. an-Nisâ’ : 10)

2. M akanan yang Thay y ib

a. Definisi Thayyib Menurut Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang halalnya makanan yang baik dan haramnya makanan yang kotor. Diantara ayat tersebut terdapat di dalam surat Al-A’râf ayat 157 :

dimaksud thayyib di sini adalah makanan-makanan yang baik, bergizi lagi sesuai dengan selera dan kondisi yang memakannya.35 Selain itu makna baik

34 Ar-Râzi, Tafsîr al-Fakhr ar-Râzi (M afâtîh al-Ghaîb), (Beirut : Dâr al-Fikr, 1994), juz V, h. 4

(50)

di sini juga bisa diartikan berkhasiat pada tubuh manusia, mengandung zat-zat yang menumbuhkan, menyuburkan dan menjadikan manusia sehat dan kuat.36

Dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan kata

ـ

ّ

ﻄﻟﺍ

di sini adalah semua makanan atau hidangan yang dianggap baik menurut selera manusia normal dan bermanfaat bagi agama dan badannya. Dan termasuk juga dalam pengertian ini yakni harta yang diperoleh dengan jalan yang hak.37

Di dalam al-Qur’an surah al-Mâi’dah ayat 87 dijelaskan bahwa :

ﻦﻳِﺪَﺘﻌﻤْﻟﺍ

ﺐِﺤﻳ

ﺎَﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥِﺇ

ﺍﻭﺪَﺘﻌَﺗ

ﺎَﻟﻭ

ﻢُﻜَﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﱠﻞﺣَﺃ

ﺎﻣ

ِﺕﺎﺒﻴَﻃ

ﺍﻮﻣﺮﺤُﺗ

ﺎَﻟ

ﺍﻮﻨﻣﺍﺀ

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

ﺎﻬﻳَﺃﺎﻳ

.

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. al-Mâ’idah : 87)

Berkenaan dengan ayat tersebut Prof. DR. Hamka menjelaskan bahwa, yang dimaksud barang baik yang dihalalkan Allah adalah makanan-makanan yang enak dan bermanfaat. Seperti daging yang halal dimakan, buah-buahan, sayur-sayuran, beras, gandum, jagung dan lain-lain. dalam semua makanan yang baik itu terkandung berbagai macam zat gizi seperti Protein, Vitamin A, B, C, dan D. Calori, Hormon dan sebagainya.38

36 H. Fachruddin Hs. Ensiklopedia A l-Qur’an, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992), cet. I, jilid II, h. 21

37 Ahmad at-Tharîqi, Op. Cit., h. 68

Referensi

Dokumen terkait

Anggota keluarga mengatakan bahwa ia tidak mengetahui akibat yang bisa timbul akibat dari tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol serta cara merawat anggota keluarga

dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada hubungan antara hipertensi dengan peningkatan tekanan intra okuli yang terjadi pada pasien dirumah sakit Ibnu Sina Makassar.

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Penggunaan Kandang

Bagi warga jemaat / pasangan yang berencana akan melangsungkan perkawinan di 6 bulan kedepan, diharapkan dapat mengikuti katekisasi PRA PERKAWINAN, yang akan dilaksanakan selama

Pendekatan fenomenologi menggunakan pola pikir subjektivisme yang tidak hanya memandang masalah dari suatu gejala yang tampak, akan tetapi berusaha menggali makna

Usaha Konfeksi dan Sablon sebagai pemasok Factory Outlet, distro dan clothing untuk daerah Jakarta, terutama daerah Dago (Jl.Ir.H.Juanda) di Kota Bandung. Salah

Kebutuhan cabai terus meningkat disebabkan oleh meningkatkan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya produksi makanan yang membutuhkan cabai.Salah satu cara

Pada proses ini terjadi prototyping, yaitu pengembangan dan pengetesan yang dilakukan dengan cepat dari protipe atau model yang telah ada, atau aplikasi baru dalam suatu