• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PENANGGULANGAN bencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PENANGGULANGAN bencana "

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA, MALAYSIA,

SINGAPURA, DAN FILIPINA

Oleh:

Muh Sutri Mansyah 145010107111090

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

perkembangan globalisasi yang begitu pesat saat ini, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas pada tahun 2003 dalam wilayah asean atau lebih dikenal dengan (Asean Free Trade Area), kejahatan yang yang dilakukan tentunya bermacam-macam dalam hal penggunaan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, salah satu kajahatan yang kerapkali sering dialami menjadi permasalahan yang kunjung selesai adalah tindak pidana narkotika, tersebut terdapat di berbagai negara dalam lingkup asia tenggara, perlu diketahui bahwa tindak pidana narkotika merupakan kehatan yang terorganisir sehingga hal ini menjadi salah satu alasannya mengapa sampai dewasa ini masih terdapat kasus ini.

Kejahatan transnasional (organized Crime) yang dihadapi Asian Tenggara adalah terbilang tinggi, mengingat akses satu dengan negara lain begitu mudah untuk dijangkau baik melalui jalur udara apalagi menggunakan jalur darat sulit terdekteksi oleh aparat penegak hukum, indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami peredaran narkoba yang sulit untuk tanggulangin meskipun penegak hukum sudah berupaya sekuat tenaga mungkin untuk mencegah dan memberantas tindak pidana narkotika tersebut, sampai negara indonesia beberapakali menjatuhkan hukumuan mati kepada pengedar namun tetap belummemberikan jaminan negara indonesia bersih dari narkotika.

(3)

menanggunalangi kejahatan tersebut, adapun negara yang yang ditinjau yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Tentunya permasalahan terkait tindak pidana narkotika yang dihadapi oleh Indonesia , malaysia, singapuran dan filipina bervariasi serta jenis nakotikanya sekali pun, seperti Malaysia memiliki narkotika yang bervariasi: heroin, morfin, cannabis, opium, dan ekstasi, di Filipina jenis yan tersebar sabu sabu dan cannabis, dan Singapura memiliki narkotika yang bervariasi namun karena melihat kondisi georafisnya yang relatif kecil maka dalam mengatasi produksi dan penggunaan narkotika sudah berjalan efektif.

Perlu diketahui bahwa ASOD ( ASEAN Senior Officials on Drugs Matters ) merupakan organisasi bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang bertugas dan bertanggung jawab dalam penanggulangan masalah narkoba melalui konsolidasi dan upaya bersama di bidang hukum, kerjasama internasional, penyusunan undang undang serta peningkatan partisipasi organisasi organisasi non pemerintahan, membuat agenda, merencanakan proyek kerjasama terkait permasalahan narkotika serta menghasilkan rekomendasi dari hasil kerja kelompok yang diwadahi oleh ASOD sendiri. Selain ASOD juga terdapat Senior Official Meeting on Transnational Crime ( SOMTC ), ASEAN and China Cooperative Operation in Response to Dangerous Drugs ( ACCORD ), dan ASEAN-EU sub Committe on Narcotics1.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana penegakkan hukum terhadap penanggulangan Tindak pidana narkotika di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina?

BAB II

(4)

KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Narkotika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia narkotika adalah obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk, atau merangsang (seperti opium, ganja), Narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adapun pengertian narkotika menurut undang-undang tersebut adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini2. Narkotika atau zat yang

menyebabkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat dengan cara menghisap atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus ke dalam badan3

Menurut Pendapat Soedarto dalam ceramahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beliau menarik kesimpulan bahwa “Narkotika merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya4. Pengertian Narkotika menurut Soedjono adalah zat yang bisa

menimbulkan pengaruh- pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan ditemui dalam dunia medis bertujuan untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia, seperti di bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit5.

Sebelumnya adanya peraturan yang mengatut tentang pelarangan narkotika, narkotika digunakan dalam dunia medis menggunakan sebagai obat penghilang rasa sakit yang tentunya ditujukan untuk kepentingan umat, namun

2 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

3Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro. Masalah Narkoba dan zat adiktif lainnya serta penanggulangannya, pramuka saka bhayangkara, Jakarta 1999. hal 3.

4 Soedarto, Makalah Seminar Narkotika dan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 1997. Hal 7.

(5)

tenyata seiring perkembangan zaman, hal ini malah disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab sehingga kerapkali orang-orang yang mengkonsumsi narkotika secara berlebihan yang mengakibatkan overdosis dan dampak yang ditimbulkan bisa sampai nyawa yang harus dikorbankan.

Secara umum vide keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2882/70, Narkotika atau obat bius itu dapat diartikan sebagai semua bahan yang pada umumnya mempunyai efek kerja yang bersifat :

a. Membiuskan (dapat menurunkan kesadaran) b. Merangsang (meningkatkan prestasi kerja) c. Menagihkan (mengikat/ketergantungan)

d. Mengkhayal (halusinasi). korban secara fisik maupun psikis

2. Jenis-Jenis Narkoba

1. Opium Getah berwarna putih yang keluar dari kotak biji tanaman papaper sammi vervum yang kemudian membeku, dan mengering berwarna hitam cokelat dan diolah menjadi candu mentah atau candu kasar.

2. Morpin Morphine dalam dunia pengobatan digunakan untuk bahan obat penenang dan obat untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri, yang bahan bakunya berasal dari candu atau opium.

3. Ganja Diistilahkan dengan marihuana (marijuana), yang berarti memabukkan atau meracuni pohon ganja termasuk tumbuhan liar, yang dapat tumbu dai daerah tropis maupun subtropis disesuaikan dengan musim dan iklim daerah setempat

4. Cocaine Merupakan tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan obat perangsang, kebanyakan cocaine tumbuh di Amerika selatan, Ceylon, India, dan Jawa

5. Heroin Tidak seperti Morphine yang masih mempunyai nilai medis, heroin yang masih berasal dari candu, setelah melalui proses kimia yang sangat cermat dan mempunyai kemampuan yang jauh lebih keras dari morphine. 6. Shabu-shabu Berbentuk seperti bumbu masak, yakni kristal kecil-kecil

(6)

sudah bekerja lama, tidak merasa lapar, dan memiliki rasa percaya diri yang besar. 7. Ekstasi Zat atau bahan yang tidak termasuk kategori narkotika atau alcohol, dan merupakan jenis zat adiktif yang tergolong simultansia (perangsang)

8. Putaw Merupakan minumam khas Cina yang mengandung alkohol dan sejenis heroin yang serumpun dengan Ganja, pemakaiannya dengan menghisap melalui hidung atau mulut, dan menyuntikkan ke pembuluh darah. 9. Alkohol Termasuk dalam zat adiktif, yang menyebabkan ketagihan dan ketergantungan, sehingga dapat menyebabkan keracunan atau mabuk

10. Sedativa / Hipnotika Di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai obat penenang, dan golongan ini termasuk psikotropika golongan IV6.

3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan napza adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah yterjadi masalaha ketergantungan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit7. Orang menggunakan bahkan

mecandu napza karena adanya sensasi psikologis berapa perasaan meyenangkan muncul setelahnya. Faktanya, semua zat yang masuk ketubuh manusia akan diproses secara fisiologis sebelum akhirnya diniali otak; enak atau tidak enak, nyaman atau tidak nyaman8.

Penggunaan narkotika yang secara berlebihan akan membuat seseorang menjadi ketergantungan, hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan pengguna sehingga masuk dalam perangkap yang dilakukan oleh para pedagang narkoba maupun pengedar yang berada yang dilingkungan masyarakat sekitar sehingga akses antara pemebeli dengan penjual narkoba semakin mudah terjangkau apalagi ditambah dengan pemukiman pendudukan yang padat semakin penyebaran narkoba tidak terkendali dan

6 Fransiska Novita Eleanora, “Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis)”, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011 7 Jenny Marlidawani purba, dkk, “Asuhan Keperawatan”, hlm. 2.

(7)

terjadi penyimpangan sosial pun yang berakibat kejahatan menjadi bertambah.

a. Teori Anomie

Menurut Durkheim dalam bukung Frank E. Hagan9 yang

berjudulpengantar kriminologi, teori, metode dan perilaku kriminal, teori Anomei menggambarkan keadaan deregulation di dalam masyarakat. Keadaan deregulasi oleh artikan ebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan delegulation atau

normlessness atau kebijakan pemerintah inilah yang menimbulkan perilaku deviasi (penyelewengan terhadap norma-norma dan nilai-nilai). Pada tahun 1938 Merton dan bukunya Frank E Hagan, mengambil konsep anomi untuk menjelaskan deviasi di Amerika10.

Pada kondisi deregulation, orang dapat menerima atau menolak tujuan budaya dan cara-cara yang ditetapkan dengan tujuan dan mungkin menggantinya dengan tujuan dan cara-cara yang tidak disetujui secara budaya. Teori anomi disebut juga dengan teori tekanan, karena alasan adanya terori anomi adalaha untuk mengatasi tekanan, salah satunya merupakan konformitas sedagkan lainnya adalah penyimpangan11.

Menurut merton dalam bukunya JokieM.S Siahaan12,

mengatakan bahwa setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial, yang bentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan-perbedaan

9 Frank E. Hagan, Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Krimininal, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 211.

10 Ibid, hlm. 211-212.

(8)

struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi dikalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapi tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena mencapi tujuan. Dengan demikian ktidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan13. Cara adaptasi

individu dalam rangka mencapai tujuan budaya14;

1) Inovasi, merupakan adaptasi yang masih menerima tujuan budaya, namun dengan cara yang tidak sah. Misalnya uuntuk mendapatkan uang, seseorang mengambil barang miliki orang lain.

2) Retreatisme, merupakan adaptasi diama seorang meningkan tujuan budaja dan cara memperolehnya, misalnya, mengonsumsi narkotika.

3) Pembangkangan, merupakan adaptasi yang memelihara ketidakteraturan sistem yang menciptakan tujuan budaya, adaptasi ini akan membntuk tatanan sosial yang baru untuk mewujudkan tujuan budaya dan cara memperoleh tujuan tersebut.

Gambaran penjahat dan penyimpangan adalah orang yang berusaha mencari jalan keluar dari tekanan yang dihasilkan oleh masalah dan penilaian yang dibudayakan secara sosial15. Dalam

lingkup napza, seseorang melakukan penyahgunaan mengonsumsi narkotika ketika ada persalahan yang dihadapinya yang tidak selesai sehingga dia frustasi, agar dapat meredakan frustasi yang dialaminya tanpa memikir panjang apa efek yang diakibatkan dari penggunaan narkotika yang berlebihan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi dikarenakan sistem pengawasan yang masih sangat terbatas dan kesadaran hukum masyarakat juga masih sangat kurang sehingga efektifitas penegakan hukum umumnya16.

13 Ibid, hlm 117. 14 Ibid, hlm 118-119. 15 Ibid

(9)

b. Teori Pelabelan/Labeling

Teori Labeling menolak jika penyimpangan merupakan suatu tindakan yang melanggar norma, namun teori ini lebih melihat bahwa penyimpangan merupakan suatu ha yang bersifat relatif17

Proses pemberian label, merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemberian label:18

a. Adanya label akan menimbulkan perhatian masyarakat terhadap orang yang diberi label. Hal ini, akan menyembabkan masyarakat sekitarnya memperhatikan terus menerus orang yang diberi labe, maka hal ini akan terbentuk Attachment Partial.

b. Adanya label mungkin akan ditrima oleh individu tersebut dan berusaha untuk menjalankan sebagaiaman label yag dilekatkan pada dirinya. Dalam istillah hal ini akan menjadi Secondary Deviance

1. Faktor Keluarga

Keluarga memiliki penting disini, karena lingkungan pertama anak adalah keluarga namun karena permasalahan anak yang tidak mendaptkan kasih sayang dan komukasi yang butuk antara anak dengan orangtuan semakim memperparah kondisi tersebut sehingga anak menjadi frustasi, konlik keluarga dapat mendorng anggota keluarga merasa, sehingga terjebak untuk memilih narkoba sebagai solusi, adapun hal-hal yang dapat menyudutkan anak kearah narkoba adalaha19:

1.Anak merasa kurang mendapat kasih sayang dalam keluarga, merasa kesal, kecewa, dan kesepian.

2.Anak merasa kurang dihargai, kurang mendapatkan kepercayaan, dan selalu dianggap salah.

17 Jokie, M.S Siahaan, Perilaku Menyimpang Pencekatan Sosiologi, hlm 127. 18 Ibid, hlm 110.

(10)

3.Anak mengalami konflik dengan orang tua dalam masalah memilih pasangan hidup, atau menentukkan pilihan profesi, cita-cita dan sebagainya.

4.Anak kesal dan kecewa karena ayah dan ibunya kurag harmonis atau broken home.

2. Faktor Orang Lain

Pergualan remaja saat ini tidak dapat titutupi bahwa telah melanggar norma-norma yang hidup dimasyarakat, pengaruh dari orang lain atau teman untuk membujuk, merayu, atau karena setia kawan sehingga mengikuti perintah orang lain tersebut untuk mengonsumsi narkoba, seorang yang terpaksa biasanya diserta dengan ancaman meskipun berasal dari keluarga yang baik-baik, namun karena hal inilah tidak menutup kemungkinan yang berasal keluarga harmonis juga akan terjerumus untuk pemakaian narkoba20, selain itu , adanya teman

menggunakan narkoba maka akan kemungkinan besar akan ikut-ikutan21, sikap seperti ini akan menyebabkan anak terpengaruh

dan ikut-ikutan. Dengan tipuan ini tidak heran jika banyak korban dari kalangan keluarga harmonis ikut juga terjerumus dalam tipuan ini untuk mencicipi narkoba, namun akhirnya terjebak karena sudah terlanjur mengonsumsi tanpa mengetahui bahwa itu adalah narkoba, maka mereka semua mulai terbiasa22.

BAB III PEMBAHASAN

(11)

1. Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika A. Indonesia.

Bahwa dewasa ini Indonesia dalam kondisi darurat narkotika, hal ini dibuktikan dengan Lebih dari 90% korban penyalahgunaan narkotika adalah remaja. Remaja cenderung menjadi sasaran utama para pengedar obat/zat adiktif, karena sifat remaja yang dinamis, energik, dan cenderung menempuh hidup berisiko, mudah dimanfaatkan oleh pengedar obat/zat adiktif untuk menjerusmuskan seorang remaja ke perbuatan negatif23.

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan24. Lebih lanjut penegakan hukum dapat diartikan sebagai

kegiatan untuk menyerasikan hubungan nilai nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan pengejawantahan dalam sikap dan tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir, untuk menciptakan dan memelihara, serta mempertahankan kedamaian dan pergaulan. Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada pergaulan hidup25

Adapun upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika telah dilegitimasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kebijakan penanggulangan melalui penal maupun nonpenal merupakan bagian dari politik hukum yang saling memiliki kompherensif agar terciptanya generasi muda yang sehat, selaras dengan itu pendapat Soehardjo Sastrosoehardjo yang mengemukakan:

23 Suhendar, “Persepsi Remaja Terhadap Penyalahgunaan Obat/Zat Adiktif “Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, Vol. 3:1 (Bandung: STKS, Juli, 2004), hlm. 409.

24 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, 1993, hlm. 1

(12)

Politik hukum tidak berhenti setelah dikeluarkannya Undang-undang, tetapi justru disinilah baru mulai timbul persoalan-persoalan. Baik yang sudah diperkirakan atau diperhitungkan sejak semula maupun masalah-masalah lain yang tinbul dengan tidak terduga-duga. Tiap Undang-undang memerlukan jangka waktu yang lama untuk memberikan kesimplan seberapa jauh tujuan politik hukum undang-undang tersebut bisa dicapai. Jika hasilnya diperkirakan sulit untuk dicapai, apakah perlu diadakan perubahan atau penyesuaian seperlunya26.

Aspek penanggulangan secara garis besar terbagi menjadi dua: yaitu jalur “penal” (hukum pidana) dan Jalur “non penal” (bukan / di luar hukum pidana), upaya penanggulangan tindak pidana mealui “penal” lebih menitik beratkan pada tindakan represif yang maksudnya menggunakan cara penindakan/pemberantasan/penumpasan sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana melalui “non penal” lebih menitik beratkan pada tindakan preventif yang maksudnya adalah menggunakan cara-cara pencegehan/penanggalan/pegendalian. sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan refresif pada hakekatnya Undang-undang dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas27.

Lembaga yang berwenang melakukan tindakan melalui penal maupun non penal yakni Badan Narkotika Nasional adalah lembaga pemerintahan nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden28. Badan Narkotika adalah sebuah

lembaga non-struktural Indonesia yang bertugas untuk membantu walikota dalam mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah di Kabupaten/Kota, mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya di bidang ketersediaan dan operasional P4GN (pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika)29

26 Al. Wisnubroto dan G. Widiatana, 2005, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 10.

27 Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hal. 118. 28 Lihat Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

(13)

Lembaga yang hadir ditengah-tengah problematika tindak pidana narkotika yang tidak kunjung selesai menjadi harapan masyarakat indonesia agar tindak pidana tersebut dapat dicegah maupun diberantas sejak dini mungkin, adapun peran dari Badan Narkotika Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional30

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

c. Berkoordinasi dengan kepala kepolisian republik negara indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;

e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam

pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun

internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

Universitas Mulawarman, Februari, 2015), hlm. 142.

(14)

h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika.

i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Lembaga yang berwenang melakukan penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika bukan hanya Badan Narkotika Nasional namun Kepolisian juga berwenang melakukan penindakan maupun pencegahan, sehingga Kepolisian dan Badan Narkotika Nasiona melakukan koordinasi31

karena mengingat akhir-akhir ini sering mendengar kabar bahwa narapidana yang sedang menjalani pembinaan di suatu Lapas itu ternyata masih bisa mengendalikan kejahatannya dari tembok penjara32.

1. Upaya Penal

Upaya penanggulangan melalui “penal” atau penindakan/pemberantasan yang dilakukan oleh baik Kepolisian maupun Badan Narkotika Narkotika dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemerinksaan di sidang pengadilan, dan hingga pelaksanaan putusan pengadilan, adapun penjatuhan sanksi-sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diharapkan dalam penjatuhan sanksi pidana yang tegas dan seberat beratnya dalam rangka menyelamatkan masa depan dan generasi bangsa indonesia33. Sanksi yang yang dijatuh oleh Hakim

bermacam-macam seperti sanksi pidana penjara, sanksi pidana denda, dan rehabilitasi. Sebagai negara hukum tentu menjunjung tinggi supremase hukum yang menjamin adanya persamaan kedudukan

31 Lihat Pasal 70 huruf C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

32 Haryanto Dwiatmodjo, “Pelaksanaan Pidana Dan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Narkotika (Studi Terhadap Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIa Yogyakarta) “, Jurnal Perspektif, Vol. 18:2 (Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma, Mei, 2013), hal 64

(15)

dihadapan hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negaranya tidak terkecuali dalam upaya pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, jika terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana harus dihukum sesuai kaedah hukum yang berlaku34.

Adapun bunyi pasal pidana yang mengatur terkait dengan sanksi tindak pidana narkotika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut:

1. menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan i dalam bentuk tanaman contoh: ganja

 Pasal 111 (1) :Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum

menanam,memelihara,memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.

 Pasal 111 (2) : Dalam hal perbuatan menanam, memelihara,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon ,pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3.

2. memiliki, menyimpan,menguasai, atau menyediakan narkotika bukan tanaman (contoh:sabu,ekstacy)

 Pasal 112 ayat(1): Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan

(16)

narkotika bukan tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah

 Pasal 117 ayat (1) : setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah.

 Pasal 122 ayat (1): setiap orang yang tanpa hak dan melawan

hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah

3. memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika bukan tanaman lebih dari 5 gram

 Pasal 112 ayat (2) : Dalam hal perbuatan memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun, dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3

 Pasal 117 ayat(2) : Dalam hal perbuatan

memiliki,menyimpan ,menguasai atau menyediakan narkotika golongan II yang beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3

 Pasal 122 ayat(2) : Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan,

menguasai atau menyediakan narkotika golongan III beratnya melebihi 5 gram ,pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana dengan paling banyak Rp 3 miliar ditambah 1/3

(17)

 Pasal 113 ayat(1) :Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor,atau menyalurkan narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah.

 Pasal 118 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah

 Pasal 123 ayat(1):Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah

5. memproduksi,mengimpor,mengekspor,atau menyalurkan narkotika dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kilogram/5 batang pohon atau bukan tanaman lebih dari 5 gram

 Pasal 113 AYAT (2) : Dalam hal perbuatan memproduksi,

mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon, atau dalam bentuk bukan tanaman berat lebih dari 5 gram pelaku dipidana mati,penjara seumur hidup,paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun,dan denda maksimum 10 miliar ditambah 1/3

 Pasal 118 ayat (2): Dalam hal perbuatan memproduksi,

(18)

 Pasal 123 ayat(2) : dalam hal perbuatan memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat(1) beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3

6. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menyerahkan

 Pasal 114 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I , pelaku dipidana penjara seumur hidup, penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah.

 Pasal 119 ayat(1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan II, pelaku dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.

 Pasal 124 ayat (1) :Setiap orang yang tanpa hak dan melawan

hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan III pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun,dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah.

(19)

 Pasal 114 ayat (2) : dalam hal perbuatan menawarkan untuk

dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang dalam bentuk tanaman beratnya lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon,atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana mati,penjara seumur hidup,paling singkat 6 tahun,paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar ditambah 1/3

 Pasal 119 ayat (2) : Dalam hal perbuatan menawarkan untuk

dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram dipidana mati,penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun, dan denda paling banyak Rp 8 miliar ditambah 1/3

 Pasal 124 ayat(2) :dalam hal perbuatan menawarkan untuk

dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar ditambah 1/3.

8. membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito

 Pasal 115 ayat (1) : setiap orang yang tanpa hak dan melawan

hukum membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.

 Pasal 120 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

(20)

tahun,paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah

 Pasal 125 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak dan melawan

hukum membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2 tahun ,paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah.

9. membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika golongan i dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram

 Pasal 115 ayat (2): dalam hal perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut,atau menransito narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya lebih dari 1 kilogram atau lebih dari 5 batang pohon dan dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3

 Pasal 120 ayat(2) : dalam hal perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan II sebagaimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3

 Pasal 125 ayat (2): dalam hal perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika golongan III sebagimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram , pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun , paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar rupiah ditambah 1/3

(21)

 Pasal 116 ayat(1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 5 tahun ,paling lama 15 tahun, pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak rp 10 miliar rupiah.

 Pasal 121 ayat(1) setiap orang yang tanpa hak dan melawan

hukum menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan denda Paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 Miliar rupiah.

11. menggunakan narkotika terhadap atau diberikan untuk orang lain yang mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen

Pasal 116 ayat (2) :Dalam hal penggunaan narkotika terhadap

orang lain atau pemberian narkotika golongan I untuk orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat I mengakibatkan mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen pelaku dipidana mati atau penjara seumur hidup ,paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun,denda paling banyak Rp 10 miliar rupiah ditambah 1/3

12. Upaya Non Penal

Mencegah jauh lebih bermanfaat daripada mengobati, untuk ini dapat dilakukan35 :

a) Pencegahan Umum

Bahaya Penyalahgunaan Narkoba, Narkoba merupakan satu wabah International yang akan menjalar ke setiap negara, apakah negara itu sedang maju atau berkembang. Semua jadi sasaran dari

(22)

sindikat narkoba, menghadapi kenyataan seperti ini Pemerintah telah berupaya dengan mengeluarkan :

b) Dalam Lingkungan Rumah Tangga

(i) Jadikanlah rumah untuk berteduh seluruh keluarga dalam arti yang seluas-luasnya.

(ii) Antar komunikasi yang harmonis antar sekuruh anggota keluarga. Hubungan antara ayah, ibu, dan anak harus terjalin cukup harmonis dalam arti saling menghormati pupuk rasa kasih saying yang sedalam-dalamnya.

(iii) Keterbukaan orang tua dalam batas tertentu kepada anak akan member kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggungjawab terbatas dalam rumah tangga meskipun dalam arti yang sangat kecil. Keikutsertaan anak dalam tanggungjawab bagaimanapun kecilnya akan menjadi kebanggaan anak itu sendiri sebagai anggota keluarga yang diperhitungkan

(23)

d) Seluruh Masyarakat Berperan Serta Dengan Pemerintah Meskipun sudah diancam hukuman yang berat kepada pengedar dan sindikat narkoba namun pelanggaran tidak pernah berhenti, mungkin karena perdagangan ini sangat menguntungkan atau subversi yang sangat berat. Penghancuran tanaman ganja terjadi di mana-mana namun masih dijimpai tanaman baru. Hal ini harus dihadapi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat dengan aparat-aparat pemerintah dalam penumpasannya.

B. Malaysia

Penggunaan narkoba di malaysia sudah sejak lama berlangsung sejak abad ke sembilan belas berawal dengan kehadiran di Timur Jauh termasuk Malaya, dulunya opium merupakan komoditas penting dimana British Company digunakan secara paksa sebagai ganti barang seperti rempah-rempah dan lain-lain dari Malaya Archipelago digunakan untuk pembelian teh dari China. Inggris, di India menjadi tuan dari sebuah kerajaan dan untuk membayar kerajaan tersebut, ada urgensi keuntungan perdagangan mereka dengan China, sebagian besar merupakan teh perdagangan ke London Populasi China yang sangat besar menawarkan Inggris, kemungkinan tak terbatas untuk ekspansi komersialnya. Jung Cina punya Sebelum tahun 1819, dikumpulkan berbagai produk dari Siam (Thailand), yaitu semenanjung Melayu, dan nusantara: rotan, merica, mutiara, timah, sarang burung walet, dan pinang dari Malaya: timah dari Pulau Bangka; Sesekali beras dari Manilla; Koral, amber, dan kayu cendana dari Maluku dan Mikronesia. 3 Untuk mencari barang untuk dijual ke China (China) Sebagai gantinya - lada dan timah - Inggris pindah ke Selatan36. Tan Cheng Lock berpendapat sebagai berikut :

“Throughout the history of Malaya during perhaps the last one hundred years or more, a very substantial portion of its revenue was derived from the opium consumed by the Chinese population

(24)

of the country. The pernicious habit of opium smoking should be completely done away with, and more drastic step should be taken to eradicate the evil, which has caused a marked deterioration in the character and physique of the Chinese who indulge in it37

Atau dengan terjemahan secara bebas yang artinya adalah

Sepanjang sejarah Malaysia selama mungkin yang terakhir Seratus tahun atau lebih, sebagian besar pendapatannya Berasal dari candu yang dikonsumsi oleh orang Cina Populasi negara. Kebiasaan merusak opium Merokok harus selesai sama sekali, dan banyak lagi Langkah drastis harus dilakukan untuk membasmi kejahatan yang dimilikinya Menyebabkan kerusakan pada karakter seseorang dan fisik Orang Cina yang mengkonsumsi itu ...” Namun seiring perkembangan ternyata obat-obatan mulai disalahgunakan di malaysia, sehingga pada tahun 1952 untuk kepemilikan, penggunaan, pembuatan, penjualan, dan Impor obat-obatan berbahaya dibuat peraturan oleh Komisaris Tinggi dengan persetujuan Dewan Federasi Malaysia saat itu38.

Adapun peraturan yang mengatur terkait penggunaan obat-obatan yang masuk dalam kategori berbahaya yakni Poisons Act 1952 (Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba), (Treatment and Rehabilitation) Act 1983 (Undang-Undang Tahun 1983 tentang Pengobatan dan Rehabilitasi), (Special Preventive Measures) Act 1985

(Undang-Undang Tahun 1985 tentang Tindakan Khusus Pencegahan); (Forfeiture of Property) Act 1988.(Undang-Undang Tahun 1985 tentang Penyitaan Properti), lembaga penegak hukum di malaysia yang berwenang melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana narkotika adalah Agensi Antidadah Kebangsaan atau disingkat AADK sebagamana dibawah Kementrian Dalam Negeri.

1. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika di Malaysia

37 Tan Cheng Lock (1947) Malayan Problems, from a Chinese Point of View, pg. 36 - quoted by Mimi Kamariah Majid (1995) Dangerous Drugs Laws, at pg. 1; Trocki (1990) Opium and Empire: Chinese Society in Colonial Singapore, 1800-1910, at pg. 183.

(25)

Dalam melakukan upaya penanggulangan melalui cara pemberantasan dilakukan oleh Agensi Antidadah Kebangsaan, mengenai penjatuhan sanksi baik pidana denda, pidana penjara, maupun rehabilitasi berdasarkan Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba.

Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba adalah undang-undang terdepan di Malaysia untuk mengontrol obat yang mencakup hal-hal pidana, prosedural dan evolusioner, sebagaimana Serta mengatur impor, ekspor, pembuatan, penjualan dan penggunaan Opium dan beberapa obat dan zat berbahaya lainnya. Tindakan Bahkan memberikan hukuman mati wajib kepada Penjual, sementara pelanggaran penanaman dan produksi dapat dihukum Dengan penjara seumur hidup39.

Modus yang digunakan dalam tindak pidana nartika adalah, narkoba sering diangkut ke sasaran Daerah atau negara melalui pengiriman tersembunyi diKaleng makanan, kantung kopi yang diekspor, atau bahkan makanan Seperti acar dan buah-buahan. Makanan beku seperti Ikan atau udang juga digunakan sebagai medium Untuk menyembunyikan obat-obatan Obat terlarut menjadi cairan Bentuk untuk menyamar sebagai alkohol atau minuman dalam botol Adalah tren yang akan datang. Tapioka, buku mengikat, Karya seni, kain dan sepatu telah dibuat40. Sehingga dalam

penjatuhan sanksi kepada pelaku haruslah berat.

berikut Tabel 1: Jenis Pelanggaran di bawah menurut Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba “Catatan: tidak kurang dari (>), tidak melebihi (<); Amd = Amandemen; Tambahkan = Penambahan

Jenis

Pelanggaran Pasal Jenis Obat-obatan Sanksi

Pemasuk 4(1) Cengkeh mentah, daun koka,

Jerami poppy dan ganja 3-5 tahun pemenjaraan

9(1)(a) Siapkan opium <5 tahun Pemenjaraan-

Atau <RM 20,000 Baik atau keduanya

39 Lihat Pasal 39 huruf B dan 6 huruf B Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba Malaysia.

(26)

12(1)(a) Obat berbahaya lainnya (Bagian iii, iv dan v Pertama Susunan acara)

Ekspor 5(1) Cengkeh mentah, daun koka,

Jerami poppy dan ganja

3-5 tahun hukuman penjara

9(1)(a) Siapkan opium <5 tahun pemenjaraan- Atau

<RM 20,000 Baik atau keduanya

12(1)(b) Obat berbahaya lainnya (Bagian iii, dan iv Pertama Susunan acara)

Milik 6 Opium mentah, daun koka,

opium Jerami dan ganja atau Masing biji tanaman

<5 tahun

Pemenjaraan atau <RM 20.000 denda atau kedua

9 (1) (b) Siapkan opium <5 tahun pemenjaraan- Atau <RM 20,000 Baik atau keduanya 10 (2) (a) Pipa atau peralatan lainnya

untuk Merokok opium yang disiapkan, atau untuk Persiapan candu untuk Merokok, konsumsi atau jika tidak

<$ 2.000 denda atau <1 Tahun penjara (FM 30/52); <RM 5.000 denda atau <2 Tahun penjara atau

keduanya. (Amd: A112 / 72)

12 (2) Obat-obatan Berbahaya Lainnya (Bagian Iii, iv & v dari jadwal pertama)

<RM 20.000 denda atau <5 Tahun penjara atau <5g heroin Atau morfin atau monoacetyl- Morfin [atau

(27)

campuran salah satu dari mereka]; 5 <15g kokain; 20 <50g Ganja atau ganja resin [atau campur aduk]; 100 <250 g mentah & siap Opium [atau campuran dari apapun mereka]; 250 <750 g daun koka

39A (2) Jumlah tertentu yang ditentukan Obat berbahaya (5g> heroin atau Morfin atau monoacetyl- Morfin [atau campuran salah satu dari mereka]; 15g> kokain; 50 g> Ganja atau ganja resin [atau campur aduk]; 250g> opium

Lalu Lintas 39B (1) Lalu lintas atau tawarkan ke lalu lintas atau apapun

6B (1) Setiap tanaman dimana opium mentah, Coca daun

9 (c) opium siap <RM20, 000 atau <5 tahun

penjara atau keduanya

2. Upaya Pencegahan Tindak Pidana Narkotika di Malaysia

(28)

1. Melalui pendidikan sejak dini yang harus diawal dengan program di sekolah

2. Melibatkan masyarakat dalam melakukan kampanye 3.Menyebarkan informasi melalui media-media yang tersedia

C. Singapura

Dalam penegakkan hukum di singapura merupakan tranformasi dari sistem hukum inggris, mengingat bahwa dulunya inggris sebagai kolonial sehingga menerapkan sistem hukumnya di singapura tidak hanya negara tersebut yang diberlakukannya sistem hukum namun malaysia, myanmar, dan brunei darusallam. Itulah secara singkat penejelasan terkait sistem hukum, terkait penegakkan hukum yang laksanakan di singapura terdapat salah permasalahan dalam kasus penyalahgunaan obat-obatan yang banyak memakan korban meskipun rasio pada kasus tersebut tidak seperti yang dialami oleh negara lain ataupun negara tetangganya, secara kondisi geografis yang dapat dibilang memiliki kawasan yang kecil sehingga salah satu keuntungan tersendiri para penegak hukum dalam melakukan pengawasan atau pengontrolan terhadap perilaku masyarakatnya. Ini beraneka ragam mengklaim bahwa akumulatif dibangun penggunaan narkoba sebagai sosial dan masalah moral yang di Singapura sehingga dibenarkan langkah-langkah mengatur baru negara diperlukan untuk melindungi dan moral mengatur tidak hanya muda tapi umum publik41.

Namun siapa yang tidak menyangka bahwa di singapura merupakan negara yang tersibuk dan teramai mengingat lagi bahwa sektor jasa lebih mendominasi daripada sektor-sektor lainnya, perlu diketahui bahwa singapura merupakan salah satu jalur masuknya narkotika menuju ke negara-negara lain seperti indonesia ataupun australia, perihal penegakkan

(29)

hukum dalam ranah kasus obat-obatan seperti penyalahgunaan narkotika adalah The Central Narcotics Bureau (CNB) dan Singapore Police Force, kedua lembaga tersebut dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotika dengan bekerjasama42. Pemerintah

Singapura perdagangan narkoba dianggap pelanggaran sebagai salah satu kejahatan paling serius yang mengancam keamanan negara. Dengan demikian, untuk Singapura, hukuman mati wajib untuk perdagangan narkoba kejahatan merupakan metode yang tepat untuk mencegah kejahatan narkoba43, Menurut peraturan Singapura obat-obatan yang

terlarang The Misuse of Drug Act (MDA44) menjelaskan bahwa obat-obatan tersebut memiliki tingkatan seperti berikut:

No Kelas Obat-Obatan

1 A amfetamin, kokain, daun koka, diamorfin

2 B ketamine

3 C mephentermine

Tabel 2. Jumlah obat-obatan terlarang yang memicu hukuman mati wajib.

No Narkotika Kuantitas

1 Kokain 300 gram

2 Pure Heroin (Diamorfin) 15 gram

3 Metamfetamin 500 gram

4 Ganja 500 gram

5 Morfin 50 gram

Terkait sanksi yang diberikan menurut undang-undang singapura atau

The Misuse of Drugs Atc 197345 yakni :

No Kategori Orang Pasal Sanksi

1 Pengguna (pecandu) dan Pemilik

8 (B), 31A (1), dan 34

tidak kurang dari 5 tahun ,tidak lebih dari 7 tahun, dan 6 atau

42 Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 24 Tahun 2006 tentang Kepolisian Singapura 43 Terjemahan dari, Yingyos Leechaianan and Dennis R. Longmire, “The Use of the Death Penalty for Drug Trafficking in the United States, Singapore, Malaysia, Indonesia and Thailand: A Comparative Legal Analysis”, Journal of Law Switzerland, Volume 2: 2, Switzerland: MDPI AG, June 2013, hlm. 16.

(30)

sampai 12 kali ambuk, dan rehabilitasi 2 Penjual (mengimpor dan

mengekspor) dari Singapura

5 (1) , 7, dan 33B (1)

dihukum mati, hukuman cambuk 15 kali

Dalam melakukan upaya penanggulangan terkait pencegahan yang dilakukan oleh penegeak hukum di singapura agar tidak disalahgunakan obat-obatan termasuk narkotika, oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab maka telah diatur dalam Undang-Undang Pencegahan Obat-Obatan The Drugs (Prevention Of Misuse) Act 200246 sebagai berikut:

1. Melakukan pengontrolan dan mengklasifikasikan terhadap obat-obatan (Kelas A, Kelas B, dan Kelas C) yang diproduksi.

2. Pembatasan impor dan ekspor obat yang dikendalikan oleh kementrian terkait

3. Pembatasan produksi dan pasokan obat-obatan terlarang 4. Pembatasan atau kepemilikan obat yang dikendalikan

5. Pembatasan atau budidaya tanaman ganja keculi penggunaan untuk kepentingan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh institusi yang diatur dalam undang-undang secara khusus.

D. Filipina

Negara filipina dewasa ini telah serius melakukan pemberantasan tindak pidana narkotika, bahkan tidak segan-segan melakukan pembunuhan terhadap orang yang menyalahgunaan narkotika tersebut dan mengajak masyarakatkan untuk memerangi narkotika. kebijakan melawan obat-obat terlarang yang diprakarsai oleh pemerintah filipina dibawah kekuasaan Presiden Filipina yakni Rodrigo Duterte, meskipun kebijakan dari Presiden Rodrigo Duterte banyak orang tidak setuju karena pembunuhan penjual atau pecandu dilakukan tanpa melalui proses hukum,

(31)

hal ini hanya didasarkan pada data yang dimiliki oleh pemerintah, maka menarik untuk dikaji lebih mendalan mengenai penegakkan hukum terhadap tindak pidana narkotika di Filipinan.

Adapun lembaga yang berwenang melakukan pemberantasan maupun pencegahan tindak pidana narkotika yakni Philippine Drug Enforcement Agency sebagai pusat koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Philippine National Polic dan Bureau of Customs.

Menurut Philippine Drug Enforcement Agency obat-obatan yang kerapkali disalahgunakan:

(1) Metamfetamin Hidroklorida ( Shabu ) (2) Ganja (Marijuana)

(3) Inhalansia (Kontak Semen)

Efek dari perdagangan obat terlarang pada masyarakat Filipina sangat memprihatinkan terutama jika kita berdasarkan survei dan angka. Berdasarkan penilaian dari the National Drug Law Enforcement and Prevention Coordinating Center (NDLEPCC), 14% dari 42.979 barangays Filipina atau total 6.020 barangays Adalah obat-penuh. Di Manila saja, 35% atau 604 dari 1.692 barangays berada di bawah kendali obat-obatan terlarang. Pengguna narkoba terdiri dari sekitar 5% atau 3,7 juta dari 74 juta orang Filipina47, yang menurut NDLEPCC mengungkapkan survei

dari The National Youth Commission (NYC), 7% atau sekitar 1,2 juta dari total populasi remaja 17 juta usia 15 sampai 29 tahun adalah pengguna narkoba48. Angka ini pada akhirnya akan meningkat jika perdagangan obat

bius tetap tidak diketahui. Mungkin dari data inilah yang mendorong Kelompok Narkotika PNP untuk menyatakan bahwa masalah narkoba adalah ancaman nomor satu bagi keamanan nasional49 Untuk memasukkan

keamanan politik, ekonomi dan sosial.

Upaya pemberantasan yang dilakukan oleh penegak hukum Filipina memberlakukan sanksi pidana seperti, sanksi pidana penjara, 47 Terjemahan dari Jose Tomas C. Syquia, “Legal Framework on Drugs and Alcohol Abuse Testing in the Workplace”, The Lawyers Review, VolXIII No.4, hal.27.

48 Jose Tomas C. Syquia, Op.Cit., hal 27

(32)

sanksi denda, sanksi pidana mati. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9165 Tahun 1972 tentang Bahaya Narkotika yang telah diubah Tahun 200250, maka berikut ini sanksi-sanksi yang dijelaskan

pada tabel dibawah ini:

4 -Hukuman seumur hidup untuk dipenjara sampai mati, denda mulai dari Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) ,sampai Sepuluh juta peso

(P10.000.000,00)

-Hukuman dua belas (12) tahun dan satu (1) hari sampai dua puluh (20) tahun penjara dan denda mulai dari Seratus ribu peso (P100.000,00) sampai

5 -Hukuman seumur hidup untuk dipenjara sampai mati dan denda mulai dari Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) sampai Sepuluh juta peso (P10.000.000,00)

(33)

3 -Pemelihara markas obat

6 -Hukuman penjara seumur hidup sampai mati dan denda berkisar antara Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) sampai Sepuluh juta peso

(P10.000.000,00)

-Hukuman penjara berkisar antara dua belas (12) tahun dan satu (1) hari sampai dua puluh (20) tahun dan denda mulai dari Seratus ribu peso (P100.000,00) sampai Lima ratus ribu peso (P500,000.00) -hukuman kematian dan denda

mulai dari Satu juta (P1, 000,00) sampai Lima belas

7 -Hukuman penjara mulai dari dua belas (12) tahun dan satu (1) hari sampai dua puluh (20) tahun dan denda mulai dari Seratus ribu peso

(P100,000.00) sampai Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) harus Dikenakan atas:

5 -Pembuatan Obat Berbahaya

8 -Hukuman penjara seumur hidup sampai mati dan denda mulai dari Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) sampai Sepuluh juta peso

(P10.000.000,00)

(34)

Illegal dari Prekursor Terkendali dan Bahan Kimia Esensial.

dari dua belas (12) tahun dan satu (1) hari sampai dua puluh (20) tahun dan denda mulai dari Seratus ribu peso

10 -- Hukuman pemenjaraan mulai dari dua belas (12) tahun dan satu (1) hari sampai dua puluh (20) tahun dan denda mulai dari Seratus ribu peso (P100,000.00) sampai Lima ratus ribu peso (P500, 000.00)

-Kepemilikan Obat-obatan Berbahaya:

-10 gram atau lebih opium, 10 gram atau lebih morfin, 10 gram atau lebih heroin, 10 gram atau lebih kokain kokain atau kokain, 50 gram atau lebih ganja, 10 gram atau lebih dari obat-obatan berbahaya lainnya

11 - Hukuman seumur hidup untuk dipenjara sampai mati dan denda mulai dari Lima ratus ribu peso (P500, 000.00) sampai Sepuluh juta peso (P10.000.000,00)

(35)

narkotika kerap tidak menjadi prioritas utama, maka oleh karena itu pemerintah melakukan pencegahan yang sekiranya menjadi solusi dalam menghadapi perang narkotika di filipina, dengan Tanggungjawab pertama ada pada orangtua maka diwajibkan setiap orangtua agar memberikan nasihat terkait bahaya narkotika, para kepala daerah turun langsung ke daerah-daerah rawan peredaran narkotika dan memantau aktivitas konstituennya, menggunakan pendekatan religius dalam melakukan kampanye bahaya narkotika.

2. Perbandingan Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina

Negara Lembaga PenegakHukum (Khsusu) Produk Hukum Sanksi PidanaMaksimal

Kuantitas narkotika yang

(36)

karakteristik pada saat penerapannya, serta tantangan yang dihadapai oleh empat negara tersebut berbeda-beda, namun yang terpenting bahwa tindak pidana narkotika merupakan permasalahan yang tidak kunjung selesai meskipun setiap negara tadi memberlakukan hukuman mati akan tetapi, tetap terjadi tindak pidana tersebut, hal ini dibutuhkan lagi keseirusan dalam melakukan penegakkan hukum terhadap tindak pidana narkotika karena cepat atau lamabat akan merusak banyak generasi muda.

Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina sayangnya sampai dewasa ini lebih fokus pada upaya penanggulangan melalui jalur penal atau menitik beratkan pada pemberantasan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh masing-masing lembaga penegak hukum.

2. Saran

Dalam melakukan upaya penanggulangan tindak pidana narkotika, akan lebih baik jika pemerintah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina tidak hanya fokus pada pemberantasan akan tetapi pencegahan juga, karena dewasa ini bila hanya fokus pada salah satu upaya penanggulangan maka akan tidak berjalan secara efektif untuk membasmi tindak pidana narkotika tersebut, dan mengingat kasus tindak pidana narkotika yang dihadapi oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, Dan Filipina merupakan kasus yang seirius maka diperlukan sanksi yang lebih berat tidak hanya hukuman mati melalui proses hukum yang termasuk kategori lama, maka negara indonesia, malaysia, dan singapuran dapat mengadopsi/menerapkan kebijakan yang diberlakukan oleh negara filipina dengan melakukan penembakan ditempat hingga mati yang tidak membutuhkan waktu untuk menunggu sampai putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan membentuk pengadilan tindak pidana narkotika yang bersifat Ad Hoc.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

(37)

Amriel,Reza Indragiri, 2008, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Jakarta: Salemba Humanika.

Hagan, Frank E, 2013, Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Krimininal, Jakarta: Kencana.

Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro. 1999. Masalah Narkoba dan zat adiktif lainnya serta penanggulangannya, pramuka saka bhayangkara, Jakarta

M.S Siahaan, Jokie, 2009, Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiologi, Jakarta: PT Indeks.

Soedjono, 1973, Narkotika Dan Remaja, Bandung: Alumni.

Partodiharjo, Subagyo, 2007, Kenali Narkoba Dan Penyalgunaannya, Jakarta: Esensi Erlangga Group.

Purba, Jenny Marlidawani, dkk, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikologi Dan Gangguan Jiwa, Medan: USU Press,

Jurnal/Makalah

Fransiska Novita Eleanora, “Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis)”, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011

Sudarto, Makalah Seminar Narkotika dan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 1997.

Suhendar, “Persepsi Remaja Terhadap Penyalahgunaan Obat/Zat Adiktif “Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, Vol. 3:1 Bandung: STKS, Juli, 2004.

Mahfud, Mohd. Din, Daniel Saputra, “Penggunaan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Narkotika Di Aceh “, Jurnal Ilmu Hukum Pasacasarjana Universitas Brawijaya, Vol. 3:2 Aceh: Universitas Syiah Kuala, Mei, 2015.

Dwiatmodjo, Haryanto, “Pelaksanaan Pidana Dan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Narkotika (Studi Terhadap Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas Iia Yogyakarta) “, Jurnal Perspektif, Vol. 18:2 (Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma, Mei, 2013.

(38)

Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Hukum, Volume 1: 1, Riau: Fakultas Hukum Universitas Riau, Juli 2014.

Rina Heningsih Gustina Tampubolo, “Peran Badan Narkotika Nasional (Bnn) Dalam Penanggulangan Narkotika Di Kota Samarinda” Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 3:1, Samarinda: Universitas Mulawarman, Februari, 2015.

English

Abdul Rani Kamarudin, “The Misuse Of Drugs In Malaysia: Past And Present

Jurnal Antidadah Malaysia, Volume 1: 1, Malaysia: Agensi Antidadah Kebangsaan, Desember 2014.

Alejandro P. Melchor III, “The Drug as the No. I Threat to National Security”, Part IX of The Menace of the Drug Syndicate, United People Against Crime.

Norhaya, Jaafar, Suhana, Ismail , “Drug Smuggling in Malaysia- Our Recent Case Files”, Journal of Forensic Sciences, Volume 6: 1, Malaysia: Universiti Sains Malaysia, November 2015.

Yingyos Leechaianan and Dennis R. Longmire, “The Use of the Death Penalty for Drug Trafficking in the United States, Singapore, Malaysia, Indonesia and Thailand: A Comparative Legal Analysis”, Journal of Law Switzerland, Volume 2: 2, Switzerland: MDPI AG, June 2013.

Abdullah, Noorman, “Exploring Constructions Of The ‘Drug Problem’ In Historical And Contemporary Singapore”, New New Zealand: The New Zealand Asian Studies Society, December, 2005.

Syquia, Jose Tomas C, “Legal Framework on Drugs and Alcohol Abuse Testing in the Workplace”, Journal The Lawyers Review, Vol XIII No.4.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba Malaysia. Undang-Undang No 24 Tahun 2006 tentang Kepolisian Singapura Act 5 of 1973 The Misuse of Drug Act Revised Edition 2008

(39)

Gambar

Tabel 2. Jumlah obat-obatan terlarang yang memicu hukuman mati

Referensi

Dokumen terkait

judul “ PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN AEROBIC INTERVAL TRAINING DAN HIGH INTENSITY CIRCUIT TRAINING (HICT) TERHADAP KAPASITAS VO2 MAX SISWA SSB HARIMAU BEKONANG KELOMPOK

(2) Dalam ha1 Nomor Pelumas Terdaftar dinyatakan telah dicabut atau dibatalkan oleh Direktur Jenderal, Nomor Pelumas Terdaftar yang bersangkutan wajib dihapus dari Daftar

300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah) Tahun Anggaran 2017, maka bersama ini kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten Lamandau mengundang

Dinas Pendapat Daerah Kabuapaten Malang dapat memberikan Kepastian Hukum Pengenaan NPOPTKP (Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) atas BPHTB (Bea Perolehan

Kondisi lingkungan kerja di bagian peleburan logam berada pada garis biru yang berarti waktu kerja yang diijinkan adalah 50% bekerja dan 50% istirahat dilakukan setiap jam

5) Para agen pembangunan di Tana Toa Kajang Kabupaten Bulukumba, berdasarkan ketidakberhasilannya mencapai efek konatif melalui proses komunikasi penunjang

Hasil penelitian ini adalah metode CTL sangat efisensi dan dengan konsep diri yang tinggi serta lebih baik dalam proses pembelajaran matematika, maka siswa

Kadir Abdul.2012.”Panduan Praktis Mempelajari Aplikasi Mikrokontoler dan.. Pemograman Menggunakan Arduino”.Yogyakarta: