BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengantar
Pada bab ini akan diuraikan beberapa kajian yang berkaitan dengan suksesi sistem
informasi, dari sudut model, pengukuran, dan pengembangan, termasuk kemungkinan
penglibatan semantik. Beberapa terminologi berkaitan dengan sistem informasi dan
suksesinya diungkapkan sebagai fondasi kajian ini. Bagian selanjutnya dari bab ini
mengungkapkan beberapa kajian tentang suksesi sistem informasi, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesi dan pengembangan sistem informasi secara umum.
2.2. Terminologi dan Definisi
Terdapat lebih dari satu definisi tentang sistem informasi, demikian juga terdapat
banyak penafsiran tentang suksesi sistem informasi (Edwards, 1967; Berryman &
Kindlmann, 2008). Berikut batasan sistem informasi yang didasari oleh hukum yang
berlaku di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet &
Transaksi Elektronik):
a. “Sistem informasi merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis
jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang,
memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan dan menyebarkan
informasi elektronik.”
b. “Sistem informasi secara teknis dan menajemen sebenarnya adalah
organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada
organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya.”
c. Pengertian lain, “sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah
keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen
perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan
substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input,
process, output, storage, dan communication.
Akan tetapi tidak terdapat batasan yang mendasar tentang suksesi sistem informasi
(Urbach et al., 2009). Oleh karena itu, setiap pemangku kepentingan mengenai sistem
informasi mempunyai definisi berbeda. Misalnya, definisi awal menyatakan bahwa
suksesi sistem informasi berkaitan dengan pengukuran dan penganalisisan kepuasan
pengguna komputer yang dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk meningkatkan
produktivitas sistem informasi (Bailey & Pearson, 1983), dan definisi yang lain
menghubungkannya dengan dampak sistem infomasi sepanjang lintasan penggunaan
agar dapat memandu ke arah kinerja lebih baik secara organisatoris dengan
keseluruhan biaya lebih rendah (Byrd et al., 2006). Jadi, hal kunci yang dinyatakan
dalam definisi suksesi sistem informasi adalah pengukuran, yaitu mengukur suksesi
sistem informasi, yang melibatkan faktor-faktor dan beberapa metode.
Sementara itu, semantik secara khusus merupakan kajian pemaknaan yang
fokus atas hubungan antara kata, frasa, atau simbol (Kruk & McDaniel, 2009). Oleh
karena itu, pengukuran suksesi sistem informasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
apabila tuntutan kepuasan pengguna dapat diwakili secara harfiah oleh teks dan
apabila kata atau frasa mewakili tuntutan permintaannya, maka populasi teks dapat
mewakili kepuasan pengguna secara populasi. Dengan demikian, semantik suksesi
sistem informasi dapat dikatakan sebagai pengaruh sistem informasi dalam kehidupan
sosial atau organisasi berdasarkan permintaan pengguna atau kajian ilmiah yang
digambarkan oleh repositori dokumen seperti Web, berdasarkan alasan bahwa Web
2.3. Suksesi Sistem Informasi
Studi tentang suksesi sistem informasi telah dilakukan sejak 1980-an, tetapi studi
monumental dicatatkan ketika studi menghasilkan kontribusi pengukuran kinerja
sistem informasi, yaitu untuk mencapai satu model sistem informasi yang bersifat
universal (DeLone & McLean, 1992), yang melibatkan informasi tentang mutu sistem
(system quality), mutu informasi (information quality), penggunaan sistem (system
use), kepuasan pengguna (user satisfaction), dampak individual (individual impact)
dan organisatoris (organizational impact). Model dimaksudkan divalidasi sebagai
usaha pensahan pengukuran (Seddon & Kiew, 1994; Rai et al., 2002): yang mengganti
faedah sistem ke dalam keutungan penggunaan (benefits of use). Model ini kemudian
terus-menerus diperbaharui sebagai konsekuensi penting dari penelitian dan
pengembangan di bidang ini, di antaranya mengkaitkan dengan faktor organisasi, atau
usaha dalam rangka mencari faktor lain yang berhubungan.
2.3.1. Kajian tentang faktor organisasi
Aliran awal penelitian tentang suksesi sistem informasi adalah aliran yang
mempertimbangkan faktor organisasi sebagai salah satu anteseden suksesi sistem
informasi. Pertimbangan ini didasarkan atas faktor organisasi secara mendasar
berkaitan dengan organisasi dan yang memberi dukungan terhadap sistem informasi,
sebagaimana gaya pengelolaan (management style) yang digunakan dalam
pengukuran konteks organisasi (Lu & Wang, 1997). Dalam hal lain, peubah-peubah
yang terkait dengan organisasi dikenali sebagai missi, ukuran, dukungan pengelolaan
tingkat atas, penempatan secara berjenjang eksekutif sistem informasi, kematangan
fungsi sistem informasi, ukuran fungsi sistem informasi, filsafat atau gaya
pengelolaan, perspektif penilai, kultur, dan ukuran anggaran sistem informasi
(Saunders & Jones, 1992).
Aliran ini telah mengidentifikasi pengaruh penggunaan teknologi informasi
(Ang et al., 2001) dalam penstrukturan organisasi, ukuran organisasi, pengetahuan
teknologi informasi para pengelola, dukungan pengelolan tingkat atas, sumber daya
keuangan, penjajaran tujuan, dan metode penganggaran. Jadi, secara umum, aliran ini
hanya mempertimbangkan faktor-faktor terkait dengan organisasi: baik laba ataupun
cycle), disingkat SDLC, penekanan pengembangan sistem selalu diarahkan terhadap
pemenuhan keperluan seluruh pengguna.
2.3.2. Tahap perencanaan sistem informasi
Tahap awal dalam SDLC adalah perencanaan (planning). Perencanaan memegang
peranan penting dalam pengembangan sebarang sistem informasi, terutama sistem
informasi strategis yang menentukan hidup mati suatu organisasi. Tahap perencanaan
(Mentzas, 1997), pertama melibatkan perencanaan tentang perancanaan itu sendiri,
kedua berkaitan dengan menganalisis lingkungan terkini atau analisis situasi, ketiga
melakukan penyusunan strategi alternatif, keempat tentang pemilihan strategi atau
perumusan strategi, dan terakhir adalah perencanaan implementasi strategi. Tahap
perencanaan menentukan suksesi sistem informasi, yaitu dengan melakukan analisis
menyeluruh agar keperluan suatu organisasi dapat dikenali. Tahap ini didukung oleh
pendekatan analisis ([PA]) (atau dikenali juga sebagai kerangka kerja perencanan
sistem) yang secara khusus mendukung suksesi sistem informasi dari sudut kerangka
kerja pengembangan sistem informasi, yaitu:
a. [PA1] Faktor suksesi kritis (critical success factor), atau CSP.
b. [PA2] Teknik analisis proses (process analysis technique).
c. [PA3] Analisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), kesempatan
(opportunities), dan ancaman (threats), atau SWOT analysis.
d. [PA4] Analisis normatif (normative analysis).
e. [PA5] Analisis pemaknaan sasaran (ends-means analysis)
f. [PA6] Analisis strategi bisnis (business strategy analysis)
g. [PA7] Lima model kekuatan Porter (Porter’s five forces model).
h. [PA8] Analisis rantai nilai (value chain analysis)
Diasumsikan bahwa semua nama kerangka kerja analisis ini akan banyak
dibicarakan bersama sistem informasi, kemudian menjadi bagian dari laporan, karya
ilmiah, atau pembicaraan tentang sistem informasi, dan secara dokumentasi akan
2.4. Fondasi Keberadaan Sistem Informasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi organisasi. Faktor yang secara tidak langsung
akan berkaitan dengan perencanaan sistem informasi untuk organisasi itu, yang
diajukan sebagai faktor sekunder suksesi sistem informasi atau menjadi fondasi
keberadaan sistem informasi. Namun demikian, dimensi pengukuran yang
dipertimbangkan dalam hal ini berkaitan dengan faktor organisasi dan pendekatan
perencanaan sistem, seperti yang diuraikan dalam bagian-bagian berikut.
2.4.1. Faktor organisasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi suksesi sistem informasi adalah faktor
organisasi, selain faktor sumber daya yang lain: penglibatan teknologi, tenaga ahli,
dan sebagainya. Faktor organisasi ([FO]) melibatkan:
a. [FO1] Struktur pembuatan keputusan (decision-making structure).
b. [FO2] Dukungan pengelolaan tingkat atas (top management support).
c. [FO3] Penjajaran sasaran (goal alignment).
d. [FO4] Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial IT
knowledge).
e. [FO5] Gaya pengelolaan (management style)
f. [FO6] Pengalokasian sumber daya (resources allocation).
g. [FO7] Metode penganggaran (budgeting method).
2.4.1.1. Struktur pembuatan keputusan
Stuktur pembuatan keputusan (decision-making strukture) dinyatakan sebagai jenis
pengendalian atau delegasi kewenangan pembuatan keputusan di seluruh organisasi
dan luasnya partisipasi oleh anggota organisasi dalam pembuatan keputusan berkaitan
dengan sistem informasi (Hage & Aiken, 1969). Studi yang ada mendapatkan
pembuatan keputusan terdesentralisasi sebagai salah satu fasilitator kekuatan adopsi
sistem informasi antar organisasi berbasis pelanggan (Grover, 1993) dan penggunaan
teknologi informasi dalam organisasi yang besar dan kompleks (Boynton et al., 1994).
organisatoris terpusat menyebabkan keefektivan pengelolaan lebih baik (Brown &
Bostrom, 1994).
2.4.1.2. Dukungan pengelolaan tingkat atas
Keterlibatan dan partisipasi eksekutif atau pengelola tingkat atas dari sesuatu
organisasi dalam aktivitas sistem informasi merupakan konsep dukungan pengelolaan
terhadap penggunaan sistem informasi (Jarvenpa & Ives, 1991). Berdasarkan peranan
penting para pengelola bagi organisasinya, tidak mengherankan bahwa dukungan
pengelola tingkat atas telah menjadi salah satu faktor organisatoris dibicarakan paling
luas dalam beberapa studi tentang sistem informasi maupun penerapan teknologi
informasi, di antaranya adalah
a. pengaruh teknologi informasi (Ang et al., 2001),
b. adaptasi teknologi informasi (Grover, 1993), dan
c. strategi penggunaan (King & Teo, 1996).
Studi lain misalnya berkaitan dengan Sistem Dukungan Keputusan (decision support
system disingkat DSS) (Sanders & Courtney, 1985), sejauh mana kesuksesan
mengadopsi teknologi (Cahill et al., 1991), tentang kesuksesan penerapan sistem
informasi strategis (King & Teo, 1996), dan penggunaan teknologi yang secara khusus
dinyatakan sebagai komputer-mikro (Igbaria et al., 1996).
2.4.1.3. Penjajaran sasaran
Penjajaran sasaran (goal alignment) melibatkan pentautan sasaran-sasaran bisnis dan
sasaran-sasaran organisasi. Dalam hal ini, pencapaian terhadap sasaran organisatoris
berkaitan erat dengan adanya hubungan perancanaan sistem informasi dan
perencanaan organisatoris (Saunders & Jones, 1992). Akan tetapi, kecenderungan
terhadap isu ini tertumpu kepada kepentingan praktisi dalam sektor publik dan pribadi
(Tallon et al., 2000).
2.4.1.4. Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi
Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial information
senior secara khusus dalam teknologi informasi, dengan melibatkan latar belakang
para pengelola, pengalaman dan kesadarannya dalam aktivitas sewaktu bersama
teknologi informasi ataupun sistem informasi. Artinya diperlukan potensi mengenali
sebaik apa kemampuan para pengelola dalam rangka merencanakan secara strategis
sistem informasi (Boynton et al., 1994). Hal ini didasarkan kepada hubungan erat
antara latarbelakang dan keterlibatan dalam satu aktivitas (Jarvenpa & Ives, 1991).
Oleh karena itu, pengetahuan teknologi informasi seorang pengelola menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan sistem informasi.
2.4.1.5. Gaya pengelolaan
Gaya pengelolaan (management style) berkaitan dengan cara mana pengelolaan
cenderung untuk mempengaruhi, mengkoordinasikan, dan mengarahkan aktivitas
orang sesuai dengan objektif kelompok itu (Aldag & Sterns, 1991). Dengan demikian,
para pengelola yang berorientasi tenaga kerja akan mempertimbangkan hubungan
antar personal dan berkonsentrasi kepada saling percaya, persahabatan, rasa hormat,
dan kehangatan (Lu & Wang, 1977). Hubungan antar personal merupakan konsentrasi
yang menuntut munculnya struktur sosial di dalam sistem informasi. Jadi, gaya
pengelolaan berkaitan dengan kesuksesan sistem secara berbeda seperti digambarkan
dalam tahap-tahap pertumbuhan sistem informasi pengelolaan (management
information system disingkat MIS). Sebaliknya, para pengelola berorientasi tugas
cenderung lebih fokus terhadap aspek pekerjaan dan hanya mempertimbangkan tugas
pengorganisasian untuk pencapaian sasaran.
Komponen penting gaya pengelolaan adalah gaya kepemimpinan. Dalam hal
ini, gaya kepemimpinan dan suksesi sistem informasi berkorelasi secara signifikan
dan positif. Namun demikian, terdapat beberapa isu perlu digali berkaitan dengan
gaya kepemimpinan dan pengelolaan, yaitu adanya hubungan antara gaya
kepemimpinan dan pemenuhan hajat pemakai (Igbaria & Nachman, 1990).
2.4.1.6. Alokasi sumber daya
Sumber daya: uang, orang, dan waktu (Ein-Dor & Segev, 1978) diperlukan untuk
menyempurnakan projek secara sukses. Sumber daya memandu ke arah komitmen
berorganisasi yang lebih baik dan mengatasi rintangan berorganisasi (Tait & Vessey,
organisasi dan suksesi implementasi projek. Selain itu, hubungan antara sumber daya
dan implementasi projek teknologi informasi saat ini mempunyai kaitan yang berarti
(Wixom & Watson, 2001). Dengan demikian, pengalokasian sumber daya akan
berdampak terhadap suksesi sistem informasi.
2.4.1.7. Metode penganggaran
Peranan strategis teknologi informasi, memberi justifikasi modal untuk teknologi
informasi dan karena hubungannya dengan kebutuhan suksesi sistem informasi. Sejak
komputer hadir sebagai bagian dari teknologi informasi, organisasi telah mendapatkan
potensi baru untuk bersaing melalui penerapan teknologi informasi (Burchett, 1988).
Dengan demikian, penanaman modal tahunan untuk teknologi informasi mewakili
sebagian perbelanjaan organissi, yang tujuannya adalah atas nama aspek biaya dan
mutu (Ang et al., 2001). Jadi ketergantungan objektif organisasi, justifikasi
penanaman modal didasarkan atas mutu dan biaya, dengan mana pengembangan
berkonsentrasi terhadap mutu dan biaya anggaran.
2.4.2. Pendekatan analisis perencanaan
Perancangan sistem informasi menjadi bagian yang penting agar penggunaan
teknologi informasi bermanfaat dalam organisasi, yang berarti bahwa suksesi sistem
informasi diidentifikasi sebagai hal penting untuk meyakinkan keberlanjutan jalannya
organisasi dan menjadi kunci bagi para pengelola sistem informasi (Grover & Segars,
2005). Kerangka kerja perancangan yang mempengaruhi suksesi sistem informasi
sebagai berikut.
2.4.2.1. Faktor suksesi kritis
Faktor kesuksesan kritis (critical success factor) merupakan teknik yang tidak
ekslusif, yang fokus terhadap penjajaran strategi organisasi dengan strategi sistem
informasi. Faktor suksesi kritis hanya berkaitan dengan sedikit area di sebarang bisnis
organisasi, yaitu untuk meyakinkan bahwa kinerja persaingan organisasi adalah sukses
(Rockard, 1979). Faktor ini digunakan untuk memahami informasi apa yang
diperlukan oleh pengelola tingkat atas dalam melaksanakan tugasnya di dalam
organisasi. Akan tetapi, teknik ini diperluas dan digunakan dalam konteks
jelas, bagaimana menentukan ukuran pendelegasian (kendali) dan aktivitas
operasional. Pengidentifikasian keperluan ini dapat dilakukan dengan
bertingkat-tingkat menurut satuan di dalam organisasi, seperti satuan administrasi bisnis, dan
satuan fungsi pada tingkat manajerial.
Teknik analisis proses berkonsentrasi atas penganalisisan proses-proses yang
berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem
informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi atas
pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu
urusan atau administrasinya (atau determine existing enterprise requirements) dan
mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris didasarkan suatu
pengidentifikasian (atau determine future / potential requirements). Metodologi
didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian,
pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan
objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat
memprakarsai. Akan tetapi, asumsi yang mendasari teknik ini adalah bahwa telah ada
sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik ini
menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya (support multiple level
analysis). Karena itu, teknik ini berguna untuk mengkontribusikan tahap kedua untuk
mana proses ada, proses yang telah dipahami seperti untuk mengevaluasi adanya
situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanan dengan
mana identifikasi kunci dan proses baru diselenggarakan untuk mempertingkatkannya.
2.4.2.2. Teknik analisis proses
Teknik analisis proses (process analysis technique) berkonsentrasi terhadap
penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses
merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai
metodologi untuk berkonsentrasi terhadap pemahaman proses urusan yang wujud
dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya, dan
mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris yang didasarkan kepada
pengidentifikasian. Metodologi ini didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama
pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang
dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan
mendasari teknik ini adalah adanya sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima
dalam organisasi itu. Teknik menekankan pemilihan proses kunci guna
memperbaikinya. Dengan demikian, teknik ini berguna untuk membangun kontribusi
tahap kedua dengan mana proses telah dipahami sebagai pengevaluasi situasi terkini.
Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanaan dengan mana
identifikasi kunci dan proses baru dapat diselenggarakan untuk meningkatkannya.
Dengan demikian, teknik ini memiliki fitur mendukung analisis multi tingkat (support
multiple level analysis).
Akan tetapi, teknik ini tidak menyertakan sebarang mekanisme pemutusan
untuk situasi organisasi yang tidak menjelaskan proses pemutusan, atau terdapat
sehimpunan proses baku yang akan dapat menerima semua pemeran di dalam
organisasi. Bersama alasan itu, kurangnya mekanisme teknik ini menjadi unsur
pemandu terbaik untuk melengkapi pemaknaan (termasuk pemaknaan semantik) untuk
memilih sehimpunan proses organisasi baku yang akan dapat diterima oleh pemeran
di dalam organisasi. Jadi, teknik ini melangkapi penentuan keperluan organisasi saat
ini (determine existing enterprise requirements).
Teknik analisis proses tidak menyertakan pautan untuk menentukan keperluan
informasi lebih lanjut untuk mendukung proses identifikasi. Lagi pula, teknik ini
masih memberikan harapan terbesar sebab telah mengidentifikasi salah satu dari unsur
paling berguna dari organisasi yang merupakan proses dengan mana keperluan
informasi dapat diturunkan. Lagi pula, kondisi ini menjadi dasar yang baik untuk
proses urusan merancang kembali inisiatif berkaitan dengan itu. Dengan demikian,
teknik ini hanya dapat menentukan keperluan masa depan atau berpotensi (determine
future / potential requirements) sebagai fitur berdasarkan fitur sebelumnya.
2.4.2.3. Analisi SWOT
SWOT merupakan akronim untuk strengths, weaknesses, opportunities, dan threats.
Salah satu teknik yang berguna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
organisasi dan menguji kesempatan dan ancaman berpotensi. Penggunaan SWOT
membantu untuk fokus terhadap area dengan mana organisasi kuat dan mempunyai
kesempatan terbesar. Teknik memberikan cara tercepat untuk memodelkan situasi
organisasi? Apakah ada kekuatannya organisasi? Apakah ada alternatifnya? Apa
kelemahan organisasi?
Teknik ini sama seperti teknik yang lain, misalnya PLEETS (Robson, 1994),
yang muncul secara konvensional tetapi mempunyai modal untuk memungkinkan
pertimbangan secara hakiki diberikan terhadap faktor-faktor yang perlu dan
berpengaruh terhadap organisasi. Penilaian kesempatan dan ancaman akan jelas
mengkontribusikan pemahaman lingkungan internal dan eksternal organisasi. Secara
simultan, ini juga memudahkan proses pengidentifikasian strategi yang berpotensi
untuk diimplementasikan untuk masa depan organisasi. Pada satu sisi, teknik ini
sederhana dan cukup memberikan arah yang dapat digunakan oleh para analis kapan
saja tanpa memperhatikan ukuran dan struktur organisasi. Pada sisi lain, teknik ini
cukup naïf digunakan sendiri tanpa pemahaman komprehensif dan layak mengenai
sumber informasi dan konteks dengan mana masukan informasi diambil. Oleh karena
itu, teknik ini secara sejajar mampu menghasilkan penentuan keperluan organisasi saat
ini (determine existing enterprise requirements) dan penentuan keperluan masa depan
atau yang berpotensi (determine future / potential requirements).
Teknik ini juga secara khusus sebagai cara untuk mengidentifikasi sumber
informasi yang layak, yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
diidentifikasi. Akan tetapi, kurangnya mekanisme untuk memberikan struktur
terhadap situasi organisasi (sebagaimana tidak adanya sumber informasi terstruktur
tentang suksesi sistem informasi yang berkaitan dengan situasi organisasi itu)
menyebabkan tidak terdapat cara yang mungkin digambarkan untuk menyertakan
ruang lingkup atau panduan, dan tidak terdapat luaran baku yang dapat diekstrak dan
disajikan sebagai hasil penggunaan teknik ini.
2.4.2.4. Analisis normatif
Teknik analisis normatif (normative analysis) fokus atas sehimpunan kelas dasar
sistem objek yang ditemukan ada dalam banyak situasi organisasi (Davis, 1982).
Himpunan dasar kelas ini dirasakan sebagai norm (bobot) dan harus digunakan
sebagai himpunan keperluan resep atau normatif. Setiap analisis dari situasi ini akan
menjahit atau menyesuaikan sehimpunan keperluan normatif yang sesuai dengan
keperluan situasi teranalisis yang dihasilkan di dalam keperluan lebih spesifik yang
saat ini (determine existing enterprise requirements). Banyak metode yang ada telah
diutilisasi teknik ini dengan melibatkan beragam unsur untuk menjadi himpunan
normatif dari unsur penggerak dalam menghasilkan keperluan-keperluan yang lebih
spesifik. Salah satu darinya adalah metode analisis informasi bisnis dan teknik
integrasi (Business Information Analysis and Integration Technique, disingkat
BIAIT), yang fokus atas unsur tentang ‘order’ sebagai konsep dan menyertakan
sehimpunann pertanyaan untuk memperoleh keperluan berdasarkan kepada konsep
itu.
Manfaat yang jelas dari teknik ini adalah ketentuan struktur untuk proses
penentuan keperluan informasi dan panduan terhadap para analis dalam
menyelenggarakan tugasnya. Karena itu, struktur dan panduan demikian begitu
diperlukan dalam situasi organisasi yang kompleks dalam hal mana terdapat banyak
pengguna yang dapat menyertakan beragam versi atau ulasan keperluan, yaitu
kemampuan mengalamati kompleksitas organisasi (address complex enterprise
situation). Akan tetapi, sumber penggerak himpunan turunan atau kelas-kelas dasar
sistem objek menjadi himpunan normatif pendekatan yang kritis. Sumber berpotensi
dari himpunan turunan objek untuk jenis tertentu situasi organisasi boleh diturunkan
dari pengujian banyak situasi keadaan dan menurunkan similaritas di antaranya.
Sumber potensi yang lain adalah untuk menurunkan himpunan turunan
keperluan-keperluan dari teori organisatoris tertentu atau model yang dipercaya boleh
menyertakan manfaat yang jelas terhadap keseluruhan situasi. Dengan kata lain,
melalui teknik ini penentuan masa depan atau keperluan berpotensi (determine future /
potential requirement) dapat dilakukan.
Dalam tahap perencanaan, teknik ini bermanfaat digunakan untuk mendukung
tahap pertama, kedua, dan ketiga. Jika telah tersedia pembakuan tertentu atau model
keperluan, tahap penaksiran dan tahap konsepsi strategis dapat dengan mudah
diselenggarakan, sebab pembakuan dapat secara mendasar memandu untuk
menghadirkan keperluan organisasi. Teknik analisis normatif dipandang baik dengan
mekanisme tertentu untuk mendukung pemodelan dan perwakilan
keperluan-keperluan organisasi dan menghubungkannya dengan keperluan-keperluan-keperluan-keperluan informasi
yang sesuai. Secara umum, teknik ini mendukung analisis banyak tingkat (support
2.4.2.5. Analisis pemaknaan sasaran
Teknik ini atau ends-means analysis didasarkan atas teori sistem (have sound
theoretical basis), yang menekankan pengidentifikasian para pengelola organisasi
handal yang dapat menspesifikasikan keperluan-keperluan informasi, luaran-luaran
dan ukuran efisiensi dan ukuran efektivitas proses organisasi kunci. Tujuan utamanya
adalah untuk mengidentifikasi keperluan organisasi informasi baik yang ada
(determine existing enterprise requirements) atau masa akan datang (dermine future /
potential requirements. Secara sederhana, teknik ini memerlukan bahwa organisasi
mengenali sasaran (tujuan akhir) dari setiap urusan dan kemudian menyatakan
masukannya dan proses. Masukan dan proses mewakili pemaknaan teknik. Tahap
yang dilibatkan dalam teknik ini adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi sasaran
b. Spesifikasi pemaknaan
c. Spesifikasi pengukuran efisiensi
d. Spesifikasi pengukuran keefektivan
Organisasi perlu juga mendefinisikan ukuran efisiensi bagi dirinya sendiri,
yang merupakan utilisasi sumber daya seperti dibandingkan dengan luaran yang
dihasilkan, atau menyatakan ukuran efektivitas yang merupakan kelayakan luaran
untuk mendukung proses berikutnya di dalam keseluruhan proses organisasi. Teknik
ini secara mendasar fokus terhadap sasaran atau objektif yang disepakati di dalam
organisasi. Ini menjadi kemampuan melekat untuk meningkatkan, merevisi atau
mendefinisikan kembali proses organisasi atau administrasi guna mencapai objektif
organisasi. Untuk tahap perencanaan, teknik ini dapat memberi kontribusi kepada
tahap kedua, ketiga dan keempat. Jadi teknik ini dibekali dengan kemampuan
melakukan dukungan terhadap banyak tingkat analisis (support multiple level
analysis). Akan tetapi, teknik ini mengasumsikan terdapat objektif bisnis terdefinisi
dengan baik atau para pengguna organisasi juga terdefinisi dengan baik yang dapat
menyediakan sumber-sumber masukan yang handal terhadap teknik. Karena itu,
teknik ini kurang mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi
dan tidak terdapat mekanisme untuk menspesifikasikan model dan mewakili
memungkinkan untuk menurunkan keperluan informasi untuk organisasi, yaitu
determine existing enterprise requirements dan determine future / potential
requirements.
2.4.2.6. Analisis strategis bisnis
Pendekatan analisis ini memungkinkan organisasi untuk menurunkan hakikat
organisasi berdasarkan atas strategis bisnis (business strategy analysis). Secara dasar,
teknik ini berkaitan erat dengan himpunan bisnis organisasi seperti missi, objektif,
strategi dan kendala-kendala yang ada. Asumsi dasar berkaitan dengan betapa
pentingnya keefektivan sehingga perencanaan perlu untuk berganti atau
mentransformasikan himpunan bisnis organisasi menjadi himpunan strategi sistem
informasi (Robson, 1994). Langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan
transformasi melibatkan pengidentifikasian pemangku kepentingan (stakeholder),
pengidentifikasian grup-grup yang berpengaruh di dalam organisasi,
pengidentifikasian sasaran-sasaran dan pengidentifikasian tujuan sebaik strateginya
untuk mencapai sasaran-sasaran yang diidentifikasi. Teknik ini fokus terhadap
kesempatan yang dimanifestasikan dalam strategi bisnis yang memandu kepada
strategi sistem informasi atau suksesi sistem informasi. Teknik dengan
keistimewaannya ini fokus terhadap penjajaran strategi bisnis dengan strategi sistem
informasi. Fokus yang menyebabkan teknik ini dipandang sempit dan secara utama
berkonsentrasi atas himpunan bisnis organisasi yang boleh memerankan
keperluan-keperluan riil dari keseluruhan organisasi atau hanya mencerminkan pemahaman
orang di dalam organisasi. Namun, beberapa metodologi dipandang baik, salah
satunya adalah Business System Planning and Information Engineering menyebabkan
himpunan bisnis organisasi menjadi sumber keperluan informasi.
Analisis strategi bisnis dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses
berpotensi atau yang diinginkan dan didukung oleh teknologi. Pada satu sisi,
himpunan strategis bisnis melengkapkan sumber keperluan informasi yang kaya,
sumber bersifat bias karena himpunan bisnis organisasi yang diturunkan berasal dari
hanya para pemakai terpilih tertentu. Teknik demikian akan lebih layak untuk situasi
berstruktur dengan para pemakai teridentifikasi, tetapi tidak secara spesifik melayani
situasi yang melibatkan banyak pemain yang mengakibatkan pengguna tidak tentu
banyak tingkat dari beragam grup-grup organisasi di dalam organisasi tetapi integrasi
dari analisis atau pemahaman secara keseluruhan berpotensi bagi organisasi, tetapi hal
ini tidak dibicarakan atau tidak dinyatakan dengan baik. Teknik ini juga kurang
mekanisme untuk menyajikan dan memodelkan keperluan-keperluan organisasi yang
ditentukan dari analisis yang telah diselenggarakan. Dengan kata lain, teknik ini
kurang menentukan keperluan yang ada (determine existing enterprise requirements),
tetapi lebih kepada penentuan kebutuhan masa depan atau berpotensi (determine
future / potential requirements).
2.4.2.7. Lima model kekuatan Porter
Lima kekuatan wujud dalam dunia dinamis yang terus berubah dengan mana
organisasi dan sistem informasi juga ada. Model ini telah digunakan secara luas dalam
perencanaan strategi bisnis sebaik perencanaan sistem informasi. Fokusnya dikenali
dengan
a. Persaingan antara pesaing
b. Ancaman dari pendatang baru
c. Ancaman produk dan jasa pengganti
d. Kekuatan pembeli
e. Kekuatan penyedia
Beberapa faktor yang memberikan kontribusi dikenali dengan setiap kekuatan
untuk mencirikannya. Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan
sistem informasi atau kesempatan bisnis yang dapat membantu mempengaruhi
kekuatan secara berarti. Contohnya, dengan melibatkan pengidentifikasian
kesempatan sistem informasi dekat dengan ancaman yang berasal dari pendatang baru
atau untuk mengubah kemampuan tawar-menawar pembeli berpotensi.
Lima model kekuatan Porter (Porter, 1980) merupakan model generik yang
berguna untuk memudahkan organisasi agar mampu menaksir situasi saat ini,
kesempatan dan ancaman dari lingkungannya. Model yang dapat membantu organisasi
untuk mengidentifikasi aplikasi sistem informasi berpotensi hingga dapat
membantunya dalam mengimplementasikan strategis bisnis. Dengan kata lain, model
(determine existing enterprise requirements). Namun begitu, perencanaan untuk
sistem informasi memerlukan organisasi untuk tidak hanya fokus terhadap keperluan
internal tetapi juga mengalamati semua kekuatan berpengaruh dalam lingkungan agar
organisasi tetap dapat bersaing. Akan tetapi, lima model kekuatan Porter sangat
generik dan tidak menyertakan garis pandu terinci untuk pengidentifikasian, mewakili,
dan menspesifikasian kebutuhan lebih lanjut bagi organisasi (determine future /
potential requirements). Teknik yang berfungsi sebagai salah satu alat dalam kerangka
kerja perbandingan.
2.4.2.8. Analisis rantai nilai
Analisis rantai nilai (value chain analysis) adalah salah satu teknik yang
berkonsentrasi untuk mencari kesempatan yang dapat dieksploitasi atau didukung oleh
teknologi informasi, yaitu teknik yang dapat dikategorikan sebagai kerangka kerja
untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan. Suatu pendekatan yang hampir
sama seperti faktor lima Porter (Porter’s five factor) dan perencanaan analisis
pertalian (linkage analysis planning) (Primozic et al., 1991). Secara konsep, rantai
nilai dapat dinyatakan sebagai berikut (Porter, 1980): Rantai nilai merujuk kepada
himpunan barisan aktivitas yang terdiri dari aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas
primer adalah semua yang memberikan kontribusi untuk memungkinkan produk atau
layanan menjadi satu langkah lebih terlindungi dari pengguna sedangkan aktivitas
sekunder adalah semua yang mendukung aktivitas primer. Dengan memodelkan
aktivitas dalam rantai nilai dan menganalisis pautan antara mereka, organisasi
mempunyai perubahan itu untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi untuk
meningkatkan aktivitas. Kesempatan untuk meningkatkan aktivitas primer sebagai
kesempatan untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Konsep ini dapat diubah
menjadi konsep sistem nilai. Sistem nilai berbasis industri yang dapat dirumuskan
dengan memodelkan semua bisnis dalam keseluruhan industri, yaitu penentuan
kebutuhan yang ada (determining existing enterprise requirements). Dengan cara ini,
suatu organisasi memungkinkan untuk mengidentifikasi kesempatan dan potensi
sistem informasi dan kepentingan sistem informasi dalam menghubungkan penyedia,
pengguna dan pesaing dalam konteks lebih luas.
Meskipun analisis rantai nilai berguna dalam mengidentifikasi proses
identifikasinya tentang aplikasi sistem informasi yang berpotensi. Secara hakiki,
teknik ini tidak menyertakan sebarang garis pandu atau pemaknaan untuk penentuan
data lebih lanjut dan informasi dan pemodelannya. Akan tetapi, analisis rantai nilai
fokus atas area yang kritis untuk mencari kesempatan terhadap penerapan teknologi
informasi, yaitu penentuan kebutuhan berpotensi dan yang diperlukan pada masa akan
datang (determining future / potential requirements). Untuk tahap perencanaan, teknik
ini memberikan kontribusi terhadap tahap kedua untuk memahami situasi saat ini dan
tahap ketiga dari pengidentifikasian kesempatan dalam penerapan teknologi informasi.
Teknik ini dapat diterima sebagai salah satu alat penting organisasi dalam rangka
mengamati kesempatan penggunaan teknologi informasi. Sebagai alat bersifat generik
atau kerangka kerja yang mempertimbangkan kesempatan. Pendekatan ini
dikategorikan sebagai teknik analisis rantai nilai (Earl, 1989) yang perlu digunakan
dengan teknik pelengkap lain agar tercapai perencanaan lebih kokoh.
2.5. Faktor Suksesi Sistem Informasi
Berdasarkan uraian yang pada bagian terdahulu dapat disimpulkan terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan suatu sistem informasi
secara efisien seperti yang telah diungkapkan, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer ([FP1]) dapat dinyatakan sebagai berikut (DeLone & McLean,
1992; Seddon, 1997):
a. [FP1] Mutu informasi (information quality).
b. [FP2] Mutu sistem (information system).
c. [FP3] Kepuasan pengguna (user satisfaction).
d. [FP4] Kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness).
Sedangkan hasil dari analisis faktor atas faktor-faktor suksesi sistem informasi ([FF])
dirumuskan sebagai berikut (Rai et al., 2002):
a. [FFa] Sistem mudah digunakan (Systems easy to use).
c. [FFc] Sistem mudah dipelajari (Systems are easy to learn).
d. [FFd] Mudah untuk sistem melakukan apa yang kita inginkan (Easy to get
system to do what we want to do).
e. [FFe] Mudah terampil (Easy to become skillful).
f. [FFf] Luaran disajikan dalam format yang berguna (Output presented in
useful format).
g. [FFg] Puas dengan keakuratan sistem (Satisfied with accuracy of system).
h. [FFh] Informasi jelas (Information is clear).
i. [FFi] Sistem akurat (Systems are accurate).
j. [FFj] Sistem memberikan informasi yang memadai (System provide
sufficient information).
k. [FFk] Sistem memberikan informasi terbarukan (System provide up-to-date
information).
l. [FFl] Informasi sesuai dengan waktu yang diperlukan (I get the info I need
in time).
m. [FFm] Sistem memberikan informasi yang tepat (System provide precise
information).
n. [FFn] Konten informasi memenuhi kebutuhan (Information contents meet
my needs).
o. [FFo] Menyelesaikan tugas dengan lebih cepat (Accomplish tasks more
quickly).
p. [FFp] Menggunakan sistem meningkatkan prestasi kerja (Using the
systems improves job performance).
q. [FFq] Menggunakan sistem meningkatkan produktivitas (Using system
increases productivity).
r. [FFr] Sistem membuat pekerjaan lebih mudah (Systems make the job
easier).
s. [FFs] Sistem meningkatkan efektivitas dalam pekerjaan (Systems enhance
effectiveness in job).
t. [FFt] Sistem berguna untuk pekerjaan (System useful to job).
u. [FFu] Sistem memadai untuk memenuhi kebutuhan informasi
pengelolahan (System adequate to meet info processing needs).
w. [FFw] Sistem efektif (Systems are effective).
x. [FFx] Secara keseluruhan puas dengan sistem (Overall, satisfied with
systems).
Sedangkan faktor sekunder berasal dari faktor organisasi dan perencanaan
sistem informasi seperti diuraikan pada bagian terdahulu. Namun demikian, selain
faktor teknis seperti PA1 sampai PA2 dalam perencanaan sistem informasi terdapat
situasi organisasi sebagai fitur-fitur yang dapat dikenali seperti dirangkumkan sebagai
berikut:
a. [FE1] Mengatasi situasi organisasi yang kompleks (address complex
enterprise situation).
b. [FE2] Mendukung analisis banyak tingkat (support multiple level
analysis).
c. [FE3] Mendukung pemodelan data / informasi (support information data /
modeling).
d. [FE4] Memiliki landasaan teoritis (have sound theoretical basis).
e. [FE5] Menentukan kebutuhan organisasi yang ada (determine existing
enterprise requirements).
f. [FE6] Menentukan kebutuhan berpotensi dan akan datang (determine
future / potensial requirements).
2.6. Representasi Semantik
Kata atau frasa kata (yang dikenali secara umum sebagai istilah) secara harfiah
mewakili sebarang objek yang berkaitan dengan istilah itu (Nasution, 2011a). Suatu
istilah dapat dinotasikan sebagai tx = {w1w2…wk} untuk objek x, k adalah banyak kata
yang membangun istilah tx. Secara umum, istilah mewakili dokumen, yaitu kumpulan
kata d = {w1, w2, …, wn}, dan setiap kata dalam dokumen secara statistik mempunyai
bobot probabilitas seperti berikut (Nasution dan Noah, 2011):
dan n adalah banyak kata dalam dokumen d. Namun, berdasarkan kosakata diperoleh
p(w) = Σw dalam dpw (2.2)
Berdasarkan persamaan (2.1), untuk m dokumen dalam kumpulan dokumen D =
{d1,d2,…,dm}diperoleh probabilitas setiap kata seperti berikut:
pwd = 1/(n*m) (2.3)
sedangkan bobot untuk kosakata w dalam kumpulan dokumen adalah
p(w) = Σw dalam Dpwd (2.4)
2.6.1. Similaritas kosinus
Secara semantik, probabilitas kata sebagai vektor dalam kumpulan dokumen yang
dapat memberikan makna tertentu bagi dokumen atau objek yang diwakili oleh istilah
dimaksudkan. Andaikan dari dua kumpulan dokumen diperoleh vektor |w1| =
[w1,w2,...,wl1], vektor |w2| = [w1,w2,...,wl2], dan vektor |w1∩w2| untuk kata yang sama
antara {w1,…,wl1} dan {w1,…,wl2}, maka similaritas antara dokumen atau antara
kumpulan dokumen dapat dihitung dengan menggunakan similaritas kosinus berikut
(Deza & Deza, 2007):
simkos = |w1∩w2|/sqrt(|w1|*|w2|) (2.5)
Dengan syarat bahwa |w1∩w2|≤ |w1| dan |w1∩w2|≤ |w2|. Secara semantik, similaritas
kosinus berfungsi untuk mencari kesamaan makna berdasarkan vektor yang dihasilkan
melalui kumpulan dokumen.
2.6.2. Singleton dan doubleton
Web adalah kumpulan dokumen Web, yang terdiri dari laman-laman Web. Andaikan
kumpulan laman-laman Web ωi sebagai dokumen dinotasikan sebagai Ω = {ωi =
nilai tergantung kepada waktu pengukuran, disebabkan oleh dinamika laman Web
terus tumbuh sebagai media sosial yang mewakili gambaran sosial secara keseluruhan.
Untuk mewakili gambaran sosial secara populasi teks dari Web dapat dilakukan
pengukuran melalui singleton (Nasution, 2012) dan doubleton (Nasution, 2013), yaitu
a. Singleton adalah peristiwa atau okkurensi istilah tx dalam Ω ditulis Ωx, yaitu
kumpulan dokumen yang berkaitan dengan istilah tx. Nilai singleton untuk tx
adalah banyaknya dokumen yang berkaitan dengan istilah tx, yang dikenali
juga sebagai hit count dan secara statistik ditulis sebagai |Ωx|.
b. Doubleton adalah ko-okkurensi atau peristiwa dari dua istilah tx dan ty secara
bersamaan dalam Ω ditulis Ωx∩Ωx untuk tx ≠ ty. Nilai doubleton untuk dua
istilah ini adalah hit count dan secara statistik ditulis sebagai |Ωx∩Ωx|.
Gambar 2.1. Jaringan semantik asumsi antara PA dan FE.
Untuk mendapatkan hubungan semantik antara dua istilah berbeda dapat
simjac = |Ωx∩Ωx|/(|Ωx|+|Ωy|-|Ωx∩Ωx|) (2.6)
Dengan ketentuan bahwa |Ωx∩Ωx| ≤ |Ωx| dan |Ωx∩Ωx| ≤ |Ωy|.
Pengukuran similaritas melibatkan tetapan Jaccard khususnya atau umumnya
ko-okkurensi digunakan untuk mendapatkan secara semantik makna antara
objek-objek yang mungkin terwakili di dalam media sosial sebagaimana Web. Pengukuran
similaritas ini dapat membangun model jaringan semantik seperti hubungan yang
dinyatakan antara pendekatan analisis ([PA]) dan ([FE]) berdasarkan studi literatur
pada 2.4.2 di atas, atau hubungan seperti Gambar 2.1 (Cilibrasi & Vitányi, 2007).
Gambar tersebut menjelaskan jika terjadi hubungan banyak butir PA dengan salah
satu FE maka akan ditentukan titik antara secara kombinasi, dan dipilih salah satu
kombinasi menurut urutan yang ada. Dengan demikian hubungan PA1 dengan FE5
melintasi tiga titik, yaitu 1, 2 dan 3, sedangkan hubungan antara PA4 dan FE1
melintasi satu titik, yaitu 1. Jadi, untuk mendapatkan gambaran semantik secara
khusus harus melibatkan populasi teks antara PA dan FE.
2.7. Pengujian dan Penilaian
Secara populasi, secara harfiah teks, kata atau istilah ada dalam Web. Web sebagai
media sosial menjadi gambaran terhadap perilaku sosial terhadap sesuatu hal yang
berkaitan dengan pribadi ataupun komunitas sosial itu, termasuk tentang sistem
informasi. Web sebagai sumber informasi mengandungi dokumen ilmiah sampai
dokumen pribadi yang terletak dalam blog, yang mewakili pribadi, organisasi,
sekumpulan orang, atau komunitas sosial tertentu. Namun demikian, alat yang paling
mudah untuk mengakses informasi ini adalah mesin cari, sebagaimana singleton dan
doubleton dihasilkan dalam mewakili sesuatu secara statistik.
Mesin cari tidaklah sedikit jumlahnya, di antaranya terdapat Google, Yahoo!,
Bing, dan sebagainya dengan berbagai keistimewaan yang berbeda pula. Secara
umum, mesin cari mencari informasi baru dari seluruh dunia untuk diindeks dan
dijadikan sumber pengetahuan untuk dieksplorasi kemudian. Masing-masing mesin
cari memiliki singleton dan doubleton berbeda besarannya, jadi setiap pengungkapan
Tabel 2.1. Tabel kontingensi
Butir Nilai Jumlah
I II III
s1 u11 u12 u13 Σj=1...3u1j
s2 u21 u22 u23 Σj=1...3u2j
... ... ... ... ...
sn un1 un2 un3 Σj=1...3unj
Jumlah Σi=1...nui1 Σi=1...nui2 Σi=1...nui3 Σi=1...nΣj=1...3uij
2.7.1. Tabel kontingensi
Tabel kontingensi mempunyai r jalur dan l lajur, dan dengan derajat kebebasan
dk = (r-1)(l-1). (2.7)
Uji χ2 (chi square) dilakukan untuk menentukan apakah data yang dihasilkan dari
mesin cari yang berbeda saling bergantung atau tidak (Matsuo et al., 2007). Misalnya,
untuk tabel kontingensi seperti Tabel 2.1 nilai harapan eks untuk frekuensi data u11
dapat dihitung seperti berikut:
eks(u11) = ((Σj=1...3u1j)( Σi=1...nui1))/( Σi=1...nΣj=1...3uij) (2.8)
Demikian juga dengan frekuensi data yang lain, dihitung dengan cara yang sama
sehingga nilai dari χ2adalah
χ2
= Σ(uij-eks(uij))2/eks(uij) (2.9)
2.7.2. Alpha Cronbach
α (alpha) Cronbach merupakan tetapan konsistensi internal yang secara umum
digunakan sebagai penaksir keandalan pengujian terhadap sampel data (Cortina,
1993). Misalkan diukur kuantitas yang terdiri dari k komponen:
x = y1 + y2 + ... + yk, (2.10)
α = (k/(k-1)) (1 - Σi=1,...,k σyi2/σx2) (2.11)
dengan mana σx2 adalah variansi dari skor total yang diamati sedangkan σyi2 adalah
variansi komponen i untuk sampel y. Variansi dihitung dengan menggunakan
σy2= (1/n)(Σ(y-ȳ)) (2.12)
dengan mana ȳ adalah rata-rata. Secara umum, aturan penggunaan α adalah dengan
menggunakan penanda sebagai berikut:
a. α≥ 0,9: konsistensi internal adalah sangat baik,
b. 0,7 ≤α < 0,9: konsistensi internal adalah baik,
c. 0,6 ≤α < 0,7: konsistensi internal diterima,
d. 0,5 ≤α < 0,6: konsistensi internal adalah miskin,
e. α < 0,5: konsistensi internal tidak diterima.
2.7.3. Recall dan Presisi
Secara statistic, recall dan presisi menunjukkan perbandingan antara data percobaaan
dan data survey (Croft et al., 2010). Misalkan, terdapat sekumpulan butir data A
sebagai percobaan dan sekumpulan butir data B sebagai survei dengan ukuran
masing-masing adalah |A| dan |B|. Andaikan melalui perhitungan diperoleh |A∩B| untuk
menyatakan hal-hal yang sama, maka penilaian berdasarkan recall dinyatakan dengan
rec = |A∩B|/|A| (2.13)
sedangkan presisi dapat dinyatakan sebagai
pre = |A∩B|/|B| (2.14)
dengan ketentuan bahwa |A∩B| ≤ |A| dan |A∩B| ≤ |B|. Andaikan |AUB| = hitungan dari
A ditambah B atau hit(A+B) sedangkan hit(A) = |A| dan hit(B) = |B|, maka recall dan
rec = hit(A)/hit(A+B) (2.15)
dan