TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Sawah
Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk
pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu
mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang
untuk menahan air genangan (Sofyan et al, 2007).
Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, sawah
dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: (Sofyan et al, 2007)
1. Sawah irigasi, yaitu sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain
melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk itu. Dibedakan atas sawah
irigasi teknis, setengah teknis dan sawah irigasi sederhana.
2. Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sumber airnya tergantung atau berasal
dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi permanen.
Umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi dari sawah
irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan terjangkau oleh
pengairan. Waktu tanam sangat tergantung kepada datangnya musim hujan.
3. Sawah pasang surut, yaitu sawah yang irigasinya tergantung pada gerakan
pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari laut. Sumber
airnya berasal dari air sungai yang karena adanya pengaruh pasang dan surut
air dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran irigasi dan drainase.
4. Sawah lebak, yaitu sawah yang diusahakan didaerah rawa memanfaatkan naik
turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga dalam sistem sawah
Tanah sawah memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain (Musa et al, 2006): adanya lapisan oksida dan lapisan reduksi, berkurangnya oksigen tanah, pH tanah
cenderung netral (6,7-7,2), Ferri direduksi menjadi ferro, ketersediaan P lebih
tinggi akibat penggenangan, keracunan sulfida terjadi bila penggenangan cukup
lama.
Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan
mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi.
Perubahan kimia yang terjadi sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan
hara padi. Transformasi kimia yang terjadi berkaitan erat dengan kegiatan
mikroba tanah yang menggunakan oksigen sebagai sumber energinya dalam
proses respirasi. Pada tanah tergenang terjadi perubahan kimia dan elektrokimia
yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Perubahan tersebut diantaranya
adalah: (1) turunnya potensial redoks, dan (2) reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dan Mn4+
menjadi Mn2+
Penggenangan juga menyebabkan terjadinya perubahan pH tanah. Pada
tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat dan pada
tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun mendekati netral. Pada
saat penggenangan pH tanah akan menurun selama beberapa hari pertama,
kemudian mencapai minimum dan beberapa hari kemudian pH akan meningkat yang dapat meracuni tanaman (Ismunadji dan Roechan, 1988).
kembali secara asimtot untuk mencapai nilai pH yang stabil sekitar 6,7-7,2
(Hartatik et al, 2007).
Tanah tergenang menyebabkan persediaan oksigen menurun sampai
1999). Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air 10 ribu kali lebih lambat
daripada melalui pori yang berisi udara. Mikroba aerob dengan cepat akan
menghabiskan udara yang tersisa dan menjadi tidak aktif lagi lalu mati. Mikrobia
fakultatif anaerob dan obligat aerob kemudian mengambil alih dekomposisi bahan
organik tanah dengan menggunakan komponen tanah teroksida (nitrat, Mn,
Fe-oksida dan sulfat) atau hasil penguraian bahan organik (fermentasi) sebagai
penerima elektron dalam pernapasan (Sanchez, 1993; Kyuma, 2004).
Bahan Organik
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal
tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang tersedia bagi
tanaman.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang,
sisa panen, limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian,
dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman
dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomisetes, dan cacing tanah. Pupuk
hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman
seperti sisa batang dan tunggul akar. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak.
Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah,
dan sebagainya. Limbah industri merupakan limbah industri yang berasal dari
limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah
bumbu masak, dan sebagainya (Simanungkalit et al, 2006).
Deptan, 2009): a) Aspek Ekonomi : 1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah; 2) Mengurangi volume/ukuran limbah; 3) Memiliki nilai jual
yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya; b) Aspek lingkungan : 1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah; 2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan; dan c) Aspek bagi tanah/tanaman: 1) Meningkatkan kesuburan tanah; 2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah; 3) Meningkatkan
kapasitas jerap air tanah; 4) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah; 5)
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen); 6)
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman; 7) Menekan pertumbuhan
/serangan penyakit tanaman; dan 8) Meningkatkan retensi /ketersediaan hara.
Beberapa aspek peran penting yang berkaitan dengan bahan organik dalam
kesuburan tanah (Musa et al, 2006): (1) sumber dan cadangan unsur hara dalam bentuk organik yaitu bagi unsur hara N, P dan S, (2) mempunyai sifat memiliki
muatan yang merupakan tempat pertukaran kation, (3) mempengaruhi sifat fisis
dan kimia tanah dengan memfasilitasi agregat dengan partikel mineral, terutama
liat (4) memodifikasi struktur fisis tanah dan mempengaruhi keadaan air, (5)
merupakan sumber energy bagi biota tanah sehingga mempengaruhi banyak
proses mediated secara biologi di dalam tanah, dan (6) pengaruh tidak langsung lainnya berkenaan dengan karbondioksida yang dilepaskan selama dekomposisi
bahan organik.
Bahan organik merupakan sumber energi untuk aktifitas mikroorganisme
turun atau kondisi tanah dan air genangan semakin reduktif. Penurunan nilai Eh
menyebabkan reaksi reduksi berjalan sehingga kadar kadar kation Fe II meningkat
baik dalam tanah maupun air genangan (Nursyamsi dan Suryadi, 2000). Besarnya
nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara. Eh rendah
meningkatkan ketersediaan P, K, Fe, Mn, dan Si tetapi mengurangi ketersediaan S
dan Zn.
Pupuk kandang
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat air seni, amparan,
dan sisa makanan ternak. Susunan kimia dari pupuk kandang berbeda-beda dari
tempat ke tempat lainnya, tergantung dari; (1) spesies ternak (Tabel 1), (2) umur
dan keadaan ternak, (3) sifat dan jumlah amparan, (4) cara penyimpanan
pupuk sebelum dipakai (Soepardi, 1983).
Pupuk kandang dinilai mempunyai kelebihan dibanding dengan bahan
organik lainnya. Selain mengandung berbagai unsur hara makro dan mikro juga
dapat menurunkan potensial redoks (Eh) dan dapat menurunkan tingkat keracunan
unsur toksis melalui fungsinya sebagai agen khelasi (Noor et al, 2005).
Jerami Padi
Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun sesudah
diambil buahnya yang masak. Manfaat kompos jerami tidak hanya dilihat dari
sisi kandungan hara saja. Kompos juga memiliki kandungan C-organik yang
tinggi. Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik
tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan
dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan
tanah.
Tabel 2. Kandungan hara jerami dan potensinya dalam mensubstitusi pupuk anorganik
Nutrisi Kandungan (%)
kg/ton jerami
setara dalam 5 ton Jerami Ket. kg kg ha-1
Sedangkan Isroi (2009) menyebutkan bahwa kompos jerami memiliki
kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per
kurang lebih dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani.
Las et al. (1999) menyatakan bahwa dalam meningkatkan produksi padi perlu di lakukan pelestarian lingkungan produksi, termasuk mempertahankan
kandungan bahan organik tanah dengan memanfaatkan jerami padi.
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik
tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: (Isroi, 2009)
A. Fungsi Biologi: (1) menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk
organisme (termasuk mikroba) tanah, (2) menyediakan energi untuk
proses-proses biologi tanah dan (3) memberikan kontribusi pada daya pulih
(resiliansi) tanah.
B. Fungsi Kimia: (1) merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah, (2) penting
untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah, dan (3) menyimpan
cadangan hara penting, khususnya N dan K.
C. Fungsi Fisika: (1) mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah, (2)
meningkatkan stabilitas struktur tanah, (3) meningkatkan kemampuan tanah
dalam menyimpan air.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan bekas tambang galian C di Desa Durian
Kondot, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juni 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit padi ciherang, bahan tanah mineral
insitu, bahan tanah mineral subsoil, pupuk kandang kambing, jerami padi, pupuk Urea (N 46%), pupuk SP-36 (P2O5 36%), pupuk KCl (K2
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah timbangan, pisau, cangkul,
parang babat, ember, meteran, tali plastik, oven, alat tulis menulis dan alat-alat
penunjang lainnya.
O 60%), pupuk cair
Golden Plant, pestisida, fungisida dan bahan-bahan penunjang lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-petak
Terbagi (Split Split Plot Design), menggunakan 3 faktor perlakuan dan 3 ulangan: 1. Faktor A
Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral (T) yang terdiri atas 2 taraf sebagai
petak utama:
• T0
• T
= Penimbunan bahan tanah mineral insitu
2. Faktor B
Aplikasi pupuk organik (O) yang terdiri atas 2 taraf sebagai anak petak:
• O1
• O
= Aplikasi pupuk kandang kambing
2
3. Faktor C
= Aplikasi jerami padi
Aplikasi Dosis pupuk organik (D) yang terdiri atas 4 taraf sebagai anak-anak
petak:
• D0 = 0 t.ha
• D
-1
1 = 10 t.ha
• D
-1
2 = 20 t.ha
• D
-1
3 = 30 t.ha
Jumlah perlakuan
-1
= 16
Jumlah ulangan = 3
Jumlah plot = 48
Ukuran plot = 3 m x 3 m
Jarak antar petak utama = 0,5 m
Jarak antar anak petak = 0,3 m
Jarak antar ulangan = 1 m
Jarak tanaman = (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm bershap 2.
Jumlah rumpun/plot = 8 x 22 = 176 rumpun/plot
Jumlah rumpun seluruhnya = 8448 rumpun
Metode Analisa Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linear
sebagai berikut:
Yijk l=
µ
+Kl+α
i+γ
il+β
j+(αβ)
ij+𝛿
Rijl+∁Rk+(α
∁)ik+(
β
∁)jk+(
αβ
∁)ijk+
ε
Y
ijkl
ijkl = Hasil pengamatan pada ulangan ke-l dari kombinasi aplikasi
bahan tanah mineral pada taraf ke-i, aplikasi pupuk organik pada
taraf ke-j dan aplikasi dosis bahan organik pada taraf
ke-µ
k
Nilai tengah umum
=
Kl = Pengaruh ulangan
ke-α
l
i = Pengaruh aplikasi bahan tanah mineral pada taraf
ke-γ
i
il Pengaruh galat petak utama pada aplikasi bahan tanah mineral
pada taraf
ke-=
I dalam ulangan
ke-β
l
j = Pengaruh aplikasi pupuk organik pada taraf ke-j
(
αβ)
ij = Interaksi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke-i dan aplikasi
pupuk organik pada taraf ke
𝛿
Rijl-j
Pengaruh galat anak petak pada interaksi perlakuan
ke-= ij dalam
ulangan
ke-∁Rk
l
Pengaruh aplikasi dosis pupuk organik pada taraf
ke-=
(
α
∁)
k
ik Interaksi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke-I dan aplikasi
dosis pupuk organik pada taraf ke-k
(β∁)
jk = Interaksi aplikasi pupuk organik pada taraf ke-j dan aplikasi dosis
pupuk organik pada taraf
ke-(
αβ
∁)
k
pupuk organik pada taraf ke-j dan aplikasi dosis pupuk organik
pada taraf
ke-ε
k
ijkl = Pengaruh galat anak-anak petak pada interaksi perlakuan ke-ijk
dalam ulangan
Dari hasil penelitian pada perlakuan, jika berpengaruh nyata akan
dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan dengan taraf 5% (Gomez and Gomez,
2007).
l
Pelaksanaan Penelitian A. Tahapan Reklamasi
1. Pembersihan lahan
Lahan dibersihkan dari semak belukar dan sisa-sisa penambangan. Dalam
pembersihan lahan menggunakan metode tanpa bakar (zero burning). 2. Konstruksi fisik
Konstruksi fisik meliputi antara lain :
• Perataan lahan (Contour Leveling)
Permukaan lahan yang bergelombang akibat proses penambangan, harus
diratakan terlebih dahulu dengan menggunakan cangkul.
• Pengukuran dan pengacakan plot penelitian
Setelah lahan bersih dan permukaannya rata, dilakukan pengukuran lahan
dimana setiap plot percobaan menggunakan ukuran 3 m x 3 m. Jarak antar
petak utama 0,5 m, jarak antar anak petak 0,3 m dan jarak antar blok
sehingga posisi barisan tanaman nantinya sejajar timur-barat arah mata
angin. Lahan yang telah di ukur dilakukan pengacakan untuk menentukan
urutan petak utama, anak petak dan anak-anak petak.
• Pembuatan saluran air (draenase).
Saluran air awalnya dibuat sementara untuk mengeringkan lahan dari
genangan air akibat permukan lahan yang bergelombang. Selanjutnya
dibuat saluran air permanen yang alirannya melalui batas ketiga
blok/ulangan percobaan.
• Pembuatan pematang sawah
Pematang sawah dibuat dengan ukuran sesuai jarak antar anak-anak petak,
anak petak dan antar petak utama dengan ketinggian pematang 30 cm dari
permukaan lahan.
• Aplikasi bahan tanah mineral
Lahan sawah diratakan terlebih dahulu sebelum aplikasi bahan tanah
mineral. Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral T0 dan T1
• Pengolahan tanah dan aplikasi bahan organi
dilakukan
dengan penimbunan bahan tanah mineral masing-masing setebal 10 cm
(1,638 ton/plot) sesuai bagan percobaan. Setelah aplikasi penimbunan
bahan tanah mineral, lahan sawah di inkubasi selama 4 minggu..
Bahan organik pupuk kandang kambing dan jerami padi diaplikasikan
pada saat pengolahan tanah. Bahan organik yang diberikan sebanyak 12
kg/plot percobaan yang pengaplikasiannya berdasarkan bagan penelitian.
dan memasukkan bahan organik yang ada di permukaan sawah.
pembajakan kedua dilakukan 3-5 hari menjelang tanam. Permukaan tanah
sawah diratakan, dan gumpalan tanah dihancurkan dengan cara menggaru.
Permukaan tanah yang rata dapat dibuktikan dengan melihat permukaan
air di dalam petak sawah yang merata.
B. Tahapan Budidaya
1. Persiapan lahan persemaian
Lahan persemaian dipersiapkan dengan luas 20 m2 (4 m x 5 m). Untuk setiap
m2
sehingga kerusakan akar bisa dikurangi.
bedengan dicampur dengan 2 kg bahan organik (kompos, pupuk kandang,
serbuk gergaji, abu sekam padi atau campuran berbagai bahan organik
tersebut). Penambahan bahan organik memudahkan pencabutan bibit padi
2. Persemaian
Benih direndam di dalam air yang berjalan selama 24 jam diikuti dengan
inkubasi selama 48 jam sebelum ditabur dipersemaian. Benih yang mulai
berkecambah ditabur secara merata diatas permukaan tanah dan disiram setiap
hari hingga bibit dapat dipindahkan.
3. Penanaman
Setelah bibit berumur 21 hari dilakukan transplanting bibit tanaman ke lahan sawah sebanyak 3 tanaman per lobang. Sistem tanam yang digunakan adalah
dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo bershap 2 dengan jarak
4. Pengelolaan air
Pengelolaan air dilakukan dengan sistem irigasi terputus (intermitten irrigation). Setelah bibit ditanam (kondisi jenuh air), sawah baru digenangi kembali setelah 3 hari. Selanjutnya dilakukan pergiliran air dengan selang
waktu 3 hari dengan tinggi genangan sekitar 3 cm. Cara ini dipertahankan
terus sampai tanaman padi mencapai fase anakan maksimal. Sawah
selanjutnya digenangi terus mulai dari fase pembentukan malai hingga
pengisian biji. Sawah baru dikeringkan kembali sekitar 10-15 sebelum panen.
5. Penyiangan dan penyulaman
Penyiangan dilakukan dua kali yaitu: (1) penyiangan pertama umur 3 minggu
setelah tanam, dan (2) penyiangan kedua umur 6 minggu setelah tanam.
Penyiangan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1) dicabut dengan
tangan, kemudian dipendan dalam tanah, (2) menggunakan alat siang (gasrok),
dan (3) menggunakan herbisida. Apabila ada tanaman yang mati, diadakan
penyulaman (umur 1-2 minggu) dengan cara: (1) menggunakan bibit dari
persemaian dengan umur bibit yang sama, dan (2) dengan menyapih tanaman
yang sudah tumbuh.
6. Pengelolaan hara
Penggunaan pupuk anorganik digunakan secara merata pada semua plot
percobaan. Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea (300 kg/ha), SP-36
(100 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha). Pupuk diberikan pada umur 7-10 HST, 21
HST dan 42 HST. Pada 7-10 HST diberikan sebanyak 150 kg Urea, 100 kg
hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea dan 50 kg KCl per ha. Pupuk
cair Golden Plant diaplikasi sebanyak dua kali bersamaan dengan penggunaan
pestisida, yaitu pada saat 21 dan 42 HST.
Parameter Pengamatan A. Parameter Tanah
1. Analisa awal
• Pengukuran pH, C-organik, KB dan KTK tanah asal bekas tambang
• Pengukuran pH, C-organik, KB dan KTK bahan tanah subsoil
• Pengukuran C-organik, N, P, dan K jerami padi dan pupuk kandang
kambing
2. Setelah Panen, yaitu pengukuran C-organik
B. Parameter Tanaman
1. Tinggi Tanaman
Diukur mulai dari permukaan tanah hingga ujung daun
tertinggi. Pengukuran dilakukan mulai dari tanaman berumur 2, 4, 6
dan 8 minggu setelah tanam (MST).
2. Jumlah Anakan
Diukur dengan menghitung jumlah anakan yang muncul pada umur 2, 4
dan 6 MST.
3. Luas Daun
sampel destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST.
4. Bobot Kering Tanaman, Jerami dan Akar
Sebanyak 5 tanaman sampel destruktif dicabut sampai akarnya. Kemudian
dibersihkan dengan air bersih dan dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 650
5. Laju Tumbuh Relatif (LTR)
C. Hasilnya ditimbang setelah didapati bobot tanaman konstan.
Pengukuran bobot kering sampel destruktif dilakukan pada umur 2, 4, 6
dan 8 MST.
Laju tumbuh relative (LTR) atau Relative Growth Rate (RGR) ditentukan
dengan menggunakan rumus:
LTR = (LnW2-LnW (T
1
2-T1)
Dimana:
W1 Bobot kering tanaman pada waktu T
=
W
1
2 Bobot kering tanaman pada waktu T
=
T =
2
Waktu (minggu)
Pengukuran laju LTR dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif pada
umur 2, 4, 6 dan 8 MST.
6. Laju Asimilasi Bersih (LAB)
Laju Asimilasi Bersih (LAB) dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering
tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu.Nilai LAB
dihitung dengan rumus:
LAB = (W2-W1) . (LnA2
(T2-T1) (A1-A2)
Dimana:
W1 Bobot kering tanaman pada waktu T
=
W
1
2 Bobot kering tanaman pada waktu T
=
A
2
1 = Luas daun pada waktu T
A
1
2 = Luas daun pada waktu T
T =
2
Waktu (minggu)
Pengukuran laju LAB dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif pada
umur 2, 4, 6 dan 8 MST.
7. Pengukuran Serapan hara N, P dan K
Serapan hara diukur pada akhir pertumbuhan vegetatif tanaman (8 MST)
dengan menganalisa jaringan daun tanaman sampel untuk mengukur
kandungan N, P dan K. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode
Kjeldahl untuk N; Spektrofotometri untuk P; dan Atomic Absorbtion
Spectrofotometer untuk K.
8. Jumlah Anakan Produktif
Jumlah anakan produktif ditentukan dari setiap rumpun anakan tanaman
sampel yang memiliki malai dalam setiap plot. Penghitungan dilakukan
pada umur panen 120 hari.
9. Produksi per plot
Produksi per plot dihitung dari rata-rata bobot gabah 10 tanaman sampel
pada umur panen 120 hari di kali jumlah tanaman per plot.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
1. Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman padi pada pengamatan 2,4,6 dan 8
minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 5 sampai 6. Dari hasil sidik ragam tersebut diketahui bahwa perlakuan
penimbunan bahan tanah mineral (T) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Perlakuan pupuk organik (O) berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, dan 6 MST dan tidak berpengaruh nyata
pada 8 MST. Perlakuan dosis pupuk organik (D) berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Kombinasi penimbunan bahan
tanah mineral dan dosis pupuk organik berpengaruh nyata pada 2 MST tapi tidak
berpengaruh nyata pada 4, 6 dan 8 MST. Kombinasi pupuk organik dan dosis
pupuk organik tidak berpengaruh nyata pada semua waktu pengamatan. Sedang
untuk kombinasi penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis
pupuk organik nyata pada waktu pengamatan 2 MST tetapi tidak nyata pada