BAB II
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSEROAN
TERBATAS
A. Kewajiban Direksi Dalam Penyampaian Laporan Keuangan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi berwenang menjalankan
pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar. Dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, kewajiban direksi
diatur mulai dari Pasal 100 sampai dengan Pasal 102, dimana kewajiban direksi
adalah :
1. Wajib membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
risalah rapat direksi.
2. Wajib membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perusahaan.
3. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perusahaan.
4. Wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota
direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan
lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
5. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan dan
Kewajiban direksi membuat laporan tahunan telah diperintahkan juga oleh Pasal
66 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Direksi wajib membuat
dan menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan
Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
perseroan berakhir. Sebagaimana telah diketahui bahwa untuk tahun buku 2004
berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep.40/PM/2003 tentang Tanggung
Jawab Direksi atas Laporan Keuangan, Direksi Emiten wajib membuat surat
pernyataan, atau di dalam Sarbannes Oxley Act disebut Director’s Certification on
Financial Statement. Sejak diberlakukan sertifikasi tersebut, timbul pertanyaan
kenapa sertifikasi harus dilakukan. Kiranya didalam UU PT, tanggung jawab Direksi
kelihatannya cukup jelas. Didalam opini akuntan, alinea pertama dikatakan bahwa
laporan keuangan adalah tanggung jawab Direksi, sedangkan opini adalah tanggung
jawab akuntan.21
21
Dikeluarkannya Peraturan No. VIII.G. 11 tentang Tanggung Jawab Direksi
atas Laporan Keuangan oleh BAPEPAM merupakan respon dari BAPEPAM atas
dikeluarkannya Sarbanes Oxley Act tahun 2002. Sebagai undang-undang, Sarbanes
Oxley Act diundangkan karena semakin tingginya tuntutan ditegakkannya
prinsip-prinsip good corporate governance dalam segala aspek praktek dunia usaha.
Pada prinsipnya tanggung jawab Direksi atas laporan keuangan bukanlah hal
yang baru, karena pada UU Perseroan Terbatas tahun 1995 dan UU Pasar Modal telah
diatur secara implisit tentang tanggung jawab tersebut, namun demikian peraturan
BAPEPAM mengharuskan Direksi untuk secara eksplisit bertanggung jawab atas
laporan keuangan Perusahaan, yang dituangkan ke dalam Surat Pernyataan atas
Laporan Keuangan Perusahaan.
Regulasi BAPEPAM yang mengatur mengenai Sertifikasi Laporan Keuangan
oleh Direksi adalah Peraturan BAPEPAM No. VIII.G. 11, namun demikian ada dua
peraturan lain yang terkait dengan peraturan tersebut, yaitu Peraturan No. IX.I.6
tentang Direksi dan Komisaris Perusahaan Emiten dan Peraturan No. IX.I.5 tentang
Komite Audit. Ketiga peraturan ini saling berhubungan, dimana Peraturan IX.I.6
menerangkan tanggung jawab Direksi atas laporan keuangan secara rinci dan
Peraturan IX.I.5 menjelaskan tentang peran komite audit dalam melakukan
penelaahan atas laporan keuangan dan pengawasan atas internal control dalam
Perusahaan.22
B. Kewajiban Direksi Dalam Perseroan Terbatas Berdasarkan Prinsip Itikad Baik
Anggota direksi diangkat oleh RUPS untuk mengurus perseroan. Dalam
tugasnya melakukan mengurus perseroan diwajibkan mengurus perseroan
berdasarkan prinsip itikad baik. Kewajiban tersebut ditegaskan dalam Pasal 85 ayat 1
UUPT, bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dengan
berlandaskan itikad baik, undang-undang bermaksud agar setiap angota direksi dapat
menghindari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi dengan merugikan
kepentingan perseroan.23
1. Wajib di percaya (fiduciary duty)
Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh
anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum, memiliki jangkauan yang luas,
antara lain sebagai berikut :
Setiap anggota direksi “wajib dipercaya” dalam melaksanakan tanggung jawab
pengurusan Perseroan. Berarti, setiap anggota direksi selamanya dapat dipercaya
(must always bonafide) serta selamanya harus jujur (must always be honested).
Mengenai makna itikad baik dan wajib dipercaya serta selamanya wajib jujur
dalam memikul tanggung jawab atas pelaksanaan pengurusan Perseroan, ada
ungkapan yang berbunyi : a director is permitted to be very stupid so long as he
is honest (dibenarkan sorang direktur yang sangat bodoh asal dia jujur). Hal ini
bukan berarti disetujui mengangkat seorang direksi yang bodoh. Yang
diinginkan oleh ungkapan itu adalah mengangkat anggota direksi yang cakap
sekaligus jujur, daripada pintar tetapi tidak jujur dan tidak dapat dipercaya.24
23
Ibid.hal.374
24
2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar (duty to act for a
proper purpose)
Itikad baik dalam rangka pengurusan Perseroan juga meliputi kewajiban, anggota
direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungsi dan kewenangan pengurusan
itu untuk “tujuan yang wajar” (for a proper purpose). Apabila anggota direksi
dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan pengurusan itu, tujuannya tidak
wajar (for an improper purpose), tindakan pengurusan yang demikian itu
dikategorikan sebagai pengurusan yang dilakukan dengan itikad buruk (te kwader
trouw, bad faith).
Dalam rangka pengurusan Perseroan untuk tujan yang wajar, termasuk kewajiban
memperhatikan kepentingan karyawan, seperti halnya memperhatikan
kepentingan pemegang saham.
3. Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty)
Makna dan aspek itikad baik yang lain dalam konteks pengurusan Perseroan
adalah patuh dan taat (obedience) terhadap hukum dalam arti luas, terhadap
peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar Perseroan dalam arti sempit.
Ketaatan mematuhi peraturan perundang-undangan dalam rangka mengurus
Perseroan, wajib dilakukan dengan itikad baik, mengandung arti, setiap anggota
direksi dalam melaksanakan pengurusan Perseroan, wajib melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (statutory duty).25
25
Gatot Supramono,SH,Hukum Perseroan Terbatas,(Jakarta:Djambatan,2007),hal.87
Jika anggota direksi tahu tindakannya melanggar peraturan perundang-undangan
yang berlaku, atau tidak berhati-hati atau sembrono (carelessly) dalam
melaksanakan kewajiban mengurus Perseroan, yang mengakibatkan pengurusan
itu melanggar peraturan perundang-undangan, maka tindakan pengurusan itu
“melawan hukum” atau yang dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum
(onrechtmatigedaad). Atau bisa juga dikualifikasi perbuatan ultravires yakni
melampaui batas kewenangan dan kapasitas Perseroan. Dalam kasus yang
demikian, anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi (personally liable)
atas segala kerugian yang timbul kepada Perseroan.
4. Wajib loyal terhadap Perseroan (loyalty duty)
Makna loyalty duty adalah sama dengan good faith duty : loyal dan terpercaya
mengurus Perseroan. Oleh karena itu, hubungan yang paling utama antara
anggota direksi dengan Perseroan adalah kepercayaan (trust) berdasarkan
loyalitas.
Dengan demikian, anggota direksi wajib bertindak dengan itikad baik yang
setinggi-tingginya mengurus Perseroan untuk kepentingan Perseroan, berhadapan
dengan kepentingan pribadinya, dalam arti yuridis :
a. dalam menduduki posisi sebagai anggota direksi, tidak menggunakan dana
Perseroan untuk dirinya atau untuk tujuan pribadinya.
b. secara loyal, wajib merahasiakan segala informasi (confiditial dutu of
bagi kepentingan Perseroan, dan segala formula rahasia (secret formula),
desain produksi, strategi pemasaran dan daftar konsumen yang harus
dirahasiakan.26
5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest)
Anggota direksi wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan (conflict of
interest) dalam melaksanakan pengurusan Perseroan. Setiap tindakan pengurusan
yang mengandung benturan kepentingan, dikategori sebagai tindakan itikad buruk
(bad faith). Sebab tindakan yang demikian melanggar kewajiban kepercayaan
(breach of his fiduciary duty) dan kewajiban menaati peraturan
perundang-undangan.
Ruang lingkup kewajiban anggota direksi menghindari benturan kepentingan
dalam melaksanakan pengurusan Perseroan, meliputi :
a. kewajiban untuk tidak mempergunakan uang dan kekayaan (money and
property) Perseroan untuk kepentingan pribadinya.
Apabila kewajiban ini dilanggar dan mengakibatkan Perseroan mengalami
kerugian anggota direksi tersebut :
1.) melakukan perbuatan melawan hukum berdasar Pasal 1365 KUH
Perdata;
2.) Atas perbuatan itu, anggota direksi yang bersangkutan diancam
dengan pertanggungjawaban perdata (civil liability) dan bahkan juga
dapat dituntut pertanggungjawaban pidana menggelapkan uang
26
Perseroan berdasar Pasal 372 KUHPidana atau penipuan berdasar
Pasal 378 KUHPidana.
b. mempergunakan informasi Perseroan untuk kepentingan pribadi.
Perbuatan ini dikategorikan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
yang harus dipercaya (breach of fiduciary duty)
c. tidak mempergunakan posisi untuk memperoleh keuntungan perusahaan
untuk kepentingan pribadi, seperti menerima sogokan atau suap.
d. tidak menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan
untuk kepentingan pribadi. Mengambil atau menahan sebagian
keuntungan Perseroan untuk kepentingan pribadi, dikategori sebagai
keuntungan yang dirahasiakan (secret profit) oleh anggota direksi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perbuatan itu jelas-jelas mengandung
benturan kepentingan dan dikualifikasikan sebagai perbuatan breach of his
fiduciary duty.
e. dilarang melakukan transaksi antara pribadinya dengan Perseroan.
Anggota direksi dilarang melakukan transaksi antara pribadinya dengan
Perseroan :
1.) dalam hal yang demikian, anggota direksi telah melanggar kewajiban
yang melarangnya masuk dalam kontrak atau transaksi dengan
2.) Perbuatan itu, dikategori sebagai tindakan pihak berkepentingan (party
at interest). Larangan ini tidak boleh dilanggar oleh anggota direksi
baik langsung atau tidak langsung termasuk anggota keluarganya atau
temannya.27
f. larangan bersaing dengan Perseroan.
Anggota direksi dalam melaksanakan kewajiban mengurus Perseroan
“dilarang bersaing” dengan Perseroan (competition with the company).
Pelanggaran atas larangan ini, dikategori melakukan konflik atau benturan
kewajiban (duty conflict). Satu segi dia wajib beritikad baik dan dipercaya
mengurus Perseroan, sedang pada sisi lain, melakukan persaingan dengan
Perseroan. Oleh karena itu, tindakan yang demikian dikategori duty
conflict dan dikualifikasi breach of his fiduciary duty and good faith duty.
Demikian luas jangkauan atau ruang lingkup makna dan aspek itikad baik
pengurusan Perseroan yang wajib dilaksanakan anggota direksi. Efek dari perbuatan
breach of fiduciary duty, dikategori sebagai perbuatan “ultra vires”. Namun,
perjanjian atau kontrak yang dibuat dalam hal yang demikian tidak batal karena atau
demi hukum (van rechtswege nietig, by law null and void),tetapi dapat dibatalkan
(vernietigbar, voidable). Oleh karena itu, Perseroan atau pihak ketiga yang terlibat,
dapat menuntut pembatalan perjanjian itu yang disertai dengan tuntutan ganti rugi
27
yang dialami atau menuntut keuntungan yang diambil dan ditahan anggota direksi
yang terlibat.28
C. Tanggung Jawab Hukum Direksi Dalam Perseroan Terbatas
Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Direksi dapat
digugat secara pribadi ke pengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. Begitu juga dalam hal kepailitan yang
terjadi kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk
menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. 29
1. Pertanggungjawaban dalam hal terjadi pemberian keterangan yang tidak
benar dan atau menyesatkan.
Secara umum tanggung jawab direksi meliputi beberapa hal sebagai berikut :
Sebagai kewajiban untuk melakukan keterbukaan, direksi bertanggung
jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan setiap data dan keterangan yang
disediakan olehnya kepada publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga
berdasarkan perjanjian. Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara
28Ibid,
29
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi,dan Komisaris
tidak benar dan atau menyesatkan, maka seluruh anggota direksi (dan atau
komisaris) harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap
kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, sebagai akibat pemberian data dan
atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan tersebut, kecuali dapat
dibuktikan bahwa keadaan tersebut terjadi bukan karena kesalahannya.30
2. Pertentangan kepentingan
Dalam hal terjadi pertentangan kepentingan antara kepentingan salah satu
anggota direksi pada satu sisi dengan kepentingan perseroan pada sisi yang
lain, maka anggota direksi berkenaan dilarang untuk bertindak mewakili
perseroan. Demikian pula halnya jika terjadi suatu perkara dihadapan
pengadilan antara salah satu anggota direksi dengan perseroan, maka
anggota direksi berkenaan tidak diizinkan untuk mewakili perseroan
terbatas di hadapan pengadilan. UUPT memberikan kemungkinan
pengaturan hal tersebut di dalam Anggaran Dasar Perseroan.31
3. Tanggung jawab renteng antara sesama anggota direksi perseroan
Pasal 97 ayat 3 UUPT menyebutkan bahwa setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya melakukan
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan. Direksi mempunyai wewenang untuk
30
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada:2003),hlm.67.
menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat,
dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar
perseroan. Direksi yang terdiri dari dua anggota direksi atau lebih,
bertanggung jawab secara renteng bagi setiap anggota direksi.
4. Tanggung jawab internal direksi terhadap perseroan dan pemegang saham
perseroan
Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam melaksanakan
kewajibannya tersebut diatas memberikan hak kepada pemegang saham
perseroan untuk :
a. secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah
sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan, untuk dan
atas nama perseroan, terhadap direksi perseroan, yang atas kesalahan
dan kelalaiannya telah menerbitkan kerugian kepada perseroan
(derivative action).
b. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung, untuk dan atas
nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan, atas setiap
keputusan atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang
saham.
5. Tanggung jawab eksternal direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan
hukum dengan perseroan, mengenai pertanggungjawaban direksi terhadap
menyebutkan dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak
benar dan/atau menyesatkan, anggota direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab kepada pihak yang dirugikan, dan dalam Pasal 104 ayat
(3) UUPT disebutkan dalam hal terjadinya kepailitan yang disebabkan oleh
karena kesalahan atau kelalaian direksi.
UUPT lebih menegaskan lagi mengenai hal tanggung jawab direksi dalam pasal berikut : 32
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
Pasal 97 ayat 3
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
ayat 4
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
ayat 6
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
Pasal 114 ayat 3
Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ayat 6
32
Ratnawati W.prasodjo,S.H., Implementasi UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 93 ayat (3) UUPT, direksi
bertanggung jawab terhadap perseroan yang meliputi tanggung jawab pribadi yaitu
meliputi harta kekayaan jika yng bersangkutan lalai atau melakukan kesalahan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang direksi. Pertanggungjawaban
secara pribadi sampai harta kekayaan pribadi bagi direksi, atas keputusan bisnis yang
merugikan perseroan, telah menjadi perdebatan sejak lama. Hakim-hakim di Negara
dengan sistem hokum common law mengenal istilah bussiness judgment rule yang
menyatakan bahwa pengadilan bukanlah tempat yang ideal untuk menilai keputusan
bisnis dari direksi, karena sulitnya merekonstruksi keputusan bisnis tersebut di
pengadilan setelah keputusan tersebut diambil dalam beberapa tahun sebelumnya.
Kegiatan bisnis membutuhkan keputusan yang cepat dan seriongkali kepuitusan
tersebut diambil berdasarkan informasi yang tidak sempurna.
Pada dasarnya prinsip business judgment rule dimaksudkan untuk melindungi
direksi dan karyawan yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara pribadi
akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Sebagian
kalangan berpendapat konsep business judgment rule telah diadopsi dalam UUPT.
Pasal 97 ayat (5) UUPT menyebutkan bahwa anggota direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pribadi atas kerugian perusahaan sebagaimana yang
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telah melakukan pengurusan
dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan.; tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan perseroan yang mengakibatkan kerugian.;
dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.33
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 104 ayat 2 menyebutkan
jika kepailitan perseroan disebabkan karena adanya kesalahan atau kelalaian direksi
dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban dalam perseroan
dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit
tersebut. Namun, anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, dan dia telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan perusahaan, yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; tidak
mempunyai benturan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
yang dilakukan, serta telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.34
Semua anggota direksi dapat mewakili perseroan. Namun semua nggota direksi
harus bertanggung jawab dan tidak bias saling menyalahkan jika ada kerugiam
33
Ibid.
34
Agus Budiyanto,SH.M.Hum, Kedudukan Hukum dan tanggung Jawab Pendirian
perusahaan. Sepanjang beritikad baik, anggota direksi dari suatu perseroan yang
mengalami kerugian atau yang pailit pada dasarnya tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban secara pribadi. Hal ini berkenaan dengan asas bahwa suatu
perseroan sebagai pihak debitur adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari para
pengurusnya. Semua utang-utang perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta
kekayaan perseroan itu sendiri, bukan dari kekayan pengurusnya. Namun, prinsip ini
bukan tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu, anggota direksi dan komisaris
siatu perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi jika karena
kelalaiannya perseroan mengalami kerugian atau dinyatakan pailit.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan
kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutupi akibat kepailitan tersebut, setiap
anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
Namun, Pasal 104 ayat (2) UUPT menentukan bahwa anggota direksi yang dapat
membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Suatu perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas merupakan pribadi yang
terpisah yang harus memenuhi utang-utangnya dari harta kekayaan perusahaan itu
sendiri, tetapi gugatan ganti rugi terhadap tanggung jawab pribadi anggota direksi
suatu perseroan yang karena kesalahannya yang telah mengakibatkan perusahaan
mengalami insolvensi tetap dapat diajukan. Setiap jabatan memiliki tugas dan
wewenang tersebut dilalaikan atau telah terjadi penyalahgunaan wewenang jabatan,
akan membawa konsekuensi terhadap pejabat yang bersangkutan. Demikian juga
halnya dengan jabatan anggota direksi suatu perseroan, direksi bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Direksi dalam menjalankan jabatannya harus
berorientasi semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Semua tindakan
dan keputusan yang diambil harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan perseroan.
Direksi tidak diperbolehkan melakukan hal-hal dengan mengatasnamakan
perseroan atau menggunakan perseroan yang vertujuan bukan untuk kepentingan
perseroan atau bertentangan dengan tujuan perseroan. Direksi tidak boleh
mengedepankan kepentingan pribadi atau pihak diluar perseroan. Direksi juga tidak
dapat melakukan tindakan yang sekalipun untuk kepentingan pribadi atau pihak
diluar perseroan. Direksi juga tidak dapat melakukan tindakan yang sekalipun untuk
kepentingan perseroan, tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya. Misalnya, suatu perseroan yang di
dalam anggaran dasarnyaditentukan bertujuan untuk melakukan kegiatan jasa
pengerah tenaga kerja, tetapi direksi melakukan kegiatan import. Sekalipun kegiatan
tersebut yang dilakukan direksi sangat menguntungkan perseroan, tetap direksi
dianggapmelanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. 35
Seorang anggota direksi dapat memperoleh keuntungan yang bersifat pribadi
dari jabatan dan tugasnya dengan bermacam-macam cara, yang didapat melalui cara
35
yang sah, atau dengan cara yang melanggar hukum atau norma etika. Contoh
perbuatan-perbuatan yang tidak dilandasi itikad baik itu antara lain sebagai berikut.
1. perseroan membeli barang dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dan
harga yang wajar, dan atas transaksi pembelian tersebut direksi mendapatkan
komisi dari pihak penjual.
2. perseroan menjual harta kekayaan perseroan kepada pihak lain dengan harga yang
jauh lebih rendah dari harga wajarnya dan direksi memperoleh keuntungan
pribadi dari transaksi tersebut.
3. pemberian kredit kepada pihak lain tanpa analisa kredit yang baik meskipun
permohonan kredit tersebut sebenarnya tidak layak (fesible), tetapi direksi atau
memutuskan untuk memberikan kredit yang dimohonkan dan ternyata kemudian
kredit menjdai macet yang sangat merugikan perseroan.
4. seorang anggota direksi memperoleh manfaat pribadi dari jabatannya dengan
memanfaatkan kesempatan transaksi yang semestinya dilakukan dengan dan
untuk kepentingan perseroan yang dipimpinnya, tetapi diberikan kepada
perseroan lain untuk keuntungan tertentu bagi anggota direksi.
Tugas dan kewajiban direksi untuk melakukan kepengurusan perseroan, serta
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan harus dijalankan
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Beberapa kewajiban yang harus
1. Kewajiban untuk secara optimal mendapatkan keuntungan bagi perseroan dan
tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan
dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang disebut secret profits
and benefit front office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of
interest.
2. Direksi harus menggunakan wewenangnya untuk tujuan perseroan yang
seharusnya (proper purpose).
3. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula
memperhatikan kepentingan karyawan, lingkungan sekitar, pemegang saham dan
masyarakat pada umumnya.
4. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus
memperhatikan kepentingan para pemegang saham.
5. Direksi suatu perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor. Yang
dimaksud dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab di negara-negara yang
menganut sistem hukum common lawadalah tidak melakukan hal-hal seperti
menghadiri rapat-rapat, tidak mempelajari hal-hal mendasar dari bisnis perseroan
yang dipimpinnya, tidak membaca laporan-laporan, tidak berupaya untuk
meminta bantuan yang diperlukan ketika telah ada isyarat mengenai datangnya
bahaya terhadap perseroan, atau telah mengabaikan kewajiban untuk melakukan
tindakan dengan berhati-hati. Sehubungan dengan hal ini, sistem hukum common
jangan hanya menjadi direksi boneka, yaitu hanya menjadi pajangan saja di dalam
perseroan. 36
Direksi dalam menjalankan pengurusan terhadap perseroan, wajib
melaksanakannya semata-mata untuk kepentingan dan penuh dengan kehati-hatian.
Jika direksi bersikap dan bertindak melanggar prinsip kehati-hatian (standard of
care), direksi tersebut dianggap telah melanggar prinsip kehati-hatian. Contohnya
sebagai berikut.
1. Direksi tidak dapat melaksanakan kegiatan atas beban biaya perseroan jika tidak
memberikan sama sekali atau memberikan sangat kecil manfaat kepada perseroan
jika dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh direksi yang
bersangkutan. Namun demikian, hal ini dapat dikecualikan jika dilakukan atas
beban biaya representasi jabatan dari direksi yang bersangkutan, berdasarkan
keputusan RUPS.
2. Anggota direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya,
seperti mengambil kesempatan bisnis yang seharusnya diambil perseroan, tetapi
diberikan kepada perseroan lain untuk kepentingan pribadi.
Direksi wajib menolak untuk mengambil keputusan tentang hal yang diketahuinya
dapat berakibat perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga perseroan terancam sanksi oleh pemerintah.
36
3. Direksi dengan sengaja atau kelalaiannya tidak melakukan atau tidak berupaya
maksimal untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.
4. Direksi dengan sengaja atau lalai tidak melakukan atau tidak berupaya maksimal
untuk meningkatkan keuntungan perseroan.37
37