• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDIS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDIS (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

7

HUBUNGAN PANJANG-BOBOT DAN FAKTOR KONDISI IKAN SIDAT

(Anguilla bicolor bicolor

McClelland 1844

)

YANG DIINDUKSI

SECARA HORMONAL

Hadra Fi Ahlina1), Agus Oman Sudrajat2), Tatang Budiardi2), Ridwan Affandi3)

*[email protected]

(Diterima 24 November 2015; Revisi Final 22 Desember 2015; Disetujui 18 Januari 2016)

ABSTRAK

The purpose of this research is to know the relationship of length-weight and condition factor of Anguilla bicolor bicolor that in induction are hormonal. The results showed that the highest weight-length value is present in the treatment of the P20A with the average value of 2.291% and lowest PK (NaCl 0.9%) 1.937%. While the condition factor values did not show different results for real every treatment. Condition factor values range between 0.184 and 0.214. Then it can be inferred that the awarding of the hormone combination gives a different influence on length-weight and condition factor.

KEYWORDS: Sidat (Anguilla bicolor bicolor), length-weight, condition factor

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki tujuh jenis ikan sidat, diantaranya Anguilla bicolor bicolor. Ikan ini menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi. Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, karena ikan ini belum banyak dikenal, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat.

Selain untuk konsumsi, ikan sidat juga dibudidayakan untuk tujuan ekspor, salah satunya untuk memenuhi permintaan benih.

Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai. Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian dewasa dan datang masa pemijahan lagi. Saat ini sumber benih ikan sidat di dunia masih sangat tergantung dari hasil tangkapan dari alam. Demikian pula pemanfaatan ikan untuk tujuan ekspor yang masih sangat rendah, terbatas hanya pada ukuran benih (hasil tangkapan di alam, sehingga tidak memberikan nilai tambah). Budidaya ikan ini 1) Staf Pengajar Program Studi Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri

2) Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan

FPIK, IPB

3) Staf Pengajar Departemen Manajemen

(2)

8

sudah dilakukan, akan tetapi belum berkembang seperti ikan lain karena teknologi pembesarannya belum

dikuasai sepenuhnya oleh

pembudidaya.

Kombinasi hormon PMSG dan anti dopamin diharapkan mampu memberikan hasil yang optimal pada

perkembangan ikan sidat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibutuhkan hormon lain untuk memacu pertumbuhan ikan sehingga ikan dapat terdiferensiasi dan tumbuh cepat tanpa adanya masalah samping. Salah satu hormon yang dapat memacu pertumbuhan ikan adalah GH. Hormon ini merupakan komponen yang penting dalam mengatur banyak aspek fisiologi seperti pertumbuhan, metabolisme, osmoregulasi, fungsi kekebalan tubuh dan reproduksi.

Dengan demikian perlakuan kombinasi hormon ini sangat diperlukan untuk menginduksi tahap perkembangan ikan sidat.

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014 di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Objek dalam penelitian ini 120 ekor ikan sidat berukuran 150-200 gram. Hormon yang digunakan

adalah kombinasi antara PMSG, AD dan rGH.

Metode Pengambilan dan Pengukuran Ikan Contoh

Pengambilan ikan contoh dilakukan sebanyak lima kali selama penelitian. Ikan contoh diambil secara acak sebanyak 3 ekor tiap perlakuannya. Ikan contoh yang diperoleh diambil dan diukur panjang total, yaitu mengukur mulai ujung terdepan dari kepala sampai ujung sirip ekor yang paling belakang dengan menggunakan mistar berketelitian 1 cm. Pengukuran bobot ikan menggunakan timbangan Ohause.

Analisis Data

Hubungan Panjang Bobot

Hubungan panjang bobot ikan butana dianalisis menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Hile (1936 dalam Effendie, 1997) :

log W = log a + b log L

Faktor Kondisi

Faktor kondisi (Ponderal Index) dianalisis dengan menggunakan rumus Mauck dan Summerfelt (1970) dalam Andy Omar (2005):

FK = W / L3

HASIL DAN PEMBAHASAN

(3)

9 Tabel 1. Nilai rata-rata

Perlakuan

6. (uruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata P ≤ 0.05

Berdasarkan Tabel 1 bahwa kisaran panjang total dan bobot total ikan sidat tertinggi diperoleh P3 yakni (2,291) diikuti oleh P4 dengan nilai rata-rata (2,134), P2 (2,065), P1 (2,037) dan terendah P5 (1,937). Hasil anova dan uji lanjut menunjukkan perbedaan yang nyata pada P3 dengan perlakuan lainnya.

Gambar 1. Histogram panjang-bobot ikan sidat

Sedagkan nilai rata-rata faktor kondisi ikan sidat pada Tabel 1 adalah berkisar antara 0,184 sampai 0,214. Dari hasil anova dan uji lanjut, faktor kondisi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.

Gambar 2. Histogram Faktor Kondisi ikan Sidat

Hubungan panjang-bobot

Pertumbuhan ikan sidat bersifat allometrik negatif yaitu pertambahan ukuran bobot tubuh tidak lebih cepat daripada pertambahan ukuran panjang tubuhnya (ikan cenderung kecil). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam umumnya sulit dikontrol yangmeliputi keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit.

Faktor luar utama yang

mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah ketersediaanmakanan dan suhu perairan (Effendie, 2002). Hal ini diduga karena adanya perbedaan

pemanfaatan makanan yang

mempengaruhi pola pertumbuhan.

(4)

10

Menurut Nikolsky (1963) apabila pada suatu perairan terdapat perbedaan ukuran dan jumlah dari satu jenis, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan ukuran pertama kali matang gonad, serta perbedaan masa hidup.

Menurut Effendie (1997) bahwa pengaruh ukuran panjang dan bobot tubuh ikan sangat besar terhadap nilai koefien regresi yang diperoleh sehingga secara tidak langsung faktor – faktor yang berpengaruh terhadap

ukuran tubuh ikan akan

mempengaruhi pola variasi dari nilai koefisien tersebut. Ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan variasi ukuran tubuh ikan – ikan sampel dapat menjadi penyebab perbedaan nilai koefisien. Hubungan antara parameter panjang dan bobot dapat menggambarkan beberapa fenomena ekologis yang dialami oleh suatu organisme dalam daur hidupnya, misalnya hubungan alometrik dan isometrik dapat saja berubah dari suatu populasi akibat faktor lingkungan yang berbeda.

Menurut Merta (1993) analisis hubungan panjang dan bobot dimaksudkan untuk mengukur variasi bobot harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang

kegemukan, kesehatan,

perkembangan gonad, dan

sebagainya. Kegunaan lain dari analisis hubungan panjang dan bobot yaitu dapat digunakan untuk melakukan estimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan

kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Everhart&Youngs, 1981).

Faktor Kondisi

Salah satu derivat penting dari pertubuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal atau sering disebut pula sebagai faktor K. Faktor kondisi menunjukkan keadaan yang kurang baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor kondisi secara komersiil mempunyai arti penting menentukan kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan (Effendie 2002).

Nilai faktor kondisi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P10A, P20A dan P20B dan tidak menunjukkan perbedaan nyata antar ketiga perlakuan tersebut. Pada P10B hasil yang ditunjukkan berbeda nyata dengan P10A, P20A dan P20B. P10B juga menunjukkan bahwa tingkat perbedaan dari nilai rata-rata adalah yang tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa induksi hormon berpengaruh pada nilai faktor kondisi ikan sidat. Ikan sidat tergolong ikan yang tidak gemuk (pipih) karena faktor kondisinya berkisar antara 0,184– 0,214. Menurut Effendie (1997) bahwa untuk ikan yang nilai faktor kondisinya 0 – 3, maka ikan tersebut tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (1997), bahwa untuk ikan yang nilai faktor kondisinya 0 – 3, maka ikan tersebut tergolong ikan yang bentuk badannya pipih.

(5)

11 KESIMPULAN DAN SARAN

Pertumbuhan ikan sidat bersifat allometrik negatif yaitu pertambahan ukuran bobot tubuh tidak lebih cepat daripada pertambahan ukuran panjang tubuhnya (ikan cenderung kecil). Faktor kondisi menunjukkan keadaan yang kurang baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Ikan sidat tergolong ikan yang tidak gemuk bila dilimat dari segi panjang bobot dan nilai faktor kondisi nya.

Sebaiknya penyuntikan dan sampling dilakukan dua minggu sekali untuk menghindari terjadinya stres pada ikan. Perlu adanya informasi mengenai standar baku nilai faktor kondisi ikan sidat sehingga diketahui apakah ikan sidat dengan ukuran tersebut termasuk golongan ikan yang tidak gemuk (pipih)atau sebaliknya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang survey nilai panjang bobot dan faktor kondisi ikan sidat di perairan indonesia, sehingga diketahui standar baku dari nilai tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andy Omar. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan

Perikanan FIKP UNHAS.

Makassar. 161 hal.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. 163 hal.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Halaman:5 .

Everhart, W. H. & W. D. Youngs. 1981. Principles of Fishery Science. 2nd Edition. Comstock Publishing

Associates, a Division of Cornell University Press. Ithaca and London. 349 p.

Merta, I. G . S. 1993. Hubungan Panjang-bobot dan Faktor Kondisi ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleekeer, 1985) di Perairan Selat Bali. Jurnal Perikanan Laut. 73.

Gambar

Tabel 1. Nilai rata-rata

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang komposisi jenis dan ukuran ikan pelagis besar hasil tangkapan pancing ulur yang didaratkan di PPI Pondok Dadap, Sendang Biru, Jawa Timur, dilakukan pada bulan

♦ Dalam skala budidaya terdapat korelasi yang positif pada hubungan panjang bobot ikan kakap merah dengan nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,89 pada kelompok ikan kecil

Ikan beronang ( Siganus canaliculatus ) termasuk salah satu hasil tangkapan dominan dari nelayan jaring pantai di padang lamun Selat Lonthoir, Kepulauan

Namun demikian, perbaikan ekonomi Sumatera tertahan oleh kinerja ekspor yang masih terbatas seiring dengan lemahnya permintaan global disertai harga komoditas yang rendah.. Bahkan,

Hasil penelitian ikan kakap merah nilai faktor kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian Noor, 2011 di Perairan Pallameang, Kabupaten Pirang, Sulawesi Selatan yaitu nilai

♦ Dalam skala budidaya terdapat korelasi yang positif pada hubungan panjang bobot ikan kakap merah dengan nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,89 pada kelompok ikan kecil

Uraian di atas memberikan beberapa ke- simpulan yaitu: Pola pertumbuhan ikan tetet bersifat allometrik positif; Ikan betina mempu- nyai kondisi yang terbaik sepanjang tahun dili-

Sejak adanya peraturan larangan ekspor kayu bulat, pemanfaatan sumber daya alam terus dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan nilai tambah untuk mendorong